Gambaran perilaku bidan dalam pelaksanaan IMD

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa terdapat tiga langkah pelaksanaan IMD yang dilakukan oleh bidan saat menolong persalinan. Langkah pertama, bidan melakukan penilaian awal pada bayi baru lahir dan mengeringkan tubuh bayi. Semua tindakan yang dilakukan bidan dalam langkah pertama pelaksanaan IMD sudah dilakukan secara berurutan dan tepat. Langkah kedua, bidan memberikan kesempatan pada bayi untuk melakukan kontak kulit dengan ibunya. Setiap tindakan dalam langkah ini sudah dilakukan secara berurutan. Namun, masih terdapat tindakan yang dilakukan kurang tepat. Bidan mengarahkan mulut bayi dekat dengan puting susu ibu sebelah kiri. Selain itu, bidan juga hanya memberi kesempatan pada bayi untuk melakukan kontak kulit dengan ibunya tidak ada yang lebih dari 30 menit. Langkah ketiga, bidan memberikan kesempatan pada bayi untuk mencari puting susu ibunya. Dalam langkah ini, masih terdapat tindakan yang dilakukan kurang tepat. Bidan mengangkat bayi dari dada ibunya untuk ditimbang, diukur, dan dicap sebelum bayi berhasil menemukan puting susu ibunya. Selain itu, masih terdapat tindakan yang belum dilakukan oleh bidan. Bidan tidak memberikan kesempatan kembali kepada bayi yang belum berhasil menemukan puting susu ibunya untuk melakukan kontak kulit dengan ibunya setelah kegiatan penimbangan, pengukuran, dan pengecapan. Meskipun tidak ada bayi yang berhasil melakukan IMD, bidan tetap memerintahkan kepada ibu bersalin untuk melakukan penyusuan awal di RB dalam keadaan bayi sudah dibedong. Menurut penelitian Ja’fara 2001, menyatakan bahwa petugas kesehatan tidak dapat bekerja sesuai SOP karena banyak pasien yang harus dilayani. Selain itu, menurut Roesli 2012, menyatakan bahwa anggapan tenaga kesehatan yang kurang tersedia merupakan anggapan yang salah yang dapat menghambat pelaksanaan IMD. Namun, berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa dalam waktu 24 jam setidaknya hanya ada 2-3 orang ibu bersalin di PKM Kecamatan Pesanggrahan. Selain itu, setiap persalinan akan ditolong oleh dua orang bidan. Sehingga, kurang tepat jika alasan bidan belum melaksanakan IMD karena banyaknya jumlah pasien yang harus dilayani dan kurang tersedianya tenaga penolong persalinan. Menurut Sukma 2009, IMD dikatakan berhasil apabila bayi dapat menemukan puting susu ibu dan mulai menyusu. Selanjutnya, menurut Roesli 2012, jika bayi baru lahir segera dikeringkan dan diletakkan di perut ibu dengan kontak kulit ke kulit dan tidak dipisahkan dari ibunya setidaknya selama satu jam, semua bayi dengan sendirinya akan berhasil menemukan puting susu ibunya melalui lima tahapan perilaku saat menyusu pertama kali. Tahap pertama dimulai dalam 30 menit Awal. Pada tahap ini bayi akan beristirahat dan tidak bergerak. Sesekali matanya terbuka lebar melihat ibunya. Masa tenang yang istimewa ini merupakan penyesuaian peralihan dari keadaan dalam kandungan ke keadaan diluar kandungan. Keadaan ini merupakan dasar pertumbuhan bayi dalam suasana aman yang dapat meningkatkan kepercayaan diri ibu terhadap kemampuan praktik menyusui selanjutnya dan mendidik bayi Roesli, 2012. Tahap kedua dimulai dalam 30-40 menit selanjutnya. Pada tahap ini bayi mulai mengeluarkan suara, menggerakkan mulut seperti ingin minum, mencium dan menjilat tangan. Bayi mencium dan merasakan cairan ketuban yang ada di tangannya. Bau ini sama dengan bau cairan yang dikeluarkan payudara ibu. Bau dan rasa ini akan membimbing bayi untuk menemukan payudara dan puting susu ibu Roesli, 2012. Tahap ketiga yaitu bayi mulai