Faktor-faktor yangberpengaruh pada loyalitas pembentuk Experiential marketing dan emotional branding konsumen susu cair ultra milk di Kota Bogor

(1)

BRANDING

KONSUMEN SUSU CAIR ULTRA MILK DI KOTA

BOGOR

Oleh

PUTRI MASITHA

H24062215

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

ABSTRAK

Putri Masitha. H24062215. Faktor-faktor yang berpengaruh pada Loyalitas Pembentuk Experiential Marketing dan Emotional Branding Konsumen Susu cair Ultra Milk di Kota Bogor. Di bawah Bimbingan Siti Rahmawati.

Peningkatan kesadaran dan pengetahuan masyarakat Indonesia terhadap pentingnya kesehatan berimplikasi dengan peningkatan preferensi konsumen terhadap produk-produk yang memiliki kandungan gizi yang tinggi, serta yang diolah dan dikemas secara higienis. Hal tersebut menyebabkan tingkat kebutuhan masyarakat terhadap produk-produk kesehatan cenderung meningkat. Salah satu peningkatan permintaan terhadap produk kesehatan tersebut adalah peningkatan permintaan pada komoditi susu dan produk turunannya. PT Ultrajaya sebagai salah satu pemain besar di industri susu dalam kemasan dan selaku produsen

brand Ultra Milk tidak cukup hanya dengan menawarkan produk berdasarkan kualitas, fungsi dan manfaat yang diberikan untuk mengungguli kompetitor-kompetitornya, tetapi mereka harus memperhatikan komunikasi dan kegiatan pemasaran yang menyentuh emosi dan perasaan konsumennya, yaitu melalui konsep pemasaran Experiential Marketing dan Emotional Branding. Penelitian ini bertujuan: (1) Menganalisis faktor-faktor yang terbentuk berdasarkan variabel-variabel Experiential Marketing dan Emotional Branding (EXEM)pada susu cair Ultra Milk, (2) Mengetahui faktor-faktor Experiential Marketing dan Emotional Branding (EXEM) apa saja yang berpengaruh pada loyalitas konsumen susu cair Ultra Milk di Kota Bogor, (3) Menganalisis tingkat loyalitas konsumen susu cair Ultra Milk di Kota Bogor.

Penelitian ini menggunakan metode Quota Sampling untuk memperoleh kuota yang diinginkan per kecamatan pada Kota Bogor dan prosedur pencarian responden dilakukan berdasarkan convenience sampling. Uji validitas kuesioner dilakukan dengan uji Product Moment Pearson dan uji reliabilitas menggunakan teknik Cronbach’s Alpha. Alat analisis yang digunakan adalah Analisis Faktor dan Analisis Tabulasi Silang (crosstab).

Berdasarkan hasil Analisis Faktor, terdapat enam faktor yang terbentuk, yaitu faktor indera, faktor hubungan, faktor komunikasi, faktor identitas visual/verbal, faktor lingkungan dan yang terakhir adalah faktor website/media elektronik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor lingkungan merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap tingkat loyalitas konsumen susu cair Ultra Milk, sementara itu tingkat loyalitas konsumen Ultra Milk di Kota Bogor didominasi oleh tipe advocate.


(3)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH PADA

LOYALITAS PEMBENTUK

EXPERIENTIAL MARKETING

DAN

EMOTIONAL BRANDING

KONSUMEN SUSU CAIR

ULTRA MILK DI KOTA BOGOR

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar

SARJANA EKONOMI

Pada Departemen Manajemen

Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Oleh

PUTRI MASITHA H24062215

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(4)

iii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 26 Februari 1989 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Zuhaeri Abdullah dan Anizar Desmawati. Pendidikan formal yang dilalui penulis adalah TK Islam Az-zahrah Palembang, kemudian melanjutkan pendidikan ke SD Islam Az-zahrah Palembang dan SLTP Negeri 1 Pamulang, Tangerang Selatan. Pada tahun 2003, penulis menempuh pendidikan di SMA Negeri 74 Jakarta Selatan. Tahun 2006 lulus dari SMA Negeri 74 Jakarta dan pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor) pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam beberapa organisasi dan kelembagaan mahasiswa, penulis tergabung dalam Organisasi Mahasiswa Daerah IAS3 (Ikatan Alumni Se-Kebayoran Lama, Se-Pesanggrahan dan Sekitarnya) sebagai bendahara pada periode 2007/2008. Penulis juga aktif pada BEM FEM (Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen) periode 2007/2008 sebagai staf divisi perekonomian dan kewirausahaan. Selain itu, penulis juga tergabung dalam Komunitas Ladang Seni yang sudah menyelenggarakan beberapa event seni di IPB.

Penulis juga aktif menjadi panitia dalam berbagai seminar dan pelatihan yang diadakan oleh BEM FEM, Himpro Com@ (Centre of Management) dan BEM KM IPB (Badan Eksekutif Keluarga Mahasiswa IPB), diantaranya adalah acara Insurance Goes To Campus, acara Masa Perkenalan Fakultas dan Departemen, acara Management Event for Great Encouragement (MOVE) dan acara Olimpiade Mahasiswa IPB. Prestasi yang penulis raih selama menjadi mahasiswa antara lain meraih juara I dalam kategori cipta lagu Sportakuler yang diadakan BEM FEM dan juara III dalam kategori vocal group dalam acara seni MAGIC yang diadakan oleh BEM KM IPB.


(5)

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat, hidayah dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Faktor-Faktor yang berpengaruh pada Loyalitas Pembentuk Experiential Marketing dan Emotional Branding Konsumen Ultramilk di Kota Bogor” dengan baik. Skripsi ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Adapun skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perusahaan dalam memberikan rekomendasi terkait dengan penerapan Experiential Marketing

dan Emotional Branding terhadap para konsumennya.

Penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada pihak-pihak yang telah membantu proses penulisan skripsi ini. Namun, seperti lazimnya suatu penelitian, penelitian ini tidak luput dari kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritikan yang membangun sangat diharapkan oleh penulis. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat. Terima kasih.

Bogor, Desember 2010

Penulis


(6)

v

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis merasa dalam menjalani dan menyelesaikan penyusunan skripsi ini banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dra. Siti Rahmawati, M.Pd. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan dukungan moril dalam proses penyusunan dan penulisan skripsi ini.

2. Ir. Pramono D. Fewidarto, M.S. selaku dosen penguji ujian sidang yang telah memberikan segala masukan, saran dan kritik yang membangun sebagai acuan perbaikan bagi skripsi ini.

3. Raden Dikky Indrawan, S.P, MM. selaku dosen penguji ujian sidang yang telah memberikan segala masukan, saran dan kritik yang membangun sebagai acuan perbaikan bagi skripsi ini.

4. Dr. Ir. Syamsun, M.Sc. dan Dedy Cahyadi Sutarman, S.TP, MM. yang telah memberikan masukan, kritik yang membangun, serta motivasi kepada penulis. 5. Dr. Ir. Jono Munandar, M.Sc. selaku dosen pembimbing akademik penulis dan

Ketua Departemen Manajemen, FEM IPB.

6. PT Ultrajaya yang telah mengizinkan dijalankannya penelitian.

7. Seluruh Staf Pendidik dan Staf Kependidikan Departemen Manajemen atas segala bantuan yang diberikan.

8. Orangtua tercinta (H. Zuhaeri Abdullah dan Anizar Desmawati) atas curahan kasih sayang dan pengorbanan yang tidak terhingga serta kepada kakak adik penulis (Lukman Hadi dan Hairunnisa Fatimah) yang telah memberikan dukungan, semangat dan do’a, sehingga penulis dapat menyelesaikan program Sarjana ini.

9. Teman-teman satu bimbingan skripsi, Heni, Putri Ayu, Basti, Iis, Tono, dan Akmal yang telah berjuang bersama pada proses penyusunan skripsi.

10. Arfi Zulta Hari Basuki atas dukungan moril, do’a, motivasi, inspirasi dan bantuannya selama ini.


(7)

vi

11. Teman-teman Manajemen 43 yang telah menjalani kebersamaan selama tiga tahun ini.

12. Teman-teman seperjuangan BEM FEM 2007/2008, teman-teman komunitas Ladang Seni (Tisondo, Reza, Ozo, Ipung, Hari, Didi, Agung, Anom), teman-teman satu kostan Padasuka (Emil, Mery, Mutty, Mei, Intan, Molly, Nabe, Eka, Mprit, Ria, Fera, Dilla, Nase), serta teman-teman yang telah mewarnai kehidupan kuliah penulis (Febi, Rauf, Iman, Edo, Pipit ESL, Putri Ayu, Mia, Elsha, Jihan, Pipit IE). Terima kasih atas kebersamaan dan segala dukungannya.

13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu dan telah banyak membantu penulis. Semoga Tuhan membalas semua kebaikan kalian dengan berlipat ganda.

Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan kalian. Penulis sepenuhnya menyadari skripsi ini masih terdapat kekurangan, maka segala kritik, saran, dan masukan sangatlah diharapkan dalam evaluasi dan perbaikan. Akhir kata, penulis berharap agar skripsi ini dapat memberikan manfaat dan kontribusi yang berarti bagi berbagai pihak dalam menghadapi perkembangan dunia pemasaran yang semakin pesat ini.

