Pengaruh persepsi budaya perusahaan terhadap prestasi kerja karyawan di Media satu Group

(1)

MEDIA SATU GROUP

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)

Disusun oleh : SITI ROSMALIA NIM: 106070002316

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi

Oleh : SITI ROSMALIA NIM : 106070002316

Di Bawah Bimbingan :

Pembimbing I Pembimbing II

Jahja Umar, Ph. D Miftahuddin, M.Si.

NIP. 130 885 522 NIP. 197303172006041001

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1431H/2010M


(3)

TERHADAP PRESTASI KERJA KARYAWAN DI MEDIA SATU GROUP” telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 7 September 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi.

Jakarta, 7 Septempber 2010

Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota Pembimbing I, dan Penguji II

Jahja Umar, Ph.D Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si.

NIP.130 885 522 NIP.19561223 198303 2001

Anggota, Penguji I

Drs. Sofiandy Zakaria, M.Psi.

Pembimbing II

Miftahuddin, M.Si. NIP. 197303172006041001


(4)

MOTTO :

Dalam meraih sesuatu dibutuhkan perjuangan dan jalan yang sulit untuk dilalui. Di dalamnya ada kekecewaan, kesedihan, ketakutan, namun masih tersimpan secercah harapan untuk dapat melaluinya. Jangan berhenti untuk menyerah dan berdiam diri dalam keadaan yang menghimpit, tapi lalui semuanya

dengan kesabaran, usaha, dan doa. Dengan tekad dan

kesungguhan hati semua proses itu akan indah pada waktunya.

PERSEMBAHAN :

Skripsi ini Ku persembahkan untuk semua orang yang kusayang dan

menyayangiku dengan sepenuh hati, selalu mendoakanku dalam

kebaikan, dan memberikan motivasi serta nasehat untuk kehidupanku

yang lebih baik dan bermakna.


(5)

(C) SITI ROSMALIA

(D) Pengaruh Persepsi Budaya Perusahaan terhadap Prestasi Kerja Karyawan di Media Satu Group.

(E) xiv + 129 halaman + lampiran

(F) Masalah penting dalam pengembangan SDM adalah prestasi kerja yang rendah. Beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi kerja adalah budaya perusahaan, motivasi kerja, gaya kepemimpinan, lama kerja, pendidikan, dan usia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh persepsi budaya perusahaan, motivasi kerja, gaya kepemimpinan, lama kerja, pendidikan, dan usia terhadap prestasi kerja karyawan. Sampel yang digunakan berjumlah 73 orang dari karyawan di Media Satu Group. Dalam pengumpulan data, digunakan alat ukur skala budaya perusahaan (terdiri dari tujuh sub faktor) dan motivasi kerja, kuisioner pilihan gaya kepemimpinan, data responden untuk mengetahui lama kerja, pendidikan, dan usia, serta data penilaian prestasi kerja karyawan di Media Satu Group.

Uji Validitas Konstruk dilakukan dengan Analisis Faktor Konfirmatori (CFA). Dari hasil analisis data dengan tujuh faktor budaya yang berjumlah 50 item dengan menggunakan software Lisrel 8,8 terdapat 20 item yang dibuang. Ketidakvalidan item tersebut dikarenakan tidak mengukur apa yang hendak diukur dan muatan faktornya negatif dengan apa yang hendak diukur. Pada variabel motivasi tidak ada item yang dibuang. Dengan menggunakan item yang valid kemudian dihitung nilai skor faktor (true score) bagi setiap item untuk variabel yang bersangkutan dan nilai skor faktor tersebut dianalisis dengan regresi linier berganda.

Hasil pengujian hipotesis mayor diperoleh bahwa 12 IV berdampak signifikan terhadap DV (prestasi kerja) dengan R2 sebesar 0,574. Dari hasil koefisien regresi hanya ada enam IV (budaya suportiveness, budaya inovasi, budaya stabilitas, motivasi kerja, lama kerja, dan pendidikan) yang pengaruhnya signifikan terhadap prestasi kerja, sehingga dari 12 hipotesis minor hanya ada enam IV yang signifikan terhadap DV. Dari hasil besarnya proporsi varian dari masing-masing IV menunjukkan terdapat dua IV, yaitu lama kerja dan pendidikan dengan sumbangan kontribusi terbesar dan signifikan terhadap DV.


(6)

prestasi kerja. Hal yang perlu diperhatikan dalam penelitian selanjutnya adalah untuk menggunakan jumlah sampel yang lebih banyak, karena jumlah sampel sangat mempengaruhi hasil yang diperoleh dalam penelitian.

(G) Bahan Bacaan : 26 (1979-2009)


(7)

keberhasilan. Dengan rahmat, karunia, serta kebesaran-Nya akhirnya peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “PENGARUH PERSEPSI BUDAYA PERUSAHAAN TERHADAP PRESTASI KERJA KARYAWAN DI MEDIA SATU GROUP”. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, pemimpin dan tauladan kaum yang beriman, kepada keluarga, sahabat, dan seluruh umat yang senantiasa mencintainya.

Melalui perjalanan panjang yang dilalui peneliti dalam upaya menyelesaikan kuliah dan skripsi ini disertai dengan segala kekurangan dan kelemahan peneliti, dan diwarnai dengan berbagai cobaan, tantangan, rintangan dan penuh perjuangan serta kesabaran yang telah mengajari peneliti banyak hal dalam hidup. Dan akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan berkat bimbingan, arahan, dukungan, masukan, doa, dan banyak bantuan yang diberikan kepada peneliti dari berbagai pihak. Untuk itu dengan segala ketulusan hati peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Jahja Umar, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Psikologi dan dosen pembimbing I peneliti. Peneliti sangat berterima kasih karena telah memberikan waktu yang banyak dalam proses bimbingan skripsi ini. Terima kasih atas segala arahan, kesabaran, masukan, kritik yang membangun, serta koreksi yang sangat detail dalam penyelesaian skripsi ini. Terima kasih juga atas cerita-ceritanya yang dapat menginspirasi peneliti untuk lebih banyak belajar lagi.

2. Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si, Pembantu Dekan I, beserta seluruh jajaran dekanat lainnya, yang Insya Allah tiada henti berusaha menciptakan lulusan-lulusan Fakultas Psikologi yang semakin baik dan berkualitas.

3. Bapak Miftahuddin, M.Si selaku dosen pembimbing II, terima kasih atas segala bimbingan, arahan, dan waktu yang diberikan kepada peneliti, terima kasih juga atas kesediaan membaca skripsi dengan teliti dan sabar demi kesempurnaan skripsi peneliti.

4. Terima kasih untuk Bapak Drs. Sofiandy Zakaria, M.Psi, selaku penguji I dan Bapak Jahja Umar, Ph.D, selaku penguji II peneliti, terima kasih untuk segala masukan, kritikan, dan perbaikan yang diberikan demi penyempurnaan skripsi ini.

5. Seluruh dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan banyak ilmu dari awal perkuliahan hingga selesainya skripsi ini dan telah memberikan arahan serta bimbingan kepada peneliti.


(8)

maupun materiil dan tak pernah jenuh membimbingku, selalu mendoakanku, terima kasih untuk semua cinta dan kasih sayang yang telah kalian berikan kepadaku. Terima kasih juga atas kesabaran mama dan papa dalam menanti kelulusanku selama ini.

8. Untuk kakakku (Lukman) terima kasih atas bantuan dan support yang diberikan selama ini. Untuk kedua adikku (Hafid & Rani) tersayang yang menjadi penyemangatku dalam menyusun skripsi. Terima kasih juga untuk sepupuku (Mas Agus) yang banyak memberi arahan dan bimbingan demi kemajuan peneliti.

9. Terima kasih untuk nenek dan opahku yang selalu mendoakan dan memberikan nasehat-nasehat yang bijak kepada peneliti. Dan untuk seluruh keluargaku yang menyangiku dan mendukungku.

10. Untuk sahabatku tercinta, Suci Wulandari dan Rika Fadilah. Terima kasih atas kebaikan dan kesabaran yang telah kalian berikan selama empat tahun bersama di psikologi. Terima kasih juga telah menjadi tempat untuk berbagi cerita di saat suka dan duka, semoga persahabatan kita takkan sampai disini saja. Terima kasih juga buat Adit yang telah memberikan motivasi dan saran kepada peneliti serta banyak mendengarkan keluhan-keluhan peneliti.

11. Untuk sahabat baikku, Fariza, Nina, Nana, Iin, dan Fika terima kasih atas doa, semangat, dan dukungan yang kalian berikan kepada peneliti untuk segera menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

12. Untuk semua teman-temanku di psikologi 2006, Pras, Rudhi, Adjie, Adit, Adio, Suci, Rika, Amal, Dara, Dani, Hanny, Alay, Selly, Nadia, Isni, terima kasih atas pertemanan yang solid dan kompak ini yang selalu diwarnai canda dan tawa. Terima kasih atas kebersamaan yang kalian berikan selama empat tahun ini, kalian adalah penyemangat peneliti saat di kampus. Sukses dan semangat ya teman!!

13. Untuk keluarga besar kelas D angkatan 2006, terima kasih telah menjadi teman diskusi dan belajar bersama yang mewarnai hari-hari peneliti selama di kelas, terima atas keceriaan dan kekompakan kalian sebagai teman satu kelas. 14. Untuk Adio dan Nyak Soraya, yang selalu menjadi tempat bertanya peneliti saat menyusun skripsi, terima kasih banyak atas bantuan dan masukannya dalam penyelesaian skripsi ini.

15. Untuk seluruh karyawan di Media Satu Group, khusunya Mba Dini (HRD). Terima kasih banyak telah membantu peneliti dan bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.


(9)

Jakarta, September 2010

Siti Rosmalia


(10)

HALAMAN PENGESAHAN...iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN...iv

ABSTRAK ...v

KATA PENGANTAR ...vii

DAFTAR ISI ...x

DAFTAR TABEL ...xiii

DAFTAR GAMBAR ...xiv

BAB I PENDAHULUAN... 1-22 1.1. Latar Belakang Masalah... 1

1.2. Identifikasi Masalah ... 19

1.3. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 19

1.3.1. Pembatasan masalah... 19

1.3.2. Perumusan masalah ... 19

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 20

1.5. Manfaat Penelitian ... 20

1.6. Sistematika Penulisan ... 21

BAB 2 LANDASAN TEORI ... 23-68 2.1. Prestasi Kerja ... 23

2.1.1. Definisi prestasi kerja ... .23

2.1.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi kerja ... 25

2.1.3. Penilaian prestasi kerja ... 37

2.1.3.1. Definisi penilaian prestasi kerja ... 37

2.1.3.2. Aspek-aspek standar kinerja ... 37

2.2. Persepsi Budaya Perusahaan ... 40

2.2.1. Definisi persepsi ... 40

2.2.2. Budaya perusahaan ... 41

2.2.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi budaya perusahaan …... 48

2.2.4. Pengukuran budaya perusahaan ………... 51

2.3. Motivasi Kerja ………... 53

2.3.1. Definisi motivasi kerja ... 53

2.3.2. Teori motivasi ... 54

2.4. Gaya Kepemimpinan ... 59

2.5.1. Definisi kepemimpinan ... 59


(11)

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ... 69-81

3.1. Populasi dan Sampel ... ... 69

3.2. Variabel Penelitian ... 71

3.2.1. Definisi operasional variabel ... 71

3.3. Instrumen Pengumpulan Data ... 73

3.4. Prosedur Pengumpulan Data ... 76

3.5. Metode Analisis Data ... 77

3.5.1. Pengujian validitas dan reliabilitas alat ukur ... 77

3.5.2. Uji hipotesis ... 78

BAB 4 HASIL PENELITIAN...82-114 4.1. Analisis Deskriptif ... 82

4.2. Validitas Konstruk dari Masing-masing Faktor ... 89

4.3. Uji Hipotesis ... 103

4.3.1. Pengujian hipotesis untuk masing-masing IV ... 105

BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN...115-126 5.1. Diskusi .... ... 115

