Perilaku bidan dalam langkah ketiga pelaksanaan IMD

Meskipun bayi tidak berhasil menemukan puting susu ibunya, bidan tetap memberikan kesempatan pada ibu untuk melakukan penyusuan awal di RB. Penyusuan awal tersebut dilakukan dengan cara ibu memasukkan puting susunya ke mulut bayi. Selain itu, saat menyusu pertama kali bayi sudah dalam keadaan dibedong. Penyusuan awal di RB berlangsung sampai waktu dua jam setelah persalinan. Selanjutnya, bidan memberikan suntikan hepatitis B pertama pada bayi dan memindahkan ibu dan bayinya ke ruang perawatan untuk melanjutkan rawat gabung. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pelaksanaan rawat gabung di PKM Kecamatan Pesanggrahan berlangsung selama dua hari setelah melahirkan. Menurut bidan pelaksanaan rawat gabung selama dua hari tersebut sesuai dengan peraturan yang telah dibuat oleh pihak PKM Kecamatan Pesanggrahan. Menurut Kementerian Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak RI 2010, pelaksanaan rawat gabung merupakan poin nomer tujuh dalam pedoman peningkatan penerapan 10 langkah menuju keberhasilan menyusui. Dalam pedoman tersebut disebutkan bahwa rawat gabung adalah upaya menempatkan ibu dan bayi ditempat yang sama selama 24 jam. Pelaksanaan rawat gabung dimulai dengan cara mengupayakan penyediaan rawat gabung dengan sarana dan prasarana yang memadai, mempraktekkan rawat gabung kecuali ada indikasi medis yang mengharuskan bayi dirawat secara terpisah, menjamin kebersihan dan kenyamanan ruangan, menjamin ketertiban jam kunjung ibu dan bayi, dan mengupayakan agar ibu tetap dapat menyusui meskipun bayi harus dirawat terpisah atas indikasi medis Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI, 2013. Oleh sebab itu, aturan di PKM Kecamatan Pesanggrahan untuk memberikan fasilitas rawat gabung pada setiap proses persalinan sudah tepat. Sehingga, ibu dan bayi dapat sama-sama merasakan manfaat rawat gabung untuk mencapai langkah keberhasilan menyusui. Bidan juga menyatakan bahwa dengan adanya rawat gabung, maka ibu akan terlatih untuk merawat dan menyusui bayinya. Selain itu, menurut bidan, dengan adanya rawat gabung, maka bayi akan lebih sering menyusu sehingga memperoleh ASI eksklusif karena ibu dapat menyusui sesuai permintaan bayi. Menurut Wijayanti 2011, manfaat rawat gabung dapat ditinjau dari berbagai aspek, yaitu aspek fisik, fisiologis, psikologi, edukatif, ekonomi, dan medis. Manfaat rawat gabung ditinjau dari aspek fisik yaitu, ibu dapat dengan mudah menjangkau bayinya untuk melakukan perawatan sendiri dan mnyusui sesuai keinginan bayi. Selanjutnya, dari aspek fisiologi, maka dengan adanya rawat gabung bayi akan segera dan lebih sering disusui. Sehingga, akan timbul refleks oksitosin dan prolaktin. Kemudian, dari aspek psikologi, maka dengan adanya rawat gabung akan terjalin proses lekat antara ibu dan bayi. Hal ini mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan psikologi bayi selanjutnya, karena kehangatan tubuh ibu merupakan stimulasi mental yang mutlak dibutuhkan oleh bayi. Selanjutnya, dari aspek edukatif, maka dengan adanya rawat gabung ibu akan mendapatkan pengetahuan dan keterampilan tentang cara menyusui yag benar, merawat tali pusat, merawat payudara, dan memandikan bayi Wijayanti, 2011. Selanjutnya, dari aspek ekonomi, maka dengan adanya rawat gabung pemberian ASI dapat dilakukan sedini mungkin. Sehingga, dapat menghemat anggaran pengeluaran untuk pembelian susu formula, botol susu, dot, serta peralatan lain yang dibutuhkan. Terakhir, dari aspek medis, maka dengan adanya rawat gabung akan menurunkan angka morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi Wijayanti, 2011. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa bidan menyatakan bayi boleh dipisahkan dari ibunya untuk ditimbang, diukur, dan dicap meskipun bayi belum berhasil menemukan puting susu ibunya. Setelah kegiatan tersebut dilakukan, bayi dapat kembali diberi kesempatan untuk melakukan penyusuan awal dalam keadaan telah dibedong. Menurut Krathwohl dkk 1974, perilaku yang menekankan pada aspek intelektual otak termasuk dalam domain kognitif. Domain kognitif meliputi pengetahuan yang dimiliki seseorang. Sehingga, dapat dikatakan bahwa pengetahuan yang dimiliki bidan dalam langkah ketiga pelaksanaan IMD merupakan perilaku dalam domain kognitif. Peneliti menduga bahwa ketidaktepatan perilaku bidan dalam langkah ketiga pelaksanaan IMD disebabkan oleh pengetahuan yang dimiliki bidan. