Perilaku bidan dalam langkah kedua pelaksanaan IMD
Oleh sebab itu, memang tepat pendapat bidan yang menyatakan bahwa keberadaan pendamping persalinan dapat memberikan semangat kepada
ibu bersalin. Selain itu, keberadaan pendamping persalinan juga dapat melancarkan proses pelaksanaan IMD dengan cara mengawasi kondisi ibu
dan bayi saat kontak kulit antara ibu dan bayi berlangsung. Selanjutnya, berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa saat bayi
berada di dada ibunya, bidan juga meminta ibu untuk memeluk bayinya. Menurut bidan, memeluk bayi saat berada di dada ibunya dilakukan agar
ibu dan bayi sama-sama merasa nyaman. Kemudian, bidan memberikan kesempatan pada bayi untuk
melakukan kontak kulit dengan ibunya yang berlangsung sampai plasenta lahir sempurna. Setelah plasenta lahir, bidan mengangkat bayi
dari ibunya karena bidan akan melakukan penjahitan perineum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari semua proses persalinan yang
diobservasi, proses lahirnya plasenta tidak ada yang lebih dari 30 menit. Sehingga, kontak kulit antara ibu dan bayi juga tidak ada yang
berlangsung lebih dari 30 menit. Bidan menganggap waktu yang diberikan bagi bayi untuk melakukan
kontak kulit dengan ibunya selama minimal satu jam terlalu lama. Selain itu, bidan juga harus melakukan penjahitan perineum. Sehingga,
dikhawatirkan ibu akan merasa tidak nyaman jika harus dilanjutkan melaksanakan IMD.
Menurut Roesli 2012, IMD adalah bayi mulai menyusu sendiri setelah lahir. Bayi baru lahir sebenarnya memiliki kemampuan untuk
menyusu sendiri. Asalkan diberikan kesempatan untuk melakukan kontak kulit dengan ibunya minimal selama satu jam. Pendapat ini sesuai dengan
pedoman langkah pelaksanaan IMD, yang menyatakn bahwa kontak kulit antara ibu dan bayi dipertahankan minimal sampai satu jam Depkes RI,
2008. Selain itu, menurut Mashudi 2011, IMD merupakan program yang
sedang gencar dianjurkan pemerintah. Menyusu dan bukan menyusui merupakan gambaran bahwa IMD bukan program ibu menyusui bayi
tetapi bayi yang harus aktif menemukan sendiri puting susu ibu. Namun, bagi seorang Ibu, proses ini berarti tahap awal pelaksanaan ASI ekslusif.
Menurut Roesli 2012, IMD harus tetap dilakukan meskipun ibu harus dijahit, karena kegiatan bayi merangkak mencari payudara terjadi di
area payudara, sedangkan yang dijahit adalah bagian bawah tubuh ibu. Apabila kondisi ibu tidak mendukung untuk pelaksanaan IMD, maka
seharusnya bidan memberikan dukungan kepada ibu untuk melaksanakan IMD.
Menurut Suryani 2012, bidan harus melibatkan suami atau keluarga yang mendampingi persalinan untuk turut mendukung ibu agar IMD
berhasil. Suami juga turut berperan dalam keberhasilan IMD dengan hadir
dan memberikan dukungan kepada ibu saat melahirkan dan membangun percaya diri ibu agar mau dan mampu menyusui.
Sesuai dengan pendapat Akhmadi 2009 dalam Suryani 2011, yang menyatakan bahwa dukungan merupakan informasi dari orang lain bahwa
ia dicintai dan diperhatikan, memiliki harga diri dan dihargai, serta merupakan bagian dari jaringan komunikasi dan kewajiban bersama.
Dapat juga diartikan sebagai informasi verbal atau non verbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang
yang akrab dengan subjek di dalam lingkungan sosialnya atau yang berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan
emosional atau berpengaruh pada tingkah laku penerimanya. Menurut Roesli 2012, kelahiran dengan tindakan seperti operasi
caesar, vakum atau forcep, bahkan perasaan sakit di daerah kulit yang digunting saat episiotomi memang dapat mengganggu kemampuan
alamiah bayi untuk mencari dan menemukan puting susu ibunya. Namun, bukan berarti dalam keadaan tersebut bidan diperbolehkan untuk tidak
memfasilitasi pelaksanaan IMD. Justru bidan harus terus memberikan dukungan untuk tetap melaksanakan IMD.
Sehingga, kurang tepat tindakan bidan mengangkat bayi dari dada ibunya saat akan menjahit perineum ibu. Artinya, bayi hanya memiliki
kesempatan untuk melakukan kontak kulit dengan ibunya kurang dari satu jam. Peneliti menduga ketidaktepatan tindakan bidan dalam langkah
kedua pelaksanaan IMD karena bidan menghawatirkan kondisi ibu yang stres setelah melahirkan dan kesakitan saat penjahitan perineum akan
membahayakan kondisi ibu dan bayi jika tetap melanjutkan pelaksanaan IMD.
