Instrumen Penelitian Keterbatasan Penelitian

3. Wawancara mendalam

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan tersebut dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut Moleong, 2006. Kelebihan teknik wawancara ialah terjadinya kontak langsung antara pewawancara dan terwawancara. Selain itu, hasil wawancara pun dapat direkam Sudjana, 2010. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan wawancara mendalam berdasarkan hasil observasi terhadap informan utama dalam melakukan tindakan langkah-langkah pelaksanaan IMD dalam asuhan bayi baru lahir. Selain itu, wawancara juga dilakukan kepada informan pendukung untuk mengetahui tindakan yang dilakukan informan utama dalam pelaksanaan IMD. Teknik ini dipilih karena dengan wawancara akan terjadi kontak langsung antara peneliti dan informan, sehingga informan dapat mengungkapkan jawaban secara lebih bebas dan mendalam. Selain itu, peneliti juga dapat mencatat hasil penelitian secara lengkap melalui hasil rekaman wawancara. Langkah pertama yang dilakukan dalam wawancara, yaitu menentukan tujuan yang ingin dicapai dari hasil wawancara mendalam. Tujuan wawancara mendalam dalam penelitian ini, yaitu untuk mengetahui alasan informan utama melakukan tindakan dalam langkah-langkah pelaksanaan IMD di PKM Kec. Pesanggrahan tahun 2013. Langkah kedua, yaitu membuat pedoman wawancara berdasarkan hasil observasi. Melalui pedoman ini, peneliti lebih terarah melakukan wawancara untuk mencapai tujuan penelitian. Langkah ketiga, yaitu melakukan wawancara dengan informan utama dan informan pendukung. Wawancara direkam melalui alat perekam suara. Langkah keempat, yaitu mencatat hasil wawancara secara lengkap berdasarkan hasil rekaman wawancara. Kemudian, peneliti mengelompokkan hasil wawancara berdasarkan istilah penelitian. Langkah kelima, yaitu menarik kesimpulan berdasarkan hasil pengelompokkan istilah penelitian. Kesimpulan penelitian ditampilkan dalam bentuk narasi.

F. Analisis Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari berbagai teknik pengumpulan data yang digunakan dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah difahami oleh peneliti maupun orang lain sugiyono, 2009. Pada penelitian ini, analisis data yang digunakan adalah content analysis. Menurut Neuman 2000 dalam Afifah 2008, content analysis adalah teknik mengumpulkan data dan kemudian dilakukan analisis terhadap isi naskah atau hasil data yang diperoleh untuk kemudian dibandingkan dengan teori-teori pada tinjauan kepustakaan atau hasil penelitian terdahulu. Dalam pelaksanaannya, peneliti melakukan ketiga teknik pengumpulan data, yaitu observasi, studi dokumen, dan wawancara mendalam. Selanjutnya, peneliti menyimpulkan hasil penelitian berdasarkan data yang diperoleh dari ketiga teknik pengumpulan data tersebut. Kemudian, peneliti membandingkan hasil penelitian dengan teori-teori yang ada pada tinjauan kepustakaan hasil hasil penelitian terdahulu. Menurut Nasution 1988 dalam Sugiyono 2009, menyatakan bahwa analisis telah dimulai sejak merumuskan dan menjelaskan masalah sebelum terjun ke lapangan, selama di lapangan sampai penulisan hasil penelitian. Namun, analisis lebih difokuskan selama di lapangan bersamaan dengan pengumpulan data.

1. Analisis sebelum di lapangan

Dalam penelitian kualitatif, analisis data telah dilakukan sebelum peneliti memasuki lapangan. Analisis ini dilakukan terhadap data hasil studi pendahuluan sugiyono, 2009. Dalam studi pendahuluan, peneliti menggunakan teknik observasi untuk melihat tindakan bidan dalam pelaksanaan IMD. Berdasarkan hasil observasi tersebut peneliti menarik kesimpulan untuk menentukan masalah penelitian.

2. Analisis data di lapangan

Menurut Miles dan Huberman 1984 dalam Sugiyono 2009, mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif saat pengumpulan data di lapangan dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, hingga data yang diperoleh telah jenuh. Terdapat tiga tahap aktivitas yang dilakukan dalam analisis data kualitatif, yaitu:

a. Reduksi data

Reduksi data merupakan proses berfikir sensitif yang memerlukan kecerdasan, keluasan dan kedalaman wawasan yang tinggi. Aktivitas yang dilakukan pada tahap reduksi data yaitu merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, mencari tema dan polanya. Dengan demikian, data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya apabila diperlukan Sugiyono, 2009. Peneliti melakukan reduksi data dari hasil observasi dan wawancara. Sebelum melakukan observasi, peneliti sudah menyiapkan lembar pedoman observasi yang diadaptasi dari pedoman langkah IMD dalam asuhan bayi baru lahir berdasarkan ketetapan Departemen Kesehatan RI 2008. Melalui lembar pedoman observasi, peneliti dapat memfokuskan permasalahan penelitian mengenai pelaksanaan IMD. Proses observasi dilakukan secara berulang hingga tidak ada lagi temuan baru. Sedangkan, sebelum melakukan wawancara, peneliti sudah menyiapkan pedoman wawancara yang dibuat berdasarkan teori-teori yang memfokuskan dalam pelaksanaan IMD. Wawancara dilakukan terhadap informan utama dan informan pendukung. Setelah melakukan wawancara, peneliti merangkum hasil wawancara dalam bentuk matriks wawancara. Wawancara dilakukan sampai informansi yang diperoleh telah jenuh.

b. Penyajian data

Penyajian data dilakukan dalam bentuk bagan, tabel atau teks yang bersifat naratif. Penyajian data akan memudahkan peneliti untuk memahami apa yang terjadi serta merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah difahami Sugiyono, 2009. Peneliti menyajikan data hasil observasi dalam bentuk tabel pada lampiran 6. Sedangkan data hasil wawancara ditampilkan dalam bentuk matriks wawancara pada lampiran 7 dan lampiran 8. Melalui cara ini, peneliti dapat menentukan kejenuhan data yang telah diperoleh.

c. Penarikan kesimpulan

Penarikan kesimpulan yang disertai dengan bukti-bukti yang valid dan konsisten akan mengahasilkan kesimpulan yang dapat dipercaya. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran obyek yang sebelumnya belum jelas menjadi lebih jelas Sugiyono, 2009. Dalam penelitian ini, peneliti menarik kesimpulan berdasarkan temuan dalam observasi dan wawancara. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara terhadap informan utama disimpulkan bahwa bidan kurang tepat dalam melaksanakan IMD. Kesimpulan tersebut didukung berdasarkan kesimpulan wawancara terhadap informan pendukung, yaitu informan utama masih kurang tepat dalam melaksanakan IMD.

