Dari pengertian tersebut, apabila dikaitkan dengan perilaku dan sikap, bahwa individu-individu berperilaku dalam cara tertentu atau membentuk sikap-sikap
tertentu yang tidak didasarkan pada lingkungan eksternalnya sebagaimana kenyataannya, tetapi lebih didasarkan pada apa yang mereka lihat atau apa yang
mereka rasakan sebagaimana keadaannya. Persepsi dengan demikian merupakan penentu yang sangat penting bagi variabel-variabel dependen, karena interpretasi
mereka tentang realitas bukan berdasarkan realitas itu sendiri. Dalam hubungan antara persepsi terhadap budaya perusahaan, maka faktor
stimulus yang dimaksud adalah budaya perusahaan yang dirasakan kondusif oleh karyawan. Selain itu, akan dilihat bagaimana tiap karyawan mempersepsikan atau
memandang budaya perusahaannya yang berupa nilai-nilai, kebiasaan, serta norma yang ada di perusahaan berdasarkan informasi dan pengetahuan yang dimilikinya.
2.2.2. Budaya perusahaan
Kebudayaan merupakan identitas dari suatu bangsa, sehingga melalui kebudayaan dapat membedakan antara satu bangsa dengan bangsa lainnya. Oleh
karena itu, kebudayaan suatu bangsa mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pembentukan karakter suatu organisasi. Menurut Aryandini 2000, dalam Sadono,
2004 kebudayaan adalah hasil cipta, rasa, dan karya manusia, yaitu upaya manusia untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Sedangkan yang dimaksud dengan
budaya adalah hasil dari kebudayaan, yaitu ‘budidaya’ manusia dalam cipta, rasa, dan karya.
Budaya telah menjadi konsep penting dalam memahami masyarakat dan kelompok manusia untuk waktu yang lama. Stoner 1995 mengartikan budaya
sebagai gabungan kompleks asumsi, tingkah laku, cerita, metafora, mitos, dan berbagai ide lain yang menjadi satu untuk menentukan apa arti menjadi anggota
masyarakat tertentu dalam Moeljono, 2003. Budaya merupakan perekat yang mempersatukan organisasi dengan
manajemen kinerja. Filosofi dan desain tidak terelakkan dipengaruhi oleh budaya organisasi yang berlaku. Komponen budaya organisasi adalah nilai-nilai, norma-
norma, dan gaya manajemen. Menurut Parsudi Suparlan 2001, dalam Sadono, 2004 nilai-nilai budaya pada hakikatnya merupakan keyakinan-keyakinan dan pedoman
penilaian menurut kebudayaan yang bersangkutan adalah penuh dengan muatan perasaan dan terwujud dalam bentuk luapan emosi yang tidak dapat ditawar. Dari
penjelasan tersebut, maka yang dimaksud dengan nilai-nilai budaya adalah suatu komplek atau himpunan keyakinan-keyakinan, dan pedoman penilaian, yang dapat
mempengaruhi sikap attitude, perilaku behavior, serta tindakan action seseorang.
Nilai-nilai dinyatakan sebagai keyakinan tentang apa yang baik bagi organisasi dan perilaku seperti apa yang diinginkan. Norma-norma adalah aturan
tidak tertulis yang mendefinisikan harapan atas perilaku, seperti bagaimana manajer memperlakukan bawahan dan bagaimana bawahan berhubungan dengan manajer.
Norma mengatur bagaimana menejemen kinerja bekerja, sedangkan gaya manajemen menjelaskan bagaimana kekuatan dan kekuasannya Wibowo, 2007.
E. Jaques 1952 pernah mengemukakan bahwa budaya organisasi sangat diperlukan oleh manajemen untuk dapat mengarahkan dan membentuk pola kerja dari
para anggotanya agar lebih produktif. Sementara itu Thomas J. Peters dan Robert Waterman 1982, mengingatkan tentang pentingnya budaya perusahaan corporate
culture untuk menghadapi persaingan global yang semakin tajam dan ketat. Peters dan Waterman selanjutnya mengatakan suatu organisasi yang memiliki karakter dan
budaya yang kokoh, sangat membantu manajemen dalam mengarahkan tindakan para anggotanya sesuai dengan harapan organisasinya. Dan menurut Peters dan Waterman,
untuk membentuk karakter dan budaya perusahaan yang kokoh memerlukan waktu yang cukup lama dalam Sadono, 2004.