Berdasarkan hasil wawancara, diketahui bahwa bidan telah mengetahui tindakan yang harus dilakukan dalam langkah kedua
pelaksanaan IMD. Namun, bidan belum mengetahui lima tahapan perilaku bayi saat menyusu pertama kali. Bidan menyatakan bahwa bayi
akan berhasil menemukan puting susu ibunya apabila bidan mengarahkan mulut bayi ke dekat puting susu ibunya. Sehingga, saat bayi
ditengkurapkan di dada ibunya, bidan selalu mengarahkan mulut bayi ke dekat puting susu ibunya sebelah kiri.
Menurut Krathwohl dkk 1974, perilaku yang menekankan pada aspek intelektual otak termasuk dalam domain kognitif. Domain
kognitif meliputi pengetahuan yang dimiliki seseorang. Sehingga, dapat dikatakan bahwa pengetahuan yang dimiliki bidan dalam langkah kedua
pelaksanaan IMD merupakan perilaku dalam domain kognitif. Peneliti menduga bahwa ketidaktepatan perilaku bidan dalam langkah
kedua pelaksanaan IMD disebabkan oleh pengetahuan yang dimiliki bidan. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa bidan belum
mengetahui lima tahapan perilaku bayi saat menyusu pertama kali. Bidan beranggapan bahwa keberhasilan IMD disebabkan karena bidan
mengarahkan mulut bayi ke dekat puting susu ibunya. Hal tersebut menyebabkan bidan selalu membantu bayi untuk menemukan puting susu
ibunya dengan cara selalu mengarahkan mulut bayi dekat dengan puting susu ibunya sebelah kiri. Sehingga bidan kurang tepat dalam melakukan
tindakan di langkah kedua pelaksanaan IMD. Selanjutnya, berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa bidan
menyatakan kurang setuju terhadap waktu minimal yang harus diberikan untuk pelaksanaan IMD. Menurut bidan, kontak kulit antara ibu dan bayi
yang berlangsung selama satu jam dianggap terlalu lama. Sehingga, bidan selalu memisahkan bayi dari ibunya sebelum kontak kulit berlangsung
selama satu jam. Menurut Krathwohl dkk 1974, perilaku yang menekankan pada
aspek emosional, seperti perasaan, minat, sikap dan kepatuhan merupakan perilaku dalam domain afektif. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa
sikap bidan terhadap langkah kedua dalam pelaksanaan IMD merupakan perilaku dalam domain afektif. Selain itu, peneliti juga menduga bahwa
selain pengetahuan, sikap yang dimiliki bidan juga menjadi salah satu faktor ketidaktepatan perilaku bidan dalam langkah kedua pelaksanaan
IMD. Kemudian, berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa bidan sudah
melakukan semua tindakan dalam langkah kedua pelaksanaan IMD. Semua tindakan tersebut dilakukan secara berurutan tanpa melihat
pedoman pelaksanaan IMD. Namun, masih terdapat beberapa tindakan yang dilakukan kurang tepat, yaitu mengarahkan mulut bayi dekat dengan
puting susu ibunya sebelah kanan dan hanya memberikan kesempatan pada bayi untuk melakukan kontak kulit dengan ibunya tidak lebih dari
30 menit. Menurut Azizahwati 2010, keterampilan merupakan tingkat
kemahiran dalam penguasaan suatu gerak. Selanjutnya, menurut Dave 1967 dalam Huitt 2003, keterampilan dapat dikelompokkan dalam
lima tingkatan, yaitu meniru, manipulasi, ketepatan gerakan, artikulasi, dan naturalisasi.
Oleh sebab itu, peneliti menduga bahwa sebenarnya bidan sudah terampil dalam melakukan setiap tindakan dalam langkah kedua
pelaksanaan IMD. Selanjutnya, peneliti juga menduga bahwa keterampilan bidan dalam langkah kedua pelaksanaan IMD hanya
termasuk pada tingkat meniru, manipulasi, dan naturalisasi, karena berdasarkan hasil observasi terlihat bahwa bidan selalu melakukan
tindakan yang sama dalam langkah kedua pelaksanaan IMD tanpa melihat pedoman pelaksanaan IMD. Semua tindakan tersebut dilakukan secara
berurutan sesuai pedoman pelaksanaan IMD. Namun, masih terdapat tindakan yang dilakukan kurang tepat, yaitu mengarahkan mulut bayi
kedekat puting susu ibunya sebelah kiri.