mempercepat lahirnya plasenta. Proses lahirnya plasenta berlangsung selama 5-30 menit setelah bayi lahir. Penyuntikan oksiotin dilakukan sebelum tali
pusat dipotong. Berdasarkan hasil wawancara, diketahui bahwa bidan sudah
mengetahui setiap tindakan yang harus dilakukan dalam langkah pertama pelaksanaan IMD. Menurut peneliti, bidan juga sudah memberikan alasan
yang tepat dalam melakukan setiap tindakan di langkah pertama pelaksanaan IMD.
Menurut Krathwohl dkk 1974, perilaku yang menekankan pada aspek intelektual otak termasuk dalam domain kognitif. Peneliti menduga
bahwa salah satu faktor perilaku bidan dalam langkah pertama pelaksanaan IMD adalah pengetahuan yang dimiliki bidan. Pengetahuan yang dimiliki
bidan menjadi alasan bidan dalam melakukan setiap tindakan di langkah pertama pelaksanaan IMD. Pengetahuan merupakan salah satu bentuk dalam
domain kognitif. Sehingga, dapat dikatakan bahwa pengetahuan yang dimiliki bidan dalam langkah pertama pelaksanaan IMD merupakan perilaku
dalam domain kognitif. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa bidan menyatakan
setuju terhadap program IMD untuk mencapai keberhasilan pemberian ASI eksklusif. Bidan juga menyetujui semua tindakan yang harus dilakukan
dalam langkah pertama pelaksanaan IMD. Sehingga, dapat dikatakan bahwa bidan memiliki sikap yang positif dalam langkah pertama pelaksanaan IMD.
Menurut Krathwohl dkk 1974, perilaku yang menekankan pada aspek emosional, seperti perasaan, minat, sikap, dan kepatuhan termasuk
dalam domain afektif. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa sikap bidan terhadap langkah pertama dalam pelaksanaan IMD merupakan perilaku
dalam domain afektif. Selain itu, peneliti juga menduga bahwa selain pengetahuan, sikap positif yang dimiliki bidan juga menjadi salah satu faktor
ketepatan perilaku bidan dalam pelaksanaan IMD. Selanjutnya, berdasarkan hasil observasi, terlihat bahwa bidan sudah
melakukan semua tindakan dalam langkah pertama pelaksanaan IMD. Semua tindakan tersebut dilakukan secara berurutan dan tepat tanpa melihat
pedoman pelaksanaan IMD. Menurut Azizahwati 2010, keterampilan merupakan tingkat
kemahiran dalam penguasaan suatu gerak. Selanjutnya, menurut Dave 1967 dalam Huitt 2003, keterampilan dapat dikelompokkan dalam lima
tingkatan, yaitu meniru, manipulasi, ketepatan gerakan, artikulasi, dan naturalisasi.
Oleh sebab itu, peneliti menduga bahwa bidan sudah terampil dalam melakukan setiap tindakan dalam langkah pertama pelaksanaan IMD.
Selanjutnya, peneliti juga menduga bahwa keterampilan bidan dalam langkah pertama pelaksanaan IMD sudah sampai pada tingkat naturalisasi,
karena berdasarkan hasil observasi, terlihat bahwa bidan selalu melakukan tindakan yang sama dalam langkah pertama pelaksanaan IMD. Semua
tindakan tersebut dilakukan secara beururtan sesuai pedoman pelaksanaan IMD. Selain itu, setiap tindakan juga dilakukan dengan tepat tanpa melihat
pedoman pelaksanaan IMD.
3. Perilaku bidan dalam langkah kedua pelaksanaan IMD
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa langkah kedua yang dilakukan bidan dalam pelaksanaan IMD adalah memberikan kesempatan
pada bayi untuk melakukan kontak kulit dengan ibunya. Setelah tali pusat bayi dipotong, bidan segera menengkurapkan bayi di dada ibunya dengan
cara mendekatkan mulut bayi ke puting susu ibu sebelah kanan. Kemudian, bidan menyelimuti bayi menggunakan kain bersih. Menurut bidan, bayi
akan berhasil menemukan puting susu ibunya apabila mulut bayi diarahkan dekat dengan puting susu ibunya.
Menurut Roesli 2012, jika bayi baru lahir segera dikeringkan dan diletakkan di perut ibu dengan kontak kulit ke kulit dan tidak dipisahkan dari
ibunya setidaknya selama satu jam, semua bayi dengan sendirinya akan berhasil menemukan puting susu ibunya melalui lima tahapan perilaku saat
menyusu pertama kali. Tahap pertama dimulai dalam 30 menit Awal. Pada tahap ini bayi
akan beristirahat dan tidak bergerak. Sesekali matanya terbuka lebar melihat ibunya. Masa tenang yang istimewa ini merupakan penyesuaian peralihan
dari keadaan dalam kandungan ke keadaan diluar kandungan. Keadaan ini merupakan dasar pertumbuhan bayi dalam suasana aman yang dapat
meningkatkan kepercayaan diri ibu terhadap kemampuan praktik menyusui selanjutnya dan mendidik bayi Roesli, 2012.
