Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab pendahuluan ini akan dibahas mengenai latar belakang penelitian, identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian.

1.1. Latar Belakang Masalah

Kehidupan manusia tidak pernah terlepas dari bekerja untuk memenuhi kehidupan sehari-hari yang semakin bervariasi dan kompleks. Dalam era globalisasi yang semakin modern, manusia dituntut untuk dapat bekerja lebih giat dan keras guna menumbuhkan eksistensi diri dan pengembangan karir di tengah persaingan yang semakin ketat. Menyadari fenomena tersebut, setiap individu semakin bersaing untuk mendapatkan pekerjaan yang layak dan sesuai serta mendapatkan kompensasi yang tinggi. Setelah mendapatkan pekerjaan, individu pun berusaha untuk mempertahankan pekerjaannya dan bahkan mencoba untuk meningkatkan posisinya pada level yang lebih tinggi dalam pekerjaan, hal inilah yang menjadi prioritas dan cita-cita setiap orang pada umumnya. Namun dalam realitanya banyak orang yang merasa bosan dengan pekerjaannya karena setiap hari hanya disibukkan dengan rutinitas yang itu-itu saja tanpa banyak perubahan, keadaan tersebut membuat seseorang tidak berusaha maksimal dalam menjalankan pekerjaannya sehingga kinerjanya pun tidak meningkat. Namun ada sebagian yang memandang pekerjaan dengan lebih bermakna sehingga dalam menjalankan pekerjaannya pun selalu berorientasi pada pencapaian hasil yang terbaik untuk menghasilkan sebuah prestasi kerja job performance. Keberadaan suatu perusahaan komersial pada umumnya mempunyai tujuan jangka panjang. Dalam rangka memberikan kepastian akan pencapaian tujuan jangka panjang tersebut, secara universal suatu perusahaan memerlukan daya dukung dalam bentuk empat pilar utama, yaitu sumber daya manusia yang bermutu, sistem dan teknologi yang terpadu, strategi yang tepat, serta logistik yang memadai. Dalam konteks pengelolaan operasional perusahaan dalam jangka panjang dan berkesinambungan, peran sumber daya manusia mempunyai kedudukan sentral yang lebih strategis. Hal tersebut dilandasi oleh suatu pemikiran bahwa sumber daya manusia sebagai salah satu faktor produksi tidak lain merupakan unsur utama dalam menciptakan dan merealisasikan peluang bisnis asset make possibility, people make it happen. Pemikiran lain yang berkaitan dengan urgensi sumber daya manusia antara lain juga dikemukakan oleh Chairman dari Matsushita Corporation, Japan yang mengatakan, “First we make people before we make product” dalam Moeljono, 2003. Manusia adalah salah satu dimensi penting dalam organisasi, karena kinerja organisasi sangat tergantung pada kinerja individu yang ada di dalamnya. Seluruh pekerjaan yang ada dalam suatu perusahaan, para karyawanlah yang menentukan keberhasilannya. Oleh karena itu, pemahaman tentang perilaku organisasi menjadi sangat penting dalam rangka meningkatkan kinerja atau prestasi kerja karyawan job performance. Prestasi kerja karyawan sangat diperlukan sebagai modal bagi setiap perusahaan untuk memajukan dan mengembangkan perusahaannya menjadi pelaku ekonomi yang handal dan memiliki produktivitas yang tinggi. Manusia selalu berperan aktif dan dominan dalam setiap kegiatan organisasi, karena manusia menjadi perencana, pelaku, dan penentu terwujudnya tujuan organisasi. Tujuan organisasi tidak akan terwujud tanpa adanya peran aktif karyawan seperti apapun canggihnya teknologi yang dimiliki organisasi tersebut. Organisasi selalu dihadapkan pada perkembangan zaman dan teknologi yang menuntut organisasi untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan tersebut. Tuntutan ini berimbas kepada kinerja karyawan, karena perkembangan teknologi menyebabkan adanya kesenjangan antara tingkat kemampuan, kinerja karyawan, dan kebutuhan pekerjaan. Hal utama yang dituntut oleh perusahaan dari karyawannya adalah prestasi kerja mereka yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Prestasi kerja karyawan akan membawa dampak bagi karyawan yang bersangkutan maupun perusahaan tempat ia bekerja. Prestasi kerja yang tinggi akan meningkatkan produktivitas perusahaan, menurunkan tingkat keluar masuk karyawan turn over, serta memantapkan manajemen perusahaan. Sebaliknya, prestasi kerja karyawan yang rendah dapat menurunkan tingkat kualitas dan produktivitas kerja, meningkatkan tingkat keluar masuk karyawan, yang pada akhirnya akan berdampak pada penurunan pendapatan perusahaan. Bagi karyawan, tingkat prestasi kerja yang tinggi dapat memberikan keuntungan tersendiri, seperti meningkatkan gaji, memperluas kesempatan untuk dipromosikan, menurunnya kemungkinan untuk didemosikan, serta membuat ia semakin ahli dan berpengalaman dalam bidang pekerjaannya. Sebaliknya, tingkat prestasi kerja karyawan yang rendah menunjukkan bahwa karyawan tersebut sebenarnya tidak kompeten dalam pekerjaannya. Hal ini dapat menyebabkan seorang karyawan sukar untuk dipromosikan ke jenjang pekerjaan yang tingkatannya lebih tinggi, memperbesar kemungkinan untuk didemosikan, dan pada akhirnya dapat juga menyebabkan karyawan tersebut mengalami pemutusan hubungan kerja dalam Phalestie, 2009. Pengertian prestasi kerja atau yang sering disebut juga sebagai kinerja atau dalam bahasa Inggris disebut dengan performance, mengandung berbagai pengertian. Dalam dunia kerja, prestasi kerja disebut sebagai work performance Prabowo, 2005. Suryabrata 1984 menyatakan bahwa prestasi adalah juga suatu hasil yang dicapai seseorang setelah ia melakukan suatu kegiatan. Definisi prestasi kerja menurut Lawler dalam As’ad, 1991 adalah suatu hasil yang dicapai oleh karyawan dalam mengerjakan tugas atau pekerjaannya secara efisien dan efektif. Dalam lingkup yang lebih luas, Jewell dan Siegall 1990 menyatakan bahwa prestasi kerja merupakan hasil sejauh mana anggota organisasi telah melakukan pekerjaan dalam rangka memuaskan organisasinya. Definisi prestasi kerja menurut Hasibuan 1990 adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, kesungguhan, serta waktu dalam Phalestie, 2009. Berdasarkan beberapa pendapat tentang prestasi kerja atau kinerja, dapat disimpulkan bahwa pengertian kinerja maupun prestasi kerja mengandung substansi pencapaian hasil kerja oleh seseorang. Dengan demikian, kinerja maupun prestasi kerja merupakan cerminan hasil yang dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang. Kinerja perorangan individual performance dengan kinerja lembaga institutional performance atau kinerja perusahaan corporate performance mempunyai hubungan yang erat. Dengan perkataan lain, bila kinerja karyawan individual performance baik maka kemungkinan besar kinerja perusahaan corporate performance juga baik. Rendahnya kinerja atau prestasi kerja karyawan memberikan peluang untuk melakukan studi mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prestasi kerja karyawan. Penelitian terhadap prestasi kerja dapat menjadi masukan untuk mengetahui faktor apa sajakah yang dapat mempengaruhi prestasi kerja seorang karyawan. Terdapat banyak faktor yang bisa mempengaruhi prestasi kerja seseorang. Agar dalam melaksanakan tugasnya seorang karyawan mampu bekerja dengan sebaik-baiknya secara efektif dan efisien, maka perlu diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan tersebut. Melalui faktor-faktor ini akan tercapai suatu tujuan yang diharapkan dan mencapai ukuran kuantitatif yang telah diproyeksikan dari perusahaan melalui aktivitas karyawan. Maka dari itu, mengetahui dan memahami faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi kerja seorang karyawan sangat penting, karena prestasi kerja karyawan yang tinggi dapat meningkatkan produktivitas sebuah perusahaan. Salah satu faktor yang bisa mempengaruhi prestasi kerja karyawan adalah budaya perusahaan yang dimiliki