5.2. Kesimpulan ... 122

5.3. Saran... 123

5.3.1. Saran metodologis ... 123

5.3.2. Saran praktis ... 125

DAFTAR PUSTAKA ... 127-129 LAMPIRAN Lampiran 1 Blueprint Skala ... 130

Lampiran 2 Kuisioner ... 133

Lampiran 3 Output CFA ... 139

Output CFA Daya Saing ... 139

OutputCFA Tanggung Jawab Sosial ... 142

Output CFA Supportiveness... 145

Output CFA Inovasi ... 149


(12)

Hasil Regresi Lisrel ... 169 Hasil Regresi SPSS ... 176 Lampiran 5 Surat Izin Penelitian ... 178


(13)

Tabel 3.1 Skor Item Skala

Tabel 3.2 Penilaian Prestasi Kerja Karyawan di Media satu Group Tabel 4.1 Distribusi Skor Prestasi Kerja Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 4.2 Gambaran Responden Berdasarkan Usia

Tabel 4.3 Prestasi Kerja Responden

Tabel 4.4 Gambaran Responden Berdasarkan Pendidikan Tabel 4.5 Gambaran Responden Berdasarkan Lama Kerja Tabel 4.6 Statistik Deskriptif Variabel Penelitian

Tabel 4.7 Koefisien Regresi

Tabel 4.8 Proporsi Varian oleh Maing-masing Faktor Budaya Perusahaan Tabel 4.9 Proporsi Varian oleh Masing-masing IV


(14)

xiv

Gambar 2.2 Faktor yang Membentuk Perilaku Manager

Gambar 2.3 Diagram Dampak Hubungan antara Budaya Perusahaan terhadap Prestasi Kerja Karyawan

Gambar 2.4 Bagan Hubungan antara Budaya Perusahaan, Motivasi Kerja, Gaya Kepemimpinan, Lama Kerja, Pendidikan, dan Usia dengan Prestasi Kerja Karyawan

Gambar 4.1 Analisis faktor konfirmatorik Motivasi dua tingkat

Gambar 4.2 Analisis faktor konfirmatorik dari faktor Budaya Daya saing Gambar 4.3 Analisis faktor konfirmatorik dari faktor Budaya Tanggung Jawab

Sosial

Gambar 4.4 Analisis faktor konfirmatorik dari faktor Supportiveness

Gambar 4.5 Analisis faktor konfirmatorik dari faktor Inovasi

Gambar 4.6 Analisis faktor konfirmatorik dari faktor Mengutamakan pada Penghargaan

Gambar 4.7 Analisis faktor konfirmatorik dari faktor Orientasi Kinerja Gambar 4.8 Analisis faktor konfirmatorik dari faktor Stabilitas


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

Dalam bab pendahuluan ini akan dibahas mengenai latar belakang penelitian, identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian.

1.1. Latar Belakang Masalah

Kehidupan manusia tidak pernah terlepas dari bekerja untuk memenuhi kehidupan sehari-hari yang semakin bervariasi dan kompleks. Dalam era globalisasi yang semakin modern, manusia dituntut untuk dapat bekerja lebih giat dan keras guna menumbuhkan eksistensi diri dan pengembangan karir di tengah persaingan yang semakin ketat. Menyadari fenomena tersebut, setiap individu semakin bersaing untuk mendapatkan pekerjaan yang layak dan sesuai serta mendapatkan kompensasi yang tinggi. Setelah mendapatkan pekerjaan, individu pun berusaha untuk mempertahankan pekerjaannya dan bahkan mencoba untuk meningkatkan posisinya pada level yang lebih tinggi dalam pekerjaan, hal inilah yang menjadi prioritas dan cita-cita setiap orang pada umumnya. Namun dalam realitanya banyak orang yang merasa bosan dengan pekerjaannya karena setiap hari hanya disibukkan dengan rutinitas yang itu-itu saja tanpa banyak perubahan, keadaan tersebut membuat


(16)

seseorang tidak berusaha maksimal dalam menjalankan pekerjaannya sehingga kinerjanya pun tidak meningkat. Namun ada sebagian yang memandang pekerjaan dengan lebih bermakna sehingga dalam menjalankan pekerjaannya pun selalu berorientasi pada pencapaian hasil yang terbaik untuk menghasilkan sebuah prestasi kerja (job performance).

Keberadaan suatu perusahaan komersial pada umumnya mempunyai tujuan jangka panjang. Dalam rangka memberikan kepastian akan pencapaian tujuan jangka panjang tersebut, secara universal suatu perusahaan memerlukan daya dukung dalam bentuk empat pilar utama, yaitu sumber daya manusia yang bermutu, sistem dan teknologi yang terpadu, strategi yang tepat, serta logistik yang memadai. Dalam konteks pengelolaan operasional perusahaan dalam jangka panjang dan berkesinambungan, peran sumber daya manusia mempunyai kedudukan sentral yang lebih strategis. Hal tersebut dilandasi oleh suatu pemikiran bahwa sumber daya manusia sebagai salah satu faktor produksi tidak lain merupakan unsur utama dalam menciptakan dan merealisasikan peluang bisnis (asset make possibility, people make it happen). Pemikiran lain yang berkaitan dengan urgensi sumber daya manusia antara lain juga dikemukakan oleh Chairman dari Matsushita Corporation, Japan yang mengatakan, “First we make people before we make product” (dalam Moeljono, 2003).


(17)

Manusia adalah salah satu dimensi penting dalam organisasi, karena kinerja organisasi sangat tergantung pada kinerja individu yang ada di dalamnya. Seluruh pekerjaan yang ada dalam suatu perusahaan, para karyawanlah yang menentukan keberhasilannya. Oleh karena itu, pemahaman tentang perilaku organisasi menjadi sangat penting dalam rangka meningkatkan kinerja atau prestasi kerja karyawan (job performance). Prestasi kerja karyawan sangat diperlukan sebagai modal bagi setiap perusahaan untuk memajukan dan mengembangkan perusahaannya menjadi pelaku ekonomi yang handal dan memiliki produktivitas yang tinggi.

Manusia selalu berperan aktif dan dominan dalam setiap kegiatan organisasi, karena manusia menjadi perencana, pelaku, dan penentu terwujudnya tujuan organisasi. Tujuan organisasi tidak akan terwujud tanpa adanya peran aktif karyawan seperti apapun canggihnya teknologi yang dimiliki organisasi tersebut. Organisasi selalu dihadapkan pada perkembangan zaman dan teknologi yang menuntut organisasi untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan tersebut. Tuntutan ini berimbas kepada kinerja karyawan, karena perkembangan teknologi menyebabkan adanya kesenjangan antara tingkat kemampuan, kinerja karyawan, dan kebutuhan pekerjaan.

Hal utama yang dituntut oleh perusahaan dari karyawannya adalah prestasi kerja mereka yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Prestasi kerja karyawan akan membawa dampak bagi karyawan yang bersangkutan


(18)

maupun perusahaan tempat ia bekerja. Prestasi kerja yang tinggi akan meningkatkan produktivitas perusahaan, menurunkan tingkat keluar masuk karyawan (turn over), serta memantapkan manajemen perusahaan. Sebaliknya, prestasi kerja karyawan yang rendah dapat menurunkan tingkat kualitas dan produktivitas kerja, meningkatkan tingkat keluar masuk karyawan, yang pada akhirnya akan berdampak pada penurunan pendapatan perusahaan. Bagi karyawan, tingkat prestasi kerja yang tinggi dapat memberikan keuntungan tersendiri, seperti meningkatkan gaji, memperluas kesempatan untuk dipromosikan, menurunnya kemungkinan untuk didemosikan, serta membuat ia semakin ahli dan berpengalaman dalam bidang pekerjaannya. Sebaliknya, tingkat prestasi kerja karyawan yang rendah menunjukkan bahwa karyawan tersebut sebenarnya tidak kompeten dalam pekerjaannya. Hal ini dapat menyebabkan seorang karyawan sukar untuk dipromosikan ke jenjang pekerjaan yang tingkatannya lebih tinggi, memperbesar kemungkinan untuk didemosikan, dan pada akhirnya dapat juga menyebabkan karyawan tersebut mengalami pemutusan hubungan kerja (dalam Phalestie, 2009).

Pengertian prestasi kerja atau yang sering disebut juga sebagai kinerja atau dalam bahasa Inggris disebut dengan performance, mengandung berbagai pengertian. Dalam dunia kerja, prestasi kerja disebut sebagai work performance (Prabowo, 2005). Suryabrata (1984) menyatakan bahwa prestasi adalah juga suatu hasil yang dicapai seseorang setelah ia melakukan suatu kegiatan. Definisi prestasi kerja menurut Lawler (dalam As’ad, 1991) adalah suatu hasil yang dicapai oleh karyawan dalam


(19)

mengerjakan tugas atau pekerjaannya secara efisien dan efektif. Dalam lingkup yang lebih luas, Jewell dan Siegall (1990) menyatakan bahwa prestasi kerja merupakan hasil sejauh mana anggota organisasi telah melakukan pekerjaan dalam rangka memuaskan organisasinya. Definisi prestasi kerja menurut Hasibuan (1990) adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, kesungguhan, serta waktu (dalam Phalestie, 2009).

Berdasarkan beberapa pendapat tentang prestasi kerja atau kinerja, dapat disimpulkan bahwa pengertian kinerja maupun prestasi kerja mengandung substansi pencapaian hasil kerja oleh seseorang. Dengan demikian, kinerja maupun prestasi kerja merupakan cerminan hasil yang dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang. Kinerja perorangan (individual performance) dengan kinerja lembaga (institutional performance) atau kinerja perusahaan (corporate performance) mempunyai hubungan yang erat. Dengan perkataan lain, bila kinerja karyawan (individual performance) baik maka kemungkinan besar kinerja perusahaan (corporate performance) juga baik.

Rendahnya kinerja atau prestasi kerja karyawan memberikan peluang untuk melakukan studi mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prestasi kerja karyawan. Penelitian terhadap prestasi kerja dapat menjadi masukan untuk mengetahui faktor apa sajakah yang dapat mempengaruhi prestasi kerja seorang


(20)

karyawan. Terdapat banyak faktor yang bisa mempengaruhi prestasi kerja seseorang. Agar dalam melaksanakan tugasnya seorang karyawan mampu bekerja dengan sebaik-baiknya secara efektif dan efisien, maka perlu diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan tersebut. Melalui faktor-faktor ini akan tercapai suatu tujuan yang diharapkan dan mencapai ukuran kuantitatif yang telah diproyeksikan dari perusahaan melalui aktivitas karyawan. Maka dari itu, mengetahui dan memahami faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi kerja seorang karyawan sangat penting, karena prestasi kerja karyawan yang tinggi dapat meningkatkan produktivitas sebuah perusahaan.

Salah satu faktor yang bisa mempengaruhi prestasi kerja karyawan adalah budaya perusahaan yang dimiliki dalam suatu perusahaan dan menjadi budaya kerja dalam perilaku karyawannya. Banyak penelitian mengenai budaya perusahaan menyatakan adanya kaitan antara budaya yang kuat dengan kinerja yang unggul. Kekuatan budaya perusahaan dapat membuat karyawan bergerak menuju satu tujuan yang sama, mendorong terciptanya tingkat motivasi yang luar biasa dalam diri karyawan serta memberikan struktur dan kontrol yang diperlukan tanpa birokrasi atau aturan formal. Kekuatan budaya perusahan adalah intensitas dari dampak internalisasi budaya perusahaan pada perilaku karyawan (Wigjoseptina, 1998).