Budaya organisasi berkaitan erat dengan pemberdayaan karyawan employee empowerment di suatu perusahaan. Semakin kuat budaya organisasi, semakin besar
dorongan para karyawan untuk maju bersama dengan perusahaan. Berdasarkan hal tersebut, pengenalan, penciptaan, dan pengembangan budaya organisasi dalam suatu
perusahaan mutlak diperlukan dalam rangka membangun perusahaan yang efektif dan efisien sesuai dengan misi dan visi yang hendak dicapai. Dengan demikian antara
budaya organisasi dan budaya perusahaan saling terkait, karena kedua-duanya memiliki kesamaan, meskipun dalam budaya perusahaan terdapat hal-hal khusus
seperti gaya manajemen dan sistem manajemen, namun semuanya masih tetap dalam rangkaian budaya organisasi.
Setiap organisasi, setiap usaha memiliki budayanya yang tercermin dari perilaku para anggotanya, para karyawannya, kebijakan-kebijakannya serta peraturan-
peraturannya. Menurut Tosi, Rizzo, dan Carroll 1994, dalam Munandar 2001 budaya organisasi adalah cara-cara berpikir, berperasaan, dan bereaksi berdasarkan
pola-pola tertentu yang ada dalam organisasi atau yang ada pada bagian-bagian organisasi. Budaya organisasi terdiri dari asumsi-asumsi dasar yang dipelajari baik
sebagai hasil memecahkan masalah yang timbul dalam proses penyesuaian dengan lingkungannya, maupun sebagai hasil memecahkan masalah ynag timbul dari dalam
organisasi, antar unit-unit organisasi yang berkaitan dengan integrasi. Budaya organisasi merupakan artefak, aturan, nilai-nilai, prinsip, dan asumsi
dasar yang dapat mengarahkan perilaku organisasi. Budaya organisasi berfungsi untuk mengatasi permasalahan adaptasi eksternal dan integrasi internal Dharma
Akib, 2006. Schein 1992, dalam Munandar, 2001 lebih jauh menyatakan bahwa budaya organisasi dapat diartikan sebagai pola asumsi dasar yang ditemukan, diteliti
atau dikembangkan oleh berbagai kelompok yang ada dalam organisasi. Schein selanjutnya membedakan budaya organisasi ke dalam tiga tingkat. Tingkat pertama
adalah tingkat perilaku atau artefak, tingkatan ini adalah tingkatan yang dapat diamati. Tingkat kedua adalah nilai-nilai dari budaya perusahaan. Tingkat ini tidak
dapat terlihat, karena nilai-nilai terungkap melalui pola-pola perilaku tertentu. Tingkat ketiga adalah keyakinan beliefs dan merupakan tingkat yang paling dalam
yang mendasari nilai-nilai dan terdiri dari berbagai asumsi dasar. Budaya timbul
sebagai hasil belajar bersama dari para anggota organisasi agar tetap bertahan. Budaya organisasi mencakup berbagai macam kegiatan keorganisasian, seperti
kegiatan dalam perusahaan. Menurut Tunstall 1983, dalam Sadono, 2004 budaya perusahaan pada
hakikatnya adalah suatu himpunan keyakinan, adat istiadat, kebiasaan, sistem nilai, norma-norma, perilaku, dan tindakan serta prinsip-prinsip yang dianut oleh
manajemen dan jajarannya di dalam menjalankan organisasi atau perusahaannya. Keyakinan, adat-istiadat, kebiasaaan, sistem nilai, norma-norma, perilaku, dan
tindakan-tindakan menajemen tersebut selanjutnya digunakan untuk membentuk pola perilaku dan karakter para anggota, sehingga sesuai dengan harapan organisasinya.
Pengertian budaya perusahaan yang dikemukakan oleh Tunstall di atas, kemudian oleh Scholz 1987 ditambahkan bahwa budaya perusahaan adalah suatu
pola dari tindakan dan norma-norma dari para pimpinan organisasi, yang menjadi panutan atau untuk mengarahkan perilaku setiap anggota-anggota dalam perusahaan,
agar dalam bekerja dapat bersama-sama menuju ke satu titik sasaran dalam Sadono, 2004.
Dalam lingkup organisasi, budaya perusahaan sering diartikan sebagai sekumpulan sistem nilai yang diakui dan dibuat oleh semua anggotanya, yang
membedakan perusahaan yang satu dengan yang lainnya Robbins, 2003. Jewell 1998, menyatakan budaya perusahaan adalah sebuah konsep yang meliputi seluruh
tradisi, nilai, dan prioritas yang merupakan karakteristik suatu perusahaan. Budaya ini
memberikan definisi singkat bagaimana karyawan pihak luar termasuk pesaing memandang sebuah perusahaan.