G. Keabsahan Data

Pengujian keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi: uji kredibilitas data validitas internal yaitu berkenaan dengan derajat akurasi desain penelitian degan hasil yang ingin dicapai, uji transferabilitas validitas eksternal yaitu berkenaan dengan derajat akurasi hasil penelitian dapat diterapkan wilayah penelitian, uji depenabilitas reliabilitas yaitu berkenaan dengan derajat konsistensi temuan, dan uji konfirmabilitas obyektivitas yaitu berkenaan dengan derajat kesepakatan antar banyak orang terhadap temuan yang diperoleh Sugiyono, 2009. Dalam penelitian ini, peneliti hanya menggunakan uji kredibilitas data karena penelitian ini bersifat studi kasus sehingga data yang diperoleh tidak dapat digeneralisasikan. Selain itu, belum ada hasil penelitian serupa yang menggunakan instrumen yang sama seperti pada penelitian ini. Dalam penelitian ini, peneliti hanya menggunakan perpanjangan pengamatan dan triangulasi sebagai cara untuk menguji kredibilitas data penelitian.

1. Perpanjangan Pengamatan

Menurut Sugiyono 2009, perpanjangan pengamatan berarti peneliti kembali ke lapangan, melakukan observasi ataupun wawancara kembali dengan sumber data yang pernah ditemui maupun yang baru. Melalui perpanjangan pengamatan diharapkan hubungan peneliti dengan sumber data akan semakin terbentuk. Sehingga, kehadiran peneliti tidak mempengaruhi perilaku yang dipelajari. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan perpanjangan waktu observasi selama dua bulan. Observasi dilakukan sejak bulan Mei sampai Juni 2013. Melalui perpanjangan waktu observasi ini, diharapkan terjalin hubungan yang terbuka antara peneliti dan bidan. Sehingga, kehadiran peneliti tidak mengganggu perilaku bidan dalam melakukan setiap tindakan dalam pelaksanaan IMD. 2. Triangulasi Menurut Sugiyono 2009, triangulasi dalam pengujian kredibilitas diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu. Dengan demikian terdapat tiga jenis triangulasi dalam pengujian kredibilitas, yaitu triangulasi sumber, triangulasi teknik, dan triangulasi waktu. Namun, dalam penelitian ini peneliti tidak menggunakan triangulasi waktu dalam melakukan observasi pelaksanaan IMD karena keterbatasan waktu penelitian.

a. Triangulasi sumber

Triangulasi sumber dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui sumber yang berbeda Sugiyono, 2009. Dalam triangulasi sumber, peneliti mengumpulkan data dari informan utama yaitu bidan penolong persalinan dan informan pendukung yaitu ibu bersalin.

b. Triangulasi teknik

Triangulasi teknik dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda Sugiyono, 2009. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik observasi, studi dokumen, dan wawancara mendalam. 46 BAB V HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan

1. Profil Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan

Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan dibangun di lokasi Jl. Cenek I No.1 Kecamatan Pesanggrahan pada tahun 2002 dan mulai beroperasi sejak tahun 2003. Sebelumnya Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan menempati lokasi di Jl. Wijaya Kusuma No.1 bergabung dengan Puskesmas Kelurahan Pesanggrahan.

2. Visi dan Misi Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan

a. Visi

Menjadi puskesmas terdepan yang mengutamakan kepuasan pelanggan melalui pelayanan prima.

b. Misi

1 Memberdayakan SDM secara Profesional 2 Mengembangkan sistem promosi kesehatan 3 Mengembangkan pelayanan kesehatan yang prima 4 Mengembangkan sistem informasi kesehatan 5 Menggalang kemitraan dengan sektor terkait 3. Fasilitas Puskesmas Kec. Pesanggrahan Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan dibangun di atas tanah seluas 2566 m 2 dengan luas bangunan 1677 m 2 . Puskesmas ini memiliki tiga lantai. Lantai pertama terdiri dari ruang pelayanan 24 jam, ruang bersalin, poli kesehatan ibu hamil trimester I dan II, poli kesehatan ibu hamil trimester III, gudang obat dan ruang radiologi. Lantai kedua terdiri dari loket, laboratorium, poli umum, poli gigi, poli keluarga berencana KB, poli menejemen terpadu balita sakit MTBS, poli paru, poli lansia, poli diabetes melitus DM, ruang konseling, gudang alat kesehatan, ruang fisioterapi, apotik dan koperasi. Sedangkan lantai ketiga terdiri dari ruang Kepala Puskesmas, ruang penyakit menular dan kesehatan lingkungan, ruang promosi kesehatan dan program gizi, ruang perencanaan dan satuan kerja, ruang keuangan, ruang tata usaha TU, ruang pendidikan dan pelatihan Diklat, ruang pemeriksaan kesehatan haji dan elektrokardiografi EKG, aula dan mushola. Kapasitas listrik yang dimiliki oleh puskesmas ini yaitu sebesar 66.000 watt. Selanjutnya, sumber air yang digunakan di puskesmas ini berasal dari air tanah. Selain itu, Puskesmas Kecamatan Pesanggarahan juga memiliki dua buah telepon, dua buah faximili, dua buah mobil ambulance, satu buah mobil dinas merk APV dan enam buah sepeda motor.

B. Karakteristik Informan

Informan yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu informan utama dan informan pendukung. Karakteristik informan utama yang diperoleh dalam penelitian ini, yaitu nama, usia, jabatan, pendidikan terakhir, lama tugas sebagai bidan, lama tugas di PKM Kec. Pesanggrahan. Sedangkan, karakteristik informan pendukung yang diperoleh dalam penelitian ini, yaitu waktu melahirkan, pendamping persalinan, jumlah kelahiran anak dan bidan penolong persalinan.