Budaya perusahaan merupakan rangkaian dari budaya organisasi. Sekitar tahun 1970-an budaya organisasi mulai disadari manfaatnya oleh para pelaku bisnis,


(21)

sebagai sarana dalam mempersatukan nilai-nilai (values) dari para anggotanya dengan nilai-nilai organisasinya. Sejak itu manajemen menjadi semakin sadar bahwa mengelola perusahaan pada hakikatnya adalah mengelola sekelompok manusia dengan berbagai keinginan dan nilai-nilai. Manajemen juga semakin sadar bahwa keinginan dan nilai-nilai budaya dari setiap individu sangat beraneka ragam, meskipun ras, agama maupun bahasanya sama. Oleh karena itu, keinginan dan nilai-nilai yang beraneka ragam itu harus disatukan, sehingga menjadi kekuatan bagi perusahaan (Sadono, 2004).

Idealnya setiap perusahaan memiliki budaya perusahaan atau budaya kerja. Budaya perusahaan merupakan sistem nilai, persepsi, perilaku, dan keyakinan yang dianut oleh tiap individu tentang makna kerja dan refleksinya dalam kegiatan mencapai tujuan organisasi dan individual. Definisi lain budaya perusahaan, yaitu suatu sistem nilai yang merupakan kesepakatan kolektif dari semua yang terlibat dalam perusahaan. Yang dimaksud dengan kesepakatan disini adalah dalam hal cara pandang tentang bekerja dan unsur-unsurnya. Suatu sistem nilai merupakan konsepsi nilai yang hidup dalam alam pemikiran sekelompok manusia atau individu karyawan dan manajemen. Dalam hal ini budaya perusahaan berkaitan erat dengan persepsi terhadap nilai-nilai dan lingkungannya. Selanjutnya, persepsi itu melahirkan makna dan pandangan hidup yang akan mempengaruhi sikap dan tingkah laku karyawan dan manajemen dalam bekerja (Mangkupawira, 2009).


(22)

Pada hakikatnya, bekerja dapat dipandang dari berbagai perspektif, seperti bekerja sebagai bentuk ibadah, cara manusia mengaktualisasikan dirinya, bentuk nyata dari nilai-nilai, serta sebagai keyakinan yang dianutnya. Semua pandangan tersebut dapat menjadi motivasi untuk melahirkan karya yang bermutu dalam pencapaian tujuan organisasi dan individu. Untuk itu setiap karyawan dan manajemen seharusnya memiliki sudut pandang atau pemahaman yang sama tentang makna budaya kerja dan batasan kerja yang ingin dicapai. Budaya kerja dalam organisasi seperti di perusahaan dapat diaktualisasikan dengan sangat beragam, seperti dalam bentuk dedikasi atau loyalitas, tanggung jawab, kerja sama, kedisiplinan, kejujuran, ketekunan, semangat, mutu kerja, keadilan, dan integritas kepribadian. Semua bentuk aktualisasi budaya kerja itu sebenarnya bermakna komitmen, yaitu ada suatu tindakan, dedikasi, dan kesetiaan seseorang pada janji yang telah dinyatakannya untuk memenuhi tujuan organisasi dan individunya (Mangkuprawira, 2009).

Bentuk komitmen karyawan bisa diwujudkan dalam beberapa hal, antara lain: 1. Komitmen dalam mencapai visi, misi, dan tujuan perusahaan.

2. Komitmen dalam melaksanakan pekerjaan sesuai dengan prosedur kerja standar perusahaan.

3. Komitmen dalam mengembangkan mutu sumber daya manusia yang bersangkutan dan mutu produk.

4. Komitmen dalam mengembangkan kebersamaan tim kerja secara efektif dan efisien.


(23)

Menegakkan komitmen berarti mengaktualisasikan budaya perusahaan secara total. Jika sebagian dari karyawan memiliki komitmen yang rendah, maka berarti ada gangguan terhadap budaya, karena itu sosialisasi dan internalisasi budaya perusahaan sejak karyawan masuk ke perusahaan seharusanya menjadi program utama.

Dalam penelitian Jim Collins dan Jerry Porras (1996, dalam Schulz, 2001), mereka menemukan rahasia perusahaan-perusahaan tingkat dunia yang sukses. Melalui penelitian yang mendalam selama enam tahun, mereka telah menentukan rahasia pertama dan kedua dari 18 kunci kesuksesan perusahaan, dan mereka juga menganalisa pendirian, pertumbuhan, dan pengembangan dari perusahaan-perusahaan tersebut. Sejak tahun 1926 sampai 1990, saham perusahaan yang meraih urutan nomor satu di industri mereka, tinggal keluar melakukan saham market sebanyak 15 kali. Semua perusahan berpengalaman memiliki perputaran bisnis yang sama, akan tetapi pasti ada proses tersendiri yang membedakan perusahaan-perusahaan tersebut. Penelitian Collins dan Porras telah meruntuhkan beberapa mitos dan mereka mempromosikan penelitian selanjutnya yang bisa membuat perusahaan menjadi besar. Yang membedakan perusahaan-perusahaan luar biasa, perusahaan nomor satu, dengan perusahaan lainnya, atau bahkan dengan perusahaan nomor dua, adalah budaya mereka, yaitu ideologi dan tujuan utama dari keberadaan perusahaan mereka. Menjadi karyawan dari salah satu perusahaan besar tersebut, artinya adalah bisa berbagi visi dan nilai dalam perusahaan itu. Kenyataannya, visi umum dan nilai-nilai sama pentingnya seperti kinerja teknis.


(24)

Kejelasan dan kekuatan budaya bisa mendorong keberhasilan dengan beberapa cara. Pertama, orang-orang dalam perusahaan-perusahaan tersebut memiliki fokus umum yang kuat terhadap misi perusahaan tersebut dan mereka mengerti cara menjalankan misi itu. Bekerja di perusahaan besar tersebut tidak hanya sekedar bekerja, melainkan adalah menjalankan sebuah misi. Kedua, hampir bisa dipastikan bahwa budaya-budaya tersebut mengandung kualitas religi. Kekuatan budaya perusahaan-perusahaan tersebut akan memotivasi orang-orang yang cocok untuk bergabung dengan perusahaan itu dan menyisihkan orang-orang yang tidak cocok. Orang yang tidak dapat menyesuaikan diri akan cepat keluar dari perusahaan itu dengan sendirinya. Orang-orang yang ada di perusahaan itu bertahan karena mereka saling berbagi visi. Ketiga, penegasan pada tujuan dan visi—jantung budaya pasti akan bisa mengangkat orang-orang yang penting atau berkualitas. Inilah yang disebut dengan orang perusahaan, bukan produk atau aset modal. Melalui seleksi murni pada orang di perusahaan, merupakan aset yang penting bagi perusahaan. Kepemimpinan bukanlah sebuah kedudukan dalam tingkat organisasi, tetapi sarana bagi orang-orang untuk melakukan komitmen terhadap tujuan dan nilai-nilai yang menjadi tanggung jawab dari semua aspek perusahaan yang bisa membuat perusahan berjalan dengan baik (dalam Schulz, 2001).

Tidak puas dengan penggunaan konsep budaya yang tidak jelas, psikolog organisasi Bill Schneider (1994, dalam Schulz, 2001) merumuskan sebuah teori tentang budaya organisasi yang bisa membedakan dengan jelas setiap jenis budaya dan yang dapat memprediksikan jenis aksi budaya organisasi yang bisa mendukung


(25)

budaya atau justru bertentangan. Melalui penggunaan teknik penelitian survei dia telah mampu mengidentifikasi empat jenis budaya perusahaan yang utama. Semua organisasi bisnis dapat dijelaskan oleh keempat budaya tersebut. Karyanya juga bisa mengidentifikasi gaya kepemimpinan yang bisa memberikan support terbaik bagi budaya masing-masing, yang memungkinkan perusahan itu untuk menerapkan praktek-praktek kepemimpinan yang tentunya didukung juga oleh budaya tertentu mereka.

Dalam penelitian selanjutnya terhadap lebih dari 70 perusahaan, Schneider telah mengidentifikasi sebuah fenomena yang konsisten dengan temuan Collins dan Porras. Perusahaan-perusahaan yang memiliki budaya utama yang jelas, yaitu salah satu dari empat hal (kontrol, kolaborasi, kompetensi, atau budidaya) adalah mereka yang lebih sukses daripada perusahaan-perusahaan yang tidak memiliki budaya utama yang jelas. Yang dimaksud budaya yang tidak jelas, Schneider mengartikan bahwa mereka memiliki perpaduan antara sifat-sifat dari dua atau lebih dari keempat budaya mendasar tersebut, berbeda dengan mereka yang hanya memiliki satu saja budaya utama dari empat budaya tersebut. Dengan memadukan budaya-budaya yang berbeda, perusahaan-perusahaan dengan budaya yang tidak jelas bisa menemukan kesulitan yang sangat pesat dalam memutuskan apa yang mereka inginkan. Schneider menemukan bahwa perusahaan-perusahaan yang memiliki budaya yang jelas—yaitu perusahaan-perusahaan yang memilih satu budaya yang pasti, baik hanya kontrol, kolaborasi, kompetensi, atau budidaya saja, bisa meraih kesuksesan yang lebih dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki gabungan dari dua atau lebih budaya


(26)

tersebut. Budaya yang terfokus pada satu hal bisa menghasilkan keuntungan finansial yang lebih baik, termasuk keuntungan lebih besar terhadap aset dan modal investasi (dalam Schulz, 2001)

Memiliki budaya yang kuat, dengan sendirinya tidak cukup untuk membuat sebuah organisasi menjadi sukses. Bahkan, tidak ada satu jenis budaya "yang terbaik", karena untuk menjadi budaya efektif harus sesuai dan mendukung strategi bisnis inti. Secara koperatip, ini berarti mengidentifikasi satu dari tiga cara dasar yang berkaitan dengan pasar dan pelanggan sebagai strategi bisnis utama; berfokus pada efisiensi operasional (kontrol), dengan fokus pada hubungan pelanggan (kolaborasi), atau berfokus pada inovasi (kompetensi). Hasil ini sama dengan penelitian Kotter dan Heskket (1992). Melalui analisis performance atau kinerja di 200 perusahaan, Kotter dan Heskket menemukan bahwa perusahaan dengan budaya yang kuat bisa berkembang tiga kali lebih baik daripada perusahaan dengan budaya yang lemah. Seperti Schneider, mereka juga menemukan bahwa perusahaan dengan budaya kuat memiliki keuntungan yang lebih tinggi atas modal. Jika budaya dijadikan sebagai jalan yang dilalui, maka budaya dalam organisasi yang efektif adalah jalan yang menghantarkan kepada kesuksesan (dalam Schulz, 2001).

Dalam konteks pemberdayaan sumber daya manusia, agar menghasilkan karyawan yang profesional dengan integritas yang tinggi, diperlukan adanya acuan baku yang diberlakukan oleh suatu perusahaan. Acuan baku tersebut adalah budaya organisasi yang secara sistematis menuntun para karyawan untuk meningkatkan


(27)

kinerjanya bagi perusahaan. Budaya korporat yang pada umumnya merupakan pernyataan filosofis, dapat difungsikan sebagai tuntutan yang mengikat para karyawan karena dapat diformulasikan secara formal ke dalam berbagai peraturan dan ketentuan perusahaan. Dengan membakukan budaya organisasi sebagai suatu acuan bagi ketentuan atau peraturan yang berlaku, maka para pemimpin dan karyawan secara tidak langsung akan terikat sehingga dapat membentuk sikap dan perilaku yang sesuai dengan visi dan misi serta strategi perusahaan. Proses pembentukan tersebut pada akhirnya akan menghasilkan pemimpin dan karyawan profesional yang mempunyai integritas yang tinggi sehingga kinerja karyawan dapat meningkat (dalam Moeljono, 2003).