dalam suatu perusahaan dan menjadi budaya kerja dalam perilaku karyawannya. Banyak penelitian mengenai budaya perusahaan menyatakan adanya kaitan antara budaya yang kuat dengan kinerja yang unggul. Kekuatan budaya perusahaan dapat membuat karyawan bergerak menuju satu tujuan yang sama, mendorong terciptanya tingkat motivasi yang luar biasa dalam diri karyawan serta memberikan struktur dan kontrol yang diperlukan tanpa birokrasi atau aturan formal. Kekuatan budaya perusahan adalah intensitas dari dampak internalisasi budaya perusahaan pada perilaku karyawan Wigjoseptina, 1998. Budaya perusahaan merupakan rangkaian dari budaya organisasi. Sekitar tahun 1970-an budaya organisasi mulai disadari manfaatnya oleh para pelaku bisnis, sebagai sarana dalam mempersatukan nilai-nilai values dari para anggotanya dengan nilai-nilai organisasinya. Sejak itu manajemen menjadi semakin sadar bahwa mengelola perusahaan pada hakikatnya adalah mengelola sekelompok manusia dengan berbagai keinginan dan nilai-nilai. Manajemen juga semakin sadar bahwa keinginan dan nilai-nilai budaya dari setiap individu sangat beraneka ragam, meskipun ras, agama maupun bahasanya sama. Oleh karena itu, keinginan dan nilai- nilai yang beraneka ragam itu harus disatukan, sehingga menjadi kekuatan bagi perusahaan Sadono, 2004. Idealnya setiap perusahaan memiliki budaya perusahaan atau budaya kerja. Budaya perusahaan merupakan sistem nilai, persepsi, perilaku, dan keyakinan yang dianut oleh tiap individu tentang makna kerja dan refleksinya dalam kegiatan mencapai tujuan organisasi dan individual. Definisi lain budaya perusahaan, yaitu suatu sistem nilai yang merupakan kesepakatan kolektif dari semua yang terlibat dalam perusahaan. Yang dimaksud dengan kesepakatan disini adalah dalam hal cara pandang tentang bekerja dan unsur-unsurnya. Suatu sistem nilai merupakan konsepsi nilai yang hidup dalam alam pemikiran sekelompok manusia atau individu karyawan dan manajemen. Dalam hal ini budaya perusahaan berkaitan erat dengan persepsi terhadap nilai-nilai dan lingkungannya. Selanjutnya, persepsi itu melahirkan makna dan pandangan hidup yang akan mempengaruhi sikap dan tingkah laku karyawan dan manajemen dalam bekerja Mangkupawira, 2009. Pada hakikatnya, bekerja dapat dipandang dari berbagai perspektif, seperti bekerja sebagai bentuk ibadah, cara manusia mengaktualisasikan dirinya, bentuk nyata dari nilai-nilai, serta sebagai keyakinan yang dianutnya. Semua pandangan tersebut dapat menjadi motivasi untuk melahirkan karya yang bermutu dalam pencapaian tujuan organisasi dan individu. Untuk itu setiap karyawan dan manajemen seharusnya memiliki sudut pandang atau pemahaman yang sama tentang makna budaya kerja dan batasan kerja yang ingin dicapai. Budaya kerja dalam organisasi seperti di perusahaan dapat diaktualisasikan dengan sangat beragam, seperti dalam bentuk dedikasi atau loyalitas, tanggung jawab, kerja sama, kedisiplinan, kejujuran, ketekunan, semangat, mutu kerja, keadilan, dan integritas kepribadian. Semua bentuk aktualisasi budaya kerja itu sebenarnya bermakna komitmen, yaitu ada suatu tindakan, dedikasi, dan kesetiaan seseorang pada janji yang telah dinyatakannya untuk memenuhi tujuan organisasi dan individunya Mangkuprawira, 2009. Bentuk komitmen karyawan bisa diwujudkan dalam beberapa hal, antara lain: 1. Komitmen dalam mencapai visi, misi, dan tujuan perusahaan. 2. Komitmen dalam melaksanakan pekerjaan sesuai dengan prosedur kerja standar perusahaan. 3. Komitmen dalam mengembangkan mutu sumber daya manusia yang bersangkutan dan mutu produk. 4. Komitmen dalam mengembangkan kebersamaan tim kerja secara efektif dan efisien. 