1. Informan Utama

Informan utama dalam penelitian ini adalah bidan yang bertugas di RB PKM Kecamatan Pesanggrahan. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa jadwal kerja bidan di RB PKM Kecamatan Pesanggrahan terbagi dalam tiga waktu, yaitu dari pukul 07.00-15.00 WIB, kemudian dari pukul 15.00-23.00 WIB, selanjutnya dari pukul 23.00-07.00 WIB. Jadwal kerja tersebut dibagi secara bergilir untuk setiap bidan. Namun, khusus untuk satu orang informan utama yang menjabat sebagai bidan koordinator memiliki jadwal kerja tetap. Bidan koordinator memiliki jadwal kerja dari hari senin sampai jumat mulai pukul 07.000-16.00 WIB. Meskipun bidan koordinator memiliki jadwal kerja khusus, namun tugas bidan sebagai penolong persalinan tetap sama. Informan 1 dengan inisial N berusia 46 tahun yang memiliki latar belakang pendidikan DIV kebidanan. Informan sudah bekerja sebagai bidan selama 25 tahun. Sebelum bertugas di PKM Kec. Pesanggrahan, informan bertugas di PKM Kelurahan Mampang Jakarta Selatan. Informan mulai bekerja di PKM Kec. Pesanggrahan sejak tahun 2007 dan menjabat sebagai koordinator RB. Selain itu, informan juga bekerja sebagai bidan praktek di RB milik pribadi. Informan 2 dengan inisial SA berusia 29 tahun yang memiliki latar belakang pendidikan DIII kebidanan. Informan sudah bekerja sebagai bidan selama 9 tahun. Sebelum bertugas di PKM Kec. Pesanggrahan, informan bertugas di salah satu bidan praktek swasta. Informan mulai bekerja di PKM Kec. Pesanggrahan sejak tahun 2005 dan menjabat sebagai bidan pelaksana. Informan 3 dengan inisial SH berusia 30 tahun yang memiliki latar belakang pendidikan DIII kebidanan. Informan sudah bekerja sebagai bidan selama 9 tahun. Sebelum bertugas di PKM Kec. Pesanggrahan, informan bertugas di salah satu bidan praktek swasta. Informan mulai bekerja di PKM Kec. Pesanggrahan sejak tahun 2005 dan menjabat sebagai bidan pelaksana. Selain itu, informan juga bekerja sebagai bidan praktek di RB milik pribadi. Informan 4 dengan inisial E berusia 24 tahun yang memiliki latar belakang pendidikan DIII kebidanan. Informan sudah bekerja sebagai bidan selama 3 tahun. Sebelum bertugas di PKM Kec. Pesanggrahan, informan bertugas di salah satu bidan praktek swasta dan Rumah Sakit Bina Kasih Medan. Informan mulai bekerja di PKM Kec. Pesanggrahan sejak tahun 2012 dan menjabat sebagai bidan pelaksana. Informan 5 dengan inisial R berusia 31 tahun yang memiliki latar belakang pendidikan DIII kebidanan. Informan sudah bekerja sebagai bidan selama 8,5 tahun. Sebelum bertugas di PKM Kec. Pesanggrahan, informan bertugas di RB Budi Kemuliaan Cabang Dempo Kebayoran Baru Jakarta Selatan, RB Marlina Ciputat, RSUD Kota Depok. Informan mulai bekerja di PKM Kec. Pesanggrahan sejak tahun 2010 dan menjabat sebagai bidan pelaksana. Informan 6 dengan inisial A berusia 25 tahun yang memiliki latar belakang pendidikan DIII kebidanan. Informan sudah bekerja sebagai bidan selama 5 tahun. Sebelum bertugas di PKM Kec. Pesanggrahan, informan bertugas di salah satu bidan praktek swasta. Informan mulai bekerja di PKM Kec. Pesanggrahan sejak tahun 2009 dan menjabat sebagai bidan pelaksana. Informan 7 dengan inisial P berusia 26 tahun yang memiliki latar belakang pendidikan DIII kebidanan. Informan sudah bekerja sebagai bidan selama 6 tahun. Sebelum bertugas di PKM Kec. Pesanggrahan, informan bertugas di salah satu bidan praktek swasta. Informan mulai bekerja di PKM Kec. Pesanggrahan sejak tahun 2008 dan menjabat sebagai bidan pelaksana. Informan 8 dengan inisial Y berusia 31 tahun yang memiliki latar belakang pendidikan DIII kebidanan. Informan sudah bekerja sebagai bidan selama 4 tahun. Sebelum bertugas di PKM Kec. Pesanggrahan, informan bertugas di salah satu bidan praktek swasta. Informan mulai bekerja di PKM Kec. Pesanggrahan sejak tahun 2010 dan menjabat sebagai bidan pelaksana. Tabel 5.1 Karakteristik Informan Nama Usia Pendidikan Terakhir Jabatan Lama Tugas Sbg P.K Lama Tugas di PKM Kec. PSG N 46 thn DIV Kebidanan Bidan Koor. RB 25 thn 6 thn SA 29 thn DIII Kebidanan Bidan Pelaksana 9 thn 8 thn SH 30 thn DIII Kebidanan Bidan Pelaksana 9 thn 8 thn E 24 thn DIII Kebidanan Bidan Pelaksana 3 thn 1 thn R 31 thn DIII Kebidanan Bidan Pelaksana 8,5 thn 3 thn A 25 thn DIII Kebidanan Bidan Pelaksana 5 thn 4 thn P 26 thn DIII Kebidanan Bidan Pelaksana 6 thn 5 thn Y 31 thn DIII Kebidanan Bidan Pelaksana 4 thn 3 thn

2. Informan Pendukung

Informan pendukung dalam penelitian ini adalah ibu bersalin yang melahirkan di RB Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan yang tidak sempat diobservasi saat persalinan. Penentuan informan pendukung dilakukan dengan cara telaah dokumen dari buku data registrasi pasien RB Puskesmas Kec. Pesanggrahan tahun 2013. Tujuan dilakukan wawancara dengan informan pendukung adalah sebagai bentuk triangulasi informan untuk mengetahui tindakan yang dilakukan bidan dalam pelaksanaan IMD. Informan pendukung pertama berinisial U berusia 22 tahun. Melahirkan pada hari Jum’at tanggal 7 Juni 2013 pukul 16.05 WIB. Pendamping saat persalinan adalah suami informan dengan inisial A berusia 34 tahun. Informan baru melahirkan anak pertama yang ditolong oleh bidan N dan bidan A. Informan pendukung kedua berinisial M berusia 21 tahun. Melahirkan pada hari Minggu tanggal 9 Juni 2013 pukul 20.36 WIB. Pendamping saat persalinan adalah suami informan dengan inisial AJ berusia 23 tahun. Informan baru melahirkan anak pertama yang ditolong oleh bidan E dan bidan SH. Tabel 5.2 Karakteristik Informan Pendukung Nama Usia Waktu melahirkan Pendamping persalinan Anak ke- Penolong persalinan U 22 thn Jum’at 7 Juni 2013 16.05 WIB Suami 1 Bidan N Bidan A M 21 thn Minggu, 9 Juni 2013 20.36 WIB Suami 1 Bidan E Bidan SH

