The Relationship between Communication Behavior and Farmers Understanding of The Community Radio’s Functions (Case: Trisna Alami Community Radio Kaliagung Village, District Sentolo, Kulon Progo Regency, Province D.I Yogyakarta).

(1)

HUBUNGAN PERILAKU KOMUNIKASI DENGAN

PEMAHAMAN PETANI TERHADAP FUNGSI RADIO KOMUNITAS (Kasus Radio Komunitas Petani Trisna Alami, Desa Kaliagung, Kecamatan

Sentolo, Kabupaten Kulon Progo, Provinsi D.I Yogyakarta)

ANIES WAHYU NURMAYANTI I34070020

DEPARTEMEN

SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011


(2)

ABSTRACT

ANIES WAHYU NURMAYANTI The Relationship between Communication Behavior and Farmers Understanding of The Community Radio’s Functions (Case: Trisna Alami Community Radio Kaliagung Village, District Sentolo, Kulon Progo Regency, Province D.I Yogyakarta). Supervised by HADIYANTO.

Community radio plays role as advocate of social change at the community level. “Trisna Alami” community radio was one kind of radio-based or sector-specific issues, that was built by a community from the same interests about agricultural issues. Typology of Trisna Alami community radio listeners consist of the selective and a passive listener. Trisna Alami community radio broadcasted agricultural information and entertainment. The functions of community radio are not only as an entertainer and educators, but also as community empowerment. Communication behavior in this research were: interpersonal channels exposure, cosmopoliteness, contact with extension agent, the other mass media exposure, and community radio exposure. The purposes of this research were to investigate and analyze the relationship between communication behaviors and farmers understanding of the community radio’s function. The research was designed by explanatory type. The sample in this research has done by simple random sampling. The total respondents were 40 persons. Respondents was chosen by judgement sampling. Techniques of data collection were using questionnaires, interviews, and observation. The result of this research showed that community radio’s exposure consist of frequency and duration of Trisna Alami Community Radio listened connected with farmer’s understanding the functions of community radio such as: an internal communication, public education and religious facilities, and also public sphere. The indicators of communication behaviors were not all connected with the third function of community radio.

Keywords: community radio, communication behavior, functions of community


(3)

RINGKASAN

ANIES WAHYU NURMAYANTI. Hubungan Perilaku Komunikasi dengan Pemahaman Petani terhadap Fungsi Radio Komunitas (Kasus Radio Komunitas Petani Trisna Alami Desa Kaliagung, Kecamatan Sentolo, Kabupaten Kulon Progo, Provinsi D.I Yogyakarta). Di bawah bimbingan HADIYANTO.

Seiring perkembangan informasi dan komunikasi massa yang semakin maju pesat, fungsi media massa tidak hanya sebagai media hiburan semata, akan tetapi mampu memberdayakan masyarakat sebagai upaya pengembangan masyarakat. Sejak era reformasi di Indonesia, muncul keinginan, kebutuhan dan keberanian masyarakat untuk mengekspresikan eksistensi dirinya melalui radio komunitas yang menjadi ruang publik warga. Radio komunitas juga dapat menjadi wadah pemberdayaan masyarakat pedesaan untuk bersama-sama berpartisipasi meningkatkan kualitas kesejahteraan anggota komunitas.

Radio Trisna Alami merupakan radio komunitas warga berbasis petani, yang berdiri sejak tahun 2004, dan melakukan siarannya di Desa Kaliagung, Kecamatan Sentolo, Kabupaten Kulon Progo. Berdirinya Radio Komunitas Petani ini merupakan kebutuhan bersama untuk menyelenggarakan media penyiaran yang informatif, khususnya siaran pertanian, lingkungan dan kemasyarakatan. Berkat dukungan dan kerjasama dengan Lestari Mandiri (Lesman), Radio Komunitas Petani Trisna Alami tetap mengudara untuk kepentingan masyarakat, khususnya petani. Radio Komunitas Petani Trisna Alami termasuk ke dalam jenis radio berbasis masalah atau sektor tertentu, yaitu radio yang didirikan oleh komunitas yang terikat kepentingan dan minat yang sama serta terorganisasi. Tipologi pendengar Radio Komunitas Petani Trisna Alami termasuk tipe pendengar pasif dan selektif.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis hubungan perilaku komunikasi dengan pemahaman petani terhadap fungsi radio komunitas, yaitu sebagai komunikasi internal, sarana pendidikan umum dan agama, serta ruang publik. Penelitian ini didesain sebagai penelitian survai dengan tipe explanatory research. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga April 2011 di Desa Kaliagung. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan cara pengambilan sampel acak sederhana. Kemudian dibuatlah daftar nama seluruh anggota kelompok tani pendengar radio komunitas yang terpilih itu. Dari kerangka sampling tersebut, sampel yang akan dipilih dilakukan dengan menggunakan pola pengundian. Pemilihan petani dalam penelitian menggunakan Rumus Slovin sebanyak 40 petani.

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan sekunder. Data penelitian dianalisis dengan prosedur analisis statistik deskriptif dan pengukuran hubungan menggunakan software SPSS 17.0. Hubungan perilaku komunikasi dengan pemahaman petani terhadap fungsi radio komunitas diuji dengan menggunakan prosedur chi square dengan α = 0,05 dan α = 0,1.

Perilaku komunikasi adalah aktivitas yang dilakukan oleh petani dalam mencari dan memperoleh sumber informasi mengenai Radio Komunitas Petani Trisna Alami dan fungsinya dalam kehidupan sehari-hari. Peubah perilaku


(4)

komunikasi yang diteliti adalah keterdedahan saluran komunikasi interpersonal, kekosmopolitan, frekuensi bertemu penyuluh, keterdedahan media massa lain, serta keterdedahan dengan Radio Komunitas Petani Trisna Alami. Tingkat pemahaman petani merupakan proses belajar dan berfikir. Perilaku komunikasi yang tinggi akan meningkatkan pemahaman petani terhadap fungsi komunikasi internal, sarana pendidikan umum dan agama, serta ruang publik yang tinggi pula. Hasil penelitian menunjukkan perilaku komunikasi yang berhubungan secara nyata dengan pemahaman fungsi komunikasi internal adalah kekosmopolitan, frekuensi mendengarkan selain radio komunitas, dan keterdedahan dengan Radio Komunitas Petani Trisna Alami, sedangkan tingkat partisipasi sosial, keterdedahan saluran komunikasi interpersonal, frekuensi bertemu penyuluh, dan tingkat keterdedahan media massa yang meliputi frekuensi dan lama menonton televisi, frekuensi dan lama membaca koran, serta lama mendengarkan selain radio komunitas tidak mempunyai hubungan yang nyata dengan pemahaman fungsi komunikasi internal. Keterdedahan saluran komunikasi interpersonal dan keterdedahan dengan Radio Komunitas Petani Trisna Alami berhubungan secara nyata dengan pemahaman fungsi sarana pendidikan umum dan agama. Demikian pula frekuensi menonton televisi mempunyai hubungan yang nyata dengan pemahaman fungsi sarana pendidikan umum dan agama. Peubah perilaku komunikasi yang berhubungan nyata dengan pemahaman fungsi ruang publik adalah lama menonton televisi, frekuensi membaca koran, serta keterdedahan dengan Radio Komunitas Petani Trisna Alami.


(5)

HUBUNGAN PERILAKU KOMUNIKASI DENGAN

PEMAHAMAN PETANI TERHADAP FUNGSI RADIO KOMUNITAS (Kasus Radio Komunitas Petani Trisna Alami, Desa Kaliagung, Kecamatan

Sentolo, Kabupaten Kulon Progo, Provinsi D.I Yogyakarta)

Oleh:

ANIES WAHYU NURMAYANTI I34070020

SKRIPSI

Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada

Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN

SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011


(6)

(7)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “HUBUNGAN PERILAKU KOMUNIKASI DENGAN PEMAHAMAN PETANI TERHADAP FUNGSI RADIO KOMUNITAS (KASUS RADIO KOMUNITAS PETANI TRISNA ALAMI, DESA KALIAGUNG, KECAMATAN SENTOLO, KABUPATEN KULON PROGO, PROVINSI D.I YOGYAKARTA)BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN BAIK OLEH PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH. DEMIKIAN PERNYATAAN INI SAYA BUAT DENGAN SESUNGGUHNYA DAN SAYA BERSEDIA BERTANGGUNGJAWAB ATAS PERNYATAAN INI.

Bogor, Agustus 2011

Anies Wahyu Nurmayanti


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Anies Wahyu Nurmayanti dilahirkan pada tanggal 08 Juni 1988 di Ponorogo. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Sartomo, M.Si dan Sumarmi Tri Astuti, S.Pd. Penulis memiliki dua adik laki-laki, yakni Bima Fajar Dwi Handoko dan Candra Sakti Taufiq Effendi. Pendidikan yang pertama kali ditempuh oleh penulis adalah Taman Kanak-kanak BA Aisyah pada tahun 1994-1995. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Dasar Negeri 02 Sidoharjo pada tahun 1995-2001, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 01 Pulung pada tahun 2001-2004, dan Sekolah Menengah Atas Bakti Ponorogo pada tahun 2004-2007.

Pada tahun 2007, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Saringan Masuk IPB) dan memilih Mayor Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada tahun 2007. Selama mengikuti pendidikan formal, penulis pernah mengikuti berbagai macam organisasi, kepanitiaan, seminar, kursus bahasa asing dan berbagai perlombaan baik di tingkat Sekolah dan Perguruan Tinggi. Adapun Kursus bahasa Asing yang penulis pernah ikuti, yakni Kursus Bahasa Inggris di Elite Course. Selain itu juga, penulis pernah mengikuti kursus bahasa Jerman di Unit Bahasa IPB. Dalam cakupan kegiatan perlombaan saat sekolah, penulis memperoleh kejuaraan dalam Lomba Penelitian Ilmiah Remaja Juara II Tingkat Nasional tahun 2006 dan mendapat penghargaan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) bidang Sastra pada tahun 2007. Lomba Artikel Mahasiswa se-Jabodetabek juara II pada tahun 2008, finalis PIMNAS tahun 2010, dan juara setara perunggu Poster PKMK PIMNAS tahun 2010 serta lolos didanai Dikti PKMM pada tahun 2011.

Dalam perjalanan studinya, penulis pernah menjadi Moderator dalam acara Pelatihan Manajemen Pemasaran dan Produksi Media Cetak yang diselenggarakan oleh Koran Kampus IPB pada tahun 2010, Narasumber pada acara Seminar Kreativitas Mahasiswa Agronomi dan Holtikultura IPB tahun 2010, dan Pemateri Diklat Metodologi Penelitian KIR SMA BAKTI Ponorogo tahun 2010. Hingga saat ini, penulis masih aktif berprofesi sebagai salah satu asisten Mata Kuliah Komunikasi Massa (KPM 214) pada tahun 2009 – 2011 dan asisten


(9)

Mata Kuliah Komunikasi Kelompok (KPM 212) semester pendek pada tahun 2011.

Selama menjadi mahasiswa di IPB, penulis selain belajar juga aktif dalam kegiatan kemahasiswaan, yakni sebagai Reporter Koran Kampus IPB 2007-2008, Redaktur Buletin Koran Kampus 2008-2009, Sekretaris Departemen Eksternal IAAS 2008-2009, Staf Divisi Jurnalistik Himasiera 2008-2009, Bendahara OMDA Manggolo Putro 2008-2010, Bendahara IMPEMA IPB 2009-2010, Anggota IAAS 2010-2011. Selain itu juga, penulis pernah mengikuti kepanitiaan, yaitu Sie Acara Jurnalistic Fair 2007, Sie Danus IAAS Olympic 2008, Manajer Reog Goes to Campus 2008, Divisi Acara Be Good Journalistics tahun 2008, Sie Humas International Scholarship Education and Expo 2009, Staf Humas dan Danus Masa Perkenalan Departemen KPM tahun 2009, Ketua Panitia IAAS EXPO 2009, Ketua Pelaksana Seminar Pertanian “Agriculture for Better Future” 2009, Staf Public Relation IAAS Goes to ASEAN and WWF 2009, Sie Acara CSR Essential tahun 2010, dan Kordinator Humas ECOSYSTEM pada tahun 2010.