Bogor, Desember 2010 Penulis


(8)

vii DAFTAR ISI

Halaman ABSTRAK

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Karakteristik Susu ... 7

2.1.1 Sifat-sifat fisik dan kimiawi susu ... 8

2.1.2 Jenis Susu Cair Menurut Teknik Pemrosesan ... 11

2.1.3 Keunggulan Susu UHT ... 12

2.2. Experiential Marketing ... 13

2.2.1 Lahirnya Experiential Marketing ... 13

2.2.2 Kegunaan Experiential Marketing ... 14

2.2.3 Strategic Experiential Modules (SEMs) ... 14

2.2.4 Alat-alat Penting dari Experiential Marketing: Experiential Providers (ExPros) ... 18

2.3. Dimensi Kualitas Produk ... 19

2.4. Emotional Branding ... 20

2.5. Loyalitas Konsumen ... 21

2.6. Analisis Faktor ... ... 24

2.7. Analisis Tabulasi Silang (Crosstab) ... 26

2.8. Penelitian Terdahulu ... 26

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 29


(9)

viii

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 30

3.3. Jenis dan Sumber Data ... 30

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 31

3.5. Teknik Pengumpulan Data ... 32

3.6. Metode Pengambilan Sampel ... 33

3.7. Variabel Penelitian ... 34

3.8. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 36

3.8.1 Uji Validitas ... 36

3.8.2 Uji Reliabilitas ... 37

3.8.3 Analisis Faktor ... 38

3.8.4 Analisis Tabulasi Silang (Crosstab) ... 39

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 40

4.1. Gambaran Umum Perusahaan ... 40

4.1.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan ………. 40

4.1.2 Struktur Organisasi Perusahaan ………. 41

4.2. Aspek Pemasaran ... 43

4.2.1 Produk ... 43

4.2.2 Harga ... 44

4.2.3 Promosi ... 45

4.2.4 Tempat (Distribusi) ... 47

4.3. Analisis Data Validitas dan Reliabilitas Kuesioner ... 47

4.3.1 Hasil Uji Validitas Kuesioner... 47

4.3.2 Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner ... 47

4.4. Karakteristik Konsumen Ultramilk ... 48

4.4.1 Jenis Kelamin ... 48

4.4.2 Status Pernikahan ... 49

4.4.3 Usia ... 49

4.4.4 Pendapatan per bulan ... 50

4.4.5 Pengeluaran per bulan ... 50

4.4.6 Pekerjaan ... 51

4.4.7 Pendidikan Terakhir ... 51

4.5 Perilaku Pembelian... 52

4.5.1 Top of Mind ... 52

4.5.2 Cara Konsumen Mendapatkan Informasi Mengenai Ultramilk ... 52

4.5.3 Frekuensi Konsumen dalam Mengkonsumsi Susu Kemasan Karton Tetrapack ... 53

4.5.4 Tempat Konsumen Melakukan Pembelian Susu dalam Kemasan Karton Tetrapack ... 54

4.5.5 Kecenderungan Konsumen dalam Mengkonsumsi Susu Kemasan Karton Tetrapack dengan Merek Berbeda ... 55

4.6. Analisis Faktor-faktor Komponen Utama Experiential Marketing dan Emotional Branding ... 56


(10)

ix

4.6.1 Faktor-faktor Experiential Marketing & Emotional Branding

yang mempengaruhi tingkat loyalitas konsumen

Ultra Milk di Kota Bogor ... 62

4.6.2 Normalisasi Analisis Faktor ... 66

4.7. Hasil Analisis Tabulasi Silang (Crosstab) ... 68

4.7.1 Karakteristik berdasarkan jenis kelamin dengan komponen Experiential Marketing & Emotional Branding ... 68

4.7.2 Karakteristik berdasarkan usia dengan komponen Experiential Marketing & Emotional Branding ... 69

4.7.3 Karakteristik berdasarkan pendapatan dengan komponen Experiential Marketing & Emotional Branding ... 69

4.7.4 Karakteristik berdasarkan pengeluaran dengan komponen Experiential Marketing & Emotional Branding ... . 69

4.7.5 Karakteristik berdasarkan pekerjaan dengan komponen Experiential Marketing & Emotional Branding ... 69

4.7.6 Karakteristik berdasarkan pendidikan dengan komponen Experiential Marketing & Emotional Branding ... 70

4.8. Tingkat Loyalitas Konsumen ... 70

4.9. Implikasi Manajerial ... 71

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 74

5.1. Kesimpulan ... 74

5.2. Saran ... 74

DAFTAR PUSTAKA ... 76


(11)

x

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Komposisi rata-rata air susu halaman ... 8

2. Skor untuk Experiential Marketing dan Emotional Branding, serta Loyalitas Konsumen ... 32

3. Proporsi pengambilan sampel per kecamatan ... 34

4. Operasionalisasi Variabel ... 35

5. Operasionalisasi Variabel dalam Pernyataan pada Kuesioner ... 36

6. Komposisi Karyawan Menurut Penempatan ... 43

7. Komposisi Karyawan Menurut Jenjang Pendidikan ... 43

8. Produk, Merek Dagang, dan Varian Rasa yang diproduksi PT Ultrajaya Tbk ... 45

9. Top of Mind Susu dalam Kemasan Karton Tetrapack ... 53

10. Sumber Informasi Mengenai Produk Susu Kemasan Karton Tetrapack ... 53

11. Frekuensi Responden Mengkonsumsi Produk Susu dalam Kemasan Karton Tetrapack ... 54

12. Tempat Pembelian Susu dalam Kemasan Karton Tetrapack ... 55

13. Merek Susu Kemasan Karton Tetrapack yang Biasa Diminati Konsumen .... 55

14. Alasan Konsumen Mengkonsumsi Merek Susu yang Berbeda ... 56

15. Alasan Konsumen Mengkonsumsi Merek Susu Tertentu ... 56

16. Urutan Nilai Communality Masing-masing Variabel ... 58

17. Total Variance Explained ... 59

18. Component Matrix (a) ... 61

19. Rotated Component Matrix(a) ..... 62

20. Hasil Proses Analisis Faktor ... 64

21. Normalisasi faktor-faktor ... 67

22. Jumlah Konsumen dari Masing-masing Tipe Loyalitas Konsumen Ultramilk di wilayah Bogor ... 71

23. Perencanaan, Pelaksanaan dan Pengendalian sebagai implementasi dari faktor-faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan loyalitas konsumen Ultra Milk ... 72


(12)

xi

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Strategic Experiential Modules/SEMs ... 15

2. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 30

3. Struktur Organisasi PT Ultrajaya Tbk ... 42

4. Karakteristik Konsumen Ultra Milk Berasarkan Jenis Kelamin ... 48

5. Karakteristik Konsumen Ultra Milk Berasarkan Status Pernikahan ... 49

6. Karakteristik Konsumen Ultra Milk Berdasarkan Usia ... 49

7. Karakteristik Konsumen Ultra Milk Berdasarkan Pendapatan Per Bulan .... 50

8. Karakteristik Konsumen Ultra Milk Berdasarkan Tingkat Pengeluaran ... 51

9. Karakteristik Konsumen Ultra Milk Berdasarkan Pekerjaan ... 51

10. Karakteristik Konsumen Ultra Milk Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 52


(13)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 79

2. Hasil Perhitungan Uji Validitas dan Reliabilitas ... 83

3. Hasil Perhitungan Analisis Faktor ... 85


(14)

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Seiring dengan semakin meningkatnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat Indonesia mengenai pentingnya kesehatan, turut berimplikasi juga terhadap peningkatan preferensi konsumen pada produk-produk yang memiliki nilai kandungan gizi yang tinggi, serta diolah dan dikemas secara higienis. Hal tersebut menyebabkan tingkat kebutuhan masyarakat terhadap produk-produk kesehatan cenderung meningkat. Salah satu peningkatan permintaan terhadap produk kesehatan tersebut adalah peningkatan permintaan pada komoditi susu dan produk turunannya. Susu merupakan sumber kalsium, fosfor, vitamin B dan protein yang sangat baik. Selain itu, mutu protein susu setara dengan protein daging dan telur. Protein yang terkandung dalam susu berguna bagi tubuh manusia untuk membantu proses pertumbuhan serta mempertahankan substansi tubuh seperti enzim, hormon, atau jaringan-jaringan seperti organ dan otot serta membantu proses metabolisme.

Tingkat konsumsi susu masyarakat Indonesia sendiri mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, walaupun masih tergolong rendah dibandingkan negara-negara lainnya. Angka tingkat konsumsi susu di Indonesia berkisar pada 7,7 liter/kapita/tahun atau setara dengan 19 gram perhari atau sekitar 1/10 konsumsi susu di dunia (Wirakartakusuma, 2010). Meskipun demikian produksi susu nasional belum mampu memenuhi seluruh kebutuhan konsumsi nasional. Pada beberapa tahun terakhir produksi susu nasional belum mampu mengimbangi permintaan konsumen terhadap susu. Hal ini berimbas dengan munculnya kebijakan impor pada susu dan produk olahannya dari beberapa negara, seperti New Zealand, Australia dan Filipina.

Situasi tersebut tentunya harus diantisipasi oleh produsen susu selaku

supplier susu untuk masyarakat. Meningkatnya kebutuhan konsumen terhadap susu harus diimbangi dengan meningkatnya jumlah ketersediaan susu. Perusahaan-perusahaan yang memproduksi susu pun saling


(15)

berkompetisi satu sama lain dengan berlomba-lomba menawarkan produknya kepada konsumen. Ketatnya persaingan antar perusahaan selaku produsen susu menyebabkan perusahaan-perusahaan tersebut harus terus berinovasi agar unggul dalam persaingan demi mendapatkan konsumen maupun untuk mempertahankan konsumen yang sudah ada.

Pasar industri produk susu dalam kemasan tetrapack ini ternyata telah dikuasai oleh pemain-pemain besar yang sudah tidak asing lagi di industri susu. PT Ultrajaya menguasai 60% pangsa pasar susu UHT (Ultra High Temperature) di Indonesia, diikuti oleh PT Frisian Flag yang menguasai sebesar 30%, dan sisanya sebesar 10% dikuasai oleh kompetitor lainnya

(http://www.kontan.co.id/index.php/bisnis/news, 2010). Berdasarkan data tersebut, dari segi volume PT Ultrajaya telah menjadi perusahaan dengan pangsa pasar terbesar dalam industri minuman susu dengan teknologi UHT.

Pangsa pasar PT Ultrajaya semakin bertambah pada tahun-tahun berikutnya, brand Ultra Milk dan Buavita merupakan pemimpin pasar di Indonesia, seperti dikutip dari laporan jajak pendapat AC Nielsen untuk perdagangan modern (berakhir 17 Juli 2007). Ultra Milk menguasai pangsa pasar sebesar 52% dari total Kategori Susu UHT (Ultra High Temperature), Buavita lebih dari 62% dari total kategori jus UHT (Ultra High Temperature), Teh Kotak dan produk lain dari Ultrajaya mendapatkan 47% bagian dari Kategori Karton RTD, sedangkan Sari Asem Asli dan Sari Kacang Ijo secara total terhitung sebesar 57% dari kategori minuman kesehatan UHT (Ultra High Temperature) dalam karton.

PT Ultrajaya yang hadir sebagai perusahaan dengan pangsa pasar yang cukup tinggi ini merupakan pelopor produsen minuman yang diolah dengan metode sterilisasi berteknologi tinggi UHT (Ultra High Temperature) dan dikemas dalam kemasan karton aseptik (Aseptic Packaging Material) yang steril. PT Ultrajaya bergerak dalam industri makanan dan minuman, khususnya minuman yang diproduksi dengan teknologi UHT (Ultra High Temperature). Terdapat berbagai macam makanan dan minuman yang diproduksi, namun PT Ultrajaya lebih memfokuskan diri dalam produksi susu dalam kemasan. Produk susu yang dihasilkannya juga bermacam-macam


(16)

dengan merek dagang dan variasi rasa yang beragam, seperti Ultra Milk, Susu Sekolah, Susu UKS, Susu sehat, Low Fat Hi Cal serta Ultra Mimi. Dalam hal ini penelitian akan berfokus pada susu cair Ultra Milk (white fresh milk dan flavored fresh milk).