C. Gambaran Perilaku Bidan Dalam Pelaksanaan IMD

Setelah melakukan observasi terhadap proses persalinan sebanyak 15 kali di PKM Kecamatan Pesanggrahan diketahui bahwa setiap persalinan di PKM Kecamatan Pesanggarahan ditolong oleh dua orang bidan. Kedua orang bidan tersebut berada di sisi kanan dan sisi kiri ibu bersalin saat pembukaan sudah lengkap. Kedua orang bidan tersebut bekerja sama dalam menolong persalinan dengan cara berbagi tugas. Satu orang bidan memfokuskan tugasnya untuk menolong ibu bersalin. Sedangkan, satu orang bidan lainnya bertugas menolong bayi. Selama observasi, bidan A dan bidan E pernah menolong persalinan sendirian. Hal tersebut terjadi karena masing-masing rekan kerja kedua bidan pada saat tugas sedang beristirahat. Sehingga, bidan A dan bidan E harus menolong persalinan sendirian. Sedangkan, bidan SH dan bidan P juga pernah menolong persalinan sendirian karena pada waktu bersamaan saat mereka bertugas, terdapat dua orang pasien ibu bersalin di RB PKM Kecamatan Pesanggrahan. Sehingga, bidan SH dan bidan P harus menolong persalinan sendiri-sendiri. Hasil observasi dapat dilihat pada lampiran 9. Berdasarkan hasil wawancara terhadap informan utama diketahui bahwa pelaksanaan IMD di PKM Kecamatan Pesanggrahan sudah dilaksanakan sejak Departemen Kesehatan RI mengeluarkan program IMD. Berikut pemaparan informan utama: “...awal-awal neng, kan udah ada APN+IMD tuh 2008, yaaa sekitar 2009 dah kayak nya...”bidan N “Pokoknya pertama dicetuskan dan Depkes menyetujui yaudah kita langsung melaksanakan... ”bidan SA “...kalo gak salah sekitar 2009 apa 2010 lah gitu...bidan A Perilaku bidan dalam pelaksanaan IMD di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan terkait dengan tindakan yang dilakukan bidan dalam langkah- langkah pelaksanaan IMD. Saat bayi lahir, terdapat tiga langkah pelaksanaan IMD yang dilakukan oleh bidan.

1. Langkah pertama

Setelah melakukan observasi terhadap proses persalinan sebanyak 15 kali di PKM Kecamatan Pesanggrahan diketahui bahwa langkah pertama yang dilakukan bidan dalam pelaksanaan IMD dimulai dengan menilai kondisi bayi baru lahir dan mengeringkan tubuh bayi. Penilaian awal kondisi bayi baru lahir dimulai dengan mencatat waktu kelahiran bayi dalam lembar catatan persalinan. Selanjutnya, dalam waktu dua detik pertama setelah kelahiran bayi, bidan segera menilai kondisi bayi untuk memastikan kemungkinan melakukan tindakan resusitasi pada bayi. Berdasarkan seluruh proses persalinan yang diobservasi, tidak ada bayi yang menunjukkan gejala asfiksia. Sehingga, bidan tidak melakukan tindakan resusitasi pada bayi. Hasil observasi diapat dilihat pada lampiran 6a. Hasil observasi tersebut diperkuat dengan hasil wawancara terhadap informan utama yang menyatakan bahwa tindakan resusitasi harus dilakukan apabila bayi baru lahir menunjukkan gejala asfiksia. Berikut pemaparan informan utama: “...bayi lahir tidak menangis, gak mungkin dong langsung IMD, pasti resusitasi dulu...”bidan N “...kita lihat kondisi bayi kan, kalo pernapasannya bagus kita langsung bersihin ...”bidan SA “...kalo dia asfiksia berarti kan kita perlu pertolongan asfiksianya dulu...”bidan A Setelah dipastikan bayi tidak mengalami asfiksia, bidan mulai mengeringkan seluruh tubuh bayi kecuali kedua tangan bayi. Hasil observasi diapat dilihat pada lampiran 6a. Hasil observasi tersebut diperkuat dengan hasil wawancara terhadap informan utama yang menyatakan bahwa jika bayi tidak menunjukkan gejala asfiksia, maka bidan segera mengeringkan tubuh bayi kecuali kedua tangan bayi. Berikut pemaparan informan utama: “...kalo pernapasannya bagus kita langsung bersihin kan..”bidan SA “...kalo bayi lahir dia nangis, langsung taro ke atas perut ibunya, secara tidak langsung tanpa di lap tangan- tangannya...”bidan A Selanjutnya, berdasarkan hasil wawancara dengan informan utama diketahui bahwa bidan tidak membersihkan kedua tangan bayi karena tidak ada perintah bagi bidan untuk mengeringkan tangan bayi. Selain itu, bau air ketuban yang melekat di tangan bayi memiliki bau yang sama dengan payudara ibu, sehingga dapat membantu bayi untuk menemukan puting susu ibunya. Berikut pemaparan informan utama: “...karna gak ada teorinya neng untuk memerintah kita membersihkan...”bidan N “...bau air ketubannya itu sama kayak payudara ibu...”bidan SA “ya lemaknya jangan, karena itu bau air ketuban kan untuk ngerangsang dia...”bidan E “...karna air ketuban itu baunya sama dengan si puting ibunya...”bidan A Setelah tubuh bayi dibersihkan, bidan mengklem dan memotong tali pusat bayi. Selanjutnya, bidan memberikan suntikan syntosinon 10UI pada bagian paha ibu bersalin. Hasil observasi dapat dilihat pada lampiran 6a. Berdasarkan hasil wawancara terhadap informan utama, diketahui bahwa terdapat lima jenis obat kimiawi yang digunakan selama persalinan, yaitu sintosinon, methergin, cairan infus, antibiotik, dan vitamin A. Namun, menurut informan utama, dari kelima jenis obat kimiawi tersebut hanya sintosinon yang wajib diberikan kepada ibu bersalin sesuai dengan standar dalam APN. Pemberian suntikan sintosinon 10UI pada ibu bersalin bertujuan untuk merangsang kontraksi uterus agar plasenta segera lahir. Sedangkan, penggunaan keempat jenis obat kimiawi lainnya disesuaikan dengan kondisi ibu bersalin dan tindakan yang akan dilakukan oleh bidan. Berikut pemaparan informan utama: “...oh iya sinto, methergin, vitamin A.Gak juga, yang utama sinto neng... ”bidan N “...sintosinon itu aja yang paling utama, kan standarnya dalam APN emang pake itu, kalo misalnya kontraksinya darahnya agak banyak kita kasih methergin, selebihnya si obat biasa, kayak antibiotik sama vitamin A...standarnya emang ada dalam APN juga pake itu..,biasa sintosinon aja yang paling utama untuk merangsang kontraksi uterus...”bidan SA “Saat persalinan ya sintosinon, ada juga methergin, abis itu ya paling obat oral antibiotik sama vitamin A, sintosinon itu di injeksi biar rahim kontraksi...”bidan E “...kalo di APN semua pasien setiap baru lahir dua menit pertama itu pasti dikasih sintosinon, itu kan untuk merangsang plasenta lahir, kalo misalkan dia retensio plasenta otomatiskan dia butuh sinto lagi, terus butuh cairan infus juga, kalo darah keluar terus pasti butuh methergin... ”bidan A Hasil observasi dan wawancara terhadap informan utama mengenai pemberian suntikan syntosinon juga diperkuat dengan hasil wawancara terhadap informan pendukung. Berikut pemaparan informan pendukung: “...ia disuntik di paha kiri...”Ny. U Berdasarkan hasil observasi, diketahui bahwa bidan sudah melakukan semua tindakan dalam langkah pertama pelaksanaan IMD. Semua tindakan tersebut segera dilakukan saat bayi lahir pada setiap proses persalinan tanpa melihat panduan pelaksanaan IMD. Semua tindakan juga sudah dilakukan secara tepat dan berurutan. Selanjutnya, berdasarkan hasil wawancara terhadap informan utama diketahui bahwa bidan sudah mengetahui alasan melakukan setiap tindakan dalam langkah pertama pelaksanaan IMD. Selain itu, berdasarkan hasil wawancara terhadap informan pendukung juga diketahui bahwa tindakan yang dilakukan bidan dalam langkah pertama pelaksanaan IMD sama dengan tindakan yang dilakukan bidan saat diobservasi.