(10)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul Hubungan Perilaku Komunikasi dengan Pemahaman Petani terhadap Fungsi Radio Komunitas (Kasus Radio Komunitas Petani Trisna Alami, Desa Kaliagung, Kecamatan Sentolo, Kabupaten Kulon Progo, Provinsi D.I Yogyakarta). Skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat kelulusan pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Penelitian yang ditulis dalam skripsi ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis: (a) hubungan perilaku komunikasi dengan pemahaman petani terhadap fungsi radio komunitas sebagai komunikasi internal, (b) hubungan perilaku komunikasi dengan pemahaman petani terhadap fungsi radio komunitas sebagai sarana pendidikan umum dan agama, (c) hubungan perilaku komunikasi dengan pemahaman petani terhadap fungsi radio komunitas sebagai ruang publik.

Akhir kata semoga skripsi ini dapat menghasilkan laporan yang bermanfaat bagi banyak pihak.


(11)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik karena dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Maka dari itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ir. Hadiyanto, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi atas bimbingan, arahan, saran, dan dukungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS sebagai dosen penguji utama atas kesediaannya untuk menguji dan memberikan saran yang berguna bagi skripsi ini.

3. Rina Mardiana, SP, M.Si, sebagai dosen penguji dari Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat yang telah bersedia meluangkan waktu dan memberikan masukan pada sidang skripsi penulis. 4. Ir. Richard W.E Lumintang, MSEA sebagai dosen pembimbing akademik

yang membantu penulis pada saat mendapat masalah di bidang akademik. 5. Ayahanda tercinta Sartomo, Ibundaku tersayang Sumarmi Tri Astuti, dik

Bima, dan dik Candra yang telah mencurahkan begitu banyak kasih sayang, perhatian, motivasi dan semangat bagi penulis selama masa penyelesaian skripsi ini. Terima kasih untuk untaian doa yang selalu dipanjatkan setiap harinya demi kesuksesan hidup penulis.

6. Dr. Agung Pramono, M.Pd yang telah memberikan masukan dan saran dalam penulisan skripsi dan juga memotivasi penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

7. Hirma Azmawati Azzaqia sebagai teman sebimbingan dan teman diskusi yang saling memberikan semangat dalam menyelesaikan skripsi.

8. Kak Syaifudin atas saran dan masukannya dalam penulisan skripsi serta doa dan dukungannya untuk menyelesaikan skripsi dengan baik.

9. Sahabat-sahabat terbaikku, Nyimas Nadya, Nur Ivany, Hendra Purwana, Alfian Helmi, Citra Muliani, Yunita, Yuvita Amalia, Siti Halimatusadiah, Ali Sulton, Mery Purnamasarie, Dian Widya, dan teman-teman


(12)

seperjuangan KPM 44 yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih banyak atas kerjasamanya dan dukungannya selama ini.

10.Teman-teman PKM-M The Green Child, Intan Yuliastry, Auliyaul Hafizhoh, Abdul Haris, Yanitha Rahmasari yang selalu memberi motivasi dan dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih banyak atas kebersamaan dan doa kaliyan semua.

11.Kak Andi Fuad Hakim dan mbak Asri Puspita terima kasih atas perhatian, saran, dan motivasinya yang membangun untuk menyelesaikan skripsi. 12.Pak Giyana, mas Antok, mas Yudi, pak Marlan, mbah Prapto, mas Petruk,

Niken, dan semua kru Radio Komunitas Petani Trisna Alami atas keramahannya membantu penelitian saya, memberikan informasi mengenai radio komunitas, dan dukungannya.

13.Mbak Dini, mbak Ica, mbak Maria terima kasih banyak sudah sabar membuatkan surat izin penelitian dan motivasinya untuk segera menyelesaikan skripsi.

14.Mbak Dita, Didi, Emi, Dani, Puspa, mbak Herma, dan teman-teman Wisma Padasuka lainnya yang selalu memberikan semangat dan dukungan setiap kesulitan yang penulis rasakan. Terima kasih banyak atas kebersamaan dan doa-doa kalian.

15.Teman-teman OMDA Manggolo Putro yang selalu memberikan doa dan dukungannya untuk penyelesaian skripsi.

16.Semua pihak yang telah memberikan dorongan, doa, semangat, bantuan dan kerjasamanya selama ini.


(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI... xiii

DAFTAR TABEL... xvi

DAFTAR LAMPIRAN... xvii

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Perumusan Masalah Penelitian... 4

1.3. Tujuan Penelitian... 4

1.4. Kegunaan Penelitian... 5

BAB II PENDEKATAN TEORITIS... 6

2.1. Tinjauan Pustaka... 6

2.1.1. Radio Komunitas dan Tipologinya... 6

2.1.2. Fungsi dan Peranan Radio Komunitas... 8

2.1.3. Pengertian Perilaku Komunikasi... 9

2.1.4. Pengertian Pemahaman... 12

2.1.5. Hasil-hasil Penelitian Terdahulu... 13

2.2. Kerangka Pemikiran... 16

2.3. Hipotesis Penelitian... 18

2.4. Definisi Operasional... 18

BAB III METODOLOGI PENELITIAN.... 23

3.1. Desain Penelitian... 23

3.2. Lokasi dan Waktu... 23

3.3. Teknik Pengambilan Sampel... 23

3.4. Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data... 24

3.5. Validitas dan Reliabilitas Instrumen... 25

3.5.1. Validitas... 25

3.5.2. Reliabilitas Instrumen... 25

3.6. Teknik Pengolahan dan Analisis Data... 26

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN RADIO KOMUNITAS PETANI TRISNA ALAMI... 28

4.1. Gambaran Umum Desa Kaliagung... 28

4.1.1. Keadaan Geografis... 28

4.1.2. Kependudukan ... 28

4.1.3. Kondisi Sosial... 30

4.1.4. Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Peternakan, Perikanan... 31

4.1.5. Potensi Prasarana... 31

4.2. Gambaran Umum Radio Komunitas Petani Trisna Alami... 32

4.2.1. Latar Belakang Pendirian Radio Komunitas... 32

4.2.2. Nama, Semboyan, dan Lokasi... 34

4.2.3. Visi dan Misi... 34

4.2.4. Prinsip Dasar Radio Komunitas Petani... 34

4.2.5. Struktur Organisasi... 34

4.2.6. Fungsi dan Tujuan... 34

4.2.7. Hak, Kewajiban, Tugas, dan Wewenang Anggota... 35

4.2.8. Hak, Kewajiban, Tugas, dan Wewenang Dewan Komunitas... 36


(14)

4.2.9. Pelaksana Harian... 36 4.2.10. Waktu Siaran, Format, Persentase Program

Acara, dan Khalayak Sasaran... 37

BAB V

KARAKTERISTIK PETANI DAN KETERLIBATAN DALAM PENYELENGGARAAN RADIO KOMUNITAS PETANI TRISNA ALAMI.... 40 5.1. Karakteristik Petani... 40

5.2. Keterlibatan dalam Penyelenggaraan Radio Komunitas Petani Trisna Alami... 42 5.3. Acara yang Didengarkan... 43 5.4. Perilaku Komunikasi... 45 5.4.1. Keterdedahan Saluran Komunikasi Interpersonal... 45 5.4.2. Kekosmopolitan... 46

5.4.3. Frekuensi Bertemu Penyuluh... 47 5.4.4. Keterdedahan Media Massa Lain... 47 5.4.5. Keterdedahan dengan Radio Komunitas Petani

Trisna Alami... 48 5.5. Pemahaman Petani terhadap Fungsi Radio Komunitas... 49

BAB VI HUBUNGAN PERILAKU KOMUNIKASI DENGAN

PEMAHAMAN PETANI TERHADAP FUNGSI RADIO KOMUNITAS... 51 6.1. Hubungan Perilaku Komunikasi dengan Pemahaman

Petani terhadap Fungsi Komunikasi Interna... 51 6.1.1. Hubungan Keterdedahan Saluran Komunikasi

Interpersonal dengan Pemahaman Petani terhadap

Fungsi Komunikasi Internal... 52 6.1.2. Hubungan Kekosmopolitan dengan Pemahaman

Petani terhadap Fungsi Komunikasi Internal... 52 6.1.3. Hubungan Frekuensi Bertemu Penyuluh dengan

Pemahaman Petani terhadap Fungsi Komunikasi

Internal... 53 6.1.4. Hubungan Keterdedahan Media Massa dengan

Pemahaman Petani terhadap Fungsi Komunikasi

Internal... 54 6.1.5. HubunganKeterdedahan Radio Komunitas Petani

Trisna Alami dengan Pemahaman Petani terhadap Fungsi Komunikasi Internal... 56 6.2. Hubungan Perilaku Komunikasi dengan Pemahaman

Petani terhadap Fungsi Sarana Pendidikan Umum dan

Agama... 58 6.2.1. Hubungan Keterdedahan Saluran Komunikasi

Interpersonal dengan Pemahaman Petani terhadap

Fungsi Sarana Pendidikan Umum dan Agama... 59 6.2.2. Hubungan Kekosmopolitan dengan Pemahaman

Petani terhadap Fungsi Sarana Pendidikan Umum

dan Agama... 60 6.2.3. Hubungan Frekuensi Bertemu Penyuluh dengan

Pemahaman Petani terhadap Fungsi Sarana Pendidikan Umum dan Agama... 60 6.2.4. Hubungan Keterdedahan Media Massa dengan

Pemahaman Petani terhadap Fungsi Sarana Pendidikan Umum dan Agama... 61


(15)

6.2.5. HubunganKeterdedahan Radio Komunitas Petani Trisna Alami dengan Pemahaman Petani terhadap Fungsi Sarana Pendidikan Umum dan

Agama... 62

6.3. Hubungan Perilaku Komunikasi dengan Pemahaman Petani terhadap Fungsi Ruang Publik... 64

6.3.1. Hubungan Keterdedahan Saluran Komunikasi Interpersonal dengan Pemahaman Petani terhadap Fungsi Ruang Publik... 65

6.3.2. Hubungan Kekosmopolitan dengan Pemahaman Petani terhadap Fungsi Ruang Publik... 65

6.3.3. Hubungan Frekuensi Bertemu Penyuluh dengan Pemahaman Petani terhadap Fungsi Ruang Publik... 66

6.3.4. Hubungan Keterdedahan Media Massa dengan Pemahaman Petani terhadap Fungsi Ruang Publik... 66

6.3.5. HubunganKeterdedahan Radio Komunitas Petani Trisna Alami dengan Pemahaman Petani terhadap Fungsi Ruang Publik... 68

BAB VII PENUTUP... 72

7.1. Kesimpulan... 72

7.2. Saran... 73

DAFTAR PUSTAKA... 75


(16)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Sebaran Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Desa Kaliagung, Tahun 2010... 29 Tabel 4.2 Sebaran Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Desa Kaliagung,

Tahun 2010... 30 Tabel 4.3 Persentase Kategori Acara Radio Komunitas Petani Trisna Alami

Menurut Jam Siaran di Desa Kaliagung, Tahun 2003... 38 Tabel 5.1 Sebaran Karakteristik Petani Menurut Jumlah dan Persentasenya di

Desa Kaliagung, Tahun 2011... 40 Tabel 5.2 Sebaran Keterlibatan Petani dalam Penyelenggaraan Radio

Komunitas Petani Trisna Alami di Desa Kaliagung,    Tahun 2011... 42 Tabel 5.3 Sebaran Program Acara Radio Komunitas Petani Trisna Alami yang

Didengakan Petani di Desa Kaliagung, Tahun 2011... 44 Tabel 5.4 Sebaran Peubah Perilaku Komunikasi Menurut Jumlah dan Persentase

di Desa Kaliagung, Tahun 2011... 46 Tabel 5.5 Sebaran Pemahaman Fungsi Radio Komunitas Trisna Alami Menurut

Kategori dan Persentase di Desa Kaliagung, Tahun 2011... 49 Tabel 6.1 Hubungan Peubah Perilaku Komunikasi dengan Pemahaman Petani

terhadap Fungsi Komunikasi Internal di Desa Kaliagung, Tahun 2011... 51 Tabel 6.2 Hubungan Peubah Perilaku Komunikasi dengan Pemahaman Petani

terhadap Fungsi Sarana Pendidikan Umum dan Agama di Desa Kaliagung, Tahun 2011... 58 Tabel 6.3 Hubungan Peubah Perilaku Komunikasi dengan Pemahaman Petani

terhadap Fungsi Ruang Publik di Desa Kaliagung, Tahun 2011... 64

Halaman Nomor 


(17)

DAFTAR LAMPIRAN 

Lampiran 1 Sketsa Desa Kaliagung, Kecamatan Sentolo, Kabupaten Kulon

Progo, Provinsi D.I Yogyakarta, Tahun 2010... 80 Lampiran 2 Bagan Struktur Organisasi Radio Komunitas Petani... 81 Lampiran 3 Jadwal siaran Radio Komunitas Petani Trisna Alami FM,

Tahun 2011... 82 Lampiran 4 Tabel Uji Crosstab Chi Square... 83 Lampiran 5 Dokumentasi Penelitian... 84

Halaman Nomor 


(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Menurut Bungin (2006) media massa adalah institusi yang berperan sebagai agent of change, yaitu sebagai institusi pelopor perubahan. Dalam menjalankan paradigmanya, media massa berperan sebagai institusi pencerahan masyarakat (media edukasi). Media massa menjadi media yang setiap saat mendidik masyarakat supaya cerdas, terbuka pikirannya, dan menjadi masyarakat yang maju. Selain itu, media massa menjadi media informasi yang setiap saat menyampaikan informasi kepada masyarakat serta sebagai media hiburan. Effendy (2001) menyebutkan siaran radio mulai dimanfaatkan negara-negara dunia ketiga untuk menyebarkan pesan-pesan pembangunan terutama bidang pertanian pada dekade 1950-an dan dinilai efektif oleh para ahli komunikasi terutama setelah dikembangkannya Radio Farm Forum atau yang di Indonesia dikenal dengan Kelompok Pendengar.