Melalui penelitian-penelitian tersebut, maka budaya perusahaan dapat menjadi hal yang mempengaruhi perkembangan suatu perusahaan karena dapat membangun kesamaan dalam diri setiap karyawan untuk bekerja sesuai dengan visi dan misi perusahaan. Untuk itu, keberadaan budaya perusahaan tidak dapat diabaikan begitu saja. Budaya perusahaan dapat membantu kinerja karyawan, karena menciptakan suatu tingkat motivasi yang luar biasa bagi karyawan untuk memberikan kemampuan terbaiknya dalam memanfaatkan kesempatan yang diberikan oleh perusahaan. Nilai-nilai yang dianut bersama, seperti visi dan misi membuat karyawan secara nyaman bekerja, memiliki komitmen, dan kesetiaan Budaya perusahaan yang dilaksanakan secara baik dan efektif dapat mengubah sikap dan perilaku karyawan dalam pencapaian prestasi kerja yang lebih tinggi, sehingga budaya perusahaan perlu


(28)

disosialisasikan dan dikembangkan sebagai nilai bersama dalam bekerja di perusahaan.

Selain budaya perusahaan, banyak faktor-faktor lain yang mempengaruhi prestasi kerja karyawan. Zeitz (dalam Baron & Byrne, 1994) mengatakan bahwa prestasi kerja dipengaruhi oleh dua hal utama, yaitu faktor organisasional (perusahaan) dan faktor personal. Faktor organisasional meliputi sistem imbal jasa, kualitas pengawasan, beban kerja, nilai dan minat, serta kondisi fisik dari lingkungan kerja. Di antara berbagai faktor organisasional tersebut, faktor yang paling penting adalah faktor sistem imbal jasa, dimana faktor tersebut akan diberikan dalam bentuk gaji, bonus, ataupun promosi. Selain itu faktor organisasional kedua yang juga penting adalah kualitas pengawasan (supervision quality), dimana seorang bawahan dapat memperoleh kepuasan kerja jika atasannya lebih kompeten dibandingkan dirinya. Sementara faktor personal meliputi ciri sifat kepribadian (personality trait), senioritas, masa kerja, kemampuan ataupun keterampilan yang berkaitan dengan bidang pekerjaan dan kepuasan hidup. Untuk faktor personal, faktor yang juga penting dalam mempengaruhi prestasi kerja adalah faktor status dan masa kerja. Pada umumnya, orang yang telah memiliki status pekerjaan yang lebih tinggi biasanya telah menunjukkan prestasi kerja yang baik. Status pekerjaan tersebut dapat memberikannya kesempatan untuk memperoleh masa kerja yang lebih baik, sehingga kesempatannya untuk semakin menunjukkan prestasi kerja juga semakin besar (dalam Phalestie, 2009).


(29)

Dalam penelitian ini, peneliti mengambil sampel penelitian di Media Satu Group. Didirikan pada bulan Juli tahun 2003, Media Satu Group adalah salah satu perusahaan media di Indonesia yang dinamis dan memiliki strategi integrasi dengan segala aspek publikasi. Media Satu Group bergerak dari segi konsep, isi, penjualan, dan distribusi. Hasil produksi Media Satu Group telah mencapai 250.000 orang di Indonesia pada setiap bulannya. Dewasa ini Media Satu Group telah menjadi salah satu perusahaan majalah mengenai gaya hidup dan informasi konsumen yang terdepan.

Berbasis di Jakarta, Media Satu Group berkomitmen untuk menghasilkan publikasi yang berkualitas tinggi dan memberikan layanan komunikasi yang dapat diandalkan untuk klien. Bisnis Media Satu Group, sebagai perusahaan media yang berkembang mengambil langkah besar dengan membagi tiga konsentrasi, hal tersebut menjadi: Majalah, Event Organizer, dan Media Baru (online dan digital)

(www.mediasatugroup.com).

Top-Brand Majalah dari Media Satu Group adalah :

1. Area : The Jakarta City Guide Magazine 2. Juice : The Leading Nightlife Magazine

3. Ultimate : Sogo Fashion & Lifestyle Magazine 4. Clear : Citibank Clear Card Magazine

5. Music : Java Jazz Festival Music Magazine 6. Top Gear : The Leading Automotive Magazine


(30)

7. Holcim&Anda : Holcim Corporate Magazine 8. PermataInfo : Bank Permata Corporate Magazine 9. Astro : Astro Channel Guide Magazine

Untuk menghadapi era globalisasi dimana arus informasi dan kemajuan teknologi berkembang dengan pesat, Media Satu Group mempunyai divisi khusus untuk menghadapi hal tersebut, divisi ini disebut Media Baru. Jasa Media Satu Group untuk Media Baru, pertama adalah perancangan dan pengembangan situs. Dimana menciptakan situs untuk klien dengan konsep yang diinginkan, dengan keuntungan dapat diakses setiap waktu, cost effective, dan program yang efisien. Kedua adalah pengelolaan situs dengan memperbarui isi situs, bantuan teknik, dan perubahan rancangan tampilan situs.

Bagian periklanan di Media Satu Group menyediakan jasa marketing untuk membantu mendukung pemasaran suatu produk. Programnya dimaksudkan agar dapat memenuhi kebutuhan sebuah perusahaan untuk memasarkan suatu produk. Melalui berbagai media yang dimiliki dengan setiap jenis, Media Satu Group berusaha untuk menyampaikan pesan kepada target pasar sebuah perusahaan yang memilih Media Satu Group untuk membantu memasarkan suatu produk.

Karena bergerak dalam bidang media, maka tiap karyawan dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan dan beban kerja yang ada, dimana setiap karyawan harus dapat bekerja dalam tim, cekatan, kreatif, inovatif, serta dapat bekerja


(31)

sesuai dengan dateline yang telah ditetapkan. Selain itu, tingkat mobile karyawan yang tinggi khususnya pada divisi editorial membuat prestasi kerja karyawan berbeda dalam setiap divisinya. Adapun faktor-faktor yang menjadi penilaian dalam mengukur prestasi kerja karyawan di Media Satu Group terdiri dari pengetahuan pekerjaan, kemampuan konseptual, keterampilan psikomotorik, kuantitas pekerjaan, kualitas pekerjaan, komunikasi, kerja sama, komitmen, motivasi, inisiatif atau originalitas, penyesuaian diri (fleksibilitas), kesadaran atas kesehatan, dan absensi. Jadi prestasi kerja karyawan di Media Satu Group cukup bervariasi antar tiap karyawan, namun kecenderungan prestasi kerja karyawan disana cukup tinggi.

Untuk meningkatkan prestasi kerja seorang karyawan, terdapat unsur dimana perusahaan perlu menanamkan suatu kebiasaan, sistem, dan nilai yang menjadi pedoman setiap karyawan dalam bekerja atau yang disebut dengan budaya perusahaan atau budaya kerja. Budaya perusahaan berbeda-beda dalam setiap perusahaan, sehingga setiap perusahaan memiliki budayanya sendiri.

Budaya perusahaan yang terdapat di Media Satu Group memiliki nilai-nilai kerja, seperti ramah tamah, profesionalitas, dan toleransi. Nilai-nilai tersebut diharapkan dapat dimiliki oleh setiap karyawan dan menjadi landasan dalam bekerja. Hal tersebut tersebut diharapkan karena untuk mewujudkan visi yang dapat menciptakan media yang dicintai oleh konsumen dan dapat ditakuti oleh kompetitor serta mewujudkan misi untuk menjadi perusahaan terdepan yang bergerak pada bidang media. Budaya perusahaan yang berisi nilai-nilai yang dianut bersama membuat karyawan secara nyaman bekerja, memiliki komitmen dan kesetiaan serta


(32)

membuat karyawan berusaha lebih keras, meningkatkan kinerja dan kepuasan kerja serta mempertahankan keunggulan kompetitif. Jadi, karyawan yang unggul menilai produktivitas atau produktif adalah sikap mental: hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan hari esok harus lebih baik daripada sekarang. Jadi, bila seorang karyawan bekerja dia akan selalu berorientasi pada ukuran nilai produktivitas atau minimal sama dengan standar kinerja perusahaan. Dengan kata lain, bekerja produktif sudah menjadi panggilan jiwa dan disemangati dengan amanah atau komitmen tinggi sehingga menjadi bagian dari etos kerja keseharian (terinternalisasi), tanpa perlu diinstruksikan atasan, karyawan seperti ini akan bertindak produktif. Inilah yang disebut sebagai budaya kerja.

Di samping variabel prestasi kerja dan persepsi budaya perusahaan tersebut, dalam penelitian ini peneliti juga membahas variabel lain yang ikut mempengaruhi prestasi kerja karyawan, yaitu faktor motivasi kerja, gaya kepemimpinan, lama kerja, pendidikan, dan usia. Berdasarkan pembahasan mengenai prestasi kerja dan budaya perusahaan di atas dan melihat Media Satu Group sebagai salah satu perusahaan media yang ingin menghadapi era globalisai, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang pengaruh dari persepsi budaya perusahaan, motivasi kerja, gaya kepemimpinan, lama kerja, pendidikan, dan usia terhadap prestasi kerja karyawan, khususnya di Media Satu Group sebagai perusahaan berkembang yang bergerak di bidang media.


(33)

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, masalah yang mungkin timbul dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah persepsi budaya perusahaan berpengaruh terhadap prestasi kerja karyawan di Media Satu Group?

2. Apakah terdapat pengaruh motivasi kerja, gaya kepemimpinan, lama kerja, pendidikan, dan usia terhadap prestasi kerja karyawan di Media Satu Group?

1.3. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1.3.1. Pembatasan masalah

1. Dalan penelitian Pengaruh Persepsi Budaya Perusahaan Terhadap

Prestasi Kerja Karyawan, yang menjadi fokus penelitian ini adalah mengenai prestasi kerja karyawan, yang berdasarkan teori dipengaruhi oleh budaya perusahaan, motivasi kerja, gaya kepemimpinan, lama kerja, pendidikan, dan usia.

2. Subjek yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah karyawan yang bekerja di Media Satu Group.

1.3.2. Perumusan masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka peneliti merumuskan masalah penelitian sebagai berikut: apakah terdapat pengaruh yang signifikan


(34)

dari persepsi budaya perusahaan, gaya kepemimpinan, lama kerja, pendidikan, dan usia terhadap prestasi kerja karyawan di Media Satu Group?

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh persepsi budaya perusahaan, motivasi kerja, gaya kepemimpinan, lama kerja, pendidikan, dan usia terhadap prestasi kerja karyawan di Media Satu Group.

1.5. Manfaat Penelitian Manfaat Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini merupakan sumbangan bagi perkembangan teori psikologi, khususnya psikologi industri dan organisasi serta dapat memberikan informasi untuk penelitian-penelitian selanjutnya di bidang yang sama.

Manfaat Praktis

Secara praktis, penelitian ini dapat menjadi landasan atau dasar untuk upaya pengembangan budaya perusahaan yang kondusif di Media Satu Group sebagai peningkatan prestasi kerja karyawan. Selain itu, penelitian ini dapat memberikan pemahaman tentang pentingnya budaya perusahaan dalam meningkatkan prestasi kerja karyawan serta faktor-faktor lain, seperti motivasi kerja, gaya kepemimpinan, lama kerja, pendidikan, dan usia yang ikut mempengaruhi prestasi kerja karyawan.


