127
2 Undang
Undang Sistem
Pendidikan Nasional
Nomor 23 tahun 2003, Bab IV. Pasal 5 tentang Hak dan Kewajiban Warga Negara, Orang Tua,
Masyarakat, dan Pemerintah 3
Undang Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana
4 Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang
Badan Nasional Penanggulangan Bencana BNPB di
tingkat nasional
sampai Tingkat
KabupatenKota. 5
Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 04 Tahun 2012 tentang Pedoman
Penerapan SekolahMadrasah Aman dari Bencana, tertanggal 30 April 2012
6 Surat
Edaran Direktorat
Jenderal Manajemen
Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan Nasional Nomor 70aMPNSE2010
tentang Pengarusutamaan
Pengurangan Risiko
Bencana di Sekolah.
4.2.1.3. Tujuan, Sasaran dan Ruang Lingkup a. Tujuan
Mewujudkan ketahananan
sekolah dalam
pengurangan risiko
bencana erupsi
Merapi yang
terintegrasi dengan
kebutuhan siswa,
guru dan
lingkungan sekolah.
b. Sasaran
Seluruh civitas sekolah meliputi Kepala Sekolah, siswa, guru dan tenaga administrasi di lingkungan SD
Keningar 1
dan 2
Kecamatan Dukun
Kabupaten Magelang Jawa Tengah.
c. Ruang Lingkup
128
Ruang lingkup
Strategi Manajemen
Sekolah Berbasis Bencana Erupsi Merapi meliputi kebijakan di
lingkup SD Negeri Keningar 1 dan 2 bagi siswa, guru, tenaga kependidikan dan orang tua murid. Yaitu: 1.
Prosedur Keselamatan Dasar dan Evakuasi PKDE Sekolah. 2. Standar Manajemen Sekolah Darurat di
Pengungsian.
4.2.2. Konsep
Strategi Manajemen
Sekolah Berbasis Bencana Erupsi SMSBBE Merapi
4.2.2.1. Pengertian
Strategi manajemen
sekolah adalah
suatu tindakan kegiatan mengikat, komprehensif dan terpadu
di dalam
organisasi sekolah
terhadap tantangan
lingkungan sekolah
yang prosesnya
merupakan gabungan antara ilmu dan seni untuk mencapai tujuan
tertentu bersama
orang lain
melalui kegiatan
perencanaan planning,
pelaksanaan implementing,
directing actuating, pengawasan controlling, dan pembinaan
leading. Dalam
kontek manajemen
berbasis bencana
erupsi Merapi
adalah upaya
membangun manajemen
sekolah yang
terintegrasi dengan
pengalaman dan
kebutuhan lokal
bagi pengurangan dampak risiko bencana erupsi Merapi.
Manajemen pendidikan bencana adalah proses pengelolaan pembelajaran bersama antara sekolah, orang
tua murid, Komite Sekolah dan desa pada satu tujuan bersama untuk mengurangi dampak risiko bencana bagi
sekolah. Kunci
utama yang
dibangun dalam
pengurangan risiko bencana adalah pengakuan dan penggunaan kearifan tradisional dan pengetahuan lokal
129
Affeltranger, 2007.
Oleh sebab
itu pendidikan
pengurangan risiko
bencana merupakan
perspektif materi pendidikan formal. Konsep Manajemen Sekolah
Berbasis Bencana
Erupsi Merapi
di dalam
sistem pendidikan meliputi memasukan pertimbangan kritis
berdasarkan pengalaman dan kebutuhan sekolah dalam pengurangan
risiko bencana.
Pertimbangan- pertimbangan pengurangan risiko bencana diaplikasikan
dalam dua arah. Pertama, pengembangan kebijakan dan program strategis sekolah. Meliputi kerangka strategis,
perencanaan, implementasi,
strukur kelembagaan,
sarana prasarana
dan implementasi
pembelajaran. Kedua, Mengembangkan kegiatan-kegiatan pencegahan,
mitigasi bencana dan kesiapsiagaan bencana di Sekolah.