Pasal 1 (ayat 9) Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran menyebutkan lembaga penyiaran adalah penyelenggara penyiaran, baik lembaga penyiaran publik, lembaga penyiaran swasta, lembaga penyiaran komunitas maupun lembaga penyiaran berlangganan yang dalam melaksanakan tugas, fungsi, dan tanggung jawabnya berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Lembaga Penyiaran Komunitas sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 Pasal 21 (ayat 1) merupakan lembaga penyiaran yang berbentuk badan hukum Indonesia, didirikan oleh komunitas tertentu, bersifat independen, dan tidak komersial, dengan daya pancar rendah, luas jangkauan wilayah terbatas, serta untuk melayani kepentingan komunitasnya.

Radio komunitas adalah stasiun siaran radio yang dimiliki, dikelola, diperuntukkan, diinisiatifkan dan didirikan oleh sebuah komunitas. Radio komunitas juga sering disebut sebagai radio sosial, radio pendidikan, atau radio alternatif. Intinya, radio komunitas adalah dari, oleh, untuk, dan tentang komunitas. Radio komunitas berperan sebagai pendukung perubahan sosial di


(19)

tingkat komunitas. Perubahan yang paling mendasar terjadi di tengah-tengah suasana kebebasan untuk memperoleh dan menyatakan informasi serta pengakuan negara atas suara rakyat.

Menurut Estrada (2009), peristiwa-peristiwa awal yang telah mengantarkan radio komunitas menjadi seperti sekarang ini, dimulai 50 tahun yang lalu di Amerikan Latin. Kemiskinan dan ketidakadilan sosial merupakan pemicu dari peristiwa tersebut, salah satunya yang terjadi di Bolivia tahun 1947 dan dikenal dengan radio para buruh tambang dan satu lainnya di Kolumbia pada tahun yang sama, dikenal dengan Radio Sutanteza atau Accion Cultural Popular. Kelompok-kelompok penekan yang telah memunculkan radio komunitas di beberapa belahan dunia (seperti buruh tambang, operator radio gelap, misionaris dan gerakan demokrasi) tidak banyak muncul di Asia. Di wilayah ini, lembaga-lembaga internasional seperti UNESCO dan para donatur dari luar lainnya lebih sering mengambil inisiatif untuk menolong munculnya radio komunitas. Pada beberapa kasus, organisasi penyiaran nasional sendirilah yang memulai pelayanan radio komunitas.

Di Indonesia pada tahun 2002 terdapat lebih dari 300 radio komunitas setelah dideklarasikannya Jaringan Radio Komunitas Indonesia (JRKI). Radio-radio komunitas tersebut tersebar di seluruh wilayah Indonesia yang sebagian diantaranya telah mengorganisasikan diri dalam organisasi Jaringan Radio Komunitas Indonesia (JRKI), Jaringan Independen Radio Komunitas (JIRAK CELEBES), Forum Radio Kampus Bandung, dan lain-lain. Di dalam organisasi JRKI terdapat jaringan radio komunitas daerah yaitu JRK Sumatra Barat, JRK Lampung, JRK Jabotabek dan Banten, JRK Jawa Barat, JRK Jawa Tengah, JRK Yogyakarta, JRK Jawa Timur, JRK Bali, JRK Lombok, JRK Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat, dan JRK Papua. Agenda utama JRKI adalah advokasi terhadap penyiaran komunitas di Indonesia menuju demokratisasi penyiaran.

Haryanto (2009) menjelaskan beberapa radio komunitas di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Yogyakarta tampil di kalangan masyarakat petani. Kehadiran mereka memberikan warna tersendiri, karena sejumlah wilayah dimana radio ini muncul, adalah wilayah yang memiliki kontur tanah yang berbukit-bukit, menyulitkan masyarakat untuk bisa saling berkomunikasi. Di sejumlah tempat


(20)

dimana wilayah mereka jauh dari perkotaan, kehadiran radio komunitas menjadi teman tersendiri bagi pendengarnya untuk mendapatkan hiburan, informasi, serta sejumlah tips untuk menambah pengetahuan praktis atas masalah pertanian, peternakan, kesehatan, maupun pendidikan. Dengan peralatan terbatas, sumber daya pengetahuan yang minim, dan perangkat siar yang ada dapat menyiarkan informasi-informasi sederhana bagi pendengar. Di samping itu juga, menjadi sarana berkomunikasi dalam bentuk pengiriman lagu dan pesan lewat penyiar.

Jaringan Radio Komunitas Yogyakarta (JRKY) dideklarasikan pada bulan Mei 2002 di gedung rakyat DPRD DIY. Berdirinya JRKY dari solidaritas atas sebuah keprihatinan dan itikad menaungi bersama persoalan yang dialami oleh radio komunitas serta untuk menyikapi pertumbuhan radio komunitas di Daerah Istimewa Yogyakarta. Salah satu radio komunitas dalam JRKY adalah Radio Komunitas Petani Trisna Alami. Berdirinya Radio Komunitas Petani Trisna Alami merupakan kebutuhan bersama untuk menyelenggarakan media penyiaran yang informatif, khususnya siaran pertanian, lingkungan dan kemasyarakatan. Radio komunitas ini mulai siaran pada tahun 2004 di Desa Kaliagung, Kecamatan Sentolo, Kabupaten Kulon Progo. Berkat dukungan dan kerjasama dengan Lestari Mandiri (Lesman), radio komunitas petani ini tetap mengudara untuk kepentingan masyarakat, khususnya petani. Lesman adalah lembaga independen non-pemerintah yang bercita-cita melestarikan kehidupan lingkungan pertanian untuk mewujudkan kemandirian keluarga tani laki-laki perempuan secara adil terhadap sesama petani, lingkungan serta pihak-pihak yang terkait dengan petani dan pertanian. Lesman membantu memfasilitasi pendirian Radio Komunitas Petani Trisna Alami yang dibentuk oleh Jaringan Petani Kulon Progo (JATIROGO).

Masalah media komunitas, khususnya radio komunitas penting untuk dikaji di Indonesia karena ada dua faktor yang melatarbelakanginya. Pertama, mayoritas penduduk Indonesia adalah penduduk pedesaan yang umumnya menempati wilayah relatif miskin dengan kualitas sumber daya manusia rendah dan potensi yang belum tergali secara optimal. Kedua, media komunitas berasal dari kebutuhan warga, oleh warga, dan untuk warga komunitas sehingga tidak ada campur tangan dari luar, yang memasukkan ideologi, kepentingan atau misi


(21)

apapun yang belum tentu cocok dengan kondisi dan kebutuhan komunitas tersebut.

Radio Komunitas Petani Trisna Alami sudah lama berdiri dan mengudara selama tujuh tahun. Masyarakat pendengar dan penggemar radio komunitas sudah lama mengenal dan mengetahui keberadaan radio komunitas. Partisipasi petani dalam penyelenggaraan Radio Komunitas Petani Trisna Alami dapat meningkatkan pemahaman petani mengenai fungsi radio komunitas yang dapat dimanfaatkan sebagai medium komunikasi internal, sarana pendidikan umum dan agama, serta ruang publik di lingkungan komunitas. Oleh karena itu, pemahaman petani mengenai fungsi radio komunitas sangat penting untuk dikaji. Petani yang sudah lama dan sering mendengarkan radio komunitas seharusnya mempunyai tingkat pemahaman yang tinggi mengenai fungsi radio komunitas yang bisa dimanfaatkan untuk kepentingan komunitas.

1.2. Perumusan Masalah Penelitian

Perumusan masalah penelitian yang dikaji dalam penelitian adalah:

1. Bagaimana hubungan antara perilaku komunikasi dengan pemahaman petani terhadap fungsi radio komunitas sebagai komunikasi internal di lingkungan komunitas?

2. Bagaimana hubungan antara perilaku komunikasi dengan pemahaman petani terhadap fungsi radio komunitas sebagai sarana pendidikan umum dan agama?

3. Bagaimana hubungan antara perilaku komunikasi dengan pemahaman petani terhadap fungsi radio komunitas sebagai ruang publik?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis: 1. Hubungan perilaku komunikasi dengan pemahaman petani terhadap

fungsi radio komunitas sebagai komunikasi internal di lingkungan komunitas,

2. Hubungan perilaku komunikasi dengan pemahaman petani terhadap fungsi radio komunitas sebagai sarana pendidikan umum dan agama,


(22)

3. Hubungan perilaku komunikasi dengan pemahaman petani terhadap fungsi radio komunitas sebagai ruang publik.

1.4. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini memiliki kegunaan sebagai berikut:

1. Bagi akademisi, dapat memperkaya kajian komunikasi seputar media penyiaran komunitas, khususnya dari sudut pandang audiens.

2. Bagi pemerintah, dapat menjadi salah satu bahan pertimbangan dalam penentuan kebijakan yang berhubungan dengan media massa berbasis komunitas.

3. Bagi pengelola radio, dapat memberikan masukan, saran, sekaligus kritik kepada Radio Komunitas Petani Trisna Alami FM agar dapat berperan optimal sebagai media penyiaran komunitas bagi masyarakat atau komunitas.

4. Bagi masyarakat, dapat menambah pengetahuan serta memberikan gambaran mengenai fungsi-fungsi radio komunitas yang telah dijalankan oleh Radio Komunitas Petani Trisna Alami.

5. Bagi JRKY, bisa memberikan masukan untuk mengawasi eksistensi radio komunitas petani di Yogyakarta dan pelatihan pengembangan kapasitas maupun sosialisasi perizinan.

6. Bagi Lesman, bisa menjadi bahan pertimbangan dalam pendirian dan pendampingan radio komunitas petani serta memberikan masukan untuk pengembangan kapasitas pengurus radio.


(23)

BAB II

PENDEKATAN TEORITIS

2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.1. Radio Komunitas dan Tipologinya

Servaes (2002) mengatakan bahwa, di banyak negara demokratis, media penyiaran komunitas telah diakui dalam kebijakan media nasional. Dalam konteks penyiaran komunitas, untuk radio dikenal istilah popular educational radio (seperti dapat dijumpai di Amerika Latin), rural bush radio (di Afrika), free assosiation radio di beberapa wilayah Eropa. Penyiaran komunitas dengan muatan lokal memberikan nuansa yang riil bagi masyarakat di pelosok dunia. Radio komunitas merujuk pada stasiun penyiaran radio yang didirikan oleh dan untuk komunitas tertentu.