(35)

1.6. Sistematika Penulisan

Berikut ini adalah sistematika penulisan dari laporan penelitian yang akan dilakukan. Pada BAB I berisi tentang pendahuluan yang terdiri dari, pertama ialah latar belakang masalah yang berisikan tentang penjelasan mengenai hal-hal apa saja yang melatarbelakangi masalah yang diangkat pada penelitian ini dan penjelasan mengenai pentingnya masalah tersebut untuk diteliti. Kedua Kedua ialah identifikasi masalah, pada bagian ini dijelaskan hal-hal apa saja yang ingin diketahui dari penelitian ini. Ketiga yaitu pembatasan dan perumusan masalah, pada bagian ini dijelaskan mengenai pembatasan teori dari variabel-variabel yang diteliti serta menjelaskan batasan dan kriteria subjek penelitian. Berikutnya adalah tujuan penelitian, pada bagian ini dijelaskan mengenai hal-hal apa saja yang menjadi tujuan dilakukannya penelitian ini. Kemudian manfaat penelitian, pada bagian ini dijelaskan mengenai manfaat apa saja yang bisa diambil dari hasil penelitian ini. Terakhir adalah sistematika penulisan, yang berisi tentang penjelasan mengenai konten atau isi dari setiap bab pada laporan penelitian ini. Selanjutnya, pada BAB II ialah mengenai landasan teori yang berisi tentang pembahasan mengenai teori-teori yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti. Adapun teori-teori yang dimaksud meliputi definisi prestasi kerja, definisi budaya perusahaan, definisi motivasi kerja, dan gaya kepemimpinan, kemudian faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi kerja, budaya perusahaan, teori motivasi, teori kepemimpinan, kemudian


(36)

aspek-aspek dari prestasi kerja, pengukuran budaya perusahaan, lalu hubungan prestasi kerja dengan budaya perusahaan, dan hipotesis penelitian. Pada BAB III berisi tentang metodologi penelitian. Adapun konten atau isi dari bab ini adalah deskripsi mengenai populasi dan sampel, variabel penelitian, instrumen pengumpulan data, prosedur pengumpulan data, serta metode analisis data. Kemudian BAB IV yaitu hasil penelitian. Pada bab ini diuraikan hasil penelitian yang meliputi analisis deskriptif, validitas konstruk, dan uji hipotesis. Terakhir BAB V atau penutup. Bab ini meliputi diskusi tentang hasil penelitian dengan penelitian terdahulu yang terkait, kemudian kesimpulan dari hasil penelitian, dan saran yang terdiri dari saran metodologis dan saran praktis.


(37)

BAB 2

LANDASAN TEORI

Pada bab dua ini akan dijelaskan mengenai teori-teori yang berkaitan dengan penelitian. Seperti teori tentang prestasi kerja, budaya perusahaan, motivasi kerja, dan gaya kepemimpinan. Kemudian kerangka berpikir penelitian yang menjelaskan hubungan budaya perusahaan, motivasi kerja, gaya kepemimpinan, dengan prestasi kerja.

2.1. Prestasi Kerja (Job Performance) 2.1.1. Definisi prestasi kerja

Pengertian prestasi kerja yang sering disebut juga sebagai kinerja atau dalam bahasa Inggris disebut dengan job performance, menurut Amstrong dan Baron (1998) adalah hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen, dan memberikan kontribusi pada ekonomi (dalam Wibowo, 2007). Prestasi kerja merupakan kesuksesan seseorang di dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Menurut Lawler dan Porter (1967, dalam Umar, 1979), prestasi kerja adalah jumlah task accomplishment atau successful role achievement yang diperoleh seseorang dari perbuatan-perbuatannya.

Menurut Gomes (1995, dalam Mangkunegara, 2006), prestasi kerja karyawan adalah ungkapan seperti output, efisiensi serta efektivitas, dan sering dihubungkan


(38)

dengan produktivitas. Selanjutnya menurut Mangkunegara (2006) prestasi kerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Menurut Stoner dan Freeman (1994) kinerja atau prestasi kerja adalah kunci yang harus berfungsi secara efektif agar organisasi dapat berhasil secara keseluruhan. Menurut Salim Peter (1991), kinerja digunakan apabila seseorang menjalankan tugas atau proses dengan terampil sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang ada. Selanjutnya, Kotter dan Hesket (1998) mengartikan kinerja sebagai hasil kerja yang dihasilkan oleh seorang karyawan dalam satuan waktu tertentu. Pandangan ini menunjukkan bahwa kinerja atau prestasi kerja merupakan hasil karya nyata dari seseorang atau perusahaan yang dapat dinilai, dihitung jumlahnya, dan dapat dicatat waktu perolehannya (dalam Usman, 2008).

Jadi, pengertian kinerja maupun prestasi kerja mengandung substansi pencapaian hasil kerja oleh seseorang. Dengan demikian kinerja maupun prestasi kerja merupakan cerminan hasil yang dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang. Pretasi kerja lebih menekankan pada hasil yang diperoleh dari sebuah pekerjaan sebagai kontribusi pada perusahaan. Kinerja perorangan (individual performance) dengan kinerja lembaga (institutional performance) atau kinerja perusahaan (corporate performance) terdapat hubungan yang erat. Dengan perkataan lain bila


(39)

kinerja karyawan (individual performance) baik maka kemungkinan besar kinerja perusahaan (corporate performance) juga baik.

Berdasarkan definisi-definisi tentang prestasi kerja tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa prestasi kerja atau kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya dalam satuan waktu tertentu.

2.1.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi kerja

Banyak sekali faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi kerja seseorang berdasarkan pendapat-pendapat para ahli. Menurut Maier (1965), perbedaan

performance antara orang yang satu dengan lainnya di dalam situasi kerja adalah karena adanya perbedaan karakteristik dari individu (individual defferences). Perbedaan-perbedaan ini meliputi kepribadian, inteligensi, koordinasi otot-otot, kapasitas sensoris, dan keadaan fisik tubuh. Di samping itu, orang yang sama dapat menghasilkan performance yang berbeda di dalam situasi yang berbeda pula. Kesemuanya ini menerangkan bahwa performance itu pada garis besarnya dipengaruhi oleh dua hal, yaitu faktor-faktor individu dan faktor faktor situasi. Namun pendapat ini belum menjelaskan tentang prosesnya. Berikut ini terdapat dua teori yang membahas tentang proses terbentuknya prestasi kerja (dalam Umar, 1979):


(40)

1. Path-goal theory

Teori ini dikemukakan oleh Georgopoulos et.al. (1957). Menurut mereka,

performance adalah fungsi dari facilitating process dan inhibiting process. Prinsip dasarnya adalah jika seseorang melihat bahwa performance yang tinggi itu merupakan jalur (path) untuk memuaskan needs (goal) tertentu, maka ia akan berbuat mengikuti jalur tersebut sebagai fungsi dari level needs yang bersangkutan

(facilitating process). Namun demikian, apakah proses tersebut akan melahirkan

performance adalah tergantung dari tingkat kebebasan (level of freedom) yang ada pada jalur itu. Apabila tidak ada hambatan yang berarti (inhibiting process), maka dihasilkanlah performance, dan sebaliknya jika jalur tersebut banyak hambatannya. Adapun syarat agar suatu jalur (path) dipilih ialah apabila level needs nya cukup tinggi, tujuannya cukup menonjol, dan bila saat itu tidak ada jalur lain yang lebih efektif serta lebih ekonomis. Ringkasnya menurut teori ini performance adalah fungsi dari motivasi untuk berproduksi dengan level tertentu, di mana motivasi itu ditentukan oleh needs yang mendasari tujuan yang bersangkutan serta instrumentality

dari tingkah laku produktif itu terhadap tujuan yang diinginkan (dalam Umar, 1979).

2. Atribusion theory

Teori ini pertama kali dikemukakan pada tahun 1958 oleh Heider, di mana melalui pendekatan teori atribusi ia mengajukan rumusan matematis untuk


(41)

Performance = Motivation x Ability (P x M)

Menurut teori ini, performance adalah hasil interaksi antara motivasi dengan

ability. Dengan demikian, orang yang tinggi motivasinya tetapi memiliki ability yang rendah akan menghasilkan performance yang rendah, begitu juga dengan orang yang mempunyai ability tinggi tetapi motivasinya rendah. Konsep ini menjadi sangat populer dan dikutip oleh ahli-ahli lainnya ketika membahas tentang performance

(dalam Umar, 1979).

Selanjutnya banyak muncul teori tentang faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi kerja yang berkembang dari dua teori di atas, khususnya teori atribusi yang pertama kali dikemukakan pada tahun 1958 oleh Heider, dimana menurut teori ini,

performance atau prestasi kerja adalah hasil interaksi antara motivasi dengan kemampuan atau ability.

Menurut Robbins (2006, dalam Usman, 2008) kinerja adalah produk dari fungsi kemampuan dan motivasi, definisi ini sesuai dengan teori atribusi. Jika diformulasikan:

Kinerja – f (Kemampuan x Motivasi)

Pandangan Robbins tersebut menunjukkan bahwa kinerja dinyatakan sebagai suatu produk, yaitu produk kerja dari orang maupun dari lembaga. Sejalan dengan


(42)

pendapat Robbins tersebut, Hunsaker (2001, dalam Usman, 2008) memberikan rumus sebagai berikut:

Performance = Ability x Motivation

Ability = Aptitude x Training x Resources Motivation = Desire x Commitment

Pendapat lain yang sesuai dengan teori atribusi dikemukakan oleh Keith Davis (dalam Mangkunegara, 2006). Faktor yang mempengaruhi prestasi kerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation), seperti yang telah dijelaskan pada teori atribusi sebelumnya. Keith Davis merumuskan bahwa:

Human Perfomance = Ability x Motivation Motivation = Attitude x Situation

Ability = Knowledge x Skill

Penjelasan:

a. Faktor Kemampuan (Ability)

Secara psikologis, kemampuan (ability) terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill). Artinya, pimpinan dan karyawan yang memiliki IQ di atas rata-rata (IQ 110-120) apalagi IQ superior, very superior, gifted, dan genius dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka akan lebih mudah mencapai kinerja yang maksimal.


(43)

b. Faktor Motivasi (Motivation)

Motivasi diartikan sebagai suatu sikap (attitude) pimpinan dan karyawan terhadap situasi kerja (situation) di lingkungan organisasinya. Mereka yang bersikap positif (pro) terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja tinggi dan sebaliknya jika mereka bersifat negatif (kontra) terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja yang rendah. Situasi kerja yang dimaksud mencakup antara lain hubungan kerja, fasilitas, iklim kerja, kebijakan pimpinan, pola kepemimpinan kerja, dan kondisi kerja.

Kinerja individu adalah hasil kerja karyawan baik dari segi kualitas maupun kuantitas berdasarkan standar kerja yang telah ditentukan. Kinerja individu ini akan tercapai apabila didukung oleh atribut individu, upaya kerja (work effort), dan dukungan organisasi. Dengan kata lain, kinerja individu adalah hasil:

a. Atribut individu, yang menentukan kapasitas untuk mengerjakan sesuatu. Atribut individu meliputi faktor individu (kemampuan dan keahlian, latar belakang serta demografi) dan faktor psikologis meliputi persepsi, attitude, personality, pembelajaran, dan motivasi

b. Upaya kerja (work effort), yang membentuk keinginan untuk mencapai sesuatu.

c. Dukungan organisasi, yang memberikan kesempatan untuk berbuat sesuatu. Dukungan organisasi meliputi sumber daya, kepemimpinan, lingkungan kerja, struktur organisasi, dan job design.


(44)

Hasil kerja seseorang pada dasarnya dipengaruhi oleh tiga macam faktor pokok yang biasanya digambarkan sebagai unsur masukan, yaitu faktor manusia, faktor lingkungan, dan faktor alat peralatan. Interaksi antara ketiga faktor tersebut menghasilkan sesuatu yang disebuat sebagai hasil kerja atau prestasi kerja. Budaya organisasi mengacu pada faktor yang kedua, yaitu lingkungan kerja (Hadi, 2000).

Menurut A. Dale Timpe (1992, dalam Mangkunegara, 2006), faktor-faktor prestasi kerja atau kinerja terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal (disposisional) yaitu faktor yang dihubungkan dengan sifat-sifat seseorang. Misalnya, kinerja seseorang yang baik disebabkan karena mempunyai kemampuan tinggi dan orang tersebut tipe pekerja keras, sedangkan kinerja seseorang yang buruk disebabkan karena orang tersebut tidak memiliki upaya-upaya untuk memperbaiki kemampuannya.