Meningkatnya jumlah perusahaan yang memproduksi susu menyebabkan persaingan yang ketat antar perusahaan dalam industri, maka PT Ultrajaya harus semakin meningkatkan performansinya dalam kancah industri minuman susu tersebut. Seiring berkembangnya zaman dan teknologi, perusahaan harus terus melakukan inovasi dalam diferensiasi produknya agar dapat mengungguli para kompetitornya. PT Ultrajaya tidak cukup hanya dengan menawarkan produk berdasarkan kualitas, fungsi dan manfaat (feature and benefit) yang diberikan, tetapi lebih dari itu, mereka harus memperhatikan komunikasi dan kegiatan pemasaran yang menyentuh emosi dan perasaan konsumennya.

Penelitian mengenai penerapan konsep pemasaran Experiential Marketing dan Emotional Branding (EXEM) terhadap loyalitas konsumen Ultra Milk ini dapat membantu memberikan solusi terhadap perkembangan pola pikir konsumen yang lebih selektif dalam memilih produk yang diinginkannya. Konsep pemasaran Experiential Marketing dan Emotional Branding (EXEM) dapat memberikan pengalaman-pengalaman unik, positif dan mengesankan kepada konsumen melalui produknya, sehingga membuat para konsumen dapat membedakan produk yang satu dengan yang lainnya, baik sebelum maupun ketika sedang mengkonsumsi produk tersebut. Kemampuan konsumen dalam membedakan produk tersebut disebabkan konsumen telah merasakan dan memperoleh pengalaman secara langsung melalui lima unsur experiential modules, yaitu: sense (melalui panca indera: mata, telinga, hidung, kulit, lidah), feel (perasaan), think (pikiran), act

(tindakan) dan relate (kaitan) yang memfokuskan pada penciptaan persepsi positif tertentu di pandangan konsumen. Pengalaman mengesankan tersebut bisa dihadirkan melalui berbagai experience provider, antara lain dari komunikasinya (iklan atau aktivitas below the line), produk (kemasan atau isinya), identitas produk, melalui co-branding, lingkungan, website (misalnya


(17)

tampilannya mengesankan dan punya dimensi interaktif yang tinggi) dan juga orang-orang yang menawarkan produk tersebut ke konsumen. Semua faktor tersebut tercakup pada konsep pemasaran Experiential Marketing dan

Emotional Branding (EXEM) dan sangat perlu diidentifikasi bagaimana keterkaitan faktor-faktor tersebut pada produk Ultra Milk. Hal tersebut sangat penting untuk dipertimbangkan, mengingat konsumen tidak hanya menilai produk dan jasa berdasarkan kualitas, fungsi dan manfaat yang diberikan, tetapi lebih dari itu, mereka menginginkan komunikasi dan kegiatan pemasaran yang menyentuh emosi dan perasaan mereka. Konsumen menginginkan produk yang dapat menimbulkan keinginan dan kesukaan yang mendalam, sehingga dapat menanamkan kebutuhan terhadap produk yang ditawarkan dalam jangka panjang di dalam benak mereka dan dapat meningkatkan loyalitas bagi konsumen yang bersangkutan.

1.2. Perumusan Masalah

Persaingan yang sangat ketat antar perusahaan pada industri minuman susu, menuntut PT Ultrajaya selaku perusahaan besar maupun pemilik pangsa pasar yang besar di industri susu dalam kemasan untuk mempertahankan posisinya dengan cara merancang strategi serta menerapkannya dengan tujuan mengungguli para kompetitornya. PT Ultrajaya harus bersaing dengan pemain-pemain besar pada industri minuman susu, seperti Indomilk, Frisian Flag dan perusahaan lainnya yang terus menerus melakukan inovasi produk. PT Ultrajaya membutuhkan diferensiasi produk yang baik agar dapat mengalahkan para kompetitornya. Usaha PT Ultrajaya dalam meningkatkan dan mempertahankan pangsa pasar tentunya tidak lepas dari pengenalan kebutuhan konsumen yang menjadi target pasarnya. Hal ini bertujuan untuk mendekati, mendapatkan dan mempertahankan konsumen yang loyal. Kehadiran konsep pemasaran Experiential Marketing dan Emotional Branding (EXEM) membantu kita untuk mengetahui perubahan preferensi konsumen yang lebih berfokus pada emosi dan perasaan. Konsep ini berbeda dari konsep pemasaran tradisional yang cenderung menekankan pentingnya fungsi dan manfaat yang melekat pada suatu produk (fungtional features and benefits). Oleh karena itu, PT Ultrajaya selaku produsen Ultra Milk melalui


(18)

produknya sebaiknya menghadirkan pengalaman-pengalaman yang unik, positif dan mengesankan kepada konsumen yang tercakup dalam konsep

Experiential Marketing dan Emotional Branding (EXEM) tersebut. Hal ini bertujuan agar konsumen tidak hanya puas terhadap produk yang ditawarkan produsen, tetapi diharapkan agar konsumen dapat mengkonsumsi produk dalam jangka panjang dan meningkatkan loyalitas pada produk yang bersangkutan.

Berdasarkan permasalahan tersebut dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah faktor-faktor yang terbentuk berdasarkan variabel-variabel

Experiential Marketing dan Emotional Branding pada susu cair Ultra Milk?

2. Faktor-faktor Experiential Marketing dan Emotional Branding (EXEM) apa saja yang berpengaruh pada loyalitas konsumen susu cair Ultra Milk di Kota Bogor?

3. Bagaimana tingkat loyalitas konsumen susu cair Ultra Milk di Kota Bogor?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian ini adalah:

1. Menganalisis faktor-faktor yang terbentuk berdasarkan variabel-variabel

Experiential Marketing dan Emotional Branding (EXEM) pada susu cair Ultra Milk.

2. Mengetahui faktor-faktor Experiential Marketing dan Emotional Branding

(EXEM) apa saja yang berpengaruh pada loyalitas konsumen susu cair Ultra Milk di Kota Bogor.

3. Menganalisis tingkat loyalitas konsumen susu cair Ultra Milk di Kota Bogor.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Bagi penulis sebagai sarana pembelajaran dengan mempraktikkan teori-teori yang telah dipelajari pada masa perkuliahan dan mengaplikasikannya di dunia nyata.


(19)

2. Menjadi salah satu acuan bagi perusahaan dalam menerapkan konsep pemasaran Experiential Marketing dan Emotional Branding dengan hubungannya dalam mempertahankan loyalitas konsumen.

3. Menjadi sarana dalam menambah wawasan lebih mendalam bagi kalangan akademisi mengenai konsep pemasaran Experiential Marketing dan

Emotional Branding (EXEM).

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini terbatas pada faktor-faktor Experiential Marketing dan Emotional Branding (EXEM) apa saja yang berpengaruh terhadap loyalitas konsumen Ultra Milk di Kota Bogor. Penyebaran kuesioner bertujuan untuk melihat persepsi konsumen terhadap penerapan

Experiential Marketing dan Emotional Branding (EXEM) oleh PT Ultra Jaya. Selain itu, penyebaran kuesioner juga bertujuan mengukur tingkat loyalitas konsumen, terutama pada saat pasca pembelian produk. Pengamatan yang dilakukan pada konsumen dilakukan pada saat konsumen melakukan pembelian produk Ultra Milk pada beberapa supermarket, minimarket dan

hypermarket yang terdapat di enam kecamatan Kota Bogor. Penelitian ini dilakukan pada bulan April hingga Mei 2010.


(20)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karakteristik Susu

Susu jika dilihat dari segi gizi merupakan makanan sekaligus bahan pangan yang memiliki kandungan gizi mendekati sempurna dan merupakan hasil sekresi dari kelenjar susu binatang mamalia (Buckle, 1988). Menurut Buckle (1988) susu merupakan bahan pangan yang memiliki daya cerna tinggi karena hampir seluruh bagian protein, hidrat arang dan lemak susu dapat diserap dan digunakan oleh tubuh, selain itu susu dapat diandalkan sebagai pemasok mineral, kalsium yang penting dan sebagai sumber vitamin, yaitu vitamin A, B dan C. Secara kimiawi susu adalah emulsi (campuran zat yang tidak saling larut) butiran lemak dalam cairan berbahan dasar air. Menurut definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa kandungan terbesar dalam susu adalah air dan lemak (http://en.wikipedia.org/wiki/Emulsion).

Air susu ialah air susu sapi yang tidak dikurangi atau dibubuhi sesuatu apapun dan diperoleh dengan pemerahan sapi-sapi sehat secara kontinyu dan sekaligus (Ressang dan Nasution 1986). Susu dapat dikategorikan sebagai susu yang baik apabila mengandung jumlah bakteri sedikit, tidak mengandung spora mikrobia pathogen, bersih yaitu tidak mengandung debu atau kotoran lainnya, mempunyai cita rasa (flavour) yang baik, serta tidak dipalsukan. Susu mengandung semua bahan-bahan yang diperlukan untuk pertumbuhan makhluk hidup dan sebagai bahan minuman penyempurna, hal ini disebabkan tingginya nilai gizi di dalam susu dan terdapat bahan-bahan lain yang diperlukan dalam menghasilkan produk turunan susu itu sendiri (milk products and dairy products). Berikut disajikan komposisi air susu rata-rata yang dapat dilihat pada Tabel 1. Buckle (1988) menyatakan bahwa komposisi susu dapat menjadi sangat beragam tergantung dari beberapa faktor yang mempengaruhinya, diantaranya bergantung dari jenis ternak, waktu pemerahan, urutan pemerahan, keragaman akibat musim, umur ternak, penyakit, makanan ternak dan beragam faktor-faktor eksternal seperti pemalsuan dengan air/bahan lain, aktivitas bakteri, kurangnya pengadukan dalam pengambilan sampel dan lain-lain.