Radio komunitas umumnya menggunakan gelombang radio FM atau AM dengan daya pancar terbatas (very low transmitter) sehingga daerah layanannya juga terbatas. Menurut Masduki (2004) community broadcasting juga didefinisikan sebagai siaran yang diselenggarakan oleh masyarakat tertentu dengan tujuan tertentu, merujuk pada aspek geografis atau lokalitas. Karakter dasar dari lembaga penyiaran komunitas adalah hubungan langsung dan intensif antara lembaga penyiaran dan komunitas, serta adanya partisipasi anggota komunitas dalam perencanaan program, produksi, pembiayaan, dan dalam mengevaluasi kinerja lembaga penyiaran.

Asosiasi Dunia Penyiaran Radio Komunitas (AMARC), mengemukakan ciri radio komunitas adalah: (a) radio yang merespon kebutuhan masyarakat yang melayani dan memberikan kontribusi untuk pengembangannya secara progresif pada perubahan sosial, (b) radio yang menawarkan layanan kepada masyarakat yang dilayaninya atau yang menyiarkan, dan mempromosikan ekspresi dan partisipasi masyarakat melalui radio. Radio komunitas adalah "jenis penyiaran yang menanggapi kekhawatiran masyarakat dan merupakan bagian dari masyarakat". AMARC memfasilitasi akses dan partisipasi dalam organisasi untuk semua penyiaran radio komunitas sehingga dapat bertukar informasi dan


(24)

pengalaman satu sama lainnya. Seluruh gerakan harus diperkuat menjadi sebuah organisasi payung dengan anggota dari segala macam budaya (Servaes 2002).

Penyelenggaraan penyiaran komunitas, baik televisi maupun radio secara konstitusi mendapatkan jaminan dari pemerintah. Posisi Undang-Undang Penyiaran No. 32 Tahun 2002 merupakan pengejawantahan dari berbagai perundang-undangan yang berkaitan dengan komunikasi dan informasi. Menurut Rachmiatie (2007), berdasarkan perspektif legal-formal, keberadaan radio komunitas dan media komunitas lainnya dapat diperinci menurut: (a) pengaturan frekuensi dan teknologi siaran, (b) kelembagaan atau organisasi, (c) isi siaran, (d) aspek lainnya, seperti jenis khalayak komunitas dan asosiasi.

Menurut hasil riset Combine Resources Institution (CRI) pada tahun 2002 dikutip Rachmiatie (2007), tipologi radio komunitas khususnya di Indonesia terdiri dari empat bentuk yaitu:

1. Community Based (radio berbasis komunitas): Radio yang didirikan oleh komunitas yang menempati wilayah geografis tertentu sehingga basisnya adalah komunitas yang menempati suatu daerah dengan batas-batas tertentu, seperti kecamatan, kelurahan dan desa.

2. Issue or Sector Based (radio berbasis masalah atau sektor tertentu): Radio yang didirikan oleh komunitas yang terikat oleh kepentingan dan minat yang sama sehingga basisnya adalah komunitas yang terikat oleh kepentingan-kepentingan yang sama dan terorganisasi, seperti komunitas petani, buruh, dan nelayan.

3. Personal Initiative Based (radio berbasis inisiatif pribadi): Radio yang didirikan oleh perpetanian karena hobi atau memiliki tujuan lainnya, seperti hiburan, informasi, dan tetap mengacu pada kepentingan warga komunitas.

4. Campus Based (radio berbasis kampus): Radio yang didirikan oleh warga kampus perguruan tinggi dengan berbagai tujuan, termasuk sebagai sarana laboratorium dan sarana belajar mahasiswa.


(25)

2.1.2. Fungsi dan Peranan Radio Komunitas

Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Pasal 4 ayat (1) penyiaran sebagai kegiatan komunikasi massa mempunyai fungsi

sebagai media informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, control, dan perekat sosial. Media komunitas memiliki kegunaan yang khas sesuai dengan karakteristik yang dimilikinya. Ishadi (2004) dalam Rachmiatie (2007) menyatakan fungsi penyiaran komunitas dalam konteks kepentingan warganya adalah; (1) komunikasi internal di lingkungan komunitas, (2) komunikasi setempat dengan dunia di luar komunitas, (3) komunikasi warga dengan warga di luar komunitas, (4) sebagai sarana penggerak inovasi sosial budaya dan bisnis, (5) sebagai sarana sosial kontrol, dan (6) sebagai sarana pendidikan umum dan agama.

Fungsi radio komunitas menurut Estrada (2009) antara lain:

a. Mencerminkan dan mendukung identitas, karakter, dan budaya lokal Radio komunitas menyediakan program yang khusus disesuaikan dengan identitas dan karakter dari komunitas tersebut. Program sangat tergantung pada materi lokal.

b. Menciptakan berbagai pendapat dan opini di udara

Radio komunitas melalui keterbukaannya terhadap partisipasi segala sektor dan masyarakat di suatu komunitas, menciptakan berbagai pendapat dan opini di udara.

c. Mendorong dialog terbuka dan proses demokratis

Radio komunitas menyediakan satu landasan yang independen untuk menyelenggarakan diskusi interaktif tentang masalah-masalah dan keputusan-keputusan yang penting bagi komunitas.

d. Mendukung pembangunan dan perubahan sosial

Radio komunitas memberikan landasan yang sempurna untuk berlangsungnya diskusi internal dan untuk mencapai persepsi bersama mengenai situasinya.


(26)

Radio sebagai bagian dari media massa mempunyai fungsi sebagai ruang publik. Di ruang terbuka itu bisa ditawarkan ide atau gagasan. Membuka ruang publik tentu mempunyai konsekuensi. Para penguasa dituntut mampu mengambil keputusan Berdasarkan informasi yang memadai serta membuat penilaian yang independen. Hal ini hanya bisa dicapai apabila mereka memiliki informasi yang faktual dan terpercaya. Arifin (2010) mengatakan bahwa, radio Suara Surabaya mengajak pejabat birokrasi, instansi swasta, dan pemerintah yang merasa jarang berhadapan dengan media, untuk bersikap lebih terbuka. Mereka dimotivasi, diberi kesempatan, dan diajari berkomunikasi dalam kaitan memberi pelayanan kepada publik. Suara Surabaya memberikan ilmu itu secara cuma-cuma, dimana masyarakat bisa dengan mudah bertanya sesuatu lewat Suara Surabaya, kemudian Suara Surabaya menghubungi pihak-pihak yang dimaksud untuk memperoleh penjelasan secepatnya.

2.1.3. Pengertian Perilaku Komunikasi

Perilaku adalah segala tindakan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan. Menurut Rakhmat (2005) ilmu psikologi menjelaskan bahwa perilaku merupakan hasil interaksi antara faktor personal berupa insting individu dengan lingkungan psikologinya. Perilaku komunikasi anggota kelompok adalah respon, tindakan, dan tingkah laku anggota kelompok dalam merespon dan menghadapi lingkungan sosial dan situasi komunikasi yang ada. Perilaku komunikasi dapat berarti tindakan atau respon sesepetani terhadap sumber dan pesan jika dilihat dari model komunikasi linier. Perilaku komunikasi sesepetani akan menjadi kebiasaan perilaku sesepetani dalam mencari informasi. Menurut Rogers (2003) perilaku komunikasi dilihat dengan beberapa variabel yaitu; keterdedahan terhadap saluran komunikasi interpersonal, kekosmopolitan, kontak dengan agen perubahan, keterdedahan pada media massa, partisipasi sosial, serta mencari informasi tentang inovasi, pengetahuan, dan kepemimpinan atau kepemukaan pendapat.

Gould dan Kolb yang dikutip oleh Ichwanudin (1998), berpendapat bahwa perilaku komunikasi adalah segala aktivitas yang bertujuan untuk mencari dan memperoleh informasi dari berbagai sumber dan untuk menyebarluaskan


(27)

informasi kepada pihak manapun yang memerlukan. Perilaku komunikasi pada dasarnya berorientasi pada tujuan dalam arti perilaku sesepetani pada umumnya dimotivasi dengan keinginan untuk memperoleh tujuan tertentu.

Perilaku komunikasi telah diteliti oleh Furbani (2008) berkaitan dengan informasi awal melalui penggunaan media komunikasi dalam mendukung keputusan wisata responden sebelum berada di Pulau Lombok. Sumber informasi berupa tatap muka dan media massa merupakan media komunikasi yang sangat penting dalam menyampaikan segala macam informasi wisata. Perilaku komunikasi ini dihubungkan dengan informasi awal terhadap keputusan memilih obyek wisata dan menentukan masa tinggal.

Tidak ada perbedaan antara perilaku komunikasi yang sangat aktif maupun kurang aktif karena wisatawan hanya memilih beberapa obyek wisata alam pantai atau pendakian saja, sedangkan pencarian informasi awal mempunyai hubungan yang nyata dengan keputusan memilih obyek wisata budaya. Tidak ada hubungan yang nyata antara perilaku komunikasi dengan keputusan masa tinggal. Perilaku komunikasi yang aktif pada keputusan menentukan masa tinggal terjadi setelah adanya penentuan obyek wisata apa yang akan dikunjungi dan pihak agen perjalanan akan mengatur masa tinggal sesuai dengan pilihan obyek wisata yang diinginkan wisatawan asing.

Terdapat hubungan yang nyata antara konfirmasi dengan memilih obyek wisata alam. Konfirmasi yang dilakukan oleh wisatawan seluruhnya berkaitan dengan penunjang aktivitas wisata dengan menggunakan kombinasi sumber informasi melalui komunikasi tatap muka dan saluran informasi dalam bentuk visual yaitu brosur. Konfirmasi memiliki hubungan yang nyata dengan keputusan memilih obyek wisata seni tradisional dan non tradisional. Terdapat hubungan yang nyata perilaku komunikasi konfirmasi dengan keputusan memilih masa tinggal. Perilaku komunikasi wisatawan dengan masa tinggal di bawah satu minggu menunjukkan perilaku komunikasi konfirmasi kurang aktif dan wisatawan asing yang memutuskan masa tinggal di atas satu minggu menunjukkan konfirmasi aktif.

Ichwanudin (1998), perilaku komunikasi yang dicari hubungannya dengan Program Sapta Pesona di Kabupaten Sukabumi adalah: mencari informasi,


(28)

menyebarkan informasi, keterdedahan terhadap media massa, dan keikutsertaan anggota pada kegiatan kelompok (kompepar). Semua peubah perilaku komunikasi anggota kompepar berhubungan nyata dengan pengetahuan mereka mengenai program Sapta Pesona. Semakin tinggi intensitas mereka dalam mencari dan menyebarkan informasi secara interpersonal, terdedah media massa baik media elektronik (televisi, radio) maupun media cetak (surat kabar, majalah, dan brosur), serta semakin aktif dalam kegiatan kelompok maka semakin tinggi pula pengetahuan anggota kompepar mengenai program Sapta Pesona, demikian sebaliknya. Peubah perilaku komunikasi berhubungan nyata dengan persepsi mereka mengenai program Sapta Pesona, kecuali keikutsertaan dalam kegiatan kelompok tidak berhubungan nyata. Berbeda halnya dengan penerapan program Sapta Pesona memiliki hubungan yang nyata dengan semua peubah perilaku komunikasi. Penerapan unsur-unsur Sapta Pesona oleh peserta kompepar pada hakekatnya merupakan implementasi mereka terhadap unsur-unsur secara aktual dan praktis dalam kehidupan sehari-hari.

Perilaku mendengarkan radio perlu diperhatikan dalam upaya memanfaatkan radio sebagai media komunikasi pembangunan. Pengetahuan tentang khalayak akan memungkinkan suatu stasiun radio menyajikan acara siaran radio secara tepat, baik dalam waktu, bentuk penyajian, dan materi (Quall dan Brown 1985 dalam Yani 1988), sedangkan Irmawati (2007) menyebutkan perilaku mendengar radio siaran adalah tindakan pendengar dalam mendengar radio siaran. Perilaku mendengar radio siaran dilihat dari frekuensi dan durasi mendengar.

