133
2 Abris Sous Rosche
Selain Kjokkenmoddinger, jenis tempat tinggal lainnya ialah abris sous rosche, yaitu tempat berupa gua-gua yang menyerupai ceruk-ceruk di dalam
batu karang. Peralatan yang ditemukan berupa ujung panah, flakes, batu- batu penggiling, dan kapak-kapak yang sudah diasah. Alat-alat itu terbuat
dari batu. Ditemukan juga alat-alat dari tulang dan tanduk rusa. Tempat ditemukannya abris sous rosche, antara lain Gua Lawa di Ponorogo, Bojonegoro,
dan Lamoncong Sulawesi Selatan.
Gambar 4.6 Abris sous rosche di Lamoncong, Sulawesi Selatan
Sumber : prehisto.ifrante.comhabitatmoy.htm
3 Gerabah
Penemuan gerabah merupakan suatu bukti adanya kemampuan manusia mengolah makanan. Hal ini dikarenakan fungsi gerabah di antaranya sebagai
tempat meyimpan makanan. Gerabah merupakan suatu alat yang terbuat dari tanah liat kemudian dibakar. Dalam perkembangan berikut, gerabah
tidak hanya berfungsi sebagai penyimpan makanan, tetapi semakin beragam, bahkan menjadi barang yang memiliki nilai seni.
Cara pembuatan gerabah mengalami perkembangan dari mulai bentuk yang sederhana hingga ke bentuk yang kompleks. Dalam bentuk yang
sederhana dibuat dengan tidak menggunakan roda. Bahan yang digunakan berupa campuran tanah liat dan langsung diberi bentuk dengan menggunakan
tangan. Teknik pembuatan semakin berkembang, pencetakan menggunakan roda, agar dapat memperoleh bentuk yang lebih baik bahkan lebih indah.
Dalam perkembangan ini, pencetakan sudah memiliki nilai seni. Sisi gerabah mulai dihias dengan pola hias dan warna. Hiasan yang ada di antaranya
134 hiasan anyaman. Untuk membuat hiasan yang demikian yaitu dengan cara
menempelkan agak keras selembar anyaman atau tenunan pada gerabah yang masih basah sebelum gerabah dijemur. Kemudian gerabah dijemur
sampai kering dan dibakar. Berdasarkan bukti ini, para ahli menyimpulkan bahwa pada masa ini manusia sudah mengenal bercocok tanam dan orang
mulai dapat menenun.
Gambar 4.7 Gerabah
Sumber : itrademarket.comallgisjo.html
4 Kapak persegi
Pemberian nama kapak persegi didasarkan pada bentuknya. Bentuk kapak ini yaitu batu yang garis irisannya melintangnya memperlihatkan sebuah
bidang segi panjang atau ada juga yang berbentuk trapesium. Jenis lain yang termasuk dalam katagori kapak persegi seperti beliung atau pacul
untuk yang ukuran besar, dan untuk ukuran yang kecil bernama tarah. Tarah berfungsi untuk mengerjakan kayu. Pada alat-alat tersebut terdapat
tangkai yang diikatkan. Orang yang pertama memberikan nama Kapak Persegi yaitu von Heine Geldern.
Gambar 4.8 Berbagai jenis kapak persegi
Sumber : Marwati Djoened Poesponegoro, Sejarah Nasional Indonesia 1, halaman 406
Daerah-daerah tempat ditemukannya kapak persegi yaitu di Sumatra, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, Sulawesi, dan Kalimantan. Batu api
135 dan chalcedon merupakan bahan yang dipakai untuk membuat kapak persegi.
Kapak persegi kemungkinan sudah menjadi barang yang diperjualbelikan. Alat ini dibuat oleh sebuah pabrik tertentu di suatu tempat kemudian di
bawa keluar daerah untuk diperjualbelikan. Sistem jual-belinya masih sangat sederhana, yaitu sistem barter. Adanya sistem barter tersebut, kapak persegi
banyak ditemukan di tempat-tempat yang tidak banyak ada bahan bakunya, yaitu batu api.
Gambar 4.9 Kapak persegi yang belum dihaluskan
Sumber : Soekmono, Sejarah Kebudayaan Indonesia Jilid 1, halaman 51
5 Kapak lonjong
Pemberian nama kapak lonjong ber- dasarkan pada bentuk. Bentuk alat ini yaitu
garis penampang memperlihatkan sebuah bidang yang berbentuk lonjong. Sedangkan bentuk
kapaknya sendiri bundar telor. Ujungnya yang agak lancip ditempatkan di tangkai dan di
ujung lainnya yang bulat diasah hingga tajam. Ada dua ukuran kapak lonjong yaitu ukuran
yang besar disebut dengan walzeinbeil dan kleinbel untuk ukuran kecil. Kapak lonjong
masuk ke dalam kebudayaan Neolitihikum Papua, karena jenis kapak ini banyak ditemukan
di Papua Irian. Kapak ini ditemukan pula di daerah-daerah lainnya, yaitu di Seram,
Gorong, Tanimbar, Leti, Minahasa, dan Serawak.