Selanjutnya Brown 1998 mengatakan bahwa untuk dapat mengetahui karakter dan budaya suatu organisasi, umumnya dapat dilakukan dengan cara
mempelajari dan mendalami makna dari logo dan misi suatu organisasi, karena di dalam logo dan misi tersebut, tersimpan harapan dari para pendiri organisasi. Brown
juga menguraikan langkah-langkah yang seyogyanya ditempuh oleh manajemen di dalam proses menanamkan harapan-harapan para pendirinya atau budaya organisasi
kepada setiap anggotanya, yaitu dengan menjelaskan logo dan motto dari organisasinya. Penjelasan makan dari logo dan motto perusahaan tersebut yang
kemudian dijadikan materi utama dalam proses pewarisan nilai-nilai budaya kepada para anggotanya cultural transmission dalam Sadono, 2004.
Dalam penelitiannya, Justin Schulz 2001 menerangkan bahwa semua perusahaan memiliki budaya. Budaya perusahaan terbentuk dengan alami, bukan
sengaja didesain. Selama lebih dari dua dekade memberikan konsultasi organisasi, dari lembaga non-profit kecil sampai bisnis teknologi informasi global, Schulz telah
menemukan bahwa hanya sedikit saja organisasi yang benar-benar memberikan perhatian terhadap sesuatu yang sangat prinsipil yang bisa membuat mereka
memiliki ciri khas tertentu, yaitu budaya. Budaya bagi organisasi seperti pentingnya kepribadian bagi seseorang, itulah yang akan menentukan kapasitas dan kualitas
seseorang. Ciri seseorang yang memiliki kemajuan kepribadian yang baik adalah kematangan. Untuk mencapai kematangan seseorang butuh kemauan untuk bertanya,
merefleksikan sesuatu, dan belajar dari tantangan dalam hidup. Ini hanya bisa diperoleh melalui eksplorasi diri dan pribadi psikologis, sehingga seseorang benar-
benar dapat meyakini nilai-nilai, kayakinan, dan motivasi diri sendiri. Melalui eksplorasi pilihan, seseorang akan mampu menentukan pilihan yang
tepat untuk menjadi apa dan juga bisa mengoptimalkan potensi yang terbaik dari dalam diri. Demikian juga untuk meningkatkan kematangan organisasi harus mampu
mengoptimalkan potensi terbaiknya—organisasi harus bisa menjalankan kesadaran eksplorasi diri dan meningkatkan prestasi yang berasakan pada nilai-nilai dan
keyakinan yang menjadi ciri khas mereka. Perbedaan antara organisasi-organisasi yang bisa memahami dan bisa mengembangkan budaya mereka dengan organisasi
yang tidak mengerti—perbedaan antara budaya organisasi yang didesain dengan budaya yang terbentuk secara alami—adalah performance yang mengejutkan Schulz,
2001. Moeljono 2003 menyatakan budaya perusahaan adalah “peramuan” berpola
top-middle-bottom, kemudian disemaikan ke setiap sel organisasi dan menjadi nilai- nilai kehidupan bersama yang dapat muncul dalam bentuk perilaku formal maupun
informal. Budaya perusahaan yang pada umumnya merupakan pernyataan filosofis, dapat difungsikan sebagai tuntutan yang mengikat para karyawan karena dapat
diformulasikan secara formal ke dalam berbagai peraturan dan ketentuan perusahaan. Dengan membakukan budaya perusahaan sebagai suatu acuan bagi ketentuan atau
peraturan yang berlaku, maka para pemimpin dan karyawan secara tidak langsung akan terikat sehingga dapat membentuk sikap dan perilaku yang sesuai dengan visi
dan misi serta strategi perusahaan. Dengan demikian budaya perusahaan adalah landasan filosofis yang pada tingkatan paling dalam diyakini sebagai “agama” oleh
orang-orang dalam sebuah organisasi perusahaan. Fungsi budaya perusahaan adalah sebagai sistem nilai yang akan mengikat serta mewarnai sikap dan tingkah laku para
karyawan. Fungsi lain dari budaya perusahaan dikemukakan oleh Robbins 2003, adalah:
a. Menentukan peran yang membedakan perusahaan yang satu dengan perusahaan lainnya;
b. Menimbulkan rasa memiliki identitas bagi karyawan; c. Mengutamakan tujuan bersama dari pada sekedar kesenangan pribadi;
d. Menjaga stabilitas sosial perusahaan. Berdasarkan definisi-definisi tentang budaya perusahaan tersebut, dapat
diambil kesimpulan bahwa budaya perusahaan adalah sistem nilai, keyakinan, norma, serta kebiasaan yang menjadi panutan untuk mengarahkan perilaku setiap anggota-
anggota dalam perusahaan, agar dalam bekerja dapat bersama-sama menuju ke satu titik sasaran sesuai dengan visi, misi, dan tujuan perusahaan.
2.2.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi budaya perusahaan