Menurut Masduki (2004), dalam interaksinya dengan radio, terdapat enam macam perilaku umum pendengar, yaitu:

1. rentang konsentrasi dengarnya pendek, karena menyimak radio sambil mengerjakan berbagai kegiatan lain,

2. perhatiannya dapat cepat teralih oleh petani atau peristiwa di sekitarnya, karena baginya radio merupakan ‘teman santai’,

3. tidak dapat menyerap informasi banyak dalam sekali dengar, karena daya ingat yang terbatas akibat dari aktivitas pendengaran yang selintas,


(29)

4. lebih tertarik pada hal-hal yang memengaruhi kehidupan mereka secara langsung, seperti tetangga dan teman,

5. secara mental dan literal (melek huruf) mudah mematikan radio,

6. umumnya pendengar tidak terdeteksi secara konstan, sehingga kita tidak mengetahui apakah mereka pintar dan tidak fanatik.

Selain itu, menurut Masduki (2004) terdapat empat tipologi pendengar terhadap acara siaran:

1. Pendengar spontan

Merupakan pendengar yang bersifat kebetulan, tidak berencana mendengarkan siaran radio atau acara tertentu dan perhatiannya mudah beralih ke aktivitas lain.

2. Pendengar pasif

Merupakan pendengar yang suka mendengarkan siaran radio untuk mengisi waktu luang, menghibur diri dan menjadikan radio sebagai teman biasa.

3. Pendengar selektif

Merupakan pendengar yang mendengar siaran radio pada jam atau acara tertentu dan menyediakan waktu khusus untuk mendengarkannya. 4. Pendengar aktif

Merupakan pendengar yang secara reguler tidak terbatas mendengarkan siaran radio dan aktif berinteraksi melalui telepon. Radio menjadi sahabat utama, tidak hanya pada waktu luang.

2.1.4. Pengertian Pemahaman

Leagans (1978) dalam Witjaksono (1990), banyaknya informasi yang diterima oleh sesepetani belum menjamin petani tersebut dapat mengambil keputusan untuk melakukan tindakan sesuai dengan informasi itu. Petani akan memberikan tanggapan terbaik terhadap pesan yang dapat dipercaya, realistis, relevan, dan dimengerti. Pesan yang belum dimengerti tidak akan disetujui meskipun pesan itu dapat dipercaya.


(30)

Pemahaman informasi atau pesan dalam proses komunikasi merupakan salah satu efek komunikasi massa. Bloom (1956), membedakan istilah “pengetahuan” dan “pemahaman”, meskipun keduanya termasuk dalam ranah atau kawasan kognitif. Kawasan kognitif pengetahuan hanya mencakup ingatan akan hal-hal yang pernah dipelajari dan disimpan dalam ingatan, sedangkan kawasan pemahaman mencakup kemampuan untuk makna bahan yang dipelajari. Jadi, tahap pemahaman harus didahului oleh tahap pengetahuan.

Pemahaman merupakan proses berfikir dan belajar. Dikatakan demikian karena untuk menuju arah pemahaman perlu diikuti dengan berfikir dan belajar. Menurut Purwanto (2000) pemahaman adalah tingkatan pengetahuan yang mengharapkan sesepetani mampu memahami arti atau konsep, situasi serta fakta yang diketahuinya. Dalam hal ini ia tidak hanya hafal secara verbalitas, tetapi memahami konsep dari masalah atau fakta yang ditanyakan. Maka, operasionalnya dapat membedakan, mengubah, mempersiapkan, menyajikan, mengatur, menginterpretasikan, menjelaskan, mendemonstrasikan, memberi contoh, memperkirakan, menentukan, dan mengambil keputusan.

Definisi pemahaman menurut Sudojono (1996) dalam Makfiah (2006) adalah kemampuan sesepetani untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Dengan kata lain, memahami adalah mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi. Pemahaman merupakan kemampuan jenjang berpikir yang setingkat lebih tinggi dari ingatan dan hafalan. 2.1.6. Hasil-hasil Penelitian Terdahulu

Hasil penelitian Sudarman (2009) menunjukkan, kebijakan siaran dalam penyelenggaraan siaran sepenuhnya dikelola oleh komunitas sesuai dengan kebutuhan. Pengembangan jaringan kelompok tani melalui media komunitas petani tidak dapat dilakukan. Faktor utama kegagalan pengembangan Jaringan Petani Kulon Progo adalah terbatasnya jangkauan siaran. Faktor kedua tidak adanya perhatian dan koordinasi terhadap keberadaan radio komunitas yang ada. Ketiga forum komunikasi kelompok tani jaringan tidak berfungsi. Faktor utama yang lebih dominan kegagalan media sebagai sarana pengembangan jaringan kelompok tani lebih pada keterbatasan jangkauan siaran. Keberhasilan


(31)

pengembangan jaringan bukan disebabkan oleh keberadaan Radio Komunitas Petani Kulon Progo yang berlokasi di Dusun Ngrandu. Namun, pada keaktifan anggota Jaringan Petani Kulon Progo dalam kegiatan rutin yang berkelanjutan dari wilayah anggota jaringan di 12 kecamatan se-Kabupaten Kulon Progo pada usaha gula semut yang telah memperoleh sertifikat organik.

Siaran informasi pertanian Radio Komunitas Petani di Desa Kaliagung pada umumnya kurang diminati sebagian masyarakat, kecuali pada Dusun Ngrandu. Program acara yang diminati pendengar Desa Kaliagung sebatas pada siaran hiburan. Interaksi dan partisipasi anggota kelompok tani dan masyarakat di dusun ini berjalan sangat baik. Informasi berupa ide dan gagasan serta inovasi kepada masyarakat diakses lebih cepat. Umpan balik dari pendengar dapat segera ditindak lanjuti. Pendengar Ngrandu belum bisa menerima sepenuhnya ide dan inovasi yang disampaikan melalui pesan media dalam sistem pertanian organik, disebabkan adanya rasa yang kurang bisa dapat diterima terhadap hasil produksi yang belum bisa memberikan kepastian hasil produksinya. Tahap uji coba ide dan inovasi dalam pertanian organik ramah lingkungan telah mendapatkan perhatian, karena hal ini menjadi pengalaman yang berharga bagi petani, namun belum ada keberanian untuk berbuat lebih. Pesan yang merupakan umpan balik sumber informasi yang diharapkan dari audience di Dusun Ngrandu telah berfungsi. Umpan balik untuk kepentingan sumber kebijakan program acara siaran sebatas kebutuhan Dusun Ngrandu. Forum komunikasi kelompok tani Dusun Ngrandu berjalan sesuai dengan fungsinya, hasil diskusi disiarkan melalui media komunitas yang merupakan jembatan antar pribadi.

Hakim (2010) menemukan bahwa, jenis program siaran yang dominan dipakai radio komunitas Suara Kencana adalah jenis infotainment yaitu program siaran yang memadukan antara informasi, berita, musik, dan iklan layanan masyarakat. Pendengar radio Suara Kencana 80 persen memiliki frekuensi mendengar tinggi (5 – 7 kali ) per minggu. Sebanyak 50 persen pendengar mendengarkan radio komunitas Suara Kencana selama dua hingga lima jam per hari sedangkan 50 persennya lagi mendengarkan dengan durasi enam hingga delapan jam per hari.


(32)

Mardianah (2010) menjelaskan beberapa variabel yang diidentifikasi berhubungan dengan perilaku petani dalam mendengarkan siaran radio yang menunjukkan hubungan sangat nyata adalah umur, dukungan kelembagaan, isi siaran, waktu siaran, format acara, gaya kepemimpinan, media interpersonal, media cetak, dan media televisi. Variabel-variabel tersebut memberikan kontribusi yang cukup tinggi dalam menciptakan perilaku mendengarkan radio bagi petani atau dengan kata lain, terjadinya peningkatan dari variabel-variabel tersebut dapat meningkatkan perilaku petani mendengarkan siaran radio, sedangkan variabel siaran radio (frekuensi, jumlah, waktu, dan isi siaran) dan penilaian petani terhadap siaran radio (isi siaran, waktu siaran, format siaran, dan gaya penyampaian) berkorelasi secara sangat nyata dengan pengetahuan dan sikap petani. Hal ini berarti peningkatan pengetahuan dan sikap petani dapat dilakukan dengan menambah frekuensi petani mendengarkan siaran radio, jumlah waktu, dan pilihan acara pertanian. Demikian pula dengan perbaikan isi siaran, menyesuaikan waktu siaran dengan waktu yang dimiliki petani, perbaikan format siaran, dan gaya penyampaian dapat meningkatkan pengetahuan dan sikap petani dalam mengelola usahatani padi sawah.

Handayani (2002) menunjukkan keberadaan umur, tingkat pendidikan, pengalaman bertani, dan luas lahan tidak berarti banyak terhadap pemahaman petani tentang Kredit Ketahanan Pangan (KKP) kecuali keberadaan status lahan mempunyai hubungan dengan hak, kewajiban, dan sanksi aturan pelanggaran dalam KKP. Umur, tingkat pendidikan, pengalaman bertani, luas lahan, dan status lahan tidak berperan banyak dalam pemahaman petani tentang KKP. Dengan mengikuti perkembangan KKP secara intensif, petani mempunyai kelebihan pemahaman tentang KKP. Pengecualian dalam perilaku komunikasi ini, dimana kehadiran rapat anggota kelompok dan kontak dengan sumber informasi tidak berhubungan dengan pemahaman manfaat KKP. Petani yang sering mencari informasi KKP, pemahamannya tentang KKP cenderung meningkat akan tetapi tidak menyebabkan peningkatan pemahaman manfaat KKP. Penggunaan jenis media (radio, majalah atau brosur) berhubungan dengan pemahaman petani tentang KKP kecuali menonton televisi yang tidak berhubungan dengan


(33)

pemahaman prosedur pengajuan KKP. Petani yang sering menggunakan media, pemahamannya tentang KKP akan meningkat.

Witjaksono (1990) menunjukkan karakteristik demografik seperti, motivasi, pendidikan, luas garapan, dan umur responden mempunyai pengaruh terhadap tingkat pemahaman informasi teknologi Supra Insus yang diterima petani, sedangkan status lahan, media televisi, dan media radio tidak mempunyai hubungan yang nyata dengan pemahaman informasi. Media cetak yang berlangganan mempunyai hubungan yang nyata dengan pemahaman informasi Supra Insus. Bentuk perilaku komunikasi dalam penelitian adalah kontak interpersonal responden dengan PPL, kontak interpersonal responden dengan Kontak Tani, kontak interpersonal responden dengan petani lain, kontak interpersonal responden dengan pedagang, kehadiran responden dalam pertemuan kelompok, keterdedahan responden pada siaran televisi, keterdedahan responden pada siaran radio, dan keterdedahan responden pada siaran media cetak. Berdasarkan analisis jalur, diantara delapan bentuk perilaku komunikasi tersebut yang paling besar pengaruhnya pada pemahaman informasi responden tentang paket teknologi Supra Insus ialah kontak interpersonal responden dengan PPL dan kehadiran responden dalam kelompok.

2.2. Kerangka Pemikiran

Radio komunitas merupakan media komunikasi baru dalam komunikasi yang bersifat interaktif, sederhana, dan memiliki kekhasan karena prosesnya berada diantara komunikasi melalui media massa dan komunikasi antarpersona, sehingga bisa menjangkau penduduk di pedesaan. Bentuk komunikasi ini merupakan salah satu langkah dalam upaya menciptakan masyarakat informasi, juga pemerataan informasi yang sehat dan berkeadilan. Komunitas yang dimaksudkan adalah komunitas masyarakat pedesaan yang dibatasi pada pengertian komunitas yang dibentuk dengan batasan geografis tertentu (Geographical community), dan bukan dalam pengertian komunitas yang terbentuk atas rasa identitas yang sama (Sense of identity) seperti komunitas akademis, komunitas profesi, komunitas hobi, dan sejenisnya. Kerangka berfikir disajikan pada Gambar 1.


(34)

Keterangan: berhubungan

Gambar 1. Kerangka Berfikir Hubungan Perilaku Komunikasi dengan Pemahaman Petani terhadap Fungsi Radio Komunitas

Pada penelitian sebelumnya, variabel yang sudah diteliti antara lain: hubungan terpaan media komunitas dengan kepuasan pendengar, hubungan perilaku komunikasi dalam mendengarkan radio dengan peningkatan pengetahuan teknologi budidaya padi sawah, hubungan perilaku komunikasi dengan pemahaman Kredit Ketahanan Pangan, hubungan perilaku komunikasi dan tingkat pemahaman informasi anggota kelompok tani tentang paket teknologi Supra Insus. Hubungan perilaku komunikasi dalam mendengarkan radio komunitas dengan pemahaman petani terhadap fungsi radio komunitas belum diteliti sehingga perlu dikaji lebih lanjut.