(21)

Tabel 1. Komposisi rata-rata air susu

Komposisi Kadar (%)

Air

Bahan Kering:

•Lemak

•Bahan kering tanpa lemak:

a)Putih telur

•Bahan keju •Albumin

b)Laktose

c)Mineral, vitamin-vitamin, enzim-enzim, dan gas-gas

87,90 3,45

2,70 0,50 4,60 0,85 Sumber: Ressang dan Nasution (1986)

Komponen-komponen susu yang terpenting adalah protein dan lemak. Kandungan protein susu berkisar antara 3-5% sedangkan kandungan lemak berkisar antara 3-8%. Kandungan energi adalah 65 kkal, dan pH susu adalah 6,7. Komposisi zat gizi yang paling tinggi di dalam air susu seberat 100 gram adalah air, sebesar 87,90%. Air tersebut mempunyai fungsi penting, yakni sebagai bahan sebar dari bahan-bahan kering di dalam air susu. Sejumlah bahan kering ini akan mengapung sebagai bahan-bahan yang halus, misalnya lemak dan bahan keju, sedangkan laktose, albumin, mineral-mineral serta vitamin akan terlarut didalamnya.

2.1.1 Sifat-sifat Fisik dan Kimiawi susu

Seperti bahan pangan lain pada umumnya, susu juga memiliki sifat-sifat fisik dan kimiawi. Menurut Buckle (1988) sifat-sifat-sifat-sifat fisik dan kimiawi susu meliputi kerapatan, pH (derajat keasaman), sifat-sifat krim, warna, cita rasa serta penggumpalan.

1. Kerapatan

Kerapatan susu bervariasi antara 1,0260 dan 1,0320 pada suhu 20°C. Keragaman ini disebabkan karena perbedaan kandungan lemak dan zat-zat padat bukan lemak. Kerapatan susu berangsur-angsur meningkat dari saat pemerahan dan mencapai maksimum pada 12 jam sesudah pemerahan. Meningkatnya kerapatan ini terutama disebabkan karena terbebasnya gas-gas seperti CO2 dan N2 yang terdapat di dalam

susu yang baru saja diperoleh dari perahan. Kehilangan ini dapat mencapai 4-5%. Akibatnya, jika ukuran kerapatan digunakan untuk memeriksa komposisi susu, susu perlu dipanaskan sampai 45°-50°C


(22)

untuk menyingkirkan gas-gas tersebut dan kemudian didinginkan lagi sampai 20°C untuk mengukur.

2. pH (Derajat Keasaman)

Susu segar biasanya memiliki pH yang berkisar antara 6,6-6,7 dan jika terjadi cukup banyak pengasaman oleh aktivitas bakteri, angka-angka ini akan menurun secara nyata. Tentunya hal ini disebabkan karena aktivitas buffer fosfat, sitrat dan protein yang biasanya ada di dalam susu. Jika pH susu naik di atas pH 6,6-6,8 biasanya hal ini dianggap sebagai tanda adanya mastitis pada sapi, karena penyakit ini menyebabkan perubahan keseimbangan mineral di dalam susu.

3. Sifat-sifat Krim

Butiran-butiran lemak pada susu timbul ke permukaan bagian atas membentuk suatu lapisan krim yang jelas. Tebal krim seringkali dipakai sebagai petunjuk bagi richness atau mutu susu. Waktu yang diperlukan bagi naiknya krim dan tebalnya lapisan krim tergantung pada tiga faktor yaitu banyaknya lemak, ukuran butiran lemak, dan sampai seberapa jauh perlakuan dengan pemanasan dilakukan terhadap susu. Susu mentah segar yang telah didinginkan hingga 4°C akan mempunyai lapisan krim yang tebal dan maksimum. Susu yang telah dipasteurisasi selama 15 detik pada suhu 71,7°C mempunyai lapisan krim yang sedikit lebih tipis dan tidak jelas. Susu yang dipanaskan pada suhu 75°C akan kehilangan sifat-sifat krimnya, homogenisasi juga merusak sifat-sifat krim tersebut.

4. Warna

Susu mempunyai warna putih kebiru-biruan sampai kuning kecoklat-coklatan. Warna putih pada susu serta penampakannya diakibatkan penyebaran butiran-butiran koloid lemak, kalsium kaseinat dan kalsium fosfat, sedangkan bahan utama yang member warna kekuning-kuningan adalah karoten dan riboflavin. Jenis sapi dan jenis makanannya dapat juga mempengaruhi warna susu.


(23)

5. Cita Rasa

Menurut Buckle (1988) cita rasa asli susu hampir tidak dapat diterangkan, tetapi susu mendapatkan rasa manis dari kandungan laktosa, sedangkan rasa asin didapatkan dari kandungan klorida, sitrat dan garam-garam mineral lainnya. Cita rasa yang kurang normal mudah sekali berkembang di dalam susu dan hal ini biasanya disebabkan oleh hal-hal berikut ini:

a. Fisiologis, seperti cita rasa makanan sapi misalnya alfafa, bawang merah, bawang putih dan cita rasa algae yang akan masuk ke dalam susu jika bahan-bahan itu mencemari makanan dan air minum sapi.

b. Enzim yang menghasilkan cita rasa tengik karena kegiatan lipase pada lemak susu.

c. Kimiawi, yang disebabkan oleh oksidasi lemak.

d. Bakteri yang timbul sebagai akibat pencemaran dan pertumbuhan bakteri yang menyebabkan peragian laktosa menjadi asam laktat dan hasil samping metabolik lainnya yang mudah menguap.

e. Mekanis, bila susu mungkin menyerap cita rasa cat yang kemungkinan ada di sekitarnya, sabun dan dari larutan chlor. 6. Penggumpalan

Penggumpalan atau pengentalan merupakan salah satu sifat susu yang paling khas. Penggumpalan dapat disebabkan oleh kegiatan enzim atau penambahan asam. Enzim rennet (dadi) yang dihasilkan di dalam perut besar anak sapi atau enzim proteolitik lain yang dihasilkan oleh bakteri dapat menyebabkan penggumpalan susu. Sementara itu penggumpalan oleh asam dikendalikan oleh pH. Partikel casein berada pada titik isoelektris pada pH 4,6. Pada pH tersebut afinitas partikel terhadap air menurun dan menyebabkan pengendapan.


(24)

2.1.2 Jenis Susu Cair menurut Teknik Pemrosesan

Susu cair yang dipasarkan tentunya diolah dan diproses terlebih dahulu sebelum dikonsumsi. Pengolahan air susu bertujuan untuk mengolah susu menjadi bahan makanan yang enak, bergizi, aroma yang baik serta memiliki daya simpan yang lebih tahan lama. Menurut jenis teknik pemrosesannya, susu cair terbagi menjadi empat macam, yaitu susu mentah dalam kemasan botolan atau karton (yang tidak mengalami pengolahan), susu pasteurisasi, susu UHT dan susu sterilisasi (Jane et al.1986). Berikut penjelasan mengenai jenis-jenis teknik pemrosesan susu: 1. Susu mentah

Susu mentah adalah susu yang tidak diproses, baik pasteurisasi (pemanasan) maupun homogenisasi (perlakuan tekanan udara terhadap susu untuk mencegah krim terpisah dari cairan) sebelum dikonsumsi oleh manusia (http://en.wikipedia.org/wiki/Rawmilk). Rasanya berbeda dengan susu yang telah diproses, begitu juga dengan kemudahan cernanya, namun susu mentah lebih berisiko menyebabkan penyakit apabila dikonsumsi, karena kemungkinan terdapat mikroorganisme pathogen yang terkandung di dalamnya.

2. Susu Pasteurisasi

Pasteurisasi merupakan proses memanaskan susu baik pada suhu 62,8°C selama 30 menit (suhu relatif rendah dan waktu yang lama) atau biasanya pada suhu 71,7°C selama 15 detik (suhu tinggi dan waktu yang singkat). Proses pasteurisasi bertujuan untuk membunuh organisme patogen, seperti bakteri, virus, protozoa, jamur (kapang) dan ragi. Umur simpan susu pasteurisasi maksimal satu minggu terhitung sejak tanggal produksi.

3. Susu UHT (Ultra High Temperature/Ultra Heat Treated)

Susu UHT diproses melalui pemanasan susu pada suhu 132°C selama tidak kurang dari satu detik (Jane et al.1986). Literatur lain mengatakan bahwa susu UHT dibuat dari susu cair segar yang diolah menggunakan pemanasan yang sangat tinggi dan dalam waktu yang sangat singkat, yaitu suhu 135-145°C selama 2-5 detik (Amanatidis,


(25)

2002). Pemanasan dengan suhu yang tinggi bertujuan untuk membunuh seluruh mikroorganisme (baik pembusuk dan patogen) dan spora. Waktu pemanasan yang singkat dimaksudkan untuk mencegah kerusakan nilai gizi susu serta untuk mendapatkan warna, aroma dan rasa yang relatif tidak berubah seperti susu segarnya, sehingga memiliki mutu yang sangat baik.

4. Susu Sterilisasi

Susu sterilisasi merupakan susu cair yang diproses menggunakan pemanasan pada suhu tidak kurang dari 100°C. Proses sterilisasi mematikan seluruh organisme, baik yang patogen maupun yang menguntungkan.

2.1.3 Keunggulan Susu UHT

Menurut Astawan (2008) terdapat tiga keunggulan yang dimiliki susu UHT dibandingkan susu pateurisasi dan susu segar. Tiga keunggulan tersebut, yaitu:

1. Kelebihan-kelebihan susu UHT adalah waktu penyimpanannya yang sangat panjang pada suhu kamar yaitu mencapai 6-10 bulan tanpa bahan pengawet dan tidak perlu dimasukkan ke lemari pendingin. 2. Selain itu susu UHT merupakan susu yang sangat higienis karena

bebas dari seluruh mikroba (patogen/penyebab penyakit dan pembusuk) serta spora sehingga potensi kerusakan mikrobiologis sangat minimal, bahkan hampir tidak ada.

3. Kontak panas yang sangat singkat pada proses UHT menyebabkan mutu sensori (warna, aroma dan rasa khas susu segar) dan mutu zat gizi, relatif tidak berubah. Sedangkan kesulitan UHT adalah penggunaan teknologi sehingga membutuhkan peralatan yang lengkap dan steril kndisinya. Pabrik juga perlu dijaga agar tetap pada suhu steril, demikian pula antara pemrosesan dan pengemasan (bahan pengemasan, pipa saluran, tangki, pompa). Tenaga ahli dibutuhkan untuk pengoperasian mesin pabrik. Selain itu, proses sterilisasi harus diikuti langsung dengan pengemasan anti busuk.