Selain di Indonesia, jenis kapak lonjong ditemukan pula di negara lain, seperti Walzeinbeil
di temukan di Cina dan Jepang, daerah Assam dan Birma Utara. Penemuan kapak lonjong dapat memberikan petunjuk mengenai penyebarannya, yaitu
dari timur mulai dari daratan Asia ke Jepang, Formosa, Filipina, Minahasa,
Gambar 4.10 Kapak lonjong dari muka
dan samping
Sumber : Soekmono, Sejarah Kebudayaan Indonesia Jilid 1,
halaman 53
136 terus ke timur. Penemuan-penemuan di Formosa dan Filipina memperkuat
pendapat ini. Dari Irian daerah persebaran meluas sampai ke Melanesia.
6 Perhiasan
Hiasan sudah dikenal oleh manusia pada masa bercocok tanam. Perhiasan dibuat dengan bahan-bahan yang mudah diperoleh dari lingkungan sekitar,
seperti hiasan kulit kerang dari sekitar pantai. Hiasan lainnya ada yang terbuat dari yang dibuat dari tanah liat seperti gerabah, dan ada pula yang
terbuat dari batu. seperti gelang, kalung, dan beliung.
Gambar 4.11 Berbagai perhiasan dari batu
Sumber : Marwati Djoened Poesponegoro, Sejarah Nasional Indonesia 1, halaman 409
Pembuatan hiasan dari batu dilakukan dengan cara, pertama batu dipukul- pukul sampai menjadi bentuk gepeng. Setelah itu kedua sisi yang rata
dicekungkan dengan cara dipukul-pukul pula, kedua cekungan itu bertemu menjadi lobang. Untuk menghaluskannya, kemudian digosok-gosok dan
diasah sehingga membentuk suatu gelang. Bentuk gelang tersebut dari dalam halus rata dan dari luar lengkung sisinya. Selain dipukul, cara lain untuk
membuat lobang pada gelang yaitu dengan cara menggunakan gurdi. Batu yang bulat gepeng itu digurdi dari kedua belah sisi dengan sebuah gurdi
dari bambu. Setelah diberi air dan pasir, bambu ini dengan seutas tali dan sebilah bambu lainnya diputar di atas muka batu sampai berlubang.
7 Pakaian
Kebudayaan lainnya yang dimiliki oleh manusia pada masa bercocok tanam diperkirakan mereka telah memakai pakaian. Bahan yang digunakan
untuk pakaian berasal dari kulit kayu. Daerah tempat ditemukan bukti adanya pakaian adalah di Kalimantan, Sulawesi Selatan, dan beberapa
tempat lainnya. Pada daerah-daerah tersebut ditemukan alat pemukul kulit kayu. Kulit kayu yang sudah dipukul-pukul menjadi bahan pakaian yang
akan dibuat.
137
c. Konsep kepercayaan dan bangunan megalit
Sebagaimana telah dikemukakan bahwa manusia pada zaman berburu dan mengumpulkan makanan sudah mengenal kepercayaan. Kepercayaan
manusia ini mengalami perkembangan. Pada masa berburu dan mengumpulkan makanan kepercayaan baru sebatas adanya penguburan. Kepercayaan ini
kemudian berkembang pada masa bercocok tanam dan perundagian. Bukti peninggalan kepercayaan pada masa bercocok tanam yaitu ditemukannya
bangunan-bangunan batu besar yang berfungsi untuk penyembahan. Zaman penemuan batu-batu besar ini disebut dengan zaman megalithikum.
Bangunan-bangunan batu yang dihasilkan pada zaman megalithikum antara lain sebagai berikut.
1 Menhir
Menhir merupakan tiang atau tugu batu yang dibuat untuk menghormati roh nenek moyang. Daerah-
daerah tempat ditemukannya menhir di Indonesia, seperti di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur,
Sumatra Selatan, Sulawesi Tengah, Kalimantan, dan Bali.
Gambar 4.12 Menhir
Sumber : Marwati Djoened Poesponegoro, Sejarah Nasional Indonesia 1, halaman 412
2 Sarkofagus
Sarkofagus menyerupai peti mayat atau keranda yang bentuknya seperti palung atau lesung, tetapi mempunyai tutup. Benda ini terbuat dari batu
sehingga diperkirakan kehadiran sarkofagus sezaman dengan zaman megalithikum zaman batu besar. Adanya sarkofagus ini menandakan kepercayaan pada
waktu itu, bahwa orang yang meninggal perlu dikubur dalam peti mayat. Di daerah Bali, sarkofagus ini banyak ditemukan.