2. Langkah kedua

Setelah melakukan observasi terhadap langkah pertama pelaksanaan IMD dalam proses persalinan sebanyak 15 kali di PKM Kecamatan pesanggrahan, diketahui bahwa langkah kedua yang dilakukan bidan dalam pelaksanaan IMD adalah memberikan kesempatan pada bayi untuk melakukan kontak kulit dengan ibunya. Berdasarkan hasil observasi terlihat bahwa setelah tali pusat bayi dipotong, bidan segera menengkurapkan bayi di dada ibunya dengan cara mendekatkan mulut bayi ke puting susu ibu sebelah kanan. Kemudian, bidan menyelimuti bayi menggunakan kain bersih. Namun, dari 15 proses persalinan yang observasi, terlihat bahwa bidan P pernah dalam satu kali menolong persalinan tidak memberikan kesempatan pada bayi untuk melakukan kontak kulit dengan ibunya. Saat peneliti melakukan observasi, terlihat bahwa bidan P bertugas sendirian menolong proses persalinan. Bidan P terlihat tergesa-gesa selama menolong proses persalinan, karen ibu bersalin yang ditolong oleh bidan P sudah mengalami bukaan lengkap saat masuk ke RB. Bidan P belum sempat menyiapkan peralatan persalinan. Hasil observasi diapat dilihat pada lampiran 6b. Hasil observasi tersebut diperkuat dengan hasil wawancara terhadap informan utama yang menyatakan bahwa bidan mengarahkan mulut bayi dekat dengan puting ibunya saat bayi ditengkurapkan di dada ibu. Berikut pemaparan informan utama: “...langsung taro di dada ibunya deket payudara...”bidan SA “...yang penting lahir taro langsung di dadanya kan, biasanya yang berhasil pun harus pake bantuan deketin ke puting ibunya...”bidan E Hasil observasi dan wawancara terhadap informan utama juga diperkuat dengan hasil wawancara terhadap informan pendukung. Berdasarkan hasil wawancara terhadap informan pendukung diketahui bahwa bidan menengkurapkan bayi di dada ibunya dengan cara mengarahkan mulut bayi dekat dengan puting susu ibu. Berikut pemaparan informan pendukung: “...pokoknya di sekitar dada deket susu...”Ny.U “...ditaro di dada, ia mulut bayinya diarahin ke payudara karna bayinya gak nyari...”NyM Saat peneliti melakukan konfirmasi terhadap bidan P yang tidak memberikan kesempatan pada bayi untuk melakukan kontak kulit dengan ibunya, maka bidan P menolak untuk memberikan jawaban. Saat penelitian berlangsung, peneliti berusaha kembali untuk melakukan konfirmasi ulang terhadap bidan P. Namun, tetap saja bidan P tidak mau memberikan jawaban. Selanjutnya, berdasarkan hasil observasi pada tabel 5.6 diketahui bahwa saat bayi berada di dada ibunya, bidan meminta bantuan pendamping persalinan untuk memberikan bantal di bawah kepala ibu bersalin agar mempermudah kontak visual antara ibu dan bayinya. Hasil observasi tersebut diperkuat dengan hasil wawancara terhadap informan utama. Informan utama menyatakan bahwa peran pendamping persalinan adalah untuk memberikan semangat kepda ibu bersalin dan membantu bidan melengkapi kebutuhan ibu bersalin. Berikut pemaparan informan utama: “Biasanya ibunya lebih nyaman kalo ditemenin, kalo misalnya kita perlu apa-apa pun cepet gitu ngasih tau keluarganya ...”bidan SA “Buat motivasi ibunya...”bidan E “...supaya ibunya merasa aman nyaman, terus bisa juga bantuin ibunya kalo mi salkan lagi butuh apa atau apa gitu kan...”bidan A Selanjutnya, berdasarkan hasil observasi pada tabel 5.6 diketahui bahwa bidan memerintahkan ibu bersalin untuk memeluk bayinya saat bayi ditengkurapkan di dada ibu bersalin. Hasil observasi tersebut diperkuat dengan hasil wawancara terhadap informan utama yang menyatakan bahwa memeluk bayi saat berada di dada ibunya dilakukan agar ibu dan bayi sama-sama merasa nyaman. Meskipun, sebenarnya tindakan memeluk bayi dilakukan berdasarkan keinginan langsung dari ibu bersalin. Berikut pemaparan informan utama: “perlu karena kan bayinya gerak-gerak kan, kan aman kalo langsung dipegangin sama dia, dan biasanya ibunya juga kan langsung meluk sendiri ya dia megang sendiri dan ibunya lebih nyaman kalo dipegang langsung...”bidan SA “...“biasanya inisiatif ibunya sendiri...”bidan E “perlu, karna kan secara tidak langsung ada kontak antara ibu sama bayinya, kedua juga menjaga keamanan si bayi, terus menjaga kehangatan si bayi juga, selama ini si gak pernah ada ibu yang gak mau...”bidan A Hasil observasi dan wawancara terhadap informan utama diperkuat dengan hasil wawancara terhadap informan pendukung yang menyatakan bahwa saat bayi berada di dada ibu, bidan meminta ibu bersalin untuk memeluk bayinya. Berikut pemaparan informan pendukung: “...ya iya disuruh dipeluk.”Ny.U “...iya disuruh bidannya meluk bayi.”Ny.M Selanjutnya, berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa saat bayi berada di dada ibunya, bidan melanjutkan langkah manajemen aktif kala tiga persalinan menolong lahirnya plasenta. Hasil observasi dapat dilihat pada lampiran 6b. Selanjutnya, berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa bidan memberikan kesempatan pada bayi untuk melakukan kontak kulit dengan ibunya sampai plasenta lahir sempurna. Saat plasenta telah lahir sempurna, bidan mengangkat bayi dari dada ibunya. Berdasarkan semua proses persalinan yang diobservasi diketahui bahwa proses lahirnya plasenta tidak ada yang melebihi waktu 30 menit, yaitu berkisar antara 10 sampai 30 menit. Sehingga, bidan hanya memberikan kesempatan pada bayi untuk melakukan kontak kulit dengan ibunya selama 10 sampai 30 menit. Setelah plasenta lahir sempurna dan bayi diangkat dari dada ibunya, bidan melanjutkan tugasnya menjahit perineum. Hasil observasi diapat dilihat pada lampiran 9. Hasil observasi tersebut diperkuat dengan hasil wawancara terhadap informan utama yang menyatakan bahwa IMD dapat dihentikan atau tidak dilaksanakan apabila ibu mengalami stres dan merasa tidak nyaman setelah melahirkan. Berikut pemaparan informan utama: “...kondisi ibunya, ntar kalo di taro di sini bergerak-gerak dia jatoh itu gak bisa IMD karna ntar bayinya dilempar kan repot...”bidan N “...kita si ngeliat kondisi ibunya kalo dia bener-bener gak nyaman dan kesakitan yaudah kita angkat... dia pengennya kan buru-buru kalo udah satu jam kan selesai semuanya udah bersalin udah dibersihin udah dijait gitu...”bidan SA “...terserah ibunya kalo kesakitan ya kita angkat aja... gak nyampe sejam udah dulu kita bersihin bayinya...”bidan E Selain itu, informan utama juga menyatakan bahwa waktu yang diberikan untuk pelaksanaan IMD minimal selama satu jam dianggap terlalu lama. Berikut pemaparan informan utama: “Kelamaan, kelamaan kan kita tunggu satu jam pun gak ada yang berhasil si sebenernya...”bidan SA “Kelamaan itu mah, harusnya udah beres semua kan...”bidan E Hasil observasi dan wawancara terhadap informan utama diperkuat dengan hasil wawancara terhadap informan pendukung yang meyatakan bahwa kondisi skin to skin contact antara ibu dan bayinya hanya dipertahankan selama tidak lebih dari setengah jam. Berikut pemaparan informan pendukung: “...yaaa sekitar kira-kira setengah jam lah, kurang lebih sekitar segitu...”Ny.U “...kayaknya nyampe-nyampe tiga puluh menit. kayaknya enggak nyampe satu jam deh.”Ny.M Berdasarkan hasil observasi, diketahui bahwa belum semua bidan melakukan semua tindakan dalam langkah kedua pelaksanaan IMD. Contohnya dalam satu proses persalinan yang diobservasi, bidan P tidak memberikan kesempatan pada bayi untuk melakukan kontak kulit dengan ibunya. Selain itu, masih terdapat beberapa tindakan dalam langkah kedua pelaksanaan IMD yang dilakukan kurang tepat, yaitu mengarahkan mulut bayi ke bagian puting sebelah kanan ibu dan mengangkat bayi dari dada ibunya sebelum kontak kulit antara ibu dan bayi berlangsung selama satu jam. Selain itu, berdasarkan hasil wawancara terhadap informan utama juga diketahui bahwa bidan masih memiliki alasan yang belum tepat dalam melakukan beberapa tindakan dalam langkah kedua pelaksanaan IMD. Alasan bidan yang belum tepat, yaitu mengarahkan mulut bayi dekat dengan puting ibunya saat bayi berada di dada ibunya agar bayi berhasil IMD dan mengangkat bayi dari dada ibunya karena bidan akan melakukan penjahitan perineum Selain itu, berdasarkan hasil wawancara terhadap informan pendukung juga diketahui bahwa tindakan yang dilakukan bidan dalam langkah kedua pelaksanaan IMD sama dengan tindakan yang dilakukan bidan saat diobservasi.