(26)

2.2. Experiential Marketing

Schmitt (1999) menyatakan bahwa experiential marketing (pemasaran yang memberikan pengalaman) ada dimana-mana. Dalam berbagai macam pasar dari barang-barang konsumen ke produk-produk industri dan berteknologi tinggi, perusahaan menggunakan experiential marketing untuk tujuan yang berbeda-beda. Tujuan tersebut adalah mengembangkan produk baru, berkomunikasi dengan pelanggan, memperbaiki hubungan penjualan, merancang jarak retail, dan membangun website.

Menurut Schmitt (1999), pengalaman adalah peristiwa khusus yang terjadi pada orang sebagai tanggapan atas beberapa jenis rangsangan. Pengalaman merupakan hasil pengamatan dan keterlibatan dalam peristiwa-peristiwa yang nyata dan rekayasa. Pengalaman-pengalaman seperti itu melibatkan bagian dalam diri yaitu indera, perasaan, pikiran dan badan. Pengalaman melibatkan rasional dan emosional pada diri manusia. Jadi,

experiential marketing adalah kemampuan produk untuk menawarkan pengalaman emosi hingga menyentuh hati dan perasaan konsumen.

2.2.1 Lahirnya Experiential Marketing

Seiring dengan masuknya manusia ke dalam abad baru, perusahaan-perusahaan mere-engineer diri mereka dan mendefinisikan keunggulan utama mereka, dan mereka sekarang telah siap untuk mengkapitalisasikan kekuatan baru serta mengembangkan asset mereka. Fokusnya ada pada pertumbuhan (growth), kebangkitan (revival) dan perluasan (expansion). Perusahaan ingin mengkapitalisasikan kesempatan yang disediakan oleh revolusi informasi. Mereka ingin membangun merek mereka dan menciptakan komunikasi dua arah yang terintegrasi secara global dengan para konsumennya (Schmitt, 1999), namun pemasaran tradisional (traditional marketing) dan konsep-konsep bisnis tidak banyak memberikan arahan mengenai bagaimana untuk mengkapitalisasikan munculnya Experiential Economy. Traditional marketing dikembangkan untuk merespon revolusi industri, bukan revolusi informasi, branding dan komunikasi yang kita hadapi sekarang ini. Saat ini, konsumen menganggap fitur fungsional dan kegunaan kualitas produk dan brand


(27)

image yang positif sebagai sesuatu yang mutlak ada pada sebuah produk. Apa yang mereka inginkan sekarang adalah produk, komunikasi dan kampanye pemasaran yang menggugah indera, menyentuh hati dan merangsang pikiran mereka. Mereka menginginkan produk dan kampanye pemasaran yang memberikan sebuah pengalaman. Kemampuan sebuah perusahaan untuk menciptakan sebuah pengalaman konsumen (customer experience) yang diinginkan dan menggunakan teknologi informasi, merek, komunikasi yang terintegrasi dan hiburan akan sangat menentukan kesuksesan perusahaan tersebut di dalam pasar global di era baru ini. 2.2.2 Kegunaan Experiential Marketing

Experiential Marketing semakin banyak digunakan oleh perusahaan-perusahaan untuk menciptakan experiential connection dengan konsumennya. Experiential Marketing khususnya sangat relevan bagi perusahaan multinasional untuk mendorong terbentuknya global brands

(merek global). Experiential Marketing dapat digunakan secara menguntungkan di dalam banyak situasi, diantaranya:

1. Membangkitkan kembali merek yang telah mengalami penurunan. 2. Mendiferensiasikan sebuah produk dari para pesaingnya.

3. Menciptakan sebuah image dan identitas untuk sebuah perusahaan. 4. Mempromosikan inovasi.

5. Mendorong percobaan (trial) pembelian dan yang paling penting adalah loyalitas konsumen.

Selain hal-hal tersebut, menurut Kartajaya (2006), konsep

experiential marketing dapat menimbulkan memorable experience yang menyebabkan pelanggan menjadi advocator setia perusahaan. Hal tersebut juga dapat menjadi pemicu buzz marketing atau cerita dari mulut ke mulut yang sangat positif bagi citra suatu merek.

2.2.3 Strategic Experiential Modules (SEMs)

Daya tarik experience jarang sekali hadir hanya dalam satu bentuk modul, sehingga lebih baik jika ditetapkan sistem kombinasi. Sehingga kelima faktor tersebut menciptakan suatu kesatuan experience yang istimewa, yang dikenal dengan sebutan Holistic Experience. Berikut ini


(28)

merupakan lima experience yang menyusun Strategic Experience Modules

(SEMs) yang ditunjukkan pada Gambar 1:

Gambar 1. Strategic Experiential Modules/SEMs (Schmitt, 1999)

1. Sense

Sense marketing mengacu pada kelima panca indera manusia yaitu penglihatan, pendengaran, pengecapan dan sentuhan (Schmitt, 1999). Tujuan umum dari sense marketing adalah untuk menghasilkan kenikmatan estetika (kegembiraan, keindahan, kepuasan) konsumen melalui rangsangan panca indera. Estetika dalam lingkup pemasaran adalah suatu cara memasarkan produk melalui rangsangan panca indera yang menghasilkan output berupa identitas merek produk itu sendiri. Seringkali sensory experience merupakan faktor penentu daya tarik sebuah produk. Menurut Kertajaya (2006) penggunaan multi-sensory pada panca indera akan memiliki hasil yang lebih baik dibandingkan hanya menggunakan single-sensory, dan yang terpenting adalah harus bisa menjaga konsistensi pesan yang hendak disampaikan. Kelima panca indera yang distimulasi ini diharapkan bisa membawa masuk suatu pesan yang solid dan terintegrasi.

EXPERIENTIAL MODULES

SENSE

FEEL

THINK

ACT


(29)

2. Feel

Setelah panca indera sudah di stimulasi melalui sense, maka langkah selanjutnya adalah tahap feel. Produsen harus mengusahakan agar pelanggannya memiliki perasaan (feel) yang baik, karena perasaan yang baik akan menimbulkan kemudahan untuk berfikir positif (Kertajaya, 2006). Menurut Schmitt (1999) feel adalah suatu strategi dan implementasi yang bermaksud mempengaruhi pasar atas produk melalui media Experience Providers, untuk dapat berhasil harus dipahami bagaimana cara menciptakan suatu perasaan pada saat proses konsumsi terhadap produk berlangsung. Tujuan utama dari Feel Marketing adalah menciptakan ikatan yang kuat antara merek dengan konsumennya. Feel Marketing terdapat pada iklan, produk, merek produk bahkan desain produk dan kemasannya. Di dalam mengelola

feel terdapat dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu mood dan emotion.

Seorang experiential marketer yang baik sebaiknya dapat membuat

mood dan emotion konsumen sama dengan apa yang diinginkannya. Metode paling ampuh untuk melaksanakan Feel Marketing yaitu: a. Diperlukan kesabaran. Sebagai contoh, dalam dunia periklanan

untuk mendapatkan awareness produk, konsumen harus mengalami repetisi iklan karena dari repetisi tersebut akan muncul rasa familiar yang kemudian bisa berkembang menjadi perasaan suka ataupun justru benci.

b. Kualitas prosedur diperhitungkan, kampanye iklan yang baik biasanya dilakukan oleh orang yang memang ahli di bidangnya. c. Menggunakan iklan sebagai media interpretasi produk,

menyampaikan pesan produk ke dalam benak konsumennya. Dalam arti memberikan kesempatan konsumen yang tidak mampu membeli produk untuk merasakan experience yang dimaksudkan. 3. Think

Tujuan utama dari Think Marketing adalah mendorong konsumen untuk terlibat dalam suatu pemikiran kreatif yang luas dan berdampak pada perubahan image produk. Sekaligus juga berperan penting dalam


(30)

merubah asumsi dan ekspetasi konsumen yang kuno. Inti dari Think Marketing adalah bagaimana cara menarik minat konsumen pada perusahaan dan produk yang ditawarkan melalui ajakan untuk berfikir kreatif (Schmitt, 1999). Dengan kata lain konsumen dipaksa secara halus dalam menarikkesimpulan tentang produk yang ditawarkan, dan penting untuk diingat bahwa pemasar harus senantiasa sadar siapa yang menjadi target pemasarannya. Kunci keberhasilan Think Campaign adalah penggabungan dari konsentrasi dan perhatian konsumen pada produk yang ditawarkan pemasar. Konsentrasi adalah suatu keadaan pikiran dimana seseorang terfokus mendeteksi input yang relevan dengan tujuannya. Perhatian adalah suatu keadaan pikiran yang terjadi saat seseorang begitu mencermati secara detail dan berupaya membedakan satu objek dengan objek lainnya.

4. Act

Act marketing didesain untuk menciptakan experience konsumen yang berkaitan dengan kondisi fisik, pola perilaku jangka panjang dan gaya hidup sebagai manifestasi dari interaksi dengan orang lain. Pada pemasaran tradisional seringkali diabaikan kemungkinan diciptakannya Act Experience. Dari sisi perilaku konsumen, pemasar lebih memusatkan perhatian pada bagaimana cara mempengaruhi dan mengelompokkan perilaku dan gaya hidup konsumen daripada memahami keseluruhan kualitas Act experience yang meliputi:

a. Physical body experience

b. Life style

c. Interaction

d. Non-verbal behavior

e. Self perceptions

f. Behavioural modifications

g. Reasoned action

5. Relate

Relate Marketing mengembangkan suatu experience diluar sensasi personal, perasaan, logika dan tindakan dengan menghubungkan


(31)

individu pada konteks sosial budaya yang lebih luas dalam merefleksikan suatu merek. Relate Marketing seringkali menghasilkan

experience dalam bentuk sense, feel, think dan act walaupun tujuan utamanya adalah membangun relasi antara arti sosial dari produk tersebut dengan konsumennya. Inti dari Relate Marketing adalah mengajak orang untuk bersosialisasi, berhubungan atau mempunyai ikatan dengan orang lain atau kelompok sosial lain bahkan dengan kebudayaannya secara keseluruhan melalui media produk tersebut. Tujuan lain dari Relate Marketing adalah setara dengan tujuan kita mengkaitkan diri dengan orang lain yaitu memenuhi kebutuhan untuk berada dalam suatu kelompok dan memperoleh apa yang disebut sebagai identitas sosial.