5. Komitmen untuk berdedikasi pada organisasi secara kritis dan rasional. Menegakkan komitmen berarti mengaktualisasikan budaya perusahaan secara total. Jika sebagian dari karyawan memiliki komitmen yang rendah, maka berarti ada gangguan terhadap budaya, karena itu sosialisasi dan internalisasi budaya perusahaan sejak karyawan masuk ke perusahaan seharusanya menjadi program utama. Dalam penelitian Jim Collins dan Jerry Porras 1996, dalam Schulz, 2001, mereka menemukan rahasia perusahaan-perusahaan tingkat dunia yang sukses. Melalui penelitian yang mendalam selama enam tahun, mereka telah menentukan rahasia pertama dan kedua dari 18 kunci kesuksesan perusahaan, dan mereka juga menganalisa pendirian, pertumbuhan, dan pengembangan dari perusahaan-perusahaan tersebut. Sejak tahun 1926 sampai 1990, saham perusahaan yang meraih urutan nomor satu di industri mereka, tinggal keluar melakukan saham market sebanyak 15 kali. Semua perusahan berpengalaman memiliki perputaran bisnis yang sama, akan tetapi pasti ada proses tersendiri yang membedakan perusahaan-perusahaan tersebut. Penelitian Collins dan Porras telah meruntuhkan beberapa mitos dan mereka mempromosikan penelitian selanjutnya yang bisa membuat perusahaan menjadi besar. Yang membedakan perusahaan-perusahaan luar biasa, perusahaan nomor satu, dengan perusahaan lainnya, atau bahkan dengan perusahaan nomor dua, adalah budaya mereka, yaitu ideologi dan tujuan utama dari keberadaan perusahaan mereka. Menjadi karyawan dari salah satu perusahaan besar tersebut, artinya adalah bisa berbagi visi dan nilai-nilai dalam perusahaan itu. Kenyataannya, visi umum dan nilai- nilai sama pentingnya seperti kinerja teknis. Kejelasan dan kekuatan budaya bisa mendorong keberhasilan dengan beberapa cara. Pertama, orang-orang dalam perusahaan-perusahaan tersebut memiliki fokus umum yang kuat terhadap misi perusahaan tersebut dan mereka mengerti cara menjalankan misi itu. Bekerja di perusahaan besar tersebut tidak hanya sekedar bekerja, melainkan adalah menjalankan sebuah misi. Kedua, hampir bisa dipastikan bahwa budaya-budaya tersebut mengandung kualitas religi. Kekuatan budaya perusahaan-perusahaan tersebut akan memotivasi orang-orang yang cocok untuk bergabung dengan perusahaan itu dan menyisihkan orang-orang yang tidak cocok. Orang yang tidak dapat menyesuaikan diri akan cepat keluar dari perusahaan itu dengan sendirinya. Orang-orang yang ada di perusahaan itu bertahan karena mereka saling berbagi visi. Ketiga, penegasan pada tujuan dan visi—jantung budaya pasti akan bisa mengangkat orang-orang yang penting atau berkualitas. Inilah yang disebut dengan orang perusahaan, bukan produk atau aset modal. Melalui seleksi murni pada orang di perusahaan, merupakan aset yang penting bagi perusahaan. Kepemimpinan bukanlah sebuah kedudukan dalam tingkat organisasi, tetapi sarana bagi orang-orang untuk melakukan komitmen terhadap tujuan dan nilai-nilai yang menjadi tanggung jawab dari semua aspek perusahaan yang bisa membuat perusahan berjalan dengan baik dalam Schulz, 2001. Tidak puas dengan penggunaan konsep budaya yang tidak jelas, psikolog organisasi Bill Schneider 1994, dalam Schulz, 2001 merumuskan sebuah teori tentang budaya organisasi yang bisa membedakan dengan jelas setiap jenis budaya dan yang dapat memprediksikan jenis aksi budaya organisasi yang bisa mendukung budaya atau justru bertentangan. Melalui penggunaan teknik penelitian survei dia telah mampu mengidentifikasi empat jenis budaya perusahaan yang utama. Semua organisasi bisnis dapat dijelaskan oleh keempat budaya tersebut. Karyanya juga bisa mengidentifikasi gaya kepemimpinan yang bisa memberikan support terbaik bagi budaya masing-masing, yang memungkinkan perusahan itu untuk menerapkan praktek-praktek kepemimpinan yang tentunya didukung juga oleh budaya tertentu mereka. Dalam penelitian selanjutnya terhadap lebih dari 70 perusahaan, Schneider telah mengidentifikasi sebuah fenomena yang konsisten dengan temuan Collins dan Porras. Perusahaan-perusahaan yang memiliki budaya utama