3. Langkah ketiga

Setelah melakukan observasi langkah kedua pelaksanaan IMD pada proses persalinan sebanyak 15 kali di PKM Kecamatan pesanggrahan, diketahui bahwa langkah ketiga yang dilakukan bidan dalam pelaksanaan IMD adalah memberikan kesempatan pada bayi untuk mencari puting susu ibunya. Tindakan yang dilakukan bidan untuk memberikan kesempaatan pada bayi mencari puting susu ibunya yaitu dengan cara memberikan kesempatan pada bayi untuk melakukan kontak kulit dengan ibunya. Berdasarkan hasil observasi pada lampiran 9, diketahui bahwa kontak kulit antara ibu dan bayi berlangsung tidak lebih dari 30 menit. Kecuali pada observasi persalinan kedua yang ditolong oleh bidan P, dimana bidan P sama sekali tidak memberikan kesempatan pada bayi untuk melakukan kontak kulit dengan ibunya. Hasil observasi dapat dilihat pada lampiran 6c. Hasil observasi tersebut berbeda dengan hasil wawancara terhadap informan utama yang menyatakan bahwa IMD dilakukan dengan cara kontak kulit antara ibu dan bayi selama satu jam. Berikut pemaparan informan utama: “...karna kan kalo dia IMD satu jam...”bidan N “...ya itu kita biarin aja dulu sampai satu jam kan ya...”bidan SA “...di dada ibunya, nah itu sampai satu jam.”bidan A Hasil wawancara terhadap informan utama tersebut berbeda dengan hasil wawancara selanjutnya yang menyatakan bahwa kontak kulit antara ibu dan bayi yang dilakukan selama satu jam dianggap terlalu lama. Berikut pemaparan informan utama: “...kelamaan, kan kita tunggu satu jam pun gak ada yang berhasil si sebenernya...”bidan SA “...kelamaan itu mah, harusnya udah beres semuanya kan...”bidan E Berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa kontak kulit antara ibu dan bayi memang tidak ada yang berlangsung sampai satu jam. Hal ini terjadi karena sebelum bidan melakukan penjahitan perineum, bidan mengangkat bayi dari dada ibunya untuk melakukan kegiatan penimbangan, pengukuran dan pengecapan kedua telapak kaki bayi, meskipun kontak kulit antara ibu dan bayinya belum mencapai waktu satu jam dan bayi pun belum ada yang berhasil menyusu. Hasil observasi tersebut diperkuat dengan hasil wawancara terhadap informan utama yang menyatakan bahwa bayi boleh segera dipisahkan dari ibunya untuk kegiatan penimbangan, pengukuran, dan pengecapan meskipun bayi belum berhasil menyusu. Selain itu, informan utama juga menyatakan bahwa kegiatan tersebut boleh dilakukan karena sebelum ada program IMD pun kegiatan tersebut dilakukan sebelum bayi berhasil menyusu. Berikut pemaparan informan utama: “...kadang kalo kelamaan dia gak dapet-dapet puting ibunya kita angkat dulu, kita timbang, kita ukur, kita bersihin, kita bungkus, nanti ibunya suruh disusuin, dulu juga gak pake IMD kalo dulu mah.”bidan SA “...lagian dulu kan sebelum ada IMD juga gitu kok, gak papa lah diangkat dulu, diberesin, terus kan kita kasih lagi sama ibunya...”bidan E “...jadi bisa aja sambil kita bersihkan ibunya, bayinya kita angkat dulu, sambil waktu untuk nimbang dan lain-lai n...”bidan A Selanjutnya, berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa setelah bayi ditimbang, diukur dan di cap, bidan memberikan kembali bayi kepada ibunya untuk di susui dalam keadaan sudah dibedong. Ibu dan bayi tetap berada di RB sampai waktu dua jam setelah persalinan. Waktu penyusuan awal terjadi di RB dalam keadaan bayi sudah dibedong. Hasil observasi tersebut diperkuat dengan hasil wawancara terhadap informan utama yang menyatakan bahwa setelah bidan menimbang, mengukur, dan mengecap, bidan mengembalikan bayi kepada ibunya untuk disusui. Berikut pemaparan informan utama: “...kita selalu tau kalo belom dua jam pasti masih di ruang bersalin...”bidan N “...kita angkat dulu, kita timbang, kita ukur, kita bersihin, kita bungkus, nanti ibunya suruh disusuin.”bidan SA “...gak nyampe sejam udah dulu, kita bersihin bayinya baru kita taro lagi biar di susuin.”bidan E “...bisa aja sambil kita bersihkan ibunya, bayinya kita angkat dulu, sambil waktu untuk nimbang dan lain-lain, kan abis itu bisa dilanjutkan nyusui gitu.”bidan A Hasil observasi dan wawancara terhadap informan utama tersebut diperkuat dengan hasil observasi selanjutnya yang terlihat bahwa bidan tidak memberikan kesempatan lagi kepada bayi untuk melanjutkan kontak kulit dengan ibunya setelah bidan menimbang, mengukur dan mengecap kedua telapak kaki bayi. Bidan