2.2.4 Alat-alat penting dari ExperientialMarketing:Experiential Providers

(ExPros)

Experience Providers (ExPros) merupakan komponen implementasi taktis dalam tahap penyelesaian pemasaran untuk menciptakan kampanye

sense, feel, think, act dan relate. Alat-alat penting yang diperlukan dalam pelaksanaan experiential marketing adalah:

a. Komunikasi, mencakup periklanan, komunikasi internal dan eksternal perusahaan sebaik kampanye hubungan publik (public relations) terhadap merek.

b. Identitas visual/verbal, mencakup nama, logo dan lambang.

c. Produk, mencakup desain produk, pengemasan dan penampakan produk dan karakter merek yang digunakan sebagai bagian dari pengemasan dan poin dari material penjualan.

d. Co-Branding (kerjasama merek), mencakup event marketing dan

sponsorship, aliansi dan partnership, perizinan, penempatan produk dalam film, kerjasama kampanye dan tipe lain dari pengaturan kerjasama.

e. Lingkungan, mencakup bangunan, kantor, jarak pabrik, retail dan jarak pabrik dan perdagangan.


(32)

g. Orang, mencakup sales people, perwakilan perusahaan, penyedia jasa, penyedia pelayanan pelanggan dan siapa saja yang terlibat dengan perusahaan atau merek.

Experiential Providers tersebut dapat memberikan pemahaman baru tentang hubungan antara produk dan konsumennya. Demi mendekati, mendapatkan dan mempertahankan konsumen loyal, Experiential Providers dapat menghadirkan pengalaman yang unik, positif dan mengesankan. Pemasar harus dapat memutuskan Experiential Providers

mana yang akan digunakan untuk menciptakan SEMs tertentu agar dapat menemukan Experiential image dari perusahaan atau brand secara tepat. 2.3. Dimensi Kualitas Produk

Menurut Garvin dalam Umar (2005) untuk menentukan dimensi kualitas barang, dapat melalui delapan dimensi, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Performance, hal ini berkaitan dengan aspek fungsional suatu barang dan merupakan karakteristik utama yang dipertimbangkan pelanggan dalam membeli barang tersebut.

2. Features, yaitu aspek performansi yang berguna untuk menambah fungsi dasar, berkaitan dengan pilihan-pilihan produk dan pengembangannya. 3. Reliability, merupakan hal yang berkaitan dengan probabilitas atau

kemungkinan suatu barang berhasil menjalankan fungsinya setiap kali digunakan dalam periode waktu tertentu dan dalam kondisi tertentu pula. 4. Conformance, hal ini berkaitan dengan tingkat kesesuaian terhadap spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan keinginan pelanggan. Konfirmasi merefleksikan derajat ketepatan antara karakteristik desain produk dengan karakteristik kualitas standar yang telah ditetapkan.

5. Durability, yaitu suatu refleksi umur ekonomis berupa ukuran daya tahan atau masa pakai barang.

6. Serviceability, yaitu karakteristik yang berkaitan dengan kecepatan, kompetensi, kemudahan, dan akurasi dalam memberikan layanan untuk perbaikan barang.


(33)

7. Aesthetics, merupakan karakteristik yang bersifat subyektif mengenai nilai-nilai estetika yang berkaitan dengan pertimbangan pribadi dan refleksi dari preferensi individual.

8. Fit and finish, yaitu sifat subyektif yang berkaitan dengan perasaan pelanggan mengenai keberadaan produk tersebut sebagai produk yang berkualitas.

2.4. Emotional Branding

Emotional Branding adalah sebuah pendekatan yang bertujuan untuk membangun kekuatan loyalitas merek, bagaimana mengikat konsumen yang saat ini semakin kritis ke dalam tingkat emosional yang terdalam (Gobe, 2001). Menurut Gobe (2001), ada sepuluh petunjuk untuk menjadikan merek yang emosional, yaitu:

1. Dari konsumen ke masyarakat, memberikan yang terbaik ke konsumen pada saat pembelian walaupun tidak berhubungan langsung dengan mereka dan membangun hubungan partnership berdasarkan hubungan yang saling menguntungkan.

2. Dari produk ke pengalaman, menciptakan produk yang mengesankan dengan memberi nilai tambah sehingga akan terpatri atau terpelihara dalam ingatan emosi konsumen yang paling dalam.

3. Dari kejujuran ke kepercayaan, strategi ini menimbulkan rasa aman dan nyaman bagi konsumen serta memberikan prioritas utama dalam pilihan mereka.

4. Dari kualitas ke pilihan, memberikan kualitas yang terbaik dan mempertajam fokus (merek yang kuat akan selalu dimulai dengan mempertajam kategori produk dan bukan memperluasnya), sehingga membekas di benak konsumen.

5. Dari kemahsyuran ke aspirasi, menjadi dikenali tidak berarti bahwa produk Anda juga dicintai. Anda tidak hanya memperkenalkan produk jika ingin diminati, tetapi juga berusaha menghasilkan produk yang sesuai dengan aspirasi/keinginan konsumen.

6. Dari identitas ke kepribadian, identitas merek adalah unik dan menunjukkan sebuah titik perbedaan untuk berhadapan dengan lingkungan


(34)

persaingan, tapi ini hanyalah langkah pertama, di sisi lain ada kepribadian merek yang istimewa karena memiliki karakter yang berkarisma dan dapat membangkitkan reaksi emosional konsumen.

7. Dari fungsi ke perasaan, membuat identifikasi produk dengan menekankan pada manfaat produk hanya relevan jika inovasi produk adalah mengesankan dan menyenangkan konsumen, karena hal tersebut memberikan manfaat yang sangat berarti sehingga menyentuh jiwa konsumen.

8. Dari ada dimana-mana ke kehadiran, hampir tidak ada tempat di dunia ini yang belum digunakan untuk promosi sebuah merek. Hal ini dapat kita lihat pada papan iklan, halte bus, dinding/tembok, T-shirt, topi, mug, stadion dan sebagainya. Semua itu merupakan strategi perusahaan agar produknya dikenal dan hadir di benak konsumen.

9. Dari konsumen ke dialog, perusahaan tidak hanya dituntut untuk menyampaikan iklan dan pesan kepada banyak orang, namun juga dituntut untuk menciptakan dialog/percakapan yang lebih akrab dengan konsumen. 10. Dari pelayanan ke hubungan, memberikan pelayanan yang terbaik dan perhatian khusus bagi konsumen, sehingga akan membangun hubungan yang langgeng dengan konsumen.

Emotional branding mengajarkan cara mengidentifikasi dan memberi kekuatan penawaran produk serta brand dan menghubungkan pada pengalaman pelanggan dengan produk serta brand, sehingga akan terbangun hubungan yang kuat antara produk serta brand dan konsumen. Hasilnya adalah membuka rahasia emotional branding, menciptakan hubungan konsumen dengan merek dan menunjukkan kejayaan baru bisnis kita, dimana semua itu merupakan penemuan dan penerapan kekuatan cara

baru dengan menggunakan “perasaan”. 2.5. Loyalitas Konsumen

Lovelock dan Wright (2005) menyatakan bahwa loyalitas merupakan istilah kuno yang secara tradisional telah digunakan untuk melukiskan kesetiaan dan pengabdian antusias kepada negara, cita-cita, atau individu. Namun, belakangan ini dalam konteks bisnis, istilah ini telah digunakan


(35)

untuk melukiskan kesediaan pelanggan untuk terus berlangganan pada sebuah perusahaan dalam jangka panjang, dengan membeli dan menggunakan barang dan jasanya secara berulang-ulang dan lebih baik lagi secara eksklusif, dan dengan sukarela merekomendasikan produk perusahaan tersebut kepada teman-teman dan rekan-rekannya. Loyalitas akan berlanjut hanya sepanjang pelanggan merasakan bahwa ia menerima nilai yang lebih baik dibandingkan dengan yang dapat diperoleh dengan beralih ke penyedia jasa lain.

Setiap perusahaan tentunya ingin mendapatkan konsumen dengan loyalitas yang tinggi. Untuk itu, perusahaan harus berusaha mempertahankan pelanggannya dengan berbagai cara. Dengan mengetahui bagaimana cara membentuk loyalitas konsumen mulai dari mencari konsumen potensial sampai dengan mendapatkan advocate customers, perusahaan dapat mencapai tujuan utamanya, yaitu meningkatkan keuntungan. Dalam bukunya, Kartajaya (2006) menyatakan bahwa kata kunci untuk mengukur kepuasan dan loyalitas pelanggan adalah rekomendasi. Loyalitas pelanggan adalah sesuatu yang lebih daripada sekadar pembelian berulang (repeat purchases). Banyak yang masih menyangka bahwa jika pembeli membeli suatu produk secara terus-menerus, maka sudah pasti ia merupakan pelanggan yang loyal. Padahal belum tentu demikian. Seseorang melakukan pembelian berulang atau rutin menggunakan jasa belum tentu dikarenakan loyal, melainkan dapat disebabkan hal-hal lain, seperti terbatasnya pilihan atau kurangnya informasi tentang produk lain.

Menurut Griffin (2005), loyalitas konsumen adalah suatu komitmen yang kuat dari konsumen sehingga bersedia melakukan pembelian ulang terhadap produk atau jasas yang disukai secara konsisten dan dalam jangka panjang, tanpa terpengaruh oleh situasi dan usaha-usaha marketing dari produk lain yang berusaha membuat mereka beralih untuk membeli produk lain tersebut. Jadi loyalitas konsumen adalah suatu sikap yang berkomitmen untuk tetap menggunakan produk atau pelayanan dari penyedia tertentu.

Membentuk konsumen menjadi konsumen yang loyal bukan hal yang mudah, seseorang harus melalui beberapa tahapan yang prosesnya memakan


(36)

waktu cukup lama dengan penekanan dan perhatian yang berbeda untuk masing-masing tahap. Dengan memenuhi kebutuhan dari setiap tahap tersebut, maka perusahaan mempunyai peluang yang lebih besar untuk membentuk calon pembelinya menjadi konsumen dan klien yang loyal. Menurut Griffin (2005), bahwa tahapan tingkatan konsumen yang loyal adalah:

1. Suspects (tersangka), meliputi semua orang yang mungkin akan membeli barang atau jasa perusahaan. Kita menyebutnya sebagai suspects karena yakin bahwa mereka akan membeli tetapi belum mengetahui apapum mengenai perusahaan dan barang atau jasa yang ditawarkan.

2. Prospects (yang diharapkan), adalah orang-orang yang memiliki kebutuhan akan barang atau jasa tertentu, dan mempunyai keyakinan unutk membelinya. Para prospects ini meskipun mereka belum melakukan pembelian, mereka telah mengetahui keberadaan perusahaan dan barang atau jasa yang ditawarkan, karena seseorang telah merekomendasikan barang atau jasa tersebut kepadanya.

3. Disqualified prospects ( yang tidak berkemampuan), yaitu prospek yang telah mengetahui keberadaan barang atau jasa tertentu tetapi tidak mempunyai kemampuan untuk membeli barang atau jasa tersebut.