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa menyatakan sebelum dikeluarkannya program IMD, kegiatan penimbangan, pengukuran, dan pengecapan memang biasa dilakukan sebelum bayi menyusu. Sehingga, bidan menganggap kegiatan penimbangan, pengukuran, dan pengecapan boleh saja dilakukan meskipun bayi belum berhasil menemukan puting susu ibunya. Menurut Krathwohl dkk 1974, perilaku yang menekankan pada aspek emosional, seperti perasaan, minat, sikap dan kepatuhan merupakan domain afektif. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa sikap bidan terhadap langkah ketiga dalam pelaksanaan IMD merupakan perilaku dalam domain afektif. Selain itu, peneliti juga menduga bahwa selain pengetahuan, sikap yang dimiliki bidan juga menjadi salah satu faktor ketidaktepatan perilaku bidan dalam langkah ketiga pelaksanaan IMD. Selanjutnya, berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa bidan belum melakukan semua tindakan dalam langkah ketiga pelaksanaan IMD. Bidan tidak memberikan kesempatan kembali kepada bayi yang telah dipisahkan dari ibunya untuk kegiatan penimbangan, pengukuran, dan pengecapan untuk kembali melakukan kontak kulit dengan ibunya sampai berhasil menemukan puting susu ibunya dan berhasil melakukan penyusuan awal. Menurut Azizahwati 2010, keterampilan merupakan tingkat kemahiran dalam penguasaan suatu gerak. Selanjutnya, menurut Dave 1967 dalam Huitt 2003, keterampilan dapat dikelompokkan dalam lima tingkatan, yaitu meniru, manipulasi, ketepatan gerakan, artikulasi, dan naturalisasi. Oleh sebab itu, sama halnya dengan perilaku bidan dalam langkah kedua pelaksanaan IMD, peneliti juga menduga bahwa sebenarnya bidan sudah terampil dalam melakukan setiap tindakan dalam langkah ketiga pelaksanaan IMD. Selanjutnya, peneliti juga menduga bahwa keterampilan bidan dalam langkah ketiga pelaksanaan IMD hanya termasuk pada tingkat meniru, manipulasi, dan naturalisasi, karena berdasarkan hasil observasi terlihat bahwa bidan selalu melakukan tindakan yang sama dalam langkah ketiga pelaksanaan IMD tanpa melihat pedoman pelaksanaan IMD. Semua tindakan tersebut dilakukan secara berurutan sesuai pedoman pelaksanaan IMD. Namun, masih terdapat tindakan yang belum dilakukan. 102

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Perilaku bidan dalam pelaksanaan IMD di PKM Kecamatan Pesanggrahan tahun 2013 sudah dominan dan suportif karena dalam waktu 30 menit pertama setelah bayi lahir, bidan memfasilitasi bayi untuk melakukan IMD. 2. Tindakan yang dilakukan bidan dalam langkah pertama pelaksanaan IMD, yaitu mencatat waktu kelahiran bayi, menilai kondisi bayi, membersihkan tubuh bayi kecuali kedua tangan, memberikan suntikan oksitosin 10UI di paha ibu bersalin, mengklem dan memotong tali pusat. Semua tindakan dalam langkah pertama pelaksanaan IMD sudah dilakukan secara berurutan dan tepat. 3. Tindakan yang dilakukan bidan dalam langkah kedua pelaksanaan IMD, yaitu menengkurapkan bayi di dada ibunya tidak lebih dari 30 menit dengan cara mengarahkan mulut bayi ke dekat puting susu ibunya sebelah kiri, menyelimuti bayi dengan kain bersih, meminta ibu bersalin untuk memeluk bayinya, menolong lahirnya plasenta, dan menjahit perineum ibu bersalin. Semua tindakan dalam langkah kedua pelaksanaan IMD sudah dilakukan secara berurutan, namun masih terdapat tindakan yang dilakukan kurang tepat. 4. Tindakan yang dilakukan bidan dalam langkah ketiga pelaksanaan IMD, yaitu menimbang, mengukur, mengecap kedua telapak kaki bayi, memberikan suntikan vitamin K pada bayi, memberikan kesempatan pada ibu dan bayi untuk melakukan penyusuan awal di RB dalam keadaan bayi sudah dibedong, memberikan suntikan HB 0 pada bayi setelah dua jam persalinan, melanjutkan pelaksanaan rawat gabung di ruang perawatan sampai dua hari setelah melahirkan. Masih terdapat tindakan yang belum dilakukan dalam langkah ketiga pelaksanaan IMD, yaitu tidak memberikan kesempatan kembali pada bayi untuk melakukan kontak kulit dengan ibunya sampai berhasil menemukan puting susu ibunya.