Perilaku komunikasi merupakan salah satu faktor penting yang memengaruhi tinggi rendahnya sepetani petani di dalam memahami fungsi radio komunitas. Perilaku komunikasi yang terdiri dari: keterdedahan dengan saluran komunikasi interpersonal, kekosmopolitan, frekuensi bertemu dengan penyuluh, keterdedahan media massa lain, serta keterdedahan dengan Radio Komunitas Petani Trisna Alami berhubungan dengan pemahaman petani terhadap fungsi radio komunitas.

Semakin sering dan lama petani mendengarkan siaran radio komunitas, maka akan meningkatkan pemahamannya terhadap fungsi radio komunitas. Fungsi radio komunitas dalam konteks kepentingan warganya dalam penelitian ini

X. Perilaku Komunikasi

X1. Keterdedahan dengan saluran komunikasi interpersonal

X2. Kekosmopolitan

X3. Frekuensi bertemu dengan penyuluh

X4. Keterdedahan media massa lain X5. Keterdedahan dengan Radio

Komunitas Petani Trisna Alami

Y. Pemahaman terhadap Fungsi Radio Komunitas

Y1. Komunikasi internal di lingkungan komunitas Y2. Sarana pendidikan umum

dan agama


(35)

adalah sebagai komunikasi internal di lingkungan komunitas, sebagai sarana pendidikan umum dan agama, serta sebagai ruang publik. Fungsi radio komunitas sebagai ruang publik sangat menarik untuk dikaji sebagai media pemberdayaan. Perilaku komunikasi petani di lingkungan komunitas mempunyai hubungan dengan fungsi ruang publik. Dimana radio komunitas bisa dimanfaatkan petani untuk memfasilitasi aktivitas dan tempat untuk bediskusi, mencurahkan keluh kesah, memberikan saran, berdialog interaktif dengan aparat desa, serta media pemersatu warga.

2.3. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka berfikir, maka disusun hipotesis penelitian sebagai berikut:

1. Terdapat hubungan yang nyata antara perilaku komunikasi dengan pemahaman petani terhadap fungsi radio komunitas sebagai komunikasi internal di lingkungan komunitas.

2. Terdapat hubungan yang nyata antara perilaku komunikasi dengan pemahaman petani terhadap fungsi radio komunitas sebagai sarana pendidikan umum dan agama.

3. Terdapat hubungan yang nyata antara perilaku komunikasi dengan pemahaman petani terhadap fungsi radio komunitas sebagai ruang publik.

2.4. Definisi Operasional

Definisi operasional dalam penelitian sebagai berikut:

1. Perilaku komunikasi adalah tindakan atau tingkah laku pendengar dalam mendengarkan radio siaran. Peubah ini dapat diukur dengan lima indikator, yaitu keterdedahan dengan saluran komunikasi interpersonal, kekosmopolitan, frekuensi bertemu dengan penyuluh, keterdedahan media massa, serta keterdedahan dengan Radio Komunitas Petani Trisna Alami.

1.1. Keterdedahan dengan saluran komunikasi interpersonal adalah frekuensi petani terlibat dengan petani lain untuk


(36)

membicarakan masalah radio komunitas atau masalah sosial lainnya dalam satu minggu terakhir pada saat penelitian dikategorikan menjadi dua, yaitu:

i. Rendah = (1 – 4 kali) ii. Tinggi = (5 – 7 kali)

1.2. Kekosmopolitan adalah kemampuan dan keterbukaan petani dalam menerima dan mencari informasi atau ide-ide baru yang berhubungan dengan berbagai sumber informasi dari berbagai hal kehidupannya ataupun mengenai radio komunitas di dalam maupun di luar sistemnya dalam satu bulan terakhir pada saat penelitian. Peubah ini diukur dengan frekuensi petani bepergian ke luar desa untuk mencari informasi mengeni radio komunitas dikategorikan menjadi dua, yaitu:

i. Lokalit adalah kemampuan petani mencari atau mendapatkan sumber informasi maupun kepergian mereka di tingkat RT, RW, dan desa.

ii. Kosmopolit adalah kemampuan petani mencari atau mendapatkan sumber informasi dari luar sistem maupun kepergian mereka ke luar desa.

1.3. Frekuensi bertemu dengan penyuluh adalah jumlah (kali) petani bertemu dengan penyuluh untuk mendapatkan informasi mengenai pertanian dan atau radio komunitas dikategorikan menjadi dua, yaitu:

i. Tidak pernah

ii. Pernah = (≥ 1 kali)

1.4. Keterdedahan media massa lain adalah tingkat keterbukaan petani terhadap media massa seperti radio selain radio komunitas, koran, dan televisi dalam memperoleh sumber informasi tentang fungsi radio komunitas pada satu minggu terakhir saat penelitian, dikategorikan sebagai berikut:


(37)

a. Radio selain radio komunitas

i. Frekuensi mendengarkan radio selain radio komunitas dikategorikan menjadi dua, yaitu tidak pernah dan pernah (≥ 1 kali).

ii. Lama mendengarkan radio selain radio komunitas dikategorikan menjadi dua, yaitu sebentar (< 0,5 jam) dan lama (0,6 – 1 jam).

b. Koran

i. Frekuensi membaca koran dikategorikan menjadi dua, yaitu tidak pernah dan pernah (≥ 1 kali).

ii. Lama membaca koran dikategorikan menjadi dua, yaitu sebentar (< 0,5 jam) dan lama (0,6 – 1 jam).

c. Televisi

i. Frekuensi menonton televisi dikategorikan menjadi dua, yaitu tidak pernah dan pernah (≥ 1 kali).

ii. Lama menonton televisi dikategorikan menjadi dua, yaitu sebentar (< 1 jam) dan lama (2 – 3 jam).

1.5. Keterdedahan radio komunitas adalah tingkat keterbukaan petani terhadap radio komunitas dalam memperoleh sumber informasi tentang fungsi radio komunitas. Peubah ini dapat diukur dengan beberapa indikator, yakni frekuensi dan lama mendengarkan radio komunitas.

a. Frekuensi mendengarkan radio komunitas adalah jumlah (kali) petani mendengarkan radio komunitas dalam satu minggu terakhir pada saat penelitian dikategorikan menjadi dua, yaitu:

i. Rendah = (1 – 3 kali) ii. Tinggi = (4 – 7 kali)

b. Lama mendengarkan radio komunitas adalah jumlah rata-rata waktu (jam/hari) petani mendengarkan radio komunitas dalam satu minggu terakhir pada saat penelitian dikategorikan menjadi dua, yaitu:


(38)

i. Sebentar = (< 2,25 jam) ii. Lama = (2,26 – 4 jam)

2. Pemahaman terhadap fungsi radio komunitas adalah pernyataan atau jawaban petani tentang pemahaman terhadap fungsi radio komunitas yang meliputi komunikasi internal, sarana pendidikan umum dan agama, serta ruang publik. Peubah ini dapat diukur dengan beberapa indikator antara lain:

2.1. Fungsi komunikasi internal adalah radio komunitas bisa dimanfaatkan sebagai media komunikasi internal di lingkungan komunitas. Fungsi komunikasi internal terdiri dari (1) radio komunitas bisa dimanfaatkan untuk saling berbagi informasi sesama petani, (2) untuk memberi pengumuman dari RT atau RW, (3) untuk memberikan informasi atau pengumuman kepada warga, dan (4) memberikan informasi, pengumuman, ceramah kepada warga. Fungsi komunikasi internal dikategorikan menjadi dua, yaitu:

i. Rendah = ( 1 – 2 pernyataan) ii. Tinggi = (3 – 4 pernyataan)

2.2. Fungsi sarana pendidikan umum dan agama adalah radio komunitas bisa dimanfaatkan untuk menyiarkan pendidikan umum dan agama bagi komunitasnya. Fungsi sarana pendidikan umum dan agama terdiri dari: (1) radio komunitas bisa digunakan untuk memberikan informasi penyuluhan pertanian bagi warga dusun atau desa, (2) memberikan informasi mengenai kebersihan, (3) memberikan informasi mengenai keagamaan, (4) memberikan ceramah dan atau siraman rohani oleh pemuka agama, dan (5) menyiarkan pengajian warga dusun atau desa. Fungsi sarana pendidikan umum dan agama dikategorikan menjadi dua, yaitu:

i. Rendah = ( 1 - 3 pernyataan) ii. Tinggi = (4 - 5 pernyataan)


(39)

2.3. Fungsi ruang publik adalah radio komunitas bisa dimanfaatkan untuk tempat berdiskusi, menyampaikan saran atau kritik dari warga. Fungsi ruang publik terdiri dari: (1) radio komunitas bisa digunakan untuk mencurahkan keluh kesah warga, (2) untuk memberikan saran atau kritik mengenai kinerja aparat desa, (3) untuk berdialog interaktif dengan aparat desa, (4) untuk berdialog interaktif dengan penyuluh, dan (5) untuk kampanye atau pengenalan calon ketua RT dan RW maupun pak dusun. Fungsi ruang publik dikategorikan menjadi dua, yaitu:

i. Rendah = ( 0 - 2 pernyataan) ii. Tinggi = (3 - 5 pernyataan)


(40)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini didesain sebagai penelitian survai dengan tipe explanatory atau confirmatory research. Penelitian explanatory merupakan jenis penelitian yang menyoroti hubungan antar peubah-peubah penelitian dan menguji hipotesa yang telah dirumuskan sebelumnya (Singarimbun dan Efendy 2006). Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dengan didukung data kualitatif seperti catatan lapang dan wawancara mendalam antara peneliti dengan petani. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mencari informasi faktual secara detail tentang hal-hal yang sedang menggejala dan mengidentifikasi masalah-masalah atau untuk mendapatkan justifikasi keadaan dan kegiatan-kegiatan yang sedang berjalan.

3.2. Lokasi dan Waktu

Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret hingga April 2011. Penelitian ini dilakukan di Dusun Ngrandu dan Dusun Tegawanu, Desa Kaliagung, Kecamatan Sentolo, Kabupaten Kulon Progo. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan alasan: (a) lokasi Dusun Ngrandu dan Dusun Tegawanu adalah dusun yang radiusnya dekat dengan stasiun Radio Komunitas Petani Trisna Alami, (b) penduduk Dusun Ngrandu dan Dusun Tegawanu sebagian besar bermatapencaharian sebagai petani.

3.3. Teknik Pengambilan Sampel

Populasi dalam penelitian adalah anggota kelompok tani pendengar Radio Komunitas Petani Trisna Alami. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan cara pengambilan sampel acak sederhana, dimana tiap sampel yang berukuran sama memiliki suatu kesempatan sama untuk terpilih dari populasi. Sampling acak sederhana dapat dilakukan setelah kerangka sampling dibuat dengan benar. Kemudian dibuatlah daftar nama seluruh anggota kelompok


(41)

tani pendengar radio komunitas yang terpilih itu. Dari kerangka sampling tersebut, sampel yang dipilih dilakukan dengan menggunakan pola pengundian.

Pemilihan petani dalam penelitian ini berdasarkan pertimbangan bahwa petani merupakan petani pendengar Radio Komunitas Petani Trisna Alami. Cara menentukan 40 sampel dari 66 populasi dihitung menggunakan Rumus Slovin. Hasan (2002) menjelaskan rumus Slovin digunakan karena ukuran populasi diketahui dan asumsi bahwa populasi berdistribusi normal.

Persamaan Slovin: n = Keterangan:

n = Jumlah Sampel N = Populasi E = Batas eror 10%

Untuk memperoleh petani, maka ditentukan kerangka contoh (sampling frame) ialah Kelompok Tani Mulya dan Kelompok Tani Marsudi Bogo, Desa Kaliagung, Kecamatan Sentolo, Kabupaten Kulon Progo, Provinsi D.I Yogyakarta (Lampiran 1). Petani diwawancarai sesuai dengan kuesioner yang telah disusun Informan pada penelitian ini dipilih dengan menggunakan teknik purposive yaitu memilih petani-petani yang terlibat dalam penyelenggaraan radio komunitas dan instansi yang berkaitan dengan petani yang dipercaya bisa menjadi sumber data serta mengetahui masalahnya secara mendalam. Informan dalam penelitian ini adalah pengelola radio, ketua kelompok tani, tokoh masyarakat, JRKY, dan KPID Yogyakarta serta Lesman. Informan diwawancarai dengan panduan wawancara terstruktur yang telah disusun .