hanya memerintahkan kepada ibu bersalin agar tetap berada di RB sampai waktu dua jam setelah melahirkan. Saat berada di RB, bidan memerintahkan ibu bersalin untuk menyusui bayinya yang sudah dibedong. Hasil observasi diapat dilihat pada lampiran 6d. Hasil observasi ini diperkuat dengan hasil wawancara terhadap informan utama yang menyatakan bahwa sebelum dipindah ke ruang perawatan bidan memberikan suntikan hepatitis B pertama pada bayi. Berikut pemaparan informan utama: “...dua jam kemudian HB 0, abis HB 0 kita pindahkan ke ruang perawatan...”bidan N “...di RB sampe dua jam, terus kan kita kasih HB 0, baru pindah ke ruang perawatan...”bidan SA “...kan aturannya gitu, HB 0 tuh dua jam post partum, baru boleh dipindahin...bidan E “...oh iya dalam APN gitu juga...”bidan A Hasil observasi terakhir menunjukkan bahwa setelah ibu dan bayi berada di RB selama dua jam setelah melahirkan, bidan meminta bantuan suamikeluarga yang mendampingi persalinan untuk memindahkan ibu bersalin dan bayinya ke ruang perawatan. Hasil observasi diapat dilihat pada lampiran 6d. Hasil observasi ini diperkuat dengan hasil wawancara terhadap informan utama yang menyatakan bahwa setelah dua jam melahirkan, ibu dan bayi dipindahkan ke ruang perawatan. Tindakan tersebut merupakan aturan dari PKM untuk memberikan fasilitas rawat gabung sampai dua hari setelah melahirkan. Berikut pemaparan informan utama: “...abis HB 0 kita pindahkan ke ruang perawatan, rawat gabung, udah, kita selalu tau kalo belom dua jam pasti masih di ruang bersalin...”bidan N “...setelah 2 jam pindah ke ruang perawatan ya biasanya perawatannya sampe 3 hari si kalo disini mah, pokoknya terhitung dari dia masuk sampe dia pulang 3 hari kok.. .”bidan SA “...dari dua jam pindah sampe dua hari post partum...pokoknya sampe dia lahiran trus masuk ruang perawataan terus sampe besoknya dia pulang jadi tiga hari...”bidan E “...minimal kalo di sini sih 3x24 jam setelah dia lahir... kalo di sini ema ng peraturannya seperti itu...”bidan A Hasil wawancara terhadap informan utama selanjutnya menyatakan bahwa rawat gabung adalah menempatkan bayi di tempat yang sama dengan ibunya, sehingga bayi selalu berada di dekat ibunya. Menurut informan utama, rawat gabung dilakukan agar ibu terlatih untuk merawat dan menyusui bayinya. Selain itu, bayi akan lebih sering menyusu sehingga memperoleh ASI eksklusif. Berikut pemaparan informan pendukung: “...kalo rawat gabung kan bayi sama-sama, udah oke ya...”bidan N “...biar ASInya lebih eksklusif, ibunya juga terlatih nyusuin gitu, ngerawat di rumah juga lebih gampang...”bidan SA “...bareng-bareng ibu sama bayinya, biar ibunya lebih teratur nyusuin...”bidan E “...bayi ada di deket ibunya terus, rawat gabung berarti si ibu lebih memperhatikan si bayi, si ibu bertanggung jawab atas bayinya, apalagi awal-awal abis lahiran kan belum tentu ASInya keluar, dengan terus dirangsang kan otomatis bakal keluar ASInya...”bidan A Hasil observasi dan wawancara terhadap informan utama diperkuat dengan hasil wawancara terhadap informan pendukung yang menyatakan bahwa ibu dan bayi dipindahkan ke ruang perawatan sampai waktu dua hari setelah melahirkan. Berikut pemaparan informan pendukung: “...kalo gak salah di puskes itu dua hari...”Ny.U “...kan dua hari baru pulang...”Ny.M Berdasarkan hasil observasi, diketahui bahwa semua tindakan dalam langkah ketiga pelaksanaan IMD dilakukan tanpa melihat panduan pelaksanaan IMD. Semua tindakan sudah dilakukan secara berurutan. Namun, masih ada beberapa tindakan yang tidak dilakukan kurang tepat, yaitu bidan melakukan penimbangan, pengukuran, dan pengecapan sebelum bayi melakukan kontak kulit dengan ibunya selama satu jam, bidan tidak memberikan kesempatan pada bayi untuk melanjutkan kembali kontak kulit dengan ibunya setelah kegiatan penimbangan, pengukuran, dan pengecapan. Selain itu, berdasarkan hasil wawancara terhadap informan utama juga diketahui bahwa bidan masih memiliki alasan yang belum tepat dalam melakukan beberapa tindakan dalam langkah ketiga pelaksanaan IMD. Alasan bidan yang belum tepat, yaitu penyusuan awal dilakukan dalam keadaan bayi sudah dibedong. Selain itu, berdasarkan hasil wawancara terhadap informan pendukung juga diketahui bahwa tindakan yang dilakukan bidan dalam langkah ketiga pelaksanaan IMD sama dengan tindakan yang dilakukan bidan saat diobservasi. 71