B. Saran

1. Disarankan kepada koordinator program gizi di PKM Kecamatan Pesanggrahan agar memonitor ketepatan pelaksanaan IMD di RB PKM Kecamatan Pesanggrahan. 2. Disarankan kepada Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta untuk melakukan pelatihan konselor ASI bagi semua bidan puskesmas di DKI Jakarta. 3. Disarankan kepada pihak Dinas Kesehatan Jakarta Selatan sebagai pelaksana pelatihan konselor ASI untuk lebih banyak menekankan pada pemberian materi IMD khususnya mengenai lima tahapan perilaku bayi saat menyusu pertama kali. DAFTAR PUSTAKA Afifah, Evi. 2008. Perilaku Petugas Kesehatan Dalam Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini IMD Pada Pasien Di Rumah Sakit Ibu Dan Anak RSIA Mutiara Bunda Ciledug Tangerang Tahun 2008. Jakarta: Skripsi FKIK Jakarta Anggraeni, Annisa. 2012. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian ASI Eksklusif Pada Ibu Yang Melahirkan Di Rumah Bersalin Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan Tahun 2012. Jakarta: Skripsi FKIK Jakarta Azizahwati, dkk . 2010. Keterampilan Psikomotor Fisika Siswa Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head Together. Jurnal Geliga Sains. Vol. IV 1. Hal 12-17. Diakses dari http:ejournal.unri.ac.idindex.phpJGSarticledownload990983 . Pada tanggal 25 Juli 2013 Bungin, M. Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group Departemen Kesehatan RI. 2008. Asuhan Persalinan Normal Asuhan Esensial, Pencegahan dan Penanggulangan Segera Komplikasi Persalinan dan Bayi Baru Lahir. Jakarta: JNPKKR Departemen Kesehatan RI. 2007. Pelatihan APN Bahan Tambahan IMD. Jakarta: JNPKKR Fikawati, Sandra Ahmad Syafiq.2003. Hubungan Antara Menyusui Segera Immediate Breastfeeding dan Pemberian ASI Eksklusif Sampai dengan Empat Bulan. Jurnal Kedokteran Trisakti, Vol.22 2, Hal. 47-55. Diakses dari http:www.univmed.orgwp- contentuploads201102Sandra.pdf . Pada tanggal 10 Oktober 2012 Green et all. 1990. Perencanaan Pendidikan Kesehatan Sebuah Pendekatan Diagnostik. Jakarta: Proyek pengembangan FKM UI DEPDIKBUD RI. Green, L.W. and Kreuter, M.W. 2005. Health Program Planning: An Educational and Ecological Approach. 4th edition. NY: McGraw-Hill Higher Education Huitt, W. 2003. The Psychomotor Domain. Educational Psychology Interactive. Valdosta, GA: Valdosta State University. Diakses dari http:wed.siu.edufacultyJCalvinpsychomotor.pdf . Pada tanggal 21 Agustus 2013 Ja’fara, Carlos. 2001. Analisis Kualitatif Kepatuhan Petugas Kesehatan Terhadap Penatalaksanaan Penyakit Ispa Pada Balita Di Puskesmas Condong Dan Singkawang Kab.Bengkayang Tahun 2004. Depok: Tesis Program Pasca Sarjana FKM UI Kementerian Kesehatan RI. 2012. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 450MenkesSKIV2004 Tentang Pemberian ASI Eksklusif. Diakses dari www.perpustakaan.depkes.go.id . Pada tanggal 3 Maret 2013 Kementerian Kesehatan RI. 2012. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 369MENKESSKIII2007 Tentang Standar Profesi Kebidanan. Diakses dari www.indonesian-publichealth.com Pada tanggal 3 Maret 2013 Kementerian Kesehatan RI. 2012. Peraturan Pemerintah RI No.33 Tahun 2012 Tentang Pemberian ASI Eksklusif. Diakses dari www.depkes.go.id Pada tanggal 3 Maret 2013 Kementerian Kesehatan RI. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor HK.02.02MENKES14912010 Tentang Izin Dan Penyelenggaraan Praktik Bidan. Diakses dari www.indonesian-publichealth.com Pada tanggal 3 Maret 2013 Kementerian Kesehatan RI. 2010. Laporan Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI. 2010. Pedoman Peningktan Penerapan 10 Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui Yang Responsif Gender Bagi Pusat Dan Daerah. Diakses dari http:aimi- asi.orgwp-contentuploads20100817-permenegpp-3-2010.pdf . Pada tanggal 18 Juli 2013 Krathwohl, David R, dkk. 1974. Taxonomy Of Educational Objectives The Classification of Educational Goals Handbook II: Affective Domain. New York: David McKay Company Legawati, dkk. 2011. Pengaruh Inisiasi Menyusu Dini Terhadap Praktik Menyusui 1 Bulan Pertama. Jurnal Gizi Klinik Indonesia, Vol.VIII 2, Hal. 60-68.