4.2.2.2. Konsep Dasar
Konsep dasar
SMSBBE Merapi
di SD Negeri
Keningar 1 dan SD Negeri Keningar 2 adalah konsep kebutuhan
strategi manajemen
sekolah mengikuti
siklus status Merapi. Pada saat status Merapi Aktif Normal dan Waspada. Kebutuhan manajemen sekolah
adalah kurikulum
kebencanaan dan
manajemen sekolah berbasis bencana. Pada saat Siaga Merapi
kebutuhan manajemen
sekolah adalah
melakukan simulasi, informasi, lokasi dan prosedur pengungsian.
Pada saat status awas Merapi, Kebutuhan Sekolah adalah
Mengungsi ke
Tempat Pengungsian
sesuai dengan Prosedur Keselamatan Dasar dan Evakuasi
PKDE Sekolah. Sementara pada saat menjalankan sekolah
darurat di
pengungsian, kebutuhan
manajemen sekolah
adalah materi
dan alat-
alatsaranaprasarana sekolah
darurat. Pada
saat
130
kembali ke
sekolah, kebutuhan
sekolah adalah
perbaikan kerusakan infrastruktur dan memastikan segera kegiatan belajar mengajar aktif kembali.
Gambar 4.6 Siklus Kebutuhan Manajemen Sekolah Berbasis Bencana Erupsi Merapi
Siklus tersebut merupakan spiral yang bergerak keatas dari mulai Aktif Normal dan Waspada Merapi
menuju ke Siaga Merapi, Awas Merapi, Sekolah Darurat dan Kembali ke Sekolah. Pada saat kembali ke sekolah,
siklus lanjutan dimulai lagi dari bawah dimana status Merapi adalah Normal Aktif dan Waspada Merapi.
Perbedaannya siklus pertama dan kedua adalah level kualitas manajemen sekolah yang diperlukan. Pada
saat kondisi
sekolah normal
kembali, sekolah
mengevaluasi terhadap
pendekatan manajemen,
prosedur, sumber
daya manusia
dan kebijakan
maupun alat-alat pendukung berjalan sesuai dengan konsep Strategi Manajemen Sekolah Berbasis Bencana
Erupsi Merapi SMSBBE yang ditetapkan. Dengan
131
siklus ini maka semua pengalaman respon bencana yang telah dilakukan akan menjadi basis pengetahuan
baru untuk dikembang dalam manajemen sekolah yang selalu meningkat.
a. Mengapa perlu MSBB Erupsi Merapi?
Pertimbangan utama
adalah komunitas
sekolah yang
terletak di
wilayah risiko
tinggi bencana erupsi Merapi KRB III terutama siswa dan
diffable merupakan salah satu kelompok rentan terhadap paparan erupsi Merapi. Komunitas sekolah
meliputi siswa, guru dan tenaga kependidikan, orang tua siswa dan masyarakat sekitar merupakan sumber daya
dan aset yang harus menjadi prioritas pembangunan. Sekolah sebagai aset pengetahuan dan aset membangun
peradaban merupakan indikator penting dalam kemajuan bangsa Indonesia. Oleh sebab itu Pasal 20, Pasal 21,
Pasal 28 C ayat 1, Pasal 31 dan Pasal 32 Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
mengamanatkan jaminan atas hak dasar warga negara di bidang pendidikan UUD 1945, 2002. Sebagaimana
dituangkan didalam Bab IV. Hak dan Kewajiban Warga Negara, Orang Tua, Masyarakat, dan Pemerintah, Pasal
5 Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 23 tahun 2003 Depdiknas, 2003.
Arah pembangunan
milenium dunia
bagi pengurangan risiko bencana saat ini menjadi prioritas.