yang jelas, yaitu salah satu dari empat hal kontrol, kolaborasi, kompetensi, atau budidaya adalah mereka yang lebih sukses daripada perusahaan-perusahaan yang tidak memiliki budaya utama yang jelas. Yang dimaksud budaya yang tidak jelas, Schneider mengartikan bahwa mereka memiliki perpaduan antara sifat-sifat dari dua atau lebih dari keempat budaya mendasar tersebut, berbeda dengan mereka yang hanya memiliki satu saja budaya utama dari empat budaya tersebut. Dengan memadukan budaya-budaya yang berbeda, perusahaan-perusahaan dengan budaya yang tidak jelas bisa menemukan kesulitan yang sangat pesat dalam memutuskan apa yang mereka inginkan. Schneider menemukan bahwa perusahaan-perusahaan yang memiliki budaya yang jelas—yaitu perusahaan-perusahaan yang memilih satu budaya yang pasti, baik hanya kontrol, kolaborasi, kompetensi, atau budidaya saja, bisa meraih kesuksesan yang lebih dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki gabungan dari dua atau lebih budaya tersebut. Budaya yang terfokus pada satu hal bisa menghasilkan keuntungan finansial yang lebih baik, termasuk keuntungan lebih besar terhadap aset dan modal investasi dalam Schulz, 2001 Memiliki budaya yang kuat, dengan sendirinya tidak cukup untuk membuat sebuah organisasi menjadi sukses. Bahkan, tidak ada satu jenis budaya yang terbaik, karena untuk menjadi budaya efektif harus sesuai dan mendukung strategi bisnis inti. Secara koperatip, ini berarti mengidentifikasi satu dari tiga cara dasar yang berkaitan dengan pasar dan pelanggan sebagai strategi bisnis utama; berfokus pada efisiensi operasional kontrol, dengan fokus pada hubungan pelanggan kolaborasi, atau berfokus pada inovasi kompetensi. Hasil ini sama dengan penelitian Kotter dan Heskket 1992. Melalui analisis performance atau kinerja di 200 perusahaan, Kotter dan Heskket menemukan bahwa perusahaan dengan budaya yang kuat bisa berkembang tiga kali lebih baik daripada perusahaan dengan budaya yang lemah. Seperti Schneider, mereka juga menemukan bahwa perusahaan dengan budaya kuat memiliki keuntungan yang lebih tinggi atas modal. Jika budaya dijadikan sebagai jalan yang dilalui, maka budaya dalam organisasi yang efektif adalah jalan yang menghantarkan kepada kesuksesan dalam Schulz, 2001. Dalam konteks pemberdayaan sumber daya manusia, agar menghasilkan karyawan yang profesional dengan integritas yang tinggi, diperlukan adanya acuan baku yang diberlakukan oleh suatu perusahaan. Acuan baku tersebut adalah budaya organisasi yang secara sistematis menuntun para karyawan untuk meningkatkan kinerjanya bagi perusahaan. Budaya korporat yang pada umumnya merupakan pernyataan filosofis, dapat difungsikan sebagai tuntutan yang mengikat para karyawan karena dapat diformulasikan secara formal ke dalam berbagai peraturan dan ketentuan perusahaan. Dengan membakukan budaya organisasi sebagai suatu acuan bagi ketentuan atau peraturan yang berlaku, maka para pemimpin dan karyawan secara tidak langsung akan terikat sehingga dapat membentuk sikap dan perilaku yang sesuai dengan visi dan misi serta strategi perusahaan. Proses pembentukan tersebut pada akhirnya akan menghasilkan pemimpin dan karyawan profesional yang mempunyai integritas yang tinggi sehingga kinerja karyawan dapat meningkat dalam Moeljono, 2003. Melalui penelitian-penelitian tersebut, maka budaya perusahaan dapat menjadi hal yang mempengaruhi perkembangan suatu perusahaan karena dapat membangun kesamaan dalam diri setiap karyawan untuk bekerja sesuai dengan visi dan misi perusahaan. Untuk itu, keberadaan budaya perusahaan tidak dapat diabaikan begitu saja. Budaya perusahaan dapat membantu kinerja karyawan, karena menciptakan suatu tingkat motivasi yang luar biasa bagi karyawan untuk memberikan kemampuan terbaiknya dalam memanfaatkan kesempatan yang diberikan oleh perusahaan. Nilai- nilai yang dianut