4. First time customer (pembeli baru), yaitu konsumen yang membeli untuk pertama kalinya, mereka masih menjadi konsumen baru.

5. Repeat customer (pembeli berulang-ulang), yaitu konsumen yang telah melakukan pembelian suatu produk sebanyak dua kali atau lebih.

6. Clients (pelanggan tetap), yaitu membeli semua barang atau jasa yang mereka butuhkan dan ditawarkan perusahaan, mereka membeli secara teratur. Hubungan dengan jenis konsumen ini sudah kuat dan berlangsung lama yang membuat mereka tidak terpengaruh oleh daya tarik produk perussahaan pesaing.

7. Advocates (pelanggan tetap dan pendukung), yaitu seperti clients akan tetapi juga mengajak teman-teman mereka yang lain agar membeli barang atau jasa dari perusahaan yang bersangkutan.


(37)

Menurut Griffin (2005), dengan meningkatkan loyalitas konsumen maka akan memberikan manfaat bagi perusahaan, setidaknya dalam beberapa hal berikut :

1. Menurunkan biaya pemasaran, bahwa biaya untuk menarik pelanggan baru jauh lebih besar bila dibandingkan dengan mempertahankan pelanggan yang ada.

2. Menurunkan biaya transaksi, seperti biaya negosiasi kontrak, pemrosesan pesanan, pembuatan akun baru, dan biaya lain-lain.

3. Menurunkan biaya turn over konsumen, karana tingkat kehilangan konsumen rendah.

4. Menaikkan penjualan yang akan memperbesar pangsa pasar perusahaan.

5. Word of mouth yang bertambah, dengan asusmsi bahwa pelanggan yang setia berarti puas terhadap produk yang ditawarkan.

6. Menurunkan biaya kegagalan, seperti biaya penggantian atas produk yang rusak.

2.6. Analisis Faktor

Analisis faktor merupakan suatu teknik untuk menganalisis tentang saling ketergantungan (interdependence) dari beberapa variabel secara simultan dengan tujuan untuk menyederhanakan dari bentuk hubungan antara beberapa variabel yang diteliti menjadi sejumlah faktor yang lebih sedikit daripada variabel yang diteliti (Suliyanto, 2005). Fungsi analisis faktor antara lain untuk mengidentifikasi dimensi-dimensi mendasar yang dapat menjelaskan korelasi dari serangkaian variabel, mengidentifikasi variabel-variabel baru yang lebih kecil, untuk menggantikan variabel-variabel tidak berkorelasi dari serangkaian variabel asli yang berkolerasi, dan mengidentifikasi beberapa variabel kecil dari sejumlah variabel yang banyak untuk di analisis dengan analisis multivariat lainnya.

Prinsip utama analisis faktor adalah korelasi, maka asumsi dalam analisis faktor berkaitan erat dengan korelasi berikut (Suliyanto, 2005) : 1.Korelasi atau keterkaitan antarvariabel harus kuat.


(38)

Hal ini dapat diidentifikasikan dari nilai determinannya yang mendekati nol.

2. Indeks perbandingan jarak antara koefisien korelasi dengan koefisien korelasi parsialnya secara keseluruhan harus kecil. Nilai kaiser-meyer-olkin measure of sampling adequacy (KMO). KMO merupakan sebuah indeks perbandingan jarak antara koefisien korelasi dengan koefisien korelasi parsialnya secara keseluruhan. Untuk dapat dilakukan analisis factor, nilai

KMO dianggap cukup apabila nilai KMO ≥ 0,5.

3. Indeks perbandingan jarak antara koefisien korelasi dengan koefisien korelasi parsialnya secara keseluruhan harus kecil. MSA (measure of sampling adequacy) merupakan sebuah indeks perbandingan jarak antara koefisien korelasi dengan koefisien korelasi parsialnya secara parsial setiap

item/variabel. Untuk dapat dilakukan analisis factor, nilai MSA dianggap

cukup apabila nilai MSA ≥ 0,5. Apabila ada item/variabel yang tidak memiliki nilai MSA ≥ 0,5 variabel tersebut harus dikeluarkan dari analisis

faktor secara bertahap satu per satu.

4. Pada beberapa kasus, setiap variabel yang akan dianalisis dengan menggunakan analisis faktor harus menyebar secara normal.

Kemudian proses analisis faktor dilakukan menggunakan bantuan program SPSS 15 for Windows yang menurut Santoso (2004), memiliki garis besar tahapan sebagai berikut:

1. Pemilihan variabel yang layak dimasukan kedalam analisis faktor. Karena analisis faktor berupaya mengelompokkan sejumlah variabel, maka seharusnya ada korelasi yang cukup kuat diantara variabel, sehingga akan terjadi pengelompokkan. Kaiser Meyer-Olkin Measure of Sampling Adiquacy (KMO-MSA) and Barlett’s test dapat digunakan untuk keperluan tersebut. Bila angka KMO-MSA diatas 0,5, maka kumpulan vaariabel tersebut dapat diproses lebih lanjut.

2. Setelah sejumlah variabel terpilih, maka dilakukan ekstraksi variabel hinga menjadi satu atau beberapa faktor. Metode pencarian faktor yang populer diantaranya adalah komponen utama (Principle Component Method).


(39)

3. Memperjelas apabila faktor yang terbentuk sudah secara signifikan berbeda dengan faktor lain, maka dilakukan proses rotasi. Hal ini dilakukan, karena biasanya faktor yang terbentuk kurang menggambarkan perbedaan diantara faktor-faktor sehingga menyulitkan analisis.

4. Menghilangkan angka pada tabel (factor loading) yang berada dibawah 0,5 sebagai angka pembatas (Cut off Point) agar sebuah variabel dapat secara nyata termasuk sebuah faktor. Factor loading adalah besar korelasi antara suatu variabel dengan faktornya.

5. Menamakan faktor yang terbentuk. Penamaan faktor tergantung pada nama-nama variabel yang terkumpul pada satu faktor dan interpretasi masing-masing analisis, sehingga sebenarnya pemberian nama bersifat secara subjektif, karena tidak ada ketentuan pasti mengenai pemberian nama tersebut.Kelebihan analisis faktor adalah dapat menerangkan struktur hubungan diantara banyak variabel yang diamati dalam sejumlah kecil faktor-faktor yang merupakan besaran acak yang tidak dapat diukur secara langsung. Analisis ini juga memiliki kelemahan yaitu analisis ini memiliki banyak pemecahan masalah yang dikemukakan para ahli, sehingga akhirnya tergantung penilaian peneliti mngenai kegunaan dan interpretabilitas ilmiahnya.

2.7. Tabulasi Silang (Crosstab)

Tabulasi silang (crosstab) merupakan salah satu bentuk statistik deskriptif yang menyajikan data dalam bentuk tabulasi, yang meliputi baris dan kolom (Santoso dan Tjiptono, 2001). Tabulasi silang ini memiliki ciri adanya dua variabel atau lebih yang mempunyai hubungan secara deskriptif. Data untuk penyajian tabulasi silang pada umumnya adalah data kualitatif, khususnya yang berskala nominal, seperti jenis kelamin, usia, dan sebagainya.

2.8. Penelitian Terdahulu

Studi yang telah dilakukan berkaitan dengan experiential marketing

dan emotional branding dilakukan oleh tim MarkPlus & Co dan majalah SWA. Adapun studi tersebut hanya bertujuan memilih orang-orang yang ahli


(40)

di bidang experiential marketing dan emotional branding (EXEM). Studi ini dilakukan dengan cara mengundang para pembaca SWA untuk memilih tiga produk dari 21 nominator (Extra Joss, Aqua, tahapan BCA, Garuda

Indonesia, Telkomsel, Kartu Kredit Citibank, Nokia, McDonald’s,

Pepsodent, Teh Botol Sosro, Jogya, Dji Sam Soe, Coca Cola, Lux, Indofood, Hewled Packard, Sari Ayu, Equil, Viagra, MTV, dan Harley Davidson) yang paling memberikan pengalaman tak terlupakan, dari ketiga pilihan itu, pembaca diminta menetapkan produk mana sebagai urutan 1, 2, dan 3. Survei ini berhasil menjaring 79 responden. Hasil survei tersebut, yaitu urutan 1, Extra Joss menempati peringkat pertama, disusul Aqua dan Tahapan BCA; urutan 2, Nokia menempati peringkat pertama, disusul

Pepsodent dan Aqua; urutan 3, McDonald’s menempati peringkat pertama,

disusul Indofood dan Tahapan BCA.

Hasil penelitian Novindra (2003) yang mengangkat topik tentang Hubungan Experiential marketing dan Emotional branding (EXEM) dengan loyalitas konsumen Susu Kental Manis pada PT Indomilk (Studi kasus di Kotamadya Bogor), menunjukkan bahwa tingkat loyalitas konsumen SKM Indomilk dinyatakan cukup loyal, dikarenakan banyaknya konsumen yang termasuk criteria clients (67%), yaitu konsumen yang membeli SKM Indomilk secara teratur (rutin) dan tidak terpengaruh oleh SKM lain, walaupun konsumen yang termasuk criteria advocates (konsumen yang termasuk clients dan juga menganjurkan orang lain untuk mengkonsumsi SKM Indomilk) hanya sedikit (7%). Hal ini menunjukkan PT Indomilk cukup berhasil dalam melaksanakan prinsip-prinsip experiential marketing

dan emotional branding untuk meningkatkan loyalitas konsumen. Berdasarkan Uji Korelasi Rank Spearman, diperoleh bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara experiential marketing PT Indomilk dengan loyalitas konsumen SKM Indomilk, sehingga semakin baik

experiential marketing ataupun emotional branding PT Indomilk dapat meningkatkan loyalitas konsumen SKM Indomilk.

Eko Budi Prayogo (2007) meneliti tentang Analisis Pengaruh


(41)

Pot Bogor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat loyalitas konsumen

coffee shop de Koffie Pot dinyatakan sangat loyal. Hal ini ditunjukkan oleh banyaknya konsumen yang termasuk kriteria advocates (59,5%) dan clients

(40%). Tampak bahwa terdapat kecenderungan perubahan konsumen dari

clients menjadi advocates cukup besar, apabila perusahaan dapat meningkatkan nilai tambah bagi konsumen.