Konferensi Dunia untuk Pengurangan Risiko Bencana World Conference on Disaster Reduction
di Kobe
Jepang tahun 2005, 168 negara termasuk Indonesia menandatangani pesetujuan global bagi pengurangan
risiko bencana yang dituangkan dalam Hyogo Frame
132
Work for Action HFA 2005 – 2015. Ada tiga tujuan strategis dan lima pilar prioritas kegiatan HFA. Tujuan
strategi tersebut: pertama Integrasi yang lebih efektif pengurangan
risiko bencana
ke dalam
kebijakan pembangunan secara berkelanjutan, perencanaan dan
penyusunan program pada semua jenjang dengan secara
khusus memberikan
penekanan pada
pencegahan bencana,
mitigasi, kesiapsiagaan
dan pengurangan
kerentananan. Kedua,
pengembangan dan penguatan kelembagaan, mekanisme dan kapasitas
pada semua tingkat secara lebih khusus pada tingkat masyarakat, yang dapat secara sistematis memberikan
sumbangan terhadap pembangunan dalam menghadapi bahaya. Ketiga, kerjasama sistematis dari pendekatan
pengurangan risiko bencana ke dalam rencana dan pelaksanaan program tanggap darurat, respon dan
program pemulihan di dalam proses rekonstruksi dari masyarakat yang terkena bencana.
Hyogo Frame Work for Action HFA menetapkan lima prioritas kegiatan untuk mencapai tiga tujuan
tersebut ditahun 2015 pertama, memastikan bahwa pengurangan
risiko bencana
ditempatkan sebagai
prioritas nasional dan lokal dengan dasar institusional yang
kuat dalam
pelaksanaannya. Kedua,
mengidentifikasi, mengevaluasi dan memonitor risiko- risiko
bencana dan
meningkatkan pemanfaatan
peringatan dini. Ketiga, menggunakan pengetahuan, inovasi
dan pendidikan
untuk membangun
suatu budaya aman dan ketahanan pada semua tingkatan.
Keempat, mengurangi
faktor-faktor risiko
dasar. Kelima, memperkuat kesiapsiagaan terhadap bencana
133
dengan respon yang efektif pada semua tingkatan. Memperkuat
kapasitas-kapasitas pada
tingkat komunitas untuk mengurangi risiko bencana pada
tingkat lokal,
dimana individu
dan komunitas
memobilisir sumberdaya lokal untuk upaya mengurangi kerentanan terhadap bahaya. Secara khusus, pada
kontek pendidikan, pengurangan risiko bencana sesuai HFA, pendidikan merupakan capaian tujuan kunci bagi
penggunaan pengetahuan,
inovasi dan
pendidikan untuk membangun budaya aman dan ketahanan di
semua tingkatan
Direktorat Jenderal
Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, 2010.
Secara teknis
operasional Surat
Edaran Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan
Menengah Kementerian Pendidikan Nasional Nomor 70aMPNSE2010
tentang Pengarusutamaan
Pengurangan Risiko
Bencana di
Sekolah 2010,
menegaskan masih
rendahnya kesiapsiagaan
komunitas sekolah dan minimnya pengetahuan tentang bencana alam, yang disebabkan karena: 1. Belum ada
kebijakan nasional
dibidang pendidikan
tentang penanggulangan bencana 2. Di era desentralisasi
pendidikan: upaya-upaya pengurangan risiko bencana ke dalam kegiatan pembelajaran di sekolah belum
banyak dilakukan. 3. Baru ada beberapa propinsi yang
sudah memiliki
kebijakan dalam
bentuk peraturan daseran tentang penanggulangan bencana.
Undang Undang
Nomor 24
Tahun 2007
Tentang Penanggulangan Bencana menegaskan bahwa Strategi
Pengarusutamaan Pengurangan
Risiko Bencana
di Sekolah
adalah kegiatan
jangka panjang
yang
134
diutamakan untuk
mengintegrasikan materi
pembelajaran pendidikan
kebencanaan kedalam
kurikulum tingkat satuan pendidikan, bagi semua satuan pendidikan dasar dan menengah 2007.
b. Prinsip-prinsip SMSBBE Merapi