mengeluarkan air liur. Bayi mulai mengeluarkan air liurnya saat menyadari bahwa ada makanan di sekitarnya. Kemudian, bayi berusaha untuk mencapai areola Roesli, 2012. Tahap keempat yaitu bayi mulai bergerak ke arah payudara. Kaki bayi akan menekan perut ibu untuk mencapai areola. Bayi akan menjilat-jilat kulit ibu, menghentak-hentakkan kepalanya ke dada ibu, menoleh ke kanan dan ke kiri, serta menyentuh dan meremas daerah puting susu dan sekitarnya dengan tangannya yang mungil Roesli, 2013. Tahap kelima yaitu bayi mulai menemukan puting susu ibu. Kemudian, bayi akan menjilat dan mengulum puting susu ibu. Mulut bayi akan terbuka lebar untuk menghisap puting sus ibu. Kemudian, bayi akan melekat di dada ibunya dengan baik Roesli, 2012. Selanjutnya, menurut Mashudi 2011, masih terdapat beberapa kesalahan dalam pelaksanaan IMD, yaitu bayi baru lahir diletakkan di perut ibu yang sudah dialasi kain kering, tali pusat dipotong lalu diikat, bayi segera dibedong karena takut kedinginan, bayi diletakkan di dada ibu dalam keadaan sudah dibedong, bayi dibiarkan di dada ibu selama 10-15 menit atau sampai tenaga kesehatan selesai menjahit perineum. Selanjutnya, bayi disusukan dengan cara memasukkan puting susu ibu ke mulut bayi. Menurut penelitian Fikawati dan Syafiq 2003, menyatakan bahwa penolong persalinan merupakan faktor kunci keberhasilan pelaksanaan IMD. Dalam 30 menit pertama setelah bayi lahir umumnya peran penolong persalinan masih sangat dominan. Apabila ibu bersalin difasilitasi oleh penolong persalinan untuk segera memeluk bayinya diharapkan interaksi ibu dan bayi akan segera terjadi. Dengan IMD, ibu semakin percaya diri untuk tetap memberikan ASI nya sehingga tidak merasa perlu untuk memberikan makanan atau minuman apapun kepada bayi karena bayi bisa nyaman menempel pada payudara ibu atau tenang dalam pelukan ibu segera setelah lahir. Sejalan dengan hasil penelitian di atas, menurut penelitian Rahardjo 2006, juga menyatakan bahwa tenaga kesehatan merupakan faktor dominan yang berhubungan dengan pelaksanaan IMD. Sehingga, perlu adanya perilaku yang suportif dari petugas kesehatan dalam melaksanakan IMD Afifah, 2008. Menurut penelitian Fikawati Syafiq 2003, ketidakberhasilan bayi melakukan IMD disebabkan karena ketidaktepatan penolong persalinan dalam memfasilitasi pelaksanaan IMD. Hal tersebut menyebabkan bayi kehilangan kemampuan untuk menyusu. Padahal, bayi yang berhasil melakukan IMD akan memiliki kesempatan delapan kali untuk berhasil memperoleh ASI eksklusif. Sehingga, kegagalan IMD dapat menyebabkan kemungkinan ketidakberhasilan pemberian ASI eksklusif. Berdasarkan penelitian-penelitian di atas, diketahui bahwa perilaku bidan dalam pelaksanaan IMD di PKM Kecamatan Pesanggrahan sebenarnya sudah dominan dan suportif, karena dalam waktu 30 menit pertama bayi lahir, bidan sudah memfasilitasi bayi untuk melakukan IMD. Bidan sebenarnya sudah melaksanakan tiap langkah pelaksanaan IMD. Namun, masih terdapat beberapa tindakan yang dilakukan kurang tepat. Tindakan tersebut menyebabkan tidak ada bayi yang berhasil menemukan puting susu ibunya. Sehingga dapat dikatakan bahwa pelaksanaan IMD di PKM Kecamatan Pesanggrahan belum berhasil. Menurut penelitian Niswah Noveri 2010, menyatakan bahwa bidan akan memfasilitasi IMD dengan baik apabila bidan memiliki pengetahuan yang baik dan sikap yang positif terhadap pelaksanaan IMD. Selain itu, menurut penelitian Legawati, dkk 2011, menyatakan bahwa bidan masih memiliki pemahaman yang berbeda mengenai pelaksanaan IMD karena program ini masih dianggap baru. Sehingga, menimbulkan