BAB VI PEMBAHASAN

A. Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti hanya dapat menjelaskan bagaimana gambaran tiap langkah yang dilakukan bidan dalam pelaksanaan IMD. Sehingga, peneliti hanya dapat menjawab pertanyaan tindakan apa yang dilakukan dalam setiap langkah pelaksanaan IMD serta bagaimana tindakan tersebut dilakukan. Namun, peneliti belum dapat menjawab pertanyaan mengapa tindakan tersebut dilakukan. Oleh sebab itu, diperlukan penelitian serupa untuk menjawab pertanyaan mengapa bidan berperilaku seperti itu dalam pelaksanaan IMD. Selain itu, peneliti juga tidak dapat menampilkan gambar setiap tindakan yang dilakukan bidan dalam ketiga langkah pelaksanaan IMD karena pihak PKM tidak memperbolehkan peneliti untuk mengambil gambar dalam proses persalinan. Oleh sebab itu, peneliti menggunakan triangulasi waktu dalam melakukan observasi. Hal ini dilakukan untuk menjaga validitas data hasil observasi.

B. Pembahasan Hasil Penelitian

1. Gambaran perilaku bidan dalam pelaksanaan IMD

IMD merupakan program yang dikeluarkan oleh WHO dan UNICEF pada tahun 2007, dimana pada prinsipnya bukan ibu yang menyusui bayi, tetapi bayi yang harus aktif menemukan sendiri puting susu ibu, serta melakukan kontak kulit ibu dengan kulit bayi segera setelah lahir selama paling sedikit satu jam Depkes, 2007. Meskipun program IMD telah diresmikan sejak tahun 2007, namun Departemen Kesehatan RI baru mengeluarkan pedoman bagi penolong persalinan dalam melakukan langkah-langkah pelaksanaan IMD dalam asuhan bayi baru lahir pada tahun 2008 Depkes RI, 2008. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa PKM Kecamatan Pesanggrahan sudah menjalankan program IMD sejak Departemen Kesehatan RI mengeluarkan program IMD. Pelaksanaan program IMD di PKM Kecamatan Pesanggrahan tepatnya dimulai sejak tahun 2009. Dalam program IMD, dinyatakan agar semua sarana pelayanan kesehatan menerapkan 10 langkah menuju keberhasilan menyusui LMKM atau ten step to successful breastfeeding. Poin nomer empat dalam penerapan LMKM yaitu menganjurkan seluruh petugas kesehatan untuk membantu para ibu dalam pelaksanaan IMD setelah melahirkan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, 2010. Untuk mewujudkannya, setiap fasilitas kesehatan harus melakukan lima langkah pelaksanaan IMD. Pertama, IMD harus dilakukan baik di ruang bersalin maupun di ruang operasi. Kedua, IMD dilaksanakan oleh tenaga kesehatan yang membantu proses persalinan. Ketiga, ibu bersalin dan pihak keluarga berhak meminta pihak penyedia pelayanan kesehatan untuk melakukan IMD sepanjang ibu dan bayi tidak mengalami indikasi medis. Keempat, ibu bersalin yang menjalani operasi caesar dan menggunakan anestesi lumbal bukan anestesi lokal tetap dibantu untuk melakukan IMD di ruang operasi. Kelima, setiap fasilitas bersalin harus menerapkan IMD sesuai dalam prosedur tetap mulai dari konsultasi pada waktu kunjungan ibu hamil hingga saat persalinan dan waktu menyusui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, 2010. Berdasarkan hasil penelitian dikatahui bahwa setiap proses persalinan di PKM Kecamatan Pesanggrahan merupakan persalinan normal. Sehingga, pelaksanaan IMD terjadi di RB PKM Kecamatan Pesanggrahan. Meskipun, tidak ada ibu bersalin atau keluarga yang mendampingi persalinan yang meminta bidan untuk melaksanakan IMD, namun bidan tetap melaksanakan IMD setiap menolong persalinan. Selanjutnya, berdasarkan hasil penelitian dikatahui bahwa bidan selalu memberitahu ibu bersalin dan keluarga yang mendampingi persalinan pada setiap tindakan yang akan dilakukan. Bidan penolong persalinan melakukan prosedur tetap pelaksanaan IMD hanya pada saat menolong persalinan sesuai pedoman langkah-langkah pelaksanaan IMD dalam asuhan bayi baru lahir. Sedangkan, konsultasi mengenai IMD pada waktu kunjungan ibu hamil dan ibu menyusui dilakukan oleh bidan pemeriksa kehamilan di bagian Poli Kesehatan Ibu dan Anak Poli KIA. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa bidan di PKM Kecamatan Pesanggrahan sudah mewujudkan langkah menuju keberhasilan menyusui melalui pelaksanaan IMD. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa terdapat tiga langkah pelaksanaan IMD yang dilakukan oleh bidan saat menolong persalinan. Langkah pertama, bidan melakukan penilaian awal pada bayi baru lahir dan mengeringkan tubuh bayi. Semua tindakan yang dilakukan bidan dalam langkah pertama pelaksanaan IMD sudah dilakukan secara berurutan dan tepat. Langkah kedua, bidan memberikan kesempatan pada bayi untuk melakukan kontak kulit dengan ibunya. Setiap tindakan dalam langkah ini sudah dilakukan secara berurutan. Namun, masih terdapat tindakan yang dilakukan kurang tepat. Bidan mengarahkan mulut bayi dekat dengan puting susu ibu sebelah kiri. Selain itu, bidan juga hanya memberi kesempatan pada bayi untuk melakukan kontak kulit dengan ibunya tidak ada yang lebih dari 30 menit. Langkah ketiga, bidan memberikan kesempatan pada bayi untuk mencari puting susu ibunya. Dalam langkah ini, masih terdapat tindakan yang dilakukan kurang tepat. Bidan mengangkat bayi dari dada ibunya untuk ditimbang, diukur, dan dicap sebelum bayi berhasil menemukan puting susu ibunya. Selain itu, masih terdapat tindakan yang belum dilakukan oleh bidan. Bidan tidak memberikan kesempatan kembali kepada bayi yang belum berhasil menemukan puting susu ibunya untuk melakukan kontak kulit dengan ibunya setelah kegiatan penimbangan, pengukuran, dan pengecapan. Meskipun tidak ada bayi yang berhasil melakukan IMD, bidan tetap