3.4. Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara melalui kuesioner untuk mengetahui karakateristik petani, perilaku komunikasi, dan pemahaman fungsi-fungsi radio komunitas. Data sekunder diperoleh dari Desa

 

  = 39,8 ≈ 40


(42)

Kaliagung mengenai kependudukan, transportasi, jarak kepusat-pusat informasi, dan gambaran lokasi penelitian secara keseluruhan, dokumentasi Radio Komunitas Petani Trisna Alami seperti profil radio, sejarah berdirinya radio, sumberdaya yang ada, program siaran radio serta regulasi perizinan penyelenggaraan Radio Komunitas Petani Trisna Alami.

Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah:

1. Menggunakan kuesioner yang telah diuji reliabilitasnya.

2. Wawancara, yaitu melakukan tanya jawab secara langsung dengan petani, guna mendapatkan data yang lebih dapat dipercaya atau belum terungkap dari kuesioner.

3. Pengamatan/observasi, yaitu melakukan pengamatan secara langsung ke objek penelitian. Cara ini dilakukan untuk menguji kebenaran jawaban petani pada kuesioner dan wawancara.

3.5. Validitas dan Reliabilitas Instrumen 3.5.1. Validitas

Untuk mencapai validitas instrumen, daftar pertanyaan disusun dengan jalan:

1. Menyesuaikan dengan apa yang telah pernah dilakukan para peneliti terdahulu untuk memperoleh data yang sama.

2. Mempertimbangkan teori-teori dan kenyataan yang telah diungkapkan petani pada berbagai pustaka empiris.

3. Menyesuaikan isi pertanyaan dengan keadaan petani.

4. Memperhatikan nasehat-nasehat para ahli terutama dosen pembimbing.

3.5.2. Reliabilitas Instrumen

Suatu instrumen pengukuran dikatakan reliabel jika pengukurannya konsisten dan cermat akurat. Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui konsistensi dari instrumen sebagai alat ukur, sehingga hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Hasil pengukuran dapat dipercaya hanya apabila dalam beberapa


(43)

kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subjek yang sama (homogen) diperoleh hasil yang relatif sama.

Arikunto (1993) dalam Muhidin (2009) menjelaskan formula yang dipergunakan untuk menguji reliabilitas instrumen dalam penelitian adalah Koefisien Alfa (α) dari Cronbach (1951), yaitu:

r11 = ] [1 – ] Dimana:

Rumus Varians : δ2 = [∑ – ] / N r11 : reliabilitas instrumen/koefisien alfa k : banyaknya bulir soal

∑ : jumlah varians bulir : varians total

N : jumlah petani

Pengujian reliabilitas dilakukan dengan program SPSS for Windows versi 17,0, dengan menggunakan teknik Split-half. Uji kuesioner dilakukan kepada 10 petani pada pertanyaan pemahaman fungsi radio komunitas. Berdasarkan hasil pengujian terhadap pertanyaan mengenai pemahaman fungsi radio komunitas terdapat 14 pertanyaan yang reliabel dengan nilai reliabilitas yang diperoleh adalah 0,935. Sesuai kriteria, nilai ini sudah lebih besar dari 0,444 (r tabel), maka hasil data hasil angket memiliki tingkat reliabilitas yang baik, atau dengan kata lain data hasil angket dapat dipercaya. Seluruh pertanyaan yang tidak reliabel dihilangkan.

3.6. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Data penelitian dianalisis dengan prosedur analisis statistik deskriptif dan menggunakan software SPSS 17.0. Statistika deskriptif (nilai tengah, frekuensi distribusi, dan tabulasi silang) digunakan untuk mengelompokkan data karakteristik petani, perilaku komunikasi, dan pemahaman petani terhadap fungsi radio komunitas menjadi beberapa kategori disajikan dalam bentuk skala nominal dan ordinal. Selanjutnya hubungan perilaku komunikasi dengan pemahaman petani terhadap fungsi radio komunitas diuji dengan menggunakan prosedur


(44)

khi-kuadrat (chi square) pada α = 0,05 dan α = 0,1. Selain analisis data kuantitatif, dilakukan pula analisis data kualitatif sebagai pendukung dengan mengutip hasil pembicaraan dengan petani atau informan disampaikan secara deskriptif untuk mempertajam hasil penelitian.

Hubungan fungsional antarvariabel dinyatakan dalam bentuk derajat hubungan antarvariabel atau yang dikenal dengan koefisien korelasi (r). Untuk data nominal derajat hubungan dinyatakan dalam bentuk koefisien kontingensi [C/Cmax]. Ada atau tidaknya hubungan antara x dan y ditentukan oleh nilai Xn2, sesuai derajat kebebasannya, df = (B-1) (K-1). Kriteria pengujian X berhubungan dengan Y jika p-value < 0,05 dan atau p-value < 0,1. Menurut Siregar (2004) kriteria koefisien korelasi (r) adalah sebagai berikut:

0,80 < r < 1 hubungan sangat tinggi 0,60 < r ≤ 0,80 hubungan tinggi 0,40 < r ≤ 0,60 hubungan sedang 0,20 < r ≤ 0,40 hubungan rendah 0,00 < r ≤ 0,20 hubungan sangat rendah

r = 1 hubungan sempurna r = 0 tidak berhubungan

 


(45)

BAB IV

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN RADIO

KOMUNITAS PETANI TRISNA ALAMI

4.1. Gambaran Umum Desa Kaliagung 4.1.1. Keadaan Geografis

Desa Kaliagung termasuk wilayah Kecamatan Sentolo, Kabupaten Kulon Progo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Sebagian besar wilayah Desa Kaliagung didominasi lahan perkebunan dan pekarangan dengan luas lahan keseluruhan 717,1105 Ha. Sisanya terdiri dari pekarangan 331,05 Ha, perkebunan 260 Ha, persawahan 100 Ha, pemukiman 40,48 Ha, prasarana umum lainnya 31,7145 Ha, perkantoran 3,1 Ha, taman 0,25 Ha, dan makam 0,22 Ha. Batas-batas wilayah sebagai berikut:

Sebelah Utara : Desa Donomulyo Sebelah Selatan : Desa Sukoreno Sebelah Barat : Desa Pengasih Sebelah Timur : Desa Sentolo

Bentangan wilayah desa sebagian besar adalah dataran rendah. Kondisi jalan sudah baik sehingga transportasi darat berjalan lancar. Jarak ke ibukota kecamatan empat km bisa ditempuh dengan kendaraan bermotor selama 15 menit. Jarak ke ibukota kabupaten 10 km bisa ditempuh dengan kendaraan bermotor selama 45 menit, sedangkan jarak ke ibukota provinsi 20 km dengan kendaraan bermotor selama 90 menit. Peta lokasi penelitian di Dusun Ngrandu dan Dusun Tegawanu terlampir (Lampiran 2).

4.1.2. Kependudukan 1. Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk terakhir per 12 Maret 2010 adalah 5.983 jiwa dengan perincian 2.902 laki-laki dan 3.081 perempuan terdiri dari 1.659 kepala keluarga. Mayoritas penduduk beragama Islam dengan jumlah 5.754 petani, sedangkan sisanya beragama Kristen Protestan 161 petani dan Katolik 68 petani. Jumlah penduduk ini tersebar di 12 pedukuhan terdiri dari 48 Rukun Tetangga (RT) dan


(46)

24 Rukun Warga (RW). Seluruh warga Desa Kaliagung merupakan warga negara Indonesia asli.

Jumlah penduduk angkatan kerja adalah 1.922 petani. Penduduk yang bekerja kurang dari 35 jam/minggu lebih banyak dibandingkan dengan jumlah penduduk yang bekerja lebih dari 35 jam/minggu. Jumlah penduduk yang bukan angkatan kerja masuk dalam kategori sekolah, mengurus rumah tangga, serta penerima pendapatan dan lainnya.

2. Mata Pencaharian Pokok

Sebagian besar mata pencaharian penduduk Desa Kaliagung adalah sebagai petani. Jenis pekerjaan didominasi pada mata pencaharian pertanian sebesar 65,44 persen. Mata pencaharian pedagang keliling menempati urutan paling kecil, yaitu sebesar 0,77 persen. Selain itu, penduduk Desa Kaliagung juga bekerja pada sektor-sektor lainnya yang secara rinci disajikan dalam Tabel 4.1. Tabel 4.1 Sebaran Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Desa Kaliagung,

Tahun 2010

No Jenis pekerjaan Jumlah penduduk (petani) Total Persentase (%) Laki-laki Perempuan (n)

1. Petani 631 221 852 65,44

2. Buruh tani 81 51 132 10,14

3. PNS 11 58 69 5,30

4. TNI 12 0 12 0,92

5. POLRI 19 1 20 1,54

6. Pensiunan

PNS/TNI/POLRI 32 15 47 3,61

7. Pedagang keliling 3 7 10 0,77

8. Pengrajin industri rumah

tangga 0 36 36 2,76

9. Pengusaha kecil dan

menengah 0 54 54 4,15

10. Karyawan perusahaan

swasta 20 50 70 5,38

Total 809 493 1302 100,00

Sumber: Monografi Desa Kaliagung 2010

Tabel 4.1 menggambarkan lebih banyak jumlah penduduk laki-laki yang bekerja dibandingkan penduduk perempuan. Namun, ada beberapa jenis pekerjaan yang hanya diisi oleh perempun seperti pengrajin industri rumah tangga dan pengusaha kecil menengah. Hal ini menunjukkan selain kegiatan rumah tangga


(47)

yang dilakukan oleh perempuan, mereka juga bekerja membantu suami untuk menopang hidup mencukupi kebutuhan sehari-hari.

3. Pendidikan

Tingkat pendidikan penduduk mayoritas adalah lulusan SLTP sebanyak 157 petani. Berdasarkan Tabel 4.2 menunjukkan bahwa pendidikan penduduk cukup baik karena sebagian besar penduduk adalah lulusan SLTP sebesar 34, 89 persen. Sedangkan lulusan sarjana sebesar 2,22 persen. Pendidikan formal terakhir yang lainnya akan diperinci pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Sebaran Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Desa Kaliagung, Tahun 2010

No. Keterangan Jumlah Penduduk (petani) Total Persentase (%) Laki-laki Perempuan (n)

1 Tidak tamat SD 0 0 0 0

2 SD 70 69 139 30,89

3 SLTP 68 89 157 34,89

4 SLTA 45 63 108 24,00

5 Diploma 15 21 36 8,00

6 Sarjana 3 7 10 2,22

Total 201 249 450 100,00

Sumber: Monografi Desa Kaliagung 2010

4.1.3. Kondisi Sosial

Kegiatan sosial di lingkungan masyarakat antara lain: kerja bakti, membantu hajatan, peringatan keagamaan, membantu petani yang terkena musibah (kematian), dan lain sebagainya. Selain itu, ada juga organisasi sosial seperti, pengajian, arisan, kelompok tani, dan lain sebagainya. Pengajian dilakukan setiap malam Jumat satu minggu sekali dan setiap 38 hari sekali baik oleh laki-laki maupun perempuan. Kelompok tani di Desa Kaliagung ada 14 kelompok yang anggotanya terdiri dari laki-laki dan perempuan. Pertemuan kelompok tani dilakukan satu bulan sekali dengan anjangsana. Ada juga pertemuan kelompok tani yang diadakan di rumah Bapak Dukuh.

Arisan RT dilakukan satu bulan sekali diikuti hanya dalam lingkup satu RT saja. Dalam arisan RT biasanya dibahas masalah-masalah yang ada di sekitar RT tersebut untuk dicari solusinya. Terdapat juga arisan dasawisma setiap 38 hari


(48)

sekali. Jumlah dasawisma sebanyak 96 dengan dengan setiap dasawisma anggotanya berjumlah 10 petani, sedangkan jumlah pengurus 192 petani.