keraguan dan kesulitan untuk menerapkannya. Ketidaksabaran bidan dalam memfasilitasi IMD karena alasan keterbatasan waktu padahal masih banyak tugas yang harus diselesaikan juga dapat menjadi penyebab kegagalan pelaksanaan IMD. Selanjutnya, menurut penelitian Afifah 2008, menyatakan bahwa petugas kesehatan yang belum pernah mengikuti pelatihan IMD dan ASI serta tidak adanya kebijakan dan supervisi pelaksanaan IMD di sarana pelayanan kesehatan kemungkinan dapat menyebabkan petugas kesehatan berprilaku pasif terhadap pelaksanaan IMD. Selanjutnya, menurut penelitian Puspita 2010, menyatakan bahwa masih ada penolong persalinan belum meyakini manfaat IMD. Sehingga, dimungkinkan penolong persalinan tidak akan melaksanakan IMD apabila terjadi hambatan dalam pelaksanannya. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa bidan sudah melakukan tiga langkah dalam pelaksanaan IMD, yaitu dimulai dengan menilai kondisi bayi baru lahir dan mengeringkan tubuh bayi, memberikan kesempatan pada bayi untuk melakukan kontak kulit dengan ibunya, dan memberikan kesempatan pada bayi untuk mencari puting susu ibunya. Meskipun secara umum bidan sudah melakukan ketiga langkah tersebut, namun masih terdapat beberapa tindakan bidan yang dilakukan kurang tepat. Menurut Green et all 2005, terdapat tiga faktor yang menentukan perilaku seseorang yaitu faktor predisposisi, faktor penguat, dan faktor pemungkin. Faktor predisposisi meliputi pengetahuan, sikap, kepercayaan, nilai-nilai, persepsi, dan motivasi. Faktor penguat meliputi penghargaan dan keuntungan yang diperoleh dalam berperilaku. Faktor pemungkin adalah keberadaan fasilitas atau sumber daya yang ada. Berdasarkan teori tersebut, peneliti menduga bahwa perilaku bidan dalam pelaksanaan IMD disebabkan oleh adanya dua faktor determinan perilaku, yaitu faktor predisposisi dan faktor pemungkin. Faktor predisposisi meliputi pengetahuan dan sikap yang dimiliki bidan menjadi alasan bidan untuk melakukan setiap tindakan dalam langkah-langkah pelaksanaan IMD. Sedangkan faktor penguat meliputi kebijakan mengenai program IMD yang telah dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan RI merupakan faktor pemungkin bagi para bidan untuk melaksanakan IMD dalam setiap menolong persalinan.

2. Perilaku bidan dalam langkah pertama pelaksanaan IMD

Berasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa langkah pertama yang dilakukan bidan dalam pelaksanaan IMD adalah melakukan penialaian awal pada bayi baru lahir dan mengeringkan tubuh bayi. Penilaian awal pada bayi baru lahir diawali dengan mencatat waktu bayi lahir. Selanjutnya, menilai kondisi pernapasan dan fisik bayi. Melalui penilaian awal pada bayi baru lahir, bidan dapat mengenali gejala asfiksia pada bayi baru lahir. Menurut bidan, jika bayi mengalami gejala asfiksia, maka bidan akan melakukan tindakan resusitasi. Sehingga, langkah selanjutnya dalam pelaksanaan IMD dapat ditunda sampai tindakan resusitasi berhasil. Namun, jika bayi tidak mengalami gejala asfiksia, maka bidan akan membersihkan seluruh tubuh bayi kecuali kedua tangan bayi menggunakan kain bersih. Sehingga, bidan dapat melanjutkan langkah pelaksanaan IMD. Menurut Departemen Kesehatan RI 2008, tindakan awal dalam langkah pertama pelaksanaan IMD adalah mencatat waktu bayi lahir dan menilai kondisi bayi. Catatan waktu kelahiran bayi merupakan salah satu isi dalam catatan lembar persalinan. Sedangkan, tindakan menilai kondisi bayi merupakan cara untuk mengenali gejala asfiksia pada bayi baru lahir. Asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Kondisi