Pengertian Perilaku Komunikasi Tinjauan Pustaka

informasi kepada pihak manapun yang memerlukan. Perilaku komunikasi pada dasarnya berorientasi pada tujuan dalam arti perilaku sesepetani pada umumnya dimotivasi dengan keinginan untuk memperoleh tujuan tertentu. Perilaku komunikasi telah diteliti oleh Furbani 2008 berkaitan dengan informasi awal melalui penggunaan media komunikasi dalam mendukung keputusan wisata responden sebelum berada di Pulau Lombok. Sumber informasi berupa tatap muka dan media massa merupakan media komunikasi yang sangat penting dalam menyampaikan segala macam informasi wisata. Perilaku komunikasi ini dihubungkan dengan informasi awal terhadap keputusan memilih obyek wisata dan menentukan masa tinggal. Tidak ada perbedaan antara perilaku komunikasi yang sangat aktif maupun kurang aktif karena wisatawan hanya memilih beberapa obyek wisata alam pantai atau pendakian saja, sedangkan pencarian informasi awal mempunyai hubungan yang nyata dengan keputusan memilih obyek wisata budaya. Tidak ada hubungan yang nyata antara perilaku komunikasi dengan keputusan masa tinggal. Perilaku komunikasi yang aktif pada keputusan menentukan masa tinggal terjadi setelah adanya penentuan obyek wisata apa yang akan dikunjungi dan pihak agen perjalanan akan mengatur masa tinggal sesuai dengan pilihan obyek wisata yang diinginkan wisatawan asing. Terdapat hubungan yang nyata antara konfirmasi dengan memilih obyek wisata alam. Konfirmasi yang dilakukan oleh wisatawan seluruhnya berkaitan dengan penunjang aktivitas wisata dengan menggunakan kombinasi sumber informasi melalui komunikasi tatap muka dan saluran informasi dalam bentuk visual yaitu brosur. Konfirmasi memiliki hubungan yang nyata dengan keputusan memilih obyek wisata seni tradisional dan non tradisional. Terdapat hubungan yang nyata perilaku komunikasi konfirmasi dengan keputusan memilih masa tinggal. Perilaku komunikasi wisatawan dengan masa tinggal di bawah satu minggu menunjukkan perilaku komunikasi konfirmasi kurang aktif dan wisatawan asing yang memutuskan masa tinggal di atas satu minggu menunjukkan konfirmasi aktif. Ichwanudin 1998, perilaku komunikasi yang dicari hubungannya dengan Program Sapta Pesona di Kabupaten Sukabumi adalah: mencari informasi, menyebarkan informasi, keterdedahan terhadap media massa, dan keikutsertaan anggota pada kegiatan kelompok kompepar. Semua peubah perilaku komunikasi anggota kompepar berhubungan nyata dengan pengetahuan mereka mengenai program Sapta Pesona. Semakin tinggi intensitas mereka dalam mencari dan menyebarkan informasi secara interpersonal, terdedah media massa baik media elektronik televisi, radio maupun media cetak surat kabar, majalah, dan brosur, serta semakin aktif dalam kegiatan kelompok maka semakin tinggi pula pengetahuan anggota kompepar mengenai program Sapta Pesona, demikian sebaliknya. Peubah perilaku komunikasi berhubungan nyata dengan persepsi mereka mengenai program Sapta Pesona, kecuali keikutsertaan dalam kegiatan kelompok tidak berhubungan nyata. Berbeda halnya dengan penerapan program Sapta Pesona memiliki hubungan yang nyata dengan semua peubah perilaku komunikasi. Penerapan unsur-unsur Sapta Pesona oleh peserta kompepar pada hakekatnya merupakan implementasi mereka terhadap unsur-unsur secara aktual dan praktis dalam kehidupan sehari-hari. Perilaku mendengarkan radio perlu diperhatikan dalam upaya memanfaatkan radio sebagai media komunikasi pembangunan. Pengetahuan tentang khalayak akan memungkinkan suatu stasiun radio menyajikan acara siaran radio secara tepat, baik dalam waktu, bentuk penyajian, dan materi Quall dan Brown 1985 dalam Yani 1988, sedangkan Irmawati 2007 menyebutkan perilaku mendengar radio siaran adalah tindakan pendengar dalam mendengar radio siaran. Perilaku mendengar radio siaran dilihat dari frekuensi dan durasi mendengar. Menurut Masduki 2004, dalam interaksinya dengan radio, terdapat enam macam perilaku umum pendengar, yaitu: 1. rentang konsentrasi dengarnya pendek, karena menyimak radio sambil mengerjakan berbagai kegiatan lain, 2. perhatiannya dapat cepat teralih oleh petani atau peristiwa di sekitarnya, karena baginya radio merupakan ‘teman santai’, 3. tidak dapat menyerap informasi banyak dalam sekali dengar, karena daya ingat yang terbatas akibat dari aktivitas pendengaran yang selintas, 4. lebih tertarik pada hal-hal yang memengaruhi kehidupan mereka secara langsung, seperti tetangga dan teman, 5. secara mental dan literal melek huruf mudah mematikan radio, 6. umumnya pendengar tidak terdeteksi secara konstan, sehingga kita tidak mengetahui apakah mereka pintar dan tidak fanatik. Selain itu, menurut Masduki 2004 terdapat empat tipologi pendengar terhadap acara siaran: 1. Pendengar spontan Merupakan pendengar yang bersifat kebetulan, tidak berencana mendengarkan siaran radio atau acara tertentu dan perhatiannya mudah beralih ke aktivitas lain. 2. Pendengar pasif Merupakan pendengar yang suka mendengarkan siaran radio untuk mengisi waktu luang, menghibur diri dan menjadikan radio sebagai teman biasa. 3. Pendengar selektif Merupakan pendengar yang mendengar siaran radio pada jam atau acara tertentu dan menyediakan waktu khusus untuk mendengarkannya. 4. Pendengar aktif Merupakan pendengar yang secara reguler tidak terbatas mendengarkan siaran radio dan aktif berinteraksi melalui telepon. Radio menjadi sahabat utama, tidak hanya pada waktu luang.