(42)

3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian

PT Ultra Jaya Milk Industry and Trading Company, Tbk merupakan perusahaan multinasional yang termasuk pioner di bidang industri minuman dalam kemasan di Indonesia. Sebagai pioner minuman kemasan di Indonesia, khususnya produk susu yang merupakan produk utamanya dengan brand

unggulan Ultra Milk, PT Ultra Jaya harus mempertahankan posisinya sebagai pemimpin pasar yang dapat memuaskan keinginan konsumen-konsumennya. Persaingan yang sangat ketat diantara para pemain besar di industri susu ini mengharuskan PT Ultra Jaya tidak boleh lengah dan harus memiliki strategi untuk mempertahankan konsumen, bahkan mendapatkan konsumen barunya untuk meningkatkan income perusahaan.

Loyalitas konsumen merupakan salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan oleh suatu perusahaan dalam menjaga kelangsungan maupun mengembangkan usahanya, sehingga dalam hal ini perusahaan harus dituntut secara kontinyu melakukan riset untuk mengukur loyalitas konsumen agar tetap terjaga dan terus menerus meningkat. Salah satu bentuk konsep pemasaran yang bertujuan untuk membentuk pelanggan-pelanggan yang loyal adalah konsep Experiential Marketing dan Emotional Branding

(EXEM). Konsep ini menyarankan agar pemasar menitikberatkan pada kemampuan produk untuk menawarkan pengalaman emosi bagi para pelanggannya.Konsep ini diharapkan dapat menimbulkan keinginan dan kesukaan yang mendalam bagi para konsumen terhadap produk yang ditawarkan, sehingga konsumen terus menerus mengkonsumsi produk dalam jangka panjang. Hal ini dapat berdampak pada meningkatnya loyalitas konsumen, seperti yang diinginkan oleh setiap perusahaan.

Penelitian ini menggunakan Analisis Faktor untuk mengelompokkan variabel-variabel Experiental Marketing dan Emotional Branding yang memiliki kemiripan untuk dijadikan satu faktor. Kerangka penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.


(1)

Lanjutan Lampiran 4.

pekerjaaan * kemasyuran ke aspirasi Crosstabulation

Count

Kemasyuran ke aspirasi Total

Tidak Setuju

Ragu-ragu Setuju

Sangat

Setuju 2.00 pekerjaaan Pegawai

Negeri 0 0 0 2 2

Pegawai

Swasta 0 4 15 10 29

Wiraswast

a 0 1 5 2 8

Pelajar/Ma

hasiswa 1 1 27 14 43

Profesiona

l 0 0 3 0 3

Lainnya 0 2 9 4 15

Total 1 8 59 32 100

pekerjaaan * identitas ke kepribadian Crosstabulation

Count

Identitas ke kepribadian Total

Sangat Tidak Setuju

Tidak Setuju

Ragu-ragu Setuju

Sangat Setuju 1.00

pekerjaaan Pegawai Negeri 0 0 0 0 2 2

Pegawai Swasta 0 0 7 14 8 29

Wiraswasta 0 0 2 3 3 8

Pelajar/Mahasiswa 1 1 13 22 6 43

Profesional 0 0 1 2 0 3

Lainnya 0 0 4 8 3 15

Total 1 1 27 49 22 100

Chi-Square Tests

8.276

a

10

.602

10.849

10

.369

.307

1

.580

100

Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio

Linear-by -Linear

Association

N of Valid Cases

Value

df

Asy mp. Sig.

(2-sided)

12 cells (66.7%) hav e expected count less t han 5. The

minimum expected count is .14.

a.

Chi-Square Tests

11.993

a

15

.680

14.060

15

.521

.549

1

.459

100

Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio

Linear-by -Linear

Association

N of Valid Cases

Value

df

Asy mp. Sig.

(2-sided)

19 cells (79.2%) hav e expected count less t han 5. The

minimum expected count is .02.


(2)

Lanjutan Lampiran 4.

pekerjaaan * fungsi ke perasaan Crosstabulation

Count

fungsikeperasa Total

Ragu-ragu Setuju

Sangat

Setuju 3.00 pekerjaaan Pegawai

Negeri 0 1 1 2

Pegawai

Swasta 3 18 8 29

Wiraswasta 0 6 2 8

Pelajar/Maha

siswa 8 22 13 43

Profesional 0 3 0 3

Lainnya 0 10 5 15

Total 11 60 29 100

pekerjaaan * ada dimana-mana ke kehadiran Crosstabulation

Count

Ada dimana-mana ke kehadiran Total

Sangat Tidak Setuju

Tidak Setuju

Ragu-ragu Setuju

Sangat

Setuju 1.00

pekerjaaan Pegawai Negeri 0 0 0 1 1 2

Pegawai Swasta 0 0 8 13 8 29

Wiraswasta 0 2 2 3 1 8

Pelajar/Mahasiswa 1 6 12 17 7 43

Profesional 0 0 1 2 0 3

Lainnya 0 0 2 10 3 15

Total 1 8 25 46 20 100

Chi-Square Tests

13.760

a

20

.842

14.069

20

.827

2.162

1

.141

100

Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio

Linear-by -Linear

Association

N of Valid Cases

Value

df

Asy mp. Sig.

(2-sided)

23 cells (76.7%) hav e expected count less t han 5. The

minimum expected count is .02.

a.

Chi-Square Tests

8.535

a

10

.577

11.906

10

.291

.058

1

.810

100

Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio

Linear-by -Linear

Association

N of Valid Cases

Value

df

Asy mp. Sig.

(2-sided)

13 cells (72.2%) hav e expected count less t han 5. The

minimum expected count is .22.


(3)

Lanjutan Lampiran 4.

pekerjaaan * komunikasi ke dialog Crosstabulation

Count

Komunikasi ke dialog Total

Tidak Setuju

Ragu-ragu Setuju

Sangat

Setuju 2.00 pekerjaaan Pegawai

Negeri 0 0 1 1 2

Pegawai

Swasta 2 6 12 9 29

Wiraswasta 1 0 5 2 8

Pelajar/Mahasi

swa 1 14 21 7 43

Profesional 0 1 1 1 3

Lainnya 0 2 8 5 15

Total 4 23 48 25 100

pekerjaaan * pelayanan ke hubungan Crosstabulation

Count

Pelayanan ke hubungan Total

Tidak Setuju

Ragu-ragu Setuju

Sangat

Setuju 2.00 pekerjaaan Pegawai

Negeri 0 0 1 1 2

Pegawai

Swasta 0 3 16 10 29

Wiraswasta 0 0 5 3 8

Pelajar/Maha

siswa 1 5 33 4 43

Profesional 0 1 1 1 3

Lainnya 0 2 8 5 15

Total 1 11 64 24 100

Chi-Square Tests

16.724

a

20

.671

20.379

20

.434

.263

1

.608

100

Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio

Linear-by -Linear

Association

N of Valid Cases

Value

df

Asy mp. Sig.

(2-sided)

23 cells (76.7%) hav e expected count less t han 5. The

minimum expected count is .02.

a.

Chi-Square Tests

11.556

a

15

.712

13.961

15

.528

.058

1

.810

100

Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio

Linear-by -Linear

Association

N of Valid Cases

Value

df

Asy mp. Sig.

(2-sided)

17 cells (70.8%) hav e expected count less t han 5. The

minimum expected count is .08.


(4)

Lanjutan Lampiran 4.

pendidikan * sense Crosstabulation

Count

sense Total

Ragu-ragu Setuju

Sangat

Setuju 3.00

pendidikan SD 0 1 0 1

SLTP/Sederajat 0 3 0 3

SMU/Sederajat 1 34 27 62

Diploma 0 5 6 11

Sarjana/S1 0 13 8 21

S2/S3 0 1 0 1

lainnya 1 0 0 1

Total 2 57 41 100

Chi-Square Tests

13.125

a

15

.593

14.898

15

.459

1.301

1

.254

100

Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio

Linear-by -Linear

Association

N of Valid Cases

Value

df

Asy mp. Sig.

(2-sided)

18 cells (75.0%) hav e expected count less t han 5. The

minimum expected count is .02.

a.

Chi-Square Tests

54.489

a

12

.000

15.775

12

.202

.438

1

.508

100

Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio

Linear-by -Linear

Association

N of Valid Cases

Value

df

Asy mp. Sig.

(2-sided)

16 cells (76.2%) hav e expected count less t han 5. The

minimum expected count is .02.


(5)

Lanjutan Lampiran 4.

pendidikan * feel Crosstabulation

Count

feel Total

Ragu-ragu Setuju

Sangat

Setuju 3.00

pendidikan SD 0 1 0 1

SLTP/Sederajat 2 1 0 3

SMU/Sederajat 4 36 22 62

Diploma 1 8 2 11

Sarjana/S1 2 13 6 21

S2/S3 0 0 1 1

lainnya 1 0 0 1

Total 10 59 31 100

pendidikan * identitas Crosstabulation

Count

identitas Total

Tidak Setuju

Ragu-ragu Setuju

Sangat Setuju 2.00

pendidikan SD 0 1 0 0 1

SLTP/Sederajat 1 0 0 2 3

SMU/Sederajat 0 10 37 15 62

Diploma 0 1 7 3 11

Sarjana/S1 0 2 11 8 21

S2/S3 0 0 0 1 1

lainnya 0 1 0 0 1

Total 1 15 55 29 100

Chi-Square Tests

25.029

a

12

.015

16.834

12

.156

.067

1

.795

100

Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio

Linear-by -Linear

Association

N of Valid Cases

Value

df

Asy mp. Sig.

(2-sided)

15 cells (71.4%) hav e expected count less t han 5. The

minimum expected count is .10.

a.

Chi-Square Tests

51.907

a

18

.000

24.608

18

.136

1.551

1

.213

100

Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio

Linear-by -Linear

Association

N of Valid Cases

Value

df

Asy mp. Sig.

(2-sided)

22 cells (78.6%) hav e expected count less t han 5. The

minimum expected count is .01.


(6)

Lanjutan Lampiran 4.

pendidikan * orang Crosstabulation

Count

orang Total

Tidak Setuju

Ragu-ragu Setuju

Sangat Setuju 2.00

pendidikan SD 0 0 0 1 1

SLTP/Sederajat 0 0 1 2 3

SMU/Sederajat 3 9 36 14 62

Diploma 0 0 9 2 11

Sarjana/S1 1 5 7 8 21

S2/S3 1 0 0 0 1

lainnya 0 0 1 0 1

Total 5 14 54 27 100

Chi-Square Tests

33.812

a

18

.013

23.033

18

.189

.983

1

.321

100

Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio

Linear-by -Linear

Association

N of Valid Cases

Value

df

Asy mp. Sig.

(2-sided)

22 cells (78.6%) hav e expected count less t han 5. The

minimum expected count is .05.