Tahap kedua dimulai dalam 30-40 menit selanjutnya. Pada tahap ini bayi mulai mengeluarkan suara, menggerakkan mulut seperti ingin minum,
mencium dan menjilat tangan. Bayi mencium dan merasakan cairan ketuban yang ada di tangannya. Bau ini sama dengan bau cairan yang dikeluarkan
payudara ibu. Bau dan rasa ini akan membimbing bayi untuk menemukan payudara dan puting susu ibu Roesli, 2012.
Tahap ketiga yaitu bayi mulai mengeluarkan air liur. Bayi mulai mengeluarkan air liurnya saat menyadari bahwa ada makanan di sekitarnya.
Kemudian, bayi berusaha untuk mencapai areola Roesli, 2012. Tahap keempat yaitu bayi mulai bergerak ke arah payudara. Kaki bayi
akan menekan perut ibu untuk mencapai areola. Bayi akan menjilat-jilat kulit ibu, menghentak-hentakkan kepalanya ke dada ibu, menoleh ke kanan dan
ke kiri, serta menyentuh dan meremas daerah puting susu dan sekitarnya dengan tangannya yang mungil Roesli, 2013.
Tahap kelima yaitu bayi mulai menemukan puting susu ibu. Kemudian, bayi akan menjilat dan mengulum puting susu ibu. Mulut bayi
akan terbuka lebar untuk menghisap puting sus ibu. Kemudian, bayi akan melekat di dada ibunya dengan baik Roesli, 2012.
Oleh sebab itu, tindakan bidan mengarahkan mulut bayi ke dekat puting susu ibu dengan alasan bahwa bayi akan berhasil menemukan puting
susu ibunya apabila mulut bayi diarahkan dekat dengan puting susu ibunya tersebut dapat dikatakan kurang tepat.
Selanjutnya, berdasarkan hasil penelitian, setelah bayi ditengkurapkan di dada ibunya, bidan meminta bantuan pendamping persalinan untuk
memberikan bantal di bawah kepala ibu bersalin agar mempermudah kontak visual antara ibu dan bayinya. Selain itu, menurut bidan, keberadaan
pendamping persalinan akan memberikan semangat kepada ibu bersalin dan membantu bidan melengkapi kebutuhan ibu bersalin.
Menurut Hodnett 1997 dalam Sukmawati 2012, kehadiran pendamping persalinan akan memberikan dukungan emosional berupa rasa
aman, semangat dan membesarkan hati ibu yang menghadapi persalinan. Sesuai dengan pendapat Hodnett 1997, menurut Hemilton 1994 dalam
Sukmawati 2012, ketenangan hati ibu merupakan hal yang penting dalam menghadapi persalinan. Suami atau keluarga diharapkan dapat mendukung
dan memotivasi istri untuk menjaga agar persalinan berjalan lancar dan selamat.
Selain itu, menurut Cohen 1991 dalam Sukmawati 2012, bahwa dukungan suami saat persalinan sangat berharga. Ibu bersalin lebih
menginginkan tindakan suportif dari suaminya dibandingkan dari petugas profesional. Sebagai pendamping persalinan, suami dapat membantu para
istri saat terjadi kontraksi, melatih bernapas serta mengkomunikasikan keinginannya kepada petugas kesehatan.
Oleh sebab itu, memang tepat pendapat bidan yang menyatakan bahwa keberadaan pendamping persalinan dapat memberikan semangat kepada
ibu bersalin. Selain itu, keberadaan pendamping persalinan juga dapat melancarkan proses pelaksanaan IMD dengan cara mengawasi kondisi ibu
dan bayi saat kontak kulit antara ibu dan bayi berlangsung. Selanjutnya, berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa saat bayi
berada di dada ibunya, bidan juga meminta ibu untuk memeluk bayinya. Menurut bidan, memeluk bayi saat berada di dada ibunya dilakukan agar
ibu dan bayi sama-sama merasa nyaman. Kemudian, bidan memberikan kesempatan pada bayi untuk
melakukan kontak kulit dengan ibunya yang berlangsung sampai plasenta lahir sempurna. Setelah plasenta lahir, bidan mengangkat bayi
dari ibunya karena bidan akan melakukan penjahitan perineum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari semua proses persalinan yang
diobservasi, proses lahirnya plasenta tidak ada yang lebih dari 30 menit. Sehingga, kontak kulit antara ibu dan bayi juga tidak ada yang
berlangsung lebih dari 30 menit. Bidan menganggap waktu yang diberikan bagi bayi untuk melakukan
kontak kulit dengan ibunya selama minimal satu jam terlalu lama. Selain itu, bidan juga harus melakukan penjahitan perineum. Sehingga,
dikhawatirkan ibu akan merasa tidak nyaman jika harus dilanjutkan melaksanakan IMD.