2.1.4. Pengertian Pemahaman

Leagans 1978 dalam Witjaksono 1990, banyaknya informasi yang diterima oleh sesepetani belum menjamin petani tersebut dapat mengambil keputusan untuk melakukan tindakan sesuai dengan informasi itu. Petani akan memberikan tanggapan terbaik terhadap pesan yang dapat dipercaya, realistis, relevan, dan dimengerti. Pesan yang belum dimengerti tidak akan disetujui meskipun pesan itu dapat dipercaya. Pemahaman informasi atau pesan dalam proses komunikasi merupakan salah satu efek komunikasi massa. Bloom 1956, membedakan istilah “pengetahuan” dan “pemahaman”, meskipun keduanya termasuk dalam ranah atau kawasan kognitif. Kawasan kognitif pengetahuan hanya mencakup ingatan akan hal-hal yang pernah dipelajari dan disimpan dalam ingatan, sedangkan kawasan pemahaman mencakup kemampuan untuk makna bahan yang dipelajari. Jadi, tahap pemahaman harus didahului oleh tahap pengetahuan. Pemahaman merupakan proses berfikir dan belajar. Dikatakan demikian karena untuk menuju arah pemahaman perlu diikuti dengan berfikir dan belajar. Menurut Purwanto 2000 pemahaman adalah tingkatan pengetahuan yang mengharapkan sesepetani mampu memahami arti atau konsep, situasi serta fakta yang diketahuinya. Dalam hal ini ia tidak hanya hafal secara verbalitas, tetapi memahami konsep dari masalah atau fakta yang ditanyakan. Maka, operasionalnya dapat membedakan, mengubah, mempersiapkan, menyajikan, mengatur, menginterpretasikan, menjelaskan, mendemonstrasikan, memberi contoh, memperkirakan, menentukan, dan mengambil keputusan. Definisi pemahaman menurut Sudojono 1996 dalam Makfiah 2006 adalah kemampuan sesepetani untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Dengan kata lain, memahami adalah mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi. Pemahaman merupakan kemampuan jenjang berpikir yang setingkat lebih tinggi dari ingatan dan hafalan.

2.1.6. Hasil-hasil Penelitian Terdahulu

Hasil penelitian Sudarman 2009 menunjukkan, kebijakan siaran dalam penyelenggaraan siaran sepenuhnya dikelola oleh komunitas sesuai dengan kebutuhan. Pengembangan jaringan kelompok tani melalui media komunitas petani tidak dapat dilakukan. Faktor utama kegagalan pengembangan Jaringan Petani Kulon Progo adalah terbatasnya jangkauan siaran. Faktor kedua tidak adanya perhatian dan koordinasi terhadap keberadaan radio komunitas yang ada. Ketiga forum komunikasi kelompok tani jaringan tidak berfungsi. Faktor utama yang lebih dominan kegagalan media sebagai sarana pengembangan jaringan kelompok tani lebih pada keterbatasan jangkauan siaran. Keberhasilan