Bentuk Tempat Tinggal Bagi Buruh Industri

42 dapat bekerja dengan tenang untuk menaikkan pendapatannya. Pada tahap ini, prioritas kedekatan lokasi tempat tinggal dengan lokasi kerja menjadi prioritas kedua dan standar fisik hunian tetap menjadi prioritas terakhir Turner, 1972:166.

2.4 Tinjauan Penyediaan Tempat Tinggal Bagi Buruh

Industri Sub bab ini akan membahas mengenai penyediaan tempat tinggal bagi buruh industri ditinjau dari bentuk tempat tinggal dan aktor-aktor yang terlibat.

2.4.1 Bentuk Tempat Tinggal Bagi Buruh Industri

Masyarakat berpenghasilan rendah memiliki karakteristik yang heterogen, antara lain bila ditinjau dari besarnya pendapatan dan jumlah anggota keluarga yang dimiliki. Sifat heterogen lainnya yang mempengaruhi pemilihan bentuk tempat tinggal bagi buruh industri adalah preferensi lamanya tinggal di suatu tempat, ada yang berkeinginan hanya tinggal untuk sementara saja, namun ada pula yang berkeinginan untuk tinggal menetap. Menurut Sheng 1992: 2-3, ada beberapa sub sistem pe- masaran tempat tinggal, yaitu squatter housing sub system, worker’s housing sub system , filtered housing sub system, public housing sub system , dan rural commuter sub system, dimana pada sub sistem tempat tinggal bagi pekerja worker’s housing sub system , penyediaan tempat tinggal lokasinya diarahkan pada atau dekat dengan tempat kerja. Lebih lanjut Sheng 1992: 3 mem- bagi sub sistem tersebut dalam 5 lima tipe, yaitu: 43 1. Work place site houses, didirikan atas ijin pemberi kerja dengan menggunakan sebagian lahan pabrik, biasanya dibuat dari kayu dan bahan material bekas, dibangun untuk pekerja dan keluarganya. 2. Factory site dormitories, biasanya berupa permukiman padat yang dihun oleh pekerja yang belum berkeluarga dengan ruang dan privasi yang terbatas. 3. Staff and servant quarters, disediakan bagi pekerja seperti pembantu rumah tangga, satpam, tukang kebun pada permukiman kalangan menengah dan kalangan atas atau pada institusi umum dan lokasi bisnis sebagai salah satu fasilitas yang disediakan oleh pemberi kerja. 4. Institutional housing, berupa barak tempat tinggal tentara atau pekerja kereta api dan keluarganya. 5. Itinerant construction worker’s housing, merupakan bangunan sementara bagi pekerja bangunan yang dibangun dari material bangunan di lokasi tersebut untuk mereka huni bersama keluarganya. Menurut Komarudin 1996: 334, tempat tinggal seder- hana buruh industri umumnya berbentuk kamar sewa atau indekos, rumah kontrakan, rumah pribadi yang dibeli dengan cara angsuran dan asrama. Beberapa bentuk dari hunian sewa bagi karyawan perusahaan dan pekerja lainnya adalah rumah pekerja atau karyawan bergabung dengan pabrik, rumah karyawan yang disewa perusahaan untuk dihuni pekerjanya, dan kamar sewa di rumah kecil ataupun berupa asrama Sheng, 1991: 125. 44 Menurut Koalisi untuk Perumahan Sosial 2002: 49-51, ada 2 dua bentuk penyediaan rumah sewa bagi buruh industri, yaitu: 1. Pondokan, berupa rumah atau kamar yang disewakan oleh pemilik lahan di dekat kawasan industri dimana infrastruktur yang ada tidak memadai karena pengembangan pondokan tidak diakomodasikan oleh Pemerintah dalam rencana pengembangan kawasan yang terpadu. 2. Asrama buruh, berupa tempat tinggal sewa yang disediakan oleh pengusaha kawasan industri dengan bantuan subsidi. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penyediaan tempat tinggal bagi buruh industri secara garis besar dapat ditinjau dari 2 dua sudut pandang, yaitu ditinjau dari kepemilikan dan sifat bangunan. Bila ditinjau dari kepemilikan, dikenal tempat tinggal milik dan tempat tinggal sewa. Sedangkan dari sifat bangunannya, ada tempat tinggal pribadi tunggal dan tempat tinggal bersama seperti asrama.

2.4.2 Pihak-pihak yang Terlibat dalam Penyediaan