105 Sejarah lisan dalam pelaksanaannya sebagai suatu metode yang modern
dilakukan di Amerika Serikat pada tahun 1930-an. Para ahli pada saat itu menggunakan penelitian dengan metode lisan untuk melihat kenangan bekas
para budak hitam. Penelitian yang dilakukan para ahli ini kemudian mengalami perkembangan. Sumber lisan yang dikumpulkan, tidak hanya dari orang-orang
besar saja atau para tokoh, tetapi orang-orang kecil pun mereka wawancarai bahkan orang-orang yang buta huruf. Orang-orang ini sangat sulit mewariskan
sumber-sumber tertulis.
Hal terpenting dari sejarah lisan adalah untuk mencari informasi-informasi yang luput atau lolos dari sumber tertulis. Banyak pembicaraan yang tidak
terekam dalam sumber tertulis. Penemuan-penemuan teknologi memberikan bantuan penting terhadap metode sejarah lisan, misalnya telepon. Barangkali
ada kebijakan-kebijakan pemerintah yang berangkat dari pembicaraan- pembicaraan telepon dan tidak tercatat dalam arsip resmi. Pembicaraan-
pembicaraan ini, kalau terekam, tentu akan menjadi sumber lisan yang berharga. Perkembangan teknologi sangat menunjang terhadap perkembangan sejarah
lisan. Penemuan teknologi tersebut seperti ditemukannya alat perekam phonograph pada tahun 1877. Perkembangan alat perekam pada tahun
1960, dengan ditemukannya tape recorder, semakin memudahkan untuk menyimpan data atau sumber lisan.
Ada beberapa hal atau prinsip yang harus diperhatikan dalam melakukan penelitian sejarah lisan, yaitu sebagai berikut.
1. Perencanaan wawancara
Perencanaan yang baik akan menghasilkan pengumpulan sumber lisan yang sangat baik. Oleh sebab itu, perencanaan wawancara harus benar-benar
diperhatikan oleh orang-orang yang akan melaksanakan wawancara lisan. Langkah pertama dalam perencanaan adalah menetapkan orang yang akan
kita wawancarai. Agar wawancara itu berjalan dengan lancar sebaiknya sebelum wawancara itu dilaksanakan kita mempelajari latar belakang dari orang tersebut.
Selain itu seorang pewancara harus menguasai materi yang akan ditanyakan. Untuk menguasai materi yang akan ditanyakan, sebaiknya pewancara terlebih
dahulu membaca literatur-literatur yang berkaitan dengan materi pembicaraan. Kedua, sebelum kita melakukan wawancara langsung, sebaiknya orang yang
akan kita wawancarai dihubungi terlebih dahulu dan mengadakan perjanjian kapan wawancara itu dilakukan. Langkah ketiga ialah menetapkan pertanyaan-
pertanyaan yang akan kita tanyakan. Sebaiknya kita membuat daftar pertanyaan dan pertanyaan yang kita ajukan bukan pertanyaan yang menghendaki jawaban
berupa “ya” atau “tidak”. Jadi, yang ditanya hendaknya “Mengapa?”, “Bagaimana?”, “Di mana”. Jenis pertanyaan ini untuk menghindari jawaban
“ya”, atau “tidak”. Kalau kita mendapatkan jawaban “ya”, atau “tidak”, maka
106 kita tidak akan mendapatkan sumber yang banyak. Sebaiknya ikhtisar pertanyaan
yang akan kita tanyakan dikirim terlebih dahulu kepada informan atau diberikan terlebih dahulu secara lisan. Diharapkan dengan dikirimkannya pertanyaan-
pertanyaan kepada informan, maka informan akan mempersiapkan diri dalam memberikan jawaban-jawaban dan memberikan informasi yang lebih banyak.
Langkah keempat adalah menyiapkan alat perekam atau tape recorder. Kita harus terampil menggunakan alat perekam, jangan sampai pada saat wawancara
dilakukan tape recorder tidak berfungsi. Kita harus menyiapkan berapa kaset yang kita butuhkan. Jumlah kaset yang kita butuhkan tergantung pada lamanya
waktu yang kita perlukan pada saat wawancara.
2. Pelaksanaan wawancara
Dalam melaksanakan wawancara, sebaiknya pewancara mampu menciptakan situasi yang kondusif. Wawancara yang dilakukan bukanlah suatu dialog.
Dalam dialog biasanya terjadi interpretasi terhadap fakta, baik yang dilakukan oleh pewancara maupun informan. Hal yang harus diperhatikan dalam wawancara
adalah mendapatkan kisah pengalaman dari orang yang sedang diwawancarai. Pewancara berbicara hanya sebatas mengarahkan pertanyaan yang diajukan
kepada informan. Jangan sampai pewancara banyak berbicara dan menggurui informan. Dalam rekaman sebaiknya suara yang banyak terekam adalah suara
informan, bukan pewancara. Apabila suara informan banyak terekam, maka akan memberikan fakta sejarah yang cukup banyak.
3. Orang yang diwawancarai
Siapakah orang yang diwawancarai? Orang yang kita wawancarai seharusnya orang yang langsung menyaksikan peristiwa yang kita teliti. Hal ini perlu dilakukan
agar informasi yang diberikan lebih akurat. Seberapa banyak orang yang diwawancarai? Hal itu tergantung pada kebutuhan informasi yang kita perlukan,
bisa individu maupun kelompok. Kalau kita hanya menulis biografi seorang tokoh, mungkin hanya satu orang, tetapi kalau kita menulis sebuah peristiwa
mungkin bisa mewawancari orang yang lebih banyak.
4. Materi wawancara
Agar materi wawancara yang kita cari sesuai dengan yang kita harapkan, sebaiknya kita menetapkan tema apa yang menjadi penelitian kita. Tema penelitian
menjadi pegangan utama dalam menetapkan materi yang akan kita tanyakan kepada informan. Oleh sebab itu, materi harus disesuaikan dengan informan,
artinya informan yang kita cari adalah orang yang mengetahui materi yang akan kita tanyakan. Misalnya kita akan menulis sejarah dengan tema kehidupan
sosial ekonomi suatu daerah pada masa revolusi, maka kita harus merumuskan