bersama, seperti visi dan misi membuat karyawan secara nyaman bekerja, memiliki komitmen, dan kesetiaan Budaya perusahaan yang dilaksanakan secara baik dan efektif dapat mengubah sikap dan perilaku karyawan dalam pencapaian prestasi kerja yang lebih tinggi, sehingga budaya perusahaan perlu disosialisasikan dan dikembangkan sebagai nilai bersama dalam bekerja di perusahaan. Selain budaya perusahaan, banyak faktor-faktor lain yang mempengaruhi prestasi kerja karyawan. Zeitz dalam Baron Byrne, 1994 mengatakan bahwa prestasi kerja dipengaruhi oleh dua hal utama, yaitu faktor organisasional perusahaan dan faktor personal. Faktor organisasional meliputi sistem imbal jasa, kualitas pengawasan, beban kerja, nilai dan minat, serta kondisi fisik dari lingkungan kerja. Di antara berbagai faktor organisasional tersebut, faktor yang paling penting adalah faktor sistem imbal jasa, dimana faktor tersebut akan diberikan dalam bentuk gaji, bonus, ataupun promosi. Selain itu faktor organisasional kedua yang juga penting adalah kualitas pengawasan supervision quality, dimana seorang bawahan dapat memperoleh kepuasan kerja jika atasannya lebih kompeten dibandingkan dirinya. Sementara faktor personal meliputi ciri sifat kepribadian personality trait, senioritas, masa kerja, kemampuan ataupun keterampilan yang berkaitan dengan bidang pekerjaan dan kepuasan hidup. Untuk faktor personal, faktor yang juga penting dalam mempengaruhi prestasi kerja adalah faktor status dan masa kerja. Pada umumnya, orang yang telah memiliki status pekerjaan yang lebih tinggi biasanya telah menunjukkan prestasi kerja yang baik. Status pekerjaan tersebut dapat memberikannya kesempatan untuk memperoleh masa kerja yang lebih baik, sehingga kesempatannya untuk semakin menunjukkan prestasi kerja juga semakin besar dalam Phalestie, 2009. Dalam penelitian ini, peneliti mengambil sampel penelitian di Media Satu Group. Didirikan pada bulan Juli tahun 2003, Media Satu Group adalah salah satu perusahaan media di Indonesia yang dinamis dan memiliki strategi integrasi dengan segala aspek publikasi. Media Satu Group bergerak dari segi konsep, isi, penjualan, dan distribusi. Hasil produksi Media Satu Group telah mencapai 250.000 orang di Indonesia pada setiap bulannya. Dewasa ini Media Satu Group telah menjadi salah satu perusahaan majalah mengenai gaya hidup dan informasi konsumen yang terdepan. Berbasis di Jakarta, Media Satu Group berkomitmen untuk menghasilkan publikasi yang berkualitas tinggi dan memberikan layanan komunikasi yang dapat diandalkan untuk klien. Bisnis Media Satu Group, sebagai perusahaan media yang berkembang mengambil langkah besar dengan membagi tiga konsentrasi, hal tersebut menjadi: Majalah, Event Organizer, dan Media Baru online dan digital www.mediasatugroup.com. Top-Brand Majalah dari Media Satu Group adalah : 1. Area : The Jakarta City Guide Magazine 2. Juice : The Leading Nightlife Magazine 3. Ultimate : Sogo Fashion Lifestyle Magazine 4. Clear : Citibank Clear Card Magazine 5. Music : Java Jazz Festival Music Magazine 6. Top Gear : The Leading Automotive Magazine 7. HolcimAnda : Holcim Corporate Magazine 8. PermataInfo : Bank Permata Corporate Magazine 9. Astro : Astro Channel Guide Magazine Untuk menghadapi era globalisasi dimana arus informasi dan kemajuan teknologi berkembang dengan pesat, Media Satu Group mempunyai divisi khusus untuk menghadapi hal tersebut, divisi ini disebut Media Baru. Jasa Media Satu Group untuk Media Baru, pertama adalah perancangan dan pengembangan situs. Dimana menciptakan situs untuk klien dengan konsep yang diinginkan, dengan keuntungan dapat diakses setiap waktu, cost effective, dan program yang efisien. Kedua adalah pengelolaan situs dengan memperbarui isi situs, bantuan teknik, dan perubahan rancangan tampilan situs. Bagian periklanan di Media Satu Group menyediakan jasa