3 Dolmen
Tempat lain untuk melakukan pemujaan pada arwah nenek moyang pada waktu itu ialah Dolmen. Dolmen ini terbuat dari batu besar yang
berbentuk meja. Meja ini berkaki yang menyerupai menhir. Dolmen berfungsi
138 sebagai tempat sesaji dalam rangka pemujaan kepada roh nenek moyang.
Di beberapa tempat, dolmen berfungsi sebagai peti mayat, sehingga di dalam dolmen terdapat tulang belulang manusia. Sebagai bekal untuk yang
meninggal, di dalam dolmen disertakan benda-benda seperti periuk, tulang dan gigi binatang, dan alat-alat dari besi.
Gambar 4.13 Dolmen
Sumber : R. Soekmono, Pengantar Sejarah Kebudayaan I halaman 75
4 Kubur batu
Selain dolmen dan sarkofagus, ditemukan juga kubur batu yang fungsinya sebagai peti mayat. Bedanya ialah kubur batu ini dibuat dari lempengan
batu, sedangkan dolmen dan sarkofagus dibuat dari batu utuh. Di daerah Jawa Barat, penemuan kubur batu banyak ditemukan.
Gambar 4.14 Sarkofagus
Sumber : Marwati Djoened Poesponegoro, Sejarah Nasional
Indonesia 1, halaman 418
Gambar 4.15 Sebuah keranda batu berisi
kerangka manusia Sumber : R. Soekmono, Pengantar Sejarah
Kebudayaan I halaman 73
139
5 Waruga
Waruga adalah kubur batu berbentuk kubus atau bulat. Bentuknya sama seperti dolmen dan sarkofagus, yaitu dibuat dari batu yang utuh. Di
Sulawesi Tengah dan Utara banyak ditemukan waruga.
6 Punden berundak-undak
Bangunan lainnya yang dihasilkan pada zaman megalithikum adalah punden berundak-undak. Bangunan ini berfungsi sebagai tempat pemujaan
yang berupa batu tersusun secara bertingkat-tingkat. Di tempat punden berundak-undak biasanya terdapat menhir. Daerah ditemukannya punden
berundak-undak antara lain di Lebak Sibedug Banten Selatan dan Ciamis Jawa Barat.
Gambar 4.18 Punden berundak-undak dari Lebak Sibedug Banten Selatan
Sumber : R. Soekmono, Pengantar Sejarah Kebudayaan I halaman 76
7 Arca
Arca ini terbuat dari batu yang berbentuk patung binatang atau manusia. Tempat ditemukannya arca-arca antara lain di Jawa Tengah, Jawa Timur,
Lampung, dan Sumatera Selatan.
Gambar 4.16 Waruga atau kubur batu banyak
ditemui di daerah Minahasa
sumber : www.baliautrement.com minahasa.waruga.2jpg
Gambar 4.17 Kubur batu
Sumber : R. Soekmono, Pengantar Sejarah Kebudayaan I halaman 74
140
Gambar 4.19 Batu Gajah, di punggung penunggangnya kiri atas nampak sebuah nekara
yang diikat dengan tali
Sumber: Lukisan Sejarah, halaman 8
3. Masa perundagian
Zaman perundagian adalah zaman di mana manusia sudah mengenal pengolahan logam. Hasil-hasil kebudayaan yang dihasilkan terbuat dari
bahan logam. Adanya penggunaan logam, tidaklah berarti hilangnya penggunaan barang-barang dari batu. Pada masa perundagian, manusia masih juga
menggunakan barang-barang yang berasal dari batu.
Penggunaan bahan dari logam tidak begitu tersebar luas sebagaimana halnya bahan dari batu. Persediaan logam sangat terbatas. Hanya orang-
orang tertentu yang memiliki barang-barang dari logam. Kemungkinan hanya orang-orang yang mampu membeli bahan-bahan tersebut. Keterbatasan
persediaan tersebut memungkinkan barang-barang dari logam diperjualbelikan. Adanya perdagangan tersebut dapat diperkirakan bahwa manusia pada
zaman perundagian telah mengadakan hubungan dengan luar.
a. Sistem sosial-ekonomi
Masyarakat pada masa perundagian diperkirakan sudah mengenal pembagian kerja. Hal ini dapat dilihat dari pengerjaan barang-barang dari logam. Pengerjaan
barang-barang dari logam membutuhkan suatu keahlian, tidak semua orang dapat mengerjakan pekerjaan ini. Selain itu, ada orang-orang tertentu yang
memiliki benda-benda dari logam. Dengan demikian pada masa perundagian sudah terjadi pelapisan sosial.Bahkan bukan hanya pembuat dan pemilik,
tetapi adanya pedagang yang memperjualbelikan logam.