Faktor eksternal yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi kerja seseorang yang berasal dari lingkungan. Seperti perilaku, sikap, dan tindakan-tindakan rekan kerja, bawahan atau pimpinan, fasilitas kerja, dan iklim organisasi. Faktor internal dan eksternal ini merupakan jenis-jenis atribusi yang mempengaruhi kinerja seseorang. Jenis-jenis atribusi yang dibuat para karyawan memiliki sejumlah akibat psikologis dan berdasarkan kepada tindakan. Seorang karyawan yang menganggap kinerjanya baik berasal dari faktor-faktor internal seperti kemampuan atau upaya, diduga orang tersebut akan mengalami lebih banyak perasaan positif tentang kinerjanya dibandingkan dengan jika ia menghubungkan kinerjanya yang baik dengan faktor eksternal, seperti nasib baik, suatu tugas yang mudah atau


(45)

ekonomi yang baik. Jenis atribusi yang dibuat seorang pimpinan tentang kinerja seorang karyawan mempengaruhi sikap dan perilaku terhadap bawahan tersebut (Mangkunegara, 2006).

Faktor-faktor penentu prestasi kerja karyawan dalam perusahaan seperti faktor individu dan faktor lingkungan kerja di perusahaan sesuai dengan teori konvergensi William Stern. Pendapat Stern dalam teorinya tersebut sebenarnya merupakan perpaduan dari pandangan teori heriditas dari Schopenhauer dan teori lingkungan John Locke. Secara inti, Schopenhauer dalam teori heriditasnya berpandangan bahwa hanya faktor individu (termasuk faktor keturunannya) yang sangat menentukan seorang individu mampu berprestasi atau tidak; sedangkan John Locke dalam teori lingkungan berpandangan bahwa hanya faktor lingkungan yang sangat menentukan seorang individu mampu berprestasi atau tidak (dalam Mangkunegara, 2006).

Pendapat lain tentang faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi kerja, antara lain dikemukakan oleh Amstrong dan Baron (1998, dalam Wibowo, 2007) sebagai berikut:

1. Personal factors, ditunjukkan oleh tingkat keterampilan, kompetensi yang dimiliki, motivasi, dan komitmen individu.

2. Leadership faktor, ditentukan oleh kualitas dorongan, bimbingan, dan dukungan yang dilakukan manajer dan team leader.

3. Team factors, ditunjukkan oleh kualitas dukungan yang diberikan oleh rekan sekerja.


(46)

organisasi.

5. Contextual/situational factors, ditunjukkan oleh tingginya tingkat tekanan dan perubahan lingkungan internal dan eksternal.

Hersey, Blanchard, dan Johnson (dalam Wibowo, 2007), merumuskan adanya tujuh faktor yang mempengaruhi prestasi kerja dan dirumuskan dengan akronim

ACHIEVE.

• A – Ability (knowledge dan skill)

• C – Clarity (understanding atau role perception)

• H – Help (organizational support)

• I – Incentive (motivation atau willingness)

• E – Evaluation (coaching dan performance feedback)

• V – Validity (valid dan legal personnel practices)

• E – Environment (environment fit)

The Achieve Model yang dirumuskan oleh Hersey dan Blanchard berasal dari pendapat beberapa pakar. Berdasarkan tujuh faktor tersebut (The Achieve Model), budaya perusahaan mengacu pada faktor Help (organizational support) dan faktor

Environment (environment fit). Melalui kedua faktor tersebut budaya dapat tumbuh dan berkembang dari dukungan yang diberikan dalam suatu organisasi dan juga melalui lingkungan kerja, karena budaya dapat membentuk iklim atau suasana yang menguasai suatu organisasi kerja, seperti aspek-aspek pandangan, keyakinan, kebiasan, dan norma-norma yang menguasai perilaku anggota-anggota organisasi.


(47)

Sementara itu, Porter dan Lawler (dalam Wibowo, 2007) berpendapat bahwa prestasi kerja merupakan fungsi dari keinginan melakukan pekerjaan, keterampilan yang perlu untuk menyelesaikan tugas, pemahaman yang jelas atas apa yang dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya. Dengan demikian, dapat dirumuskan model persamaan kinerja = f (keinginan melakukan pekerjaan, keterampilan, pemahaman apa, dan bagaimana melakukan). Selanjutnya, Jay Lorsch dan Paul Laurence (dalam Wibowo, 2007) menggunakan pemahaman bahwa kinerja adalah fungsi atribut individu, organisasi, dan lingkungan sehingga dirumuskan model persamaan kinerja = f (atribut individu, organisasi, lingkungan).

Pencapaian prestasi kerja akan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik yang bersumber dari diri karyawan sendiri maupun yang bersumber dari organsisasi. Dari diri karyawan prestasi kerja sangat dipengaruhi oleh kemampuan, motivasi,

attitude, dan kepribadian. Sementara itu, dari segi organisasi dipengaruhi oleh lingkungannya seperti budaya perusahaan, iklim organisasi, seberapa baik pemimpin memberdayakan pekerjanya; bagaimana mereka memberikan penghargaan pada pekerja melalui coaching, mentoring, dan counseling.

Peneliti yang melakukan studi tentang organisasi dan perilaku orang-orang di dalamnya memperhatikan berbagai macam masalah, terutama masalah prestasi kerja atau unjuk kerja. Jika karyawan tidak melakukan pekerjaannya, maka organisasi akan mengalami kegagalan. Seperti juga perilaku manusia lainnya, tingkat dan kualitas prestasi kerja ditentukan oleh sejumlah variabel perorangan dan lingkungan.


(48)

Berikut ini adalah gambar model Blumberg-Pringle (1982, dalam Jewell, 1998) untuk penentu prestasi kerja seseorang:

Prestasi kerja / unjuk kerja

Kesempatan Kemauan

Kapasitas


(49)

Blumberg dan Pringle (1982, dalam Jewell, 1998) telah mengusulkan sebuah model prestasi kerja yang berusaha untuk memasukkan variabel perorangan dan lingkungan yang lengkap yang berinteraksi untuk menghasilkan tingkat dan kualitas prestasi kerja. Model ini terdiri dari tiga komponen yang dinamakan kesempatan

(oppotunity), kapasitas (capacity), dan kemauan (willingness) untuk melakukan prestasi kerja.

Komponen kapasitas untuk melakukan prestasi kerja terdiri dari variabel fisik, fisiologi, pengetahuan, dan keahlian yang sesuai, seperti usia, pendidikan, inteligensi, kesehatan, daya tahan, stamina dan tingkat energi. Sejauh mana seorang karyawan dalam suatu organisasi memiliki karakteristik yang membuatnya mampu melakukan prestasi, dalam beberapa hal tergantung pada cara bagaimana aktivitas pencarian karyawan (recruiting), pemilihan, penempatan, dan pelatihan dilakukan.

Variabel lingkungan dalam model Blumberg dan Pringle dimasukkan dalam komponen kesempatan (opportunity), yang terdiri dari variabel piranti, peralatan, material, dan pasokan; kondisi kerja; tindakan rekan kerja; perilaku pimpinan; mentorisme, kebijakan, peraturan, dan prosedur organisasi, informasi; waktu; gaji. Komponen kemauan (willingness) terdiri dari variabel motivasi, kepuasan kerja, status pekerjaan, kecemasan, legitimasi partisipasi, sikap, persepsi atas karakteristik tugas, keterlibatan kerja, keterlibatan ego, citra diri, kepribadian, norma, nilai, persepsi atas ekspektasi peran, dan rasa keadilan.


(50)

Motivasi adalah variabel kemauan dalam model Blumberg dan Pringle. Variabel ini merupakan karakteristik psikologi perseorangan dan meliputi nilai

(value), sikap (attitude), persepsi, dan motivasi. Bersama-sama komponen kesempatan (O), kapasitas (C), dan kemauan (W) menghasilkan prestasi kerja hasil pengamatan.

Pretasi Kerja / Unjuk Kerja = f (O x C x W)

Model prestasi kerja Blumberg dan Pringle juga menunjukkan berbagai jalan yang tersedia untuk usaha-usaha yang dapat mempengaruhi perilaku orang di pekerjaan. Berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya prestasi kerja atau kinerja memiliki pengertian yang sama. Penyampainnya hanya terletak dari redaksional penyampaiannya saja.

Menurut peneliti, model Blumberg-Pringle untuk penentu prestasi kerja seseorang yang menggambarkan hubungan antara komponen kemauan, kesempatan, dan kapasitas cukup ditunjukkan dengan panah satu arah kepada prestasi kerja, karena menunjukkan bahwa komponen kemauan, kesempatan, dan kapasitas mempengaruhi prestasi kerja. Sedangkan panah dua arah menunjukkan adanya hubungan timbal balik antara komponen kemauan, kesempatan, dan kapasitas dengan prestasi kerja, atau dengan kata lain prestasi kerja mempengaruhi komponen kemauan, kesempatan, dan kapasitas.


(51)

2.1.3. Penilaian Prestasi Kerja

2.1.3.1. Definisi penilaian prestasi kerja

Suatu proses kinerja, apabila telah selesai dilaksanakan akan memberikan hasil kinerja atau prestasi kerja. Suatu proses kinerja dapat dikatakan selesai apabila telah mencapai suatu target tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya, atau dapat pula dinyatakan selesai berdasarkan pada suatu batasan waktu tertentu, misalnya pada akhir tahun.

Evaluasi kinerja atau penilaian prestasi kerja karyawan (performance appraisal) menurut Leon C. Mengginson (dalam Mangkunegara, 2006), adalah suatu proses yang digunakan pimpinan untuk menentukan apakah seorang karyawan melakukan pekerjaannya sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya. Evaluasi kinerja dilakukan untuk memberikan penilaian terhadap hasil kerja atau prestasi kerja yang diperoleh organisasi, tim atau individu. Evaluasi kinerja akan memberikan umpan balik terhadap tujuan dan sasaran kinerja, perencanaan, dan proses pelaksanaan kinerja. Atas dasar evaluasi kinerja dapat dilakukan langkah-langkah untuk melakukan perbaikan kinerja atau prestasi kerja di waktu yang akan datang (Wibowo, 2007).

2.1.3.2. Aspek-aspek standar pekerjaan dan kinerja

Malayu Hasibuan (dalam Mangkunegara, 2006) mengemukakan bahwa aspek-aspek yang dinilai dalam kinerja mencakup sebagai berikut:


(52)

1. Kesetiaan, 2. Hasil kerja, 3. Kejujuran, 4. Kedisiplinan, 5. Kreativits, 6. Kerjasama, 7. Kepemimpinan, 8. Kepribadian, 9. Prakarsa,

10. Kecakapan, dan 11. Tanggung jawab.

Sedangkan Husein Umar (1997), membagi aspek-aspek kinerja sebagai berikut:

1. Mutu pekerjaan, 2. Kejujuran karyawan, 3. Inisiatif,

4. Kehadiran, 5. Sikap, 6. Kerjasama, 7. Keandalan,


(53)

9. Tanggung jawab, dan 10. Pemanfaatan waktu kerja.

Adapun aspek-aspek standar pekerjaan terdiri dari aspek kuantitatif dan aspek kualitatif. Aspek kuantitatif meliputi:

1. Proses kerja dan kondisi kerja,

2. Waktu yang dipergunakan atau lamanya melaksanakan pekerjaan, 3. Jumlah kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan, dan

4. Jumlah dan jenis pemberian pelayanan dalam bekerja.

Sedangkan aspek kualitatif meliputi:

1. Ketepatan kerja dan kualitas pekerjaan, 2. Tingkat kemampuan dalam bekerja,

3. Kemampuan menganalisis data atau informasi, kemampuan atau kegagalan menggunakan mesin atau peralatan, dan

4. Kemampuan mengevaluasi (keluhan atau keberatan konsumen).

Mengingat banyaknya faktor yang mempengaruhi prestasi kerja karyawan, maka dalam penelitian ini peneliti hanya akan membahas beberapa faktor tertentu saja yang diduga mempengaruhi prestasi kerja karyawan. Selain faktor budaya perusahaan yang akan dibahas sebagai variabel utama dalam mempengaruhi prestasi kerja, dalam penelitian ini peneliti juga memasukkan variabel motivasi kerja, gaya


(54)

kepemimpinan, lama kerja, pendidikan, dan usia sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi kerja karyawan.