4.1.4. Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Peternakan, Perikanan

Produk domestik desa yang menopang perekonomian masyarakat adalah perkebunan kelapa, tanaman jagung, dan tanaman padi. Rata-rata penduduk memiliki luas tanah antara 0,1 – 0,2 Ha. Topografi desa termasuk ke dalam dataran rendah dan berbukit-bukit yang cocok ditanami tanaman pangan, palawija, dan kelapa.

Mata pencaharian mayoritas penduduk adalah di sektor pertanian dengan jumlah 1.005 petani. Sebanyak 937 keluarga memiliki tanah pertanian dan 550 keluarga memiliki tanah perkebunan. Peternakan yang berpotensi dikembangkan adalah sapi. Selain itu juga ada ternak ayam kampung, bebek, dan kambing. Potensi pengembangan tanaman pangan, persawahan, peternakan, dan jasa perdagangan cukup potensial dikembangkan di Desa Kaliagung. Perikanan yang bisa dikembangkan adalah jenis ikan air tawar yaitu; nila, lele, dan gurami dengan luas empang 0,2 Ha.

4.1.5. Potensi Prasarana Desa Kaliagung

Prasarana olahraga terdiri dari lapangan sepak bola satu buah, lapangan bulutangkis tiga buah, dan lapangan voli dua buah. Prasarana kesehatan terdiri dari puskesmas pembantu satu unit dan posyandu 13 unit. Tenaga kesehatan terdiri dari paramedis, dukun bersalin terlatih dan bidan masing-masing tiga petani. Kader posyandu berjumlah 70 petani dan pembina posyandu 15 petani. Kader bina keluarga sebanyak 12 petani dan PLKB satu petani. Prasarana pendukung peribadahan antara lain masjid berjumlah 18 buah, mushola 15 buah, dan gereja Kristen Protestan satu buah.

Sarana untuk menunjang kegiatan pendidikan antara lain: gedung SLTP satu buah, gedung SD satu buah, gedung TK lima buah, gedung tempat bermain anak tiga buah, dan perpustakaan desa satu buah. Jumlah guru SD sebanyak 75 petani, guru SLTP 30 petani, guru SLTA 15 petani.


(49)

4.2. Gambaran Umum Radio Komunitas Petani Trisna Alami 4.2.1. Latar Belakang Pendirian Radio Komunitas

Awal mula gagasan untuk mendirikan Radio Komunitas Petani Trisna Alami berangkat dari kebutuhan petani untuk mengomunikasikan dan menginformasikan persoalan yang dirasakan dan mencari alternatif solusi maupun untuk mengidentifikasi penyebabnya antar petani dalam kelompok, antar kelompok, maupun antar wilayah. Kondisi ini menjadi kebutuhan strategis dalam menggalang solidaritas diantara mereka. Selain itu, dengan adanya media komunikasi yang komunikatif dapat berkontribusi untuk memperkuat fungsi kelembagaan petani.

Berdirinya Radio Komunitas Petani Trisna Alami tidak lepas dari semangat kerjasama jaringan kelompok Tani Alami, yang tergabung dalam forum Jaringan Petani Kulon Progo (JATIROGO) yang sejak tahun 1999 bekerjasama dan didampingi oleh Perkumpulan Lestari Mandiri (Lesman) tentang pengenalan praktek pertanian organik. Pengelola radio memiliki komitmen dan ketertarikan sehingga Radio Komunitas Petani Trisna Alami bisa mengudara selama kurang lebih tujuh tahun. Radio Trisna Alami berdiri pada tanggal 5 Januari 2004 didirikan oleh lima petani dari Dusun Ngrandu didampingi Lesman. Studio penyiaran berjumlah satu buah dengan sistem modulasi dan frekuensi atau kanal 107,7 MHz. Radio Komunitas Petani Trisna Alami mulai beroperasi pada tanggal 5 Januari 2006 pada tinggi lokasi 450 meter di atas permukaan laut dengan wilayah jangkauan siaran 2,5 km.

Keterlibatan Lesman dalam pendirian Radio Komunitas Petani Trisna Alami adalah saat dirancang konsep bersama untuk membangun media penyiaran dengan kelompok tani dampingan (JATIROGO), memfasilitasi proses identifikasi potensi, peluang dan hambatan, perencanaan, mendukung peralatan dan studio, memfasilitasi pelatihan untuk operator dan penyiar, serta melakukan kerjasama dengan pemerintah desa untuk memperoleh dukungan.

Penyusunan nama dan semboyan serta penentuan lokasi Radio Komunitas Petani diawali dengan adanya Lokakarya Radio Komunitas Petani yang dilaksanakan pada bulan Juni 2003 yang bertempat di Dukuh Ngrandu, Desa Kaliagung, Kecamatan Sentolo. Pada acara tersebut dihadiri oleh perwakilan


(50)

kelompok tani mitra dampingan Lesman dari wilayah Kecamatan Pengasih, Sentolo, Nanggulan, dan Kecamatan Girimulyo Kabupaten Kulon Progo, yang tergabung dalam Forum JATIROGO. Narasumber berasal dari Jaringan Radio Komunitas Yogyakarta (JRKY) dan Pengurus Radio Suara Petani (Klaten).

Dari lokakarya ini berhasil dirumuskan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Radio Komunitas Petani, yang meliputi (1) nama radio siaran komunitas, (2) struktur organisasi dan prinsip-prinsip Radio Komunitas Petani, (3) visi dan misi, (4) survei lokasi, (5) penentuan lokasi radio, (6) persiapan peralatan, dan (7) pembuatan ruang studio serta pemasangan pemancar yang berlangsung pada tanggal 5 Januari 2004. Semua anggota JATIROGO diperbolehkan menyampaikan usul lokasi yang tepat untuk stasiun radio disertai alasan-alasan memilih lokasi tersebut.

Pada awal mula pendirian radio, masyarakat tidak menyambut baik dengan alasan diinisiasi oleh suatu lembaga yang diduga dapat merugikan masyarakat. Usaha yang dilakukan pendiri radio komunitas untuk meyakinkan masyarakat dengan mempercepat siaran mulai pukul 08.00 – 12.00 WIB selanjutnya pukul 19.00 - 24.00 WIB. Seiring berjalannya waktu, masyarakat menyambut baik acara Radio Komunitas Petani Trisna Alami dan telah memberi warna dalam kehidupan bermasyarakat. Warga komunitas mulai merasa memiliki dan butuh informasi serta hiburan dari radio tersebut.

Keberadaan radio tidak lepas dari kegiatan pendampingan kelompok tani. Lesman terus mendampingi, dalam arti ikut mengembangkan eksistensi radio komunitas tersebut sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan menginformasikan kegiatan radio dalam website (http://www.lestarimandiri.org/) atau situs jaringan sosial lainya. Lesman mengadakan pelatihan pengembangan kapasitas pengelola Radio Komunitas Petani Trisna Alami setelah radio berdiri dan mengudara. Selain itu juga, Lesman membangun jaringan ke luar dan mengenalkan Radio Komunitas Petani Trisna Alami sekaligus pengelolanya ke radio komunitas lainnya di Yogyakarta. Radio dikelola sepenuhnya oleh pengelola Radio Komunitas Petani Trisna Alami.


(51)

4.2.2. Nama, Semboyan, dan Lokasi

Nama Radio Komunitas Petani adalah Trisna Alami FM 107,7 MHz yang berlokasi di Jl. Sentolo Pengasih Km 3, Dusun Ngrandu, Desa Kaliagung, Sentolo, Kulon Progo. Nama radio Trisna Alami mempunyai makna yang sangat berarti. Trisna adalah singkatan dari “Tansah Rukun Inggih Sampun Ayem” yang memiliki arti kalau semua rukun tentu selalu menyejukkan atau tenteram, sedangkan Alami memiliki arti menggali potensi secara alami, tidak memakai bahan kimia atau mengurangi bahan-bahan kimia dalam pertanian. Nama Trisna Alami ini dimaksudkan agar siaran radio bisa menciptakan kerukunan warga pendengar radio komunitas sehingga bisa terwujud suasana yang tenteram. Semboyan radio adalah “tempat informasi dan suara petani”.

4.2.3. Visi dan Misi

Visi Radio Komunitas Petani adalah terwujudnya kemandirian, kebersamaan dalam bidang budaya sosial, ekonomi, dan teknik pertanian untuk kesejahteraan petani. Misinya adalah memfasilitasi, melayani, dan menjembatani kebutuhan petani melalui media komunikasi (radio).

4.2.4. Prinsip Dasar Radio Komunitas Petani

Prinsip dasar Radio Komunitas Petani meliputi: (a) tidak untuk komersial, (b) bermanfaat, (c) keswadayaan, (d) kebersamaan, (e) kebebasan, (f) beretika, (g) berbudaya, (h) tidak untuk kepentingan partai politik, (i) independen, dan (j) keberlanjutan (kelangsungan dan regenerasi).

4.2.5. Struktur Organisasi

Bagan struktur organisasi Radio Komunitas Petani Trisna Alami terlampir (Lampiran 3).

4.2.6. Fungsi dan Tujuan

Radio Komunitas Petani mempunyai fungsi dan tujuan. Fungsi yang dijalankan oleh Radio Komunitas Petani Trisna Alami sebagai komunikasi internal dapat dilakukan dengan menjadi media komunikasi antar petani. Fungsi sarana pendidikan dapat dilakukan sebagai media informasi dan suara petani serta


(1)

(2)

Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian

Sumber: Monografi Desa Kaliagung 2010

Gambar Sketsa Desa Kaliagung, Kecamatan Sentolo, Kabupaten Kulon Progo, DIY


(3)

Lampiran 2. Bagan Struktur Organisasi Radio Komunitas Petani Trisna Alami di

Desa Kaliagung Tahun 2003

Keterangan:

Garis mandat

Garis pertanggungjawaban

ANGGOTA RADIO KOMUNITAS PETANI

 

 

Kec. Kec.

  Kec.   Kec.   Kec. DEWAN KOMUNITAS Koordinator Pengurus Lokasi (Paguyuban Tingkat Desa)

Pelaksana Harian Koordinator

Programming


(4)

Lampiran 3. Jadwal siaran Radio Komunitas Petani Trisna Alami di Desa

Kaliagung, Tahun 2011


(5)

Lampiran 4. Tabel Uji Crosstab Chi Square

Tabel 4.1 Hubungan Kekosmopolitan dengan Pemahaman Petani terhadap Fungsi

Komunikasi Internal di Desa Kaliagung, Tahun 2011

Pemahaman Petani terhadap Fungsi Komunikasi Internal

Kekosmopolitan

Lokalit Kosmopolit Jumlah

n % n % n %

Rendah 10 62,5 7 29,2 17 42,5

Tinggi 6 37,5 17 70,8 23 57,5

Jumlah 16 100,0 24 100,0 40 100,0

Ket: Chi Square hitung = 4,635, p < 0,05, nilai Sig. (2-tailed) = 0,037

Tabel 4.2

Hubungan Tingkat Keterdedahan Saluran Interpersonal dengan

Pemahaman Petani terhadap Fungsi Sarana Pendidikan Umum dan

Agama di Desa Kaliagung, Tahun 2011

Pemahaman Petani terhadap Fungsi Sarana Pendidikan Umum dan Agama

Tingkat Keterdedahan Saluran Interpersonal Rendah Tinggi Jumlah

n % n % n %

Rendah 5 27,8 1 4,5 6 15,0

Tinggi 13 72,2 21 95,5 34 85,0

Jumlah 18 100,0 22 100,0 40 100,0

Ket: Chi Square hitung = 4,191, p < 0,05, Nilai Sig. (2-tailed) = 0,041

Tabel 4.3 Hubungan Frekuensi Mendengarkan Radio Komunitas Petani Trisna

Alami dengan Pemahaman Petani terhadap Fungsi Ruang Publik di

Desa Kaliagung, Tahun 2011

Pemahaman Petani terhadap Fungsi Ruang Publik

Frekuensi Mendengarkan Radio Komunitas Trisna Alami

Rendah Tinggi Jumlah

n % n % n %

Rendah 15 93,7 9 37,5 24 60,0

Tinggi 1 6,3 15 62,5 16 40,0

Jumlah 16 100,0 24 100,0 40 100,0


(6)

Lampiran 5. Dokumentasi penelitian

1. Studio Radio Komunitas Petani Trisna Alami 2. Sekolah Lapang Padi di Dusun Tegowanu

3. Arisan kelompok tani Marsudi Bogo