tersebut, berkaitan dengan kondisi kesehatan ibu saat hamil, kondisi bayi saat berada dalam kandungan, dan masalah yang terjadi selama proses persalinan. Dalam menolong persalinan, bidan harus siap melakukan tindakan resusitasi pada bayi baru lahir yang mengalami asfiksia Depkes RI, 2008. Berdasarkan Profil PKM Kecamatan Pesanggrahan 2011, dinyatakan bahwa Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan hanya menerima pasien yang melahirkan secara normal. Sehingga, harus sudah dipastikan ibu hamil dan bayi dalam kandungan berada dalam kondisi yang sehat. Hal tersebut terbukti bahwa dari seluruh persalinan yang diobservasi, tidak ada bayi yang mengalami asfiksia. Sehingga, bidan tidak perlu melakukan tindakan resusitasi. Tindakan selanjutnya yang dilakukan bidan dalam langkah pertama pelaksanaan IMD adalah mengeringkan seluruh tubuh bayi kecuali kedua tangan bayi. Menurut bidan, kedua tangan bayi baru lahir tidak boleh dibersihkan karena tindakan tersebut tidak ada dalam pedoman APN. Selain itu, menurut bidan bau air ketuban yang melekat di tangan bayi memiliki bau yang sama dengan payudara ibu, sehingga dapat membantu bayi untuk menemukan puting susu ibunya. Menurut Departemen Kesehatan RI 2008, tindakan membersihkan kedua tangan bayi baru lahir tidak diperbolehkan dalam asuhan bayi baru lahir. Menurut Roesli 2012, bayi akan mencium dan menjilat tangannya dalam waktu 30-40 menit pertama kontak kulit antara ibu dan bayi. Saat bayi mencium dan menjilat tangannya, ia merasakan cairan ketuban yang masih melakat di tangannya. Bau tersebut memiiki bau yang sama dengan cairan yang dikeluarkan oleh payudara ibu. Sehingga, bau tersebut dapat membimbing bayi untuk menemukan puting susu ibunya. Setelah tubuh bayi dibersihkan, bidan memberikan suntikan oksitosin 10UI pada bagian paha ibu bersalin. Selanjutnya, bidan memotong dan mengikat tali pusat bayi. Menurut bidan, pemberian suntikan oksitosin 10UI dilakukan untuk merangsang kontraksi uterus agar plasenta segera lahir. Menurut Departemen Kesehatan RI 2008, penyuntikkan oksitosin merupakan pertolongan persalinan kala III. Persalinan kala III merupakan tahap pengeluaran plasenta. Penyuntikan oksitosin berfungsi untuk mempercepat lahirnya plasenta. Proses lahirnya plasenta berlangsung selama 5-30 menit setelah bayi lahir. Penyuntikan oksiotin dilakukan sebelum tali pusat dipotong. Berdasarkan hasil wawancara, diketahui bahwa bidan sudah mengetahui setiap tindakan yang harus dilakukan dalam langkah pertama pelaksanaan IMD. Menurut peneliti, bidan juga sudah memberikan alasan yang tepat dalam melakukan setiap tindakan di langkah pertama pelaksanaan IMD. Menurut Krathwohl dkk 1974, perilaku yang menekankan pada aspek intelektual otak termasuk dalam domain kognitif. Peneliti menduga bahwa salah satu faktor perilaku bidan dalam langkah pertama pelaksanaan IMD adalah pengetahuan yang dimiliki bidan. Pengetahuan yang dimiliki bidan menjadi alasan bidan dalam melakukan setiap tindakan di langkah pertama pelaksanaan IMD. Pengetahuan merupakan salah satu bentuk dalam domain kognitif. Sehingga, dapat dikatakan bahwa pengetahuan yang dimiliki bidan dalam langkah pertama pelaksanaan IMD merupakan perilaku dalam domain kognitif. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa bidan menyatakan setuju terhadap program IMD untuk mencapai keberhasilan pemberian ASI eksklusif. Bidan juga menyetujui semua tindakan yang harus dilakukan dalam langkah pertama pelaksanaan IMD. Sehingga, dapat dikatakan bahwa bidan memiliki sikap yang positif dalam langkah pertama pelaksanaan IMD.