2.2. Persepsi Budaya Perusahaan 2.2.1. Persepsi

Persepsi (perseption) merupakan tahap paling awal dari serangkaian pemroses informasi. Persepsi adalah suatu proses penggunaan pengetahuan yang telah dimiliki (yang disimpan dalam ingatan) untuk mendeteksi atau memperoleh dan menginterpretasi stimulus (rangsangan) yang diterima oleh alat indera (Matlin 1989; Solso 1988, dalam Suharnan 2005).

Persepsi adalah suatu proses dimana sensasi dan informasi yang diterima melalui panca indra diubah menjadi kesatuan yang teratur rapih dan berarti, yaitu objek-objek yang dapat dipersepsi (Bruno, 1989). Robbins (2003) mendefinisikan persepsi sebagai berikut:

“Perception is a process by which individuals organize and interpret their

sensory impressions in order to give meaning to their environment.”

Menurut Robbins persepsi adalah suatu proses dimana individu-individu mengorganisasi dan menginterpretasi kesan-kesan indera mereka agar memberikan arti kepada lingkungan mereka. Namun demikian apa yang dipersepsikan seseorang dapat secara nyata berbeda dari realitas objektif. Ini dapat ditunjukkan dengan fakta bahwa tidak akan ada seorang pun yang mempunyai pandangan yang tepat sama tentang permasalahannya.


(55)

Dari pengertian tersebut, apabila dikaitkan dengan perilaku dan sikap, bahwa individu-individu berperilaku dalam cara tertentu atau membentuk sikap-sikap tertentu yang tidak didasarkan pada lingkungan eksternalnya sebagaimana kenyataannya, tetapi lebih didasarkan pada apa yang mereka lihat atau apa yang mereka rasakan sebagaimana keadaannya. Persepsi dengan demikian merupakan penentu yang sangat penting bagi variabel-variabel dependen, karena interpretasi mereka tentang realitas bukan berdasarkan realitas itu sendiri.

Dalam hubungan antara persepsi terhadap budaya perusahaan, maka faktor stimulus yang dimaksud adalah budaya perusahaan yang dirasakan kondusif oleh karyawan. Selain itu, akan dilihat bagaimana tiap karyawan mempersepsikan atau memandang budaya perusahaannya yang berupa nilai-nilai, kebiasaan, serta norma yang ada di perusahaan berdasarkan informasi dan pengetahuan yang dimilikinya.

2.2.2. Budaya perusahaan

Kebudayaan merupakan identitas dari suatu bangsa, sehingga melalui kebudayaan dapat membedakan antara satu bangsa dengan bangsa lainnya. Oleh karena itu, kebudayaan suatu bangsa mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pembentukan karakter suatu organisasi. Menurut Aryandini (2000, dalam Sadono, 2004) kebudayaan adalah hasil cipta, rasa, dan karya manusia, yaitu upaya manusia untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Sedangkan yang dimaksud dengan


(56)

budaya adalah hasil dari kebudayaan, yaitu ‘budidaya’ manusia dalam cipta, rasa, dan karya.

Budaya telah menjadi konsep penting dalam memahami masyarakat dan kelompok manusia untuk waktu yang lama. Stoner (1995) mengartikan budaya sebagai gabungan kompleks asumsi, tingkah laku, cerita, metafora, mitos, dan berbagai ide lain yang menjadi satu untuk menentukan apa arti menjadi anggota masyarakat tertentu (dalam Moeljono, 2003).

Budaya merupakan perekat yang mempersatukan organisasi dengan manajemen kinerja. Filosofi dan desain tidak terelakkan dipengaruhi oleh budaya organisasi yang berlaku. Komponen budaya organisasi adalah nilai-nilai, norma-norma, dan gaya manajemen. Menurut Parsudi Suparlan (2001, dalam Sadono, 2004) nilai-nilai budaya pada hakikatnya merupakan keyakinan-keyakinan dan pedoman penilaian menurut kebudayaan yang bersangkutan adalah penuh dengan muatan perasaan dan terwujud dalam bentuk luapan emosi yang tidak dapat ditawar. Dari penjelasan tersebut, maka yang dimaksud dengan nilai-nilai budaya adalah suatu komplek atau himpunan keyakinan-keyakinan, dan pedoman penilaian, yang dapat mempengaruhi sikap (attitude), perilaku (behavior), serta tindakan (action)

seseorang.

Nilai-nilai dinyatakan sebagai keyakinan tentang apa yang baik bagi organisasi dan perilaku seperti apa yang diinginkan. Norma-norma adalah aturan tidak tertulis yang mendefinisikan harapan atas perilaku, seperti bagaimana manajer memperlakukan bawahan dan bagaimana bawahan berhubungan dengan manajer.


(57)

Norma mengatur bagaimana menejemen kinerja bekerja, sedangkan gaya manajemen menjelaskan bagaimana kekuatan dan kekuasannya (Wibowo, 2007).

E. Jaques (1952) pernah mengemukakan bahwa budaya organisasi sangat diperlukan oleh manajemen untuk dapat mengarahkan dan membentuk pola kerja dari para anggotanya agar lebih produktif. Sementara itu Thomas J. Peters dan Robert Waterman (1982), mengingatkan tentang pentingnya budaya perusahaan (corporate culture) untuk menghadapi persaingan global yang semakin tajam dan ketat. Peters dan Waterman selanjutnya mengatakan suatu organisasi yang memiliki karakter dan budaya yang kokoh, sangat membantu manajemen dalam mengarahkan tindakan para anggotanya sesuai dengan harapan organisasinya. Dan menurut Peters dan Waterman, untuk membentuk karakter dan budaya perusahaan yang kokoh memerlukan waktu yang cukup lama (dalam Sadono, 2004).

Budaya organisasi berkaitan erat dengan pemberdayaan karyawan (employee empowerment) di suatu perusahaan. Semakin kuat budaya organisasi, semakin besar dorongan para karyawan untuk maju bersama dengan perusahaan. Berdasarkan hal tersebut, pengenalan, penciptaan, dan pengembangan budaya organisasi dalam suatu perusahaan mutlak diperlukan dalam rangka membangun perusahaan yang efektif dan efisien sesuai dengan misi dan visi yang hendak dicapai. Dengan demikian antara budaya organisasi dan budaya perusahaan saling terkait, karena kedua-duanya memiliki kesamaan, meskipun dalam budaya perusahaan terdapat hal-hal khusus seperti gaya manajemen dan sistem manajemen, namun semuanya masih tetap dalam rangkaian budaya organisasi.


(58)

Setiap organisasi, setiap usaha memiliki budayanya yang tercermin dari perilaku para anggotanya, para karyawannya, kebijakan-kebijakannya serta peraturan-peraturannya. Menurut Tosi, Rizzo, dan Carroll (1994, dalam Munandar 2001) budaya organisasi adalah cara-cara berpikir, berperasaan, dan bereaksi berdasarkan pola-pola tertentu yang ada dalam organisasi atau yang ada pada bagian-bagian organisasi. Budaya organisasi terdiri dari asumsi-asumsi dasar yang dipelajari baik sebagai hasil memecahkan masalah yang timbul dalam proses penyesuaian dengan lingkungannya, maupun sebagai hasil memecahkan masalah ynag timbul dari dalam organisasi, antar unit-unit organisasi yang berkaitan dengan integrasi.

Budaya organisasi merupakan artefak, aturan, nilai-nilai, prinsip, dan asumsi dasar yang dapat mengarahkan perilaku organisasi. Budaya organisasi berfungsi untuk mengatasi permasalahan adaptasi eksternal dan integrasi internal (Dharma & Akib, 2006). Schein (1992, dalam Munandar, 2001) lebih jauh menyatakan bahwa budaya organisasi dapat diartikan sebagai pola asumsi dasar yang ditemukan, diteliti atau dikembangkan oleh berbagai kelompok yang ada dalam organisasi. Schein selanjutnya membedakan budaya organisasi ke dalam tiga tingkat. Tingkat pertama adalah tingkat perilaku atau artefak, tingkatan ini adalah tingkatan yang dapat diamati. Tingkat kedua adalah nilai-nilai dari budaya perusahaan. Tingkat ini tidak dapat terlihat, karena nilai-nilai terungkap melalui pola-pola perilaku tertentu. Tingkat ketiga adalah keyakinan (beliefs) dan merupakan tingkat yang paling dalam yang mendasari nilai-nilai dan terdiri dari berbagai asumsi dasar. Budaya timbul


(59)

sebagai hasil belajar bersama dari para anggota organisasi agar tetap bertahan. Budaya organisasi mencakup berbagai macam kegiatan keorganisasian, seperti kegiatan dalam perusahaan.

Menurut Tunstall (1983, dalam Sadono, 2004) budaya perusahaan pada hakikatnya adalah suatu himpunan keyakinan, adat istiadat, kebiasaan, sistem nilai, norma-norma, perilaku, dan tindakan serta prinsip-prinsip yang dianut oleh manajemen dan jajarannya di dalam menjalankan organisasi atau perusahaannya. Keyakinan, adat-istiadat, kebiasaaan, sistem nilai, norma-norma, perilaku, dan tindakan-tindakan menajemen tersebut selanjutnya digunakan untuk membentuk pola perilaku dan karakter para anggota, sehingga sesuai dengan harapan organisasinya.

Pengertian budaya perusahaan yang dikemukakan oleh Tunstall di atas, kemudian oleh Scholz (1987) ditambahkan bahwa budaya perusahaan adalah suatu pola dari tindakan dan norma-norma dari para pimpinan organisasi, yang menjadi panutan atau untuk mengarahkan perilaku setiap anggota-anggota dalam perusahaan, agar dalam bekerja dapat bersama-sama menuju ke satu titik sasaran (dalam Sadono, 2004).

Dalam lingkup organisasi, budaya perusahaan sering diartikan sebagai sekumpulan sistem nilai yang diakui dan dibuat oleh semua anggotanya, yang membedakan perusahaan yang satu dengan yang lainnya (Robbins, 2003). Jewell (1998), menyatakan budaya perusahaan adalah sebuah konsep yang meliputi seluruh tradisi, nilai, dan prioritas yang merupakan karakteristik suatu perusahaan. Budaya ini


(60)

memberikan definisi singkat bagaimana karyawan pihak luar (termasuk pesaing) memandang sebuah perusahaan.

Selanjutnya Brown (1998) mengatakan bahwa untuk dapat mengetahui karakter dan budaya suatu organisasi, umumnya dapat dilakukan dengan cara mempelajari dan mendalami makna dari logo dan misi suatu organisasi, karena di dalam logo dan misi tersebut, tersimpan harapan dari para pendiri organisasi. Brown juga menguraikan langkah-langkah yang seyogyanya ditempuh oleh manajemen di dalam proses menanamkan harapan-harapan para pendirinya atau budaya organisasi kepada setiap anggotanya, yaitu dengan menjelaskan logo dan motto dari organisasinya. Penjelasan makan dari logo dan motto perusahaan tersebut yang kemudian dijadikan materi utama dalam proses pewarisan nilai-nilai budaya kepada para anggotanya (cultural transmission) (dalam Sadono, 2004).

Dalam penelitiannya, Justin Schulz (2001) menerangkan bahwa semua perusahaan memiliki budaya. Budaya perusahaan terbentuk dengan alami, bukan sengaja didesain. Selama lebih dari dua dekade memberikan konsultasi organisasi, dari lembaga non-profit kecil sampai bisnis teknologi informasi global, Schulz telah menemukan bahwa hanya sedikit saja organisasi yang benar-benar memberikan perhatian terhadap sesuatu yang sangat prinsipil yang bisa membuat mereka memiliki ciri khas tertentu, yaitu budaya. Budaya bagi organisasi seperti pentingnya kepribadian bagi seseorang, itulah yang akan menentukan kapasitas dan kualitas seseorang. Ciri seseorang yang memiliki kemajuan kepribadian yang baik adalah kematangan. Untuk mencapai kematangan seseorang butuh kemauan untuk bertanya,


(61)

merefleksikan sesuatu, dan belajar dari tantangan dalam hidup. Ini hanya bisa diperoleh melalui eksplorasi diri dan pribadi psikologis, sehingga seseorang benar-benar dapat meyakini nilai-nilai, kayakinan, dan motivasi diri sendiri.

