Kelompok sosialnya SEJARAH SEBAGAI KISAH

19 antara seorang penutur yang mengalami langsung peristiwa tersebut dengan yang tidak langsung menyaksikannya. Seorang saksi yang melihat suatu peristiwa sejarah akan memiliki pengetahuan fakta yang lebih banyak dibanding dengan orang yang tidak terlibat langsung, walaupun orang tersebut mengetahuinya. Misalnya, apabila kita menanyakan kepada seorang mantan prajurit pada masa perang dengan Belanda, maka ceritanya akan lebih lengkap. Dia akan menceritakan bagaimana strategi yang dilakukan agar tidak diketahui oleh Belanda, bagaimana sikap masyarakat yang membantu para pejuang, berapa orang yang ikut terlibat, dan pengetahuan-pengetahuan fakta lainnya. Lain halnya kalau kita menanyakan kisah perjuangan kepada seorang petani. Mungkin petani itu tahu adanya serangan Belanda ke daerahnya, akan tetapi pada saat itu ia tidak melakukan tindakan membalas serangan Belanda sebagaimana yang dilakukan oleh prajurit. Ketika peristiwa itu terjadi, mungkin petani tersebut mengungsi sehingga informasi tentang perjuangan melawan Belanda sangat terbatas. Sebagaimana telah dikemukakan, pengetahuan dalam ilmu pengetahuan dapat mempengaruhi dalam hal penuturan kisah sejarah. Seorang yang memiliki ilmu pengetahuan sejarah akan berbeda dengan orang yang tidak memiliki ilmu pengetahuan sejarah. Sejarawan akan kaya dengan pendekatan penulisan, dibandingkan dengan seorang guru, sehingga karya sejarahnya pun akan memberikan interpretasi yang berbeda. Seorang penulis sejarah yang berasal dari kalangan sejarawan atau orang yang memiliki latar belakang pendidikan ilmu sejarah, akan memiliki perbedaan dalam mengisahkan sejarah dengan orang yang bukan sejarawan atau tidak memiliki latar belakang pendidikan ilmu sejarah. Dalam mengisahkan suatu peristiwa sejarah, seorang sejarawan atau orang yang memiliki latar belakang pendidikan sejarah, akan menggunakan analisis berdasarkan pada metodologi dan teori yang digunakannya. Bukan hanya sekedar cerita yang bersifat naratif atau hanya menyajikan rentetan waktu dan peristiwa. Sejarah pada dasarnya adalah sejarah masyarakat, maka sejarawan akan melihat masyarakat sebagai suatu struktur. Dalam konteks waktu bagaimana struktur itu berubah. Misalnya bagaimana perubahan yang terjadi pada masyarakat dalam suatu desa dari tahun 1970-1980 ketika munculnya industrialisasi dalam bentuk dibangunnya pabrik-pabrik di daerah desa tersebut? Apakah masyarakat berubah pekerjaan dari petani menjadi tukang ojek; dari petani menjadi kuli bangunan atau dari petani menjadi buruh pabrik? Lain halnya kalau sejarah dikisahkan oleh orang yang bukan seorang sejarawan. Kisah sejarah lebih banyak berupa cerita yang sebatas pada rentetan waktu dan peristiwa. Seleksi terhadap fakta-fakta sejarah tidak bersifat analisis. Kisah cerita sejarah lebih banyak menampilkan apa yang terjadi, siapa tokohnya, kapan peristiwa itu terjadi, dan di mana peristiwa itu terjadi. Bahkan kalau 20 sejarah itu bercerita tentang seseorang pada masa lalunya, ada kesan bahwa orang tersebut melakukan suatu tindakan yang benar, tidak ada kesalahannya. Penulisan sejarah yang seperti inilah yang biasanya menimbulkan kontroversial di kalangan masyarakat. Kritik terhadap sumber yang bersifat analitis tidak banyak dilakukan. Kebenaran bukan didasarkan pada sumber atau faktanya, tetapi lebih pada cerita yang dikisahkannya atau sering dikatakan retorikanya.

4. Kemampuan berbahasa

Pengkisahan dalam bentuk tulisan pada dasarnya merupakan kemampuan berbahasa yang ditampilkan dalam bentuk tulisan. Interpretasi terhadap sumber- sumber sejarah akan menggunakan kaidah-kaidah bahasa penulisan. Dalam bahasa, seseorang yang memiliki kemampuan berbahasa Indonesia yang baik akan berbeda dengan yang tidak terampil dalam bahasa tulisan. Seorang penulis yang kurang terampil berbahasa tulisan, mungkin saja cerita sejarah yang ditampilkannya sulit dipahami karena bahasa yang digunakan kurang baik. Walaupun pemaparan faktanya cukup banyak. Penulisan sejarah pada dasarnya merupakan suatu kemampuan merekonstruksi sumber-sumber sejarah dalam berupa tulisan cerita. Kemampuan merekonstruksi sangat ditentukan oleh kemampuan berimajinasi. Berimajinasi dalam menulis sejarah yaitu bagaimana seorang penulis sejarah merekonstruksi fakta-fakta atau bukti-bukti sejarah yang kemudian ia susun dalam bentuk cerita sejarah yang dapat dibaca oleh orang lain. Peninggalan-peninggalan sejarah yang berupa benda mati, akan menjadi hidup manakala direkonstruksi dalam cerita sejarah. Apabila kemampuan imajinasi tidak dimiliki oleh seorang penulis sejarah, maka cerita sejarahnya menjadi kering, tidak hidup. Rekonstruksi ibarat membentuk suatu bangunan. Misalnya sumber sejarah itu ibarat batang korek api. Apabila batang korek api yang berserakan itu kita rekonstruksi menjadi suatu bentuk mainan, maka kumpulan batang korek api itu menjadi menarik. Bentuk bangunan korek api yang merupakan hasil rekonstruksi itu akan sangat ditentukan oleh kemampuan berbahasa. Merekonstruksi imajinasi merupakan kemampuan berbahasa. Bentuk mainan korek api itu menjadi menarik, indah dipandang, sama halnya dengan penggunaan gaya bahasa imajinatif yang indah dan enak dibaca. Masa lalu akan menjadi hidup manakala seorang penulis sejarah mampu mengkisahkan dengan gaya bahasa yang baik. Kegiatan 1.3 Carilah beberapa orang yang mengetahui secara langsung tentang sejarah keluargamu. Wawancarai orang tersebut mengenai sejarah keluargamu dan tuliskanlah hasil wawancara tersebut.