marketing untuk membantu mendukung pemasaran suatu produk. Programnya dimaksudkan agar dapat memenuhi kebutuhan sebuah perusahaan untuk memasarkan suatu produk. Melalui berbagai media yang dimiliki dengan setiap jenis, Media Satu Group berusaha untuk menyampaikan pesan kepada target pasar sebuah perusahaan yang memilih Media Satu Group untuk membantu memasarkan suatu produk. Karena bergerak dalam bidang media, maka tiap karyawan dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan dan beban kerja yang ada, dimana setiap karyawan harus dapat bekerja dalam tim, cekatan, kreatif, inovatif, serta dapat bekerja sesuai dengan dateline yang telah ditetapkan. Selain itu, tingkat mobile karyawan yang tinggi khususnya pada divisi editorial membuat prestasi kerja karyawan berbeda dalam setiap divisinya. Adapun faktor-faktor yang menjadi penilaian dalam mengukur prestasi kerja karyawan di Media Satu Group terdiri dari pengetahuan pekerjaan, kemampuan konseptual, keterampilan psikomotorik, kuantitas pekerjaan, kualitas pekerjaan, komunikasi, kerja sama, komitmen, motivasi, inisiatif atau originalitas, penyesuaian diri fleksibilitas, kesadaran atas kesehatan, dan absensi. Jadi prestasi kerja karyawan di Media Satu Group cukup bervariasi antar tiap karyawan, namun kecenderungan prestasi kerja karyawan disana cukup tinggi. Untuk meningkatkan prestasi kerja seorang karyawan, terdapat unsur dimana perusahaan perlu menanamkan suatu kebiasaan, sistem, dan nilai yang menjadi pedoman setiap karyawan dalam bekerja atau yang disebut dengan budaya perusahaan atau budaya kerja. Budaya perusahaan berbeda-beda dalam setiap perusahaan, sehingga setiap perusahaan memiliki budayanya sendiri. Budaya perusahaan yang terdapat di Media Satu Group memiliki nilai-nilai kerja, seperti ramah tamah, profesionalitas, dan toleransi. Nilai-nilai tersebut diharapkan dapat dimiliki oleh setiap karyawan dan menjadi landasan dalam bekerja. Hal tersebut tersebut diharapkan karena untuk mewujudkan visi yang dapat menciptakan media yang dicintai oleh konsumen dan dapat ditakuti oleh kompetitor serta mewujudkan misi untuk menjadi perusahaan terdepan yang bergerak pada bidang media. Budaya perusahaan yang berisi nilai-nilai yang dianut bersama membuat karyawan secara nyaman bekerja, memiliki komitmen dan kesetiaan serta membuat karyawan berusaha lebih keras, meningkatkan kinerja dan kepuasan kerja serta mempertahankan keunggulan kompetitif. Jadi, karyawan yang unggul menilai produktivitas atau produktif adalah sikap mental: hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan hari esok harus lebih baik daripada sekarang. Jadi, bila seorang karyawan bekerja dia akan selalu berorientasi pada ukuran nilai produktivitas atau minimal sama dengan standar kinerja perusahaan. Dengan kata lain, bekerja produktif sudah menjadi panggilan jiwa dan disemangati dengan amanah atau komitmen tinggi sehingga menjadi bagian dari etos kerja keseharian terinternalisasi, tanpa perlu diinstruksikan atasan, karyawan seperti ini akan bertindak produktif. Inilah yang disebut sebagai budaya kerja. Di samping variabel prestasi kerja dan persepsi budaya perusahaan tersebut, dalam penelitian ini peneliti juga membahas variabel lain yang ikut mempengaruhi prestasi kerja karyawan, yaitu faktor motivasi kerja, gaya kepemimpinan, lama kerja, pendidikan, dan usia. Berdasarkan pembahasan mengenai prestasi kerja dan budaya perusahaan di atas dan melihat Media Satu Group sebagai salah satu perusahaan media yang ingin menghadapi era globalisai, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang pengaruh dari persepsi budaya perusahaan, motivasi kerja, gaya kepemimpinan, lama kerja, pendidikan, dan usia terhadap prestasi kerja karyawan, khususnya di Media Satu Group sebagai perusahaan berkembang yang bergerak di bidang media.

1.2. Identifikasi Masalah