Melalui eksplorasi pilihan, seseorang akan mampu menentukan pilihan yang tepat untuk menjadi apa dan juga bisa mengoptimalkan potensi yang terbaik dari dalam diri. Demikian juga untuk meningkatkan kematangan organisasi harus mampu mengoptimalkan potensi terbaiknya—organisasi harus bisa menjalankan kesadaran eksplorasi diri dan meningkatkan prestasi yang berasakan pada nilai-nilai dan keyakinan yang menjadi ciri khas mereka. Perbedaan antara organisasi-organisasi yang bisa memahami dan bisa mengembangkan budaya mereka dengan organisasi yang tidak mengerti—perbedaan antara budaya organisasi yang didesain dengan budaya yang terbentuk secara alami—adalah performance yang mengejutkan (Schulz, 2001).

Moeljono (2003) menyatakan budaya perusahaan adalah “peramuan” berpola

top-middle-bottom, kemudian disemaikan ke setiap sel organisasi dan menjadi nilai-nilai kehidupan bersama yang dapat muncul dalam bentuk perilaku formal maupun informal. Budaya perusahaan yang pada umumnya merupakan pernyataan filosofis, dapat difungsikan sebagai tuntutan yang mengikat para karyawan karena dapat diformulasikan secara formal ke dalam berbagai peraturan dan ketentuan perusahaan. Dengan membakukan budaya perusahaan sebagai suatu acuan bagi ketentuan atau peraturan yang berlaku, maka para pemimpin dan karyawan secara tidak langsung akan terikat sehingga dapat membentuk sikap dan perilaku yang sesuai dengan visi


(62)

dan misi serta strategi perusahaan. Dengan demikian budaya perusahaan adalah landasan filosofis yang pada tingkatan paling dalam diyakini sebagai “agama” oleh orang-orang dalam sebuah organisasi perusahaan. Fungsi budaya perusahaan adalah sebagai sistem nilai yang akan mengikat serta mewarnai sikap dan tingkah laku para karyawan. Fungsi lain dari budaya perusahaan dikemukakan oleh Robbins (2003), adalah:

a. Menentukan peran yang membedakan perusahaan yang satu dengan perusahaan lainnya;

b. Menimbulkan rasa memiliki identitas bagi karyawan;

c. Mengutamakan tujuan bersama dari pada sekedar kesenangan pribadi; d. Menjaga stabilitas sosial perusahaan.

Berdasarkan definisi-definisi tentang budaya perusahaan tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa budaya perusahaan adalah sistem nilai, keyakinan, norma, serta kebiasaan yang menjadi panutan untuk mengarahkan perilaku setiap anggota-anggota dalam perusahaan, agar dalam bekerja dapat bersama-sama menuju ke satu titik sasaran sesuai dengan visi, misi, dan tujuan perusahaan.

2.2.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi budaya perusahaan

Penelitian yang dilakukan Kotter dan Heskett (1992) menunjukkan bahwa terdapat empat faktor yang menentukan perilaku manajemen suatu perusahaan yang digambarkan dalam bagan berikut ini:


(63)

Budaya Perusahaan

Struktur, Sistem, Rencana, dan Kebijakan Formal

Kepemimpinan – Usaha-usaha untuk mengartikulasi dan Mengimplementasi Visi dan Strategi suatu Bisnis

Lingkungan yang Teratur dan Bersaing

Perilaku Manajemen

Suatu Perusahaan

Gambar 2.2 Faktor yang Membentuk Perilaku Manajer

Secara tegas, Kotter dan Heskett meletakkan budaya perusahaan pada posisi pertama, ini membuktikan bahwa budaya perusahaan cukup berpengaruh dalam membentuk perilaku anggotanya dalam suatu perusahaan. Faktor budaya perusahaan sangat penting bagi kelangsungan roda organisasi perusahaan, karena bila diabaikan karyawan dapat mempunyai sikap dan perilaku yang berbeda dalam menjalankan pekerjaannya.

Penelitian Kotter dan Heskett juga membuktikan empat hal yang prinsipil, yaitu:

1. Budaya perusahaan dapat mempunyai dampak yang berarti terhadap kinerja ekonomi jangka panjang.


(64)

2. Budaya perusahaan mungkin akan menjadi suatu faktor yang bahkan lebih penting lagi dalam menentukan keberhasilan atau kegagalan perusahaan dalam dasawarsa yang akan datang.

3. Budaya perusahaan yang menghambat kinerja keuangan jangka panjang cukup banyak; budaya-budaya tersebut mudah berkembang, bahkan dalam perusahaan-perusahaan yang penuh dengan orang-orang yang pandai dan berakal sehat. 4. Walaupun sulit untuk diubah, budaya perusahaan dapat dibuat agar bersifat lebih meningkatkan kinerja.

Dengan mengetahui pentingnya budaya perusahaan bagi kelangsungan roda organisasi perusahaan, maka perlu diketahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi budaya perusahaan. Menurut Robbins (2003), terdapat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi budaya perusahaan, yaitu:

a. Individual initiative, tingkat tanggung jawab dan kemandirian yang dimiliki tiap anggota.

b. Risk tolerance, tingkat resiko yang boleh atau mungkin dipikul oleh anggotanya untuk mendorong mereka menjadi agresif, inovatif dan berani mengambil resiko. c. Integration, tingkat unit-unit kerja dalam organisasi yang mendorong untuk

beroperasi dalam koordinasi yang baik.

d. Management support, tingkat kejelasan komuniksai, bantuan, dan dukungan yang disediakan menajemen terhadap unit kerja di bawahnya.


(1)

Copyright by Scientific Software International, Inc., 1981-2006 Use of this program is subject to the terms specified in the Universal Copyright Convention.

Website: www.ssicentral.com

The following lines were read from file C:\Documents and Settings \Lukman\My Documents\REGRESI LISREL\dataregresi.PR2:

!PRELIS SYNTAX: Can be edited

SY='C:\Documents and Settings\Lukman\My Documents\REGRESI LISREL\dataregresi.PSF'

RG 2 ON 4 5 6 7 8 9 10 OU MA=CM XT XM

Total Sample Size = 73

Univariate Marginal Parameters

Variable Mean St. Dev. Thresholds --- ---- --- Prestasi 0.000 1.000 -1.229 0.775 Pendidik 0.000 1.000 -0.822 -0.685 Univariate Distributions for Ordinal Variables Prestasi Frequency Percentage Bar Chart

2 8 11.0 3 49 67.1 4 16 21.9

Pendidik Frequency Percentage Bar Chart 1 15 20.5

2 3 4.1 3 55 75.3

Univariate Summary Statistics for Continuous Variables

Variable Mean St. Dev. T-Value Skewness Kurtosis Minimum Freq. Maximum Freq.

-- - -- - -- -- - - -

LeadStyl 50.000 15.000 28.480 -0.421 -0.571 18.558 5 72.438 8

Motivasi 50.000 12.906 33.102 0.106 -0.267 22.406 1 80.832 1

B1Saing 50.000 13.573 31.475 -0.147 -0.165 14.390 2 70.287 4

B2Sosial 50.000 14.993 28.494 0.318 0.529 15.107 1 75.046 3

B3Suppor 50.000 12.292 34.753 0.040 0.292 16.073 1 73.072 1

B4Inovas 50.000 14.992 28.494 0.683 2.541 10.292 1 82.766 1

B5Reward 50.000 12.678 33.697 -1.155 1.777 9.476 1 71.481 2


(2)

B6Kinerj 50.000 14.993 28.494 -0.259 -1.319 7.790 1 64.347 2

B7Stabil 50.000 12.812 33.344 -0.038 0.391 18.473 3 74.591 4

Usia 29.192 4.505 55.363 1.143 1.349 22.000 2 44.000 1

LamaKerj 30.644 15.986 16.379 1.152 1.723 4.000 1 84.000 1

Estimated Equations

Prestasi = 0.398 + 0.0120*B1Saing - 0.00686*B2Sosial + 0.00293*B3Suppor

Standerr (0.974) (0.0102) (0.00830) (0.0104) Z-values 0.408 1.167 -0.826 0.282 P-values 0.683 0.243 0.409 0.778 + 0.00670*B4Inovas + 0.00261*B5Reward - 0.00643*B6Kinerj (0.00803) (0.0104) (0.00918) 0.835 0.252 -0.701 0.404 0.801 0.483 - 0.0188*B7Stabil + Error, R¦ = 0.119

(0.0107) -1.755 0.079 Error Variance = 0.881

Covariance Matrix

LeadStyl Prestasi Motivasi B1Saing B2Sosial B3Suppor

LeadStyl 225.000

Prestasi -0.407 1.000

Motivasi -2.022 0.379 166.553

B1Saing 13.579 2.067 29.200 184.219

B2Sosial 17.861 -1.095 -12.779 -7.540 224.775 B3Suppor 10.952 0.252 -4.281 31.308 56.654 151.102

B4Inovas 30.234 1.280 49.314 12.870 -2.261 3.905

B5Reward -73.142 0.891 3.573 65.019 -3.764 27.122

B6Kinerj 8.284 -3.191 -36.179 -31.183 -22.568 13.598

B7Stabil 13.455 -2.891 49.697 38.961 -13.355 9.830

Pendidik 1.177 0.181 7.781 0.804 0.173 -3.854

Usia 14.540 1.396 6.306 8.518 1.958 -4.344

LamaKerj 35.900 8.130 2.972 32.157 21.522 -14.101


(3)

Covariance Matrix

B4Inovas B5Reward B6Kinerj B7Stabil Pendidik Usia

B4Inovas 224.775

B5Reward -35.331 160.723

B6Kinerj -6.405 7.956 224.775

B7Stabil 18.864 6.508 81.974 164.147

Pendidik -3.255 0.340 -2.987 2.294 1.000 Usia -4.697 -12.910 -6.251 -8.494 -0.545 20.296

LamaKerj 8.788 -23.604 -2.054 -10.232 -1.635 34.555

The Problem used 21784 Bytes (= 0.0% of available workspace)


(4)

HASIL REGRESI SPSS

Model Summary

Change Statistics

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the

Estimate R Square Change F Change df1 df2

Sig. F Change

1 .566a .321 .185 .51169 .321 2.359 12 60 .015

a. Predictors: (Constant), Usia, B2Sosial, B4Inovasi, B6Kinerja, B1Saing, Pendidikan, LeadStyle, B3Support, LamaKerja, B7Stabil, B5Reward, Motivasi

ANOVAb

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

Regression 7.413 12 .618 2.359 .015a

Residual 15.710 60 .262

1

Total 23.123 72

a. Predictors: (Constant), Usia, B2Sosial, B4Inovasi, B6Kinerja, B1Saing, Pendidikan, LeadStyle, B3Support, LamaKerja, B7Stabil, B5Reward, Motivasi


(5)

Coefficientsa

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

Model B Std. Error Beta t Sig.

(Constant) 1.912 .827 2.312 .024

B1Saing .002 .006 .041 .302 .764

B2Sosial -.004 .004 -.096 -.828 .411

B3Support .006 .006 .141 1.143 .258

B4Inovasi .007 .005 .174 1.446 .154

B5Reward .005 .006 .103 .760 .450

B6Kinerja -.003 .005 -.091 -.667 .507

B7Stabil -.007 .006 -.163 -1.179 .243

Motivasi -.005 .006 -.123 -.858 .394

LeadStyle -.002 .005 -.064 -.522 .604

LamaKerja .015 .005 .412 3.192 .002

Pendidikan .188 .095 .271 1.987 .051

1

Usia .014 .016 .111 .852 .398


(6)