Pada masa perundagian kehidupan sosialnya sudah mengenal sistem kemasyarakatan yang sudah teratur. Masyarakat hidup diikat oleh norma-
norma dan nilai. Norma-norma dan nilai-nilai ini diciptakan oleh mereka
141 sendiri, disepakati dan dijadikan pegangan dalam menjalan kehidupannya.
Sebagaimana layaknya dalam suatu sistem kemasyarakatan, pada masa ini sudah ada pemimpin dan ada masyarakat yang dipimpin. Struktur ini dikatakan
ada kalau dilihat dari penemuan alat-alat untuk penguburan. Kuburan-kuburan yang ada terdapat kuburan yang diiringi dengan berbagai bekal bagi mayat.
Model kuburan ini diperkirakan hanya untuk para pemimpin.
Sistem mata pencaharian pada masa perundagian sudah mengalami kemajuan. Keterikatan terhadap bahan-bahan makanan yang disediakan
oleh alam mulai berkurang. Mereka mampu mengolah sumber-sumber daya yang ada di alam untuk dijadikan bahan makanan. Cara bertani berhuma
sudah mulai berubah menjadi bertani dengan bersawah. Ada perbedaan dalam cara bertani berhuma dengan bersawah. Dalam bertani berhuma ada
kebiasaan meninggalkan tempat olahannya, apabila tanahnya sudah tidak subur, jadi hidup mereka pun tidak menetap secara permanen. Sedangkan
dalam bertani bersawah tidak lagi berpindah, mereka tinggal secara permanen. Hal ini dikarenakan pengolahan tanah pertanian sudah menggunakan pupuk
yang membantu kesuburan tanah. Dengan demikian masyarakat tidak akan meninggalkan lahan garapannya. Bukti adanya kehidupan bersawah yaitu
dengan ditemukannya alat-alat pertanian dari logam, seperti bajak, pisau, dan alat-alat yang lainnya.
b. Benda-benda yang dihasilkan
Benda-benda yang dihasilkan pada zaman perundagian mengalami kemajuan dalam hal teknik pembuatan. Teknik pembuatan barang dari logam yang
utama adalah melebur, yang kemudian dicetak sesuai dengan bentuk yang diinginkan. Ada dua teknik pencetakan logam yaitu bivolve dan a cire
perdue. Teknik bivolve dilakukan dengan cara menggunakan cetakan-cetakan batu yang dapat dipergunakan berulang kali. Cetakan terdiri dari dua bagian
kadang-kadang lebih, khususnya untuk benda-benda besar diikat. Ke dalam rongga cetakan itu dituangkan perunggu cair. Kemudian cetakan itu
dibuka setelah logamnya mengering.
Teknik a cire perdue dikenal pula dengan istilah cetak lilin. Cara yang dilakukan yaitu dengan membuat cetakan model benda dari lilin. Cetakan
tersebut kemudian dibungkus dengan tanah liat. Setelah itu tanah liat yang berisi lilin itu dibakar. Lilin akan mencair dan keluar dari lubang yang telah
dibuat. Maka terjadilah benda tanah liat bakar yang berongga. Bentuk rongga itu sama dengan bentuk lilin yang telah cair. Setelah cairan logam
dingin, cetakan tanah liat dipecah dan terlihatlah cairan logam yang telah membeku membentuk suatu barang sesuai dengan rongga yang ada dalam
tanah liat.
142 Pada masa perundagian dihasilkan benda-benda yang terbuat dari perunggu,
yaitu sebagai berikut.
1 Bejana
Bentuk bejana perunggu seperti gitar Spanyol tetapi tanpa tangkainya. Pola hiasan benda ini berupa
pola hias anyaman dan huruf L.Bejana ditemukan di daerah Madura dan Sumatera.
Gambar 4.20 Bejana perunggu dari Madura
Sumber : Marwati Djoened Poesponegoro, Sejarah Nasional Indonesia 1, halaman 432
2 Nekara
Nekara ialah semacam berumbung dari perunggu yang berpinggang di bagian tengahnya dan sisi atapnya tertutup. Pada nekara terdapat pola hias
yang beraneka ragam. Pola hias yang dibuat yaitu pola binatang, geometrik, gambar burung, gambar gajah, gambar ikan laut, gambar kijang, gambar
harimau, dan gambar manusia. Dengan hiasan yang demikian beragam, maka nekara memiliki nilai seni yang cukup tinggi.
Beberapa tempat ditemukannya nekara yaitu Bali, Sumatra, Sumbawa, Roti, Leti, Selayar, Alor, dan Kepulauan Kei. Di Bali ditemukan nekara
Gambar 4.21 Nekara dari kepulauan Selayar
Sumber : R. Soekmono, Pengantar Sejarah Kebudayaan I halaman 64
Gambar 4.22 Moko dari Alor
Sumber : R. Soekmono, Pengantar Sejarah Kebudayaan I halaman 65