146
luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan
gangguan kegiatan masyarakat. j.
Komunitas sekolah terdiri dari kepala sekolah, guru, laboran,
pustakawan, peserta
didik, penjaga
sekolah, petugas
kebersihan sekolah,
petugas keamanan sekolah, orangtua siswa dan komite
sekolah. k. Sekolah darurat adalah penyelenggaran kegiatan
belajar mengajar
di pengungsian
bagi siswa
pengungsi. Kegiatan sekolah darurat dikelola oleh sekolah-sekolah asal para siswa pengungsi. Sekolah
darurat penyelenggaraannya biasanya dibantu oleh relawan maupun tenaga medis.
l. Titik
Kumpul. Adalah
tempat dimana
para pengungsi berkumpul di spot-spot tertentu untuk
mendapatkan pelayanan evakuasi. m. Tempat
Pengungsian Sementara
TPS adalah
tempat dimana
pengungsi berkumpultinggal
sementara untuk selanjutnya diangkut ke Tempar Pengungsian Akhir TPA.
n. Tempat Pengungsian Akhir TPA. Adalah tempat di mana pengungsi menetap beberapa waktu sampai
erupsi Merapi reda.
4.2.3. Strategi
Manajemen Sekolah
Berbasis Bencana Erupsi Merapi
a. Visi
Terwujudnya budaya kesiapsiagaan, keselamatan dan ketangguhan SD Negeri Keningar 1 dan 2 untuk
mencegah dan
mengurangi potensi
kerugian yang
ditimbulkan akibat bencana erupsi Merapi.
147
b. Misi
1. Menyelenggarakan pemetaan risiko bencana di sekolah
2. Menjalankan kebijakan manajemen infrastruktur
sekolah yang mendukung bagi pengurangan risiko bencana bagi seluruh civitas sekolah
3. Menjalankan strategi manajemen kurikulum dan
pengajaran bagi
pengurangan risiko
bencana sesuai dengan pengalaman dan kebutuhan siswa.
4. Menjalankan
kegiatan-kegiatan peningkatan
sumber daya
sekolah, guru
dan siswa
bagi pengurangan risiko bencana di sekolah.
5. Mengembangkan model pengelolaan manajemen
sekolah bagi pengurangan risiko bencana yang terintegrasi dengan nilai-nilai lokal dan kebijakan
desa. 6.
Mengembangkan siklus
perencanaan, implementasi, monitoring dan evaluasi manajemen
sekolah dalam
program pengurangan
risiko bencana.
c. Tujuan Umum
Membangun budaya
sadar bencana
bagi siswa, guru dan tenaga kependidikan. Orang tua
siswa, kesiapsiagaan,
keselamatan, dan
ketangguhan sekolah SD Negeri Keningar 1 dan 2
dalam mengurangi risiko bencana erupsi Merapi.
d. Tujuan Khusus
i. Penguatan kelembagaan dan sumber daya komunitas sekolah SD Negeri Keningar 1 dan 2
ii. Mengintegrasikan pengurangan risiko bencana ke dalam kegiatan intrakurikuler dan ekstra-kurikuler
148
sekolah SD Negeri Keningar 1 dan 2.
e. Strategi Manajemen Sekolah Berbasis Bencana Erupsi Merapi
1 Penguatan Kelembagaan
dan Sumber
Daya Komunitas sekolah.
Tahapan strategi penguatan fungsi kelembagaan dimulai dari pertama Perumusan Peta Risiko Bencana
Erupsi Merapi di Sekolah secara Partisipatif. Pemetaan partisipatif tentang peta risiko bencana erupsi Merapi di
sekoah akan memberikan informasi ancaman bahaya, kerentanan dan kapasitas sekolah di dalam paparan
bencana erupsi Merapi. Dokumen pemetaan yang baik yang di susun secara partisipatif akan memberikan
informasi yang lengkap tentang situasi sekolah saat ini. Termasuk informasi kebutuhan dan prioritas komunitas
sekolah untuk mencapai kondisi ideal sekolah yang mereka harapkan. Pengalaman, situasi problematik dan
tantangan komunitas sekolah hadapi selama menjalani ancaman bencana menjadi basik utama menyusun
strategi penguatan kelembagaan dan penguatan sumbe daya komunitas sekolah ke depan.
Prioritas prioritas
manajemen sekolah
bagi pengurangan risiko bencana erupsi Merapi di SD Negeri
Keningar 1 dan 2 juga dapat dielaborasi dengan terbuka termasuk Kemungkinan kendala yang akan dihadapi ke
depan. Memulai kegiatan pertisipatory mapping seperti ini, tidak diperlukan keahlian khusus dari komunitas
sekolah. Prinsip
utama pendekatan
pembangunan partispatoris adalah harus di mulai dengan orang-orang
yang paling
mengetahui tentang
sistem kehidupan
mereka sendiri Pretty dan Guijt dalam Mikkhelsen,
149
2003. Cukup komunitas sekolah terlibat intens dalam semua proses maka akan terjadi transfer pengetahuan
dua arah antara peneliti dan narasumber. Dengan sendirinya terjadi interaksi dan pembagian tugas dengan
pilihan sadar antar keduanya. Dari sinilah proses belajar dimulai. Humanis, tidak berjarak dan memanusiakan.
Bagaimanapun juga penerima manfaat dari penelitian ini adalah peneliti dan sekolah. Maka proses partisipatif
akan memberika ruang kemampuan kepada komunitas sekolah untuk meng-upadate peta risiko bencana di
sekolah dimasa depan. Kedua;
Peningkatan Sumber
Daya Komunitas
Sekolah. Selama proses penelitian secara partisipatif, telah terjadi transfer pengetahuan dua arah antara
peneliti dan komunitas sekolah. Tetapi secara khusus, diperlukan
pendidikan dalam
kelompok kecil
menyangkut fungsi dan peran meraka di dalam sistem besar
manajemen sekolah
bagi pengurangan
risiko bencana
erupsi Merapi.
Prosesnya dimulai
dari penyusunan prosedur evakuasi, standar keselamatan
dasar di sekolah SKD maupun dari perumusan alat-alat keselamatan
dasar. Setelah
identifikasi ini,
proses pemahaman kebencanaan dapat dimulai ditransferkan
melalui proses belajar hadap masalah problem solving education.
Identifikasi kebutuhan
masing-masing fungsi
kelembagaan komunitas juga menjadi salah satu bagian pendidikan
peningkatan kapasitas
bagi komunitas
sekolah. Proses identifikasi yang baik dan partisipatif akan membantu komunitas sekolah mendapatkan solusi
yang baik juga. Oleh sebab itu peningkatan sumber daya
150
komunitas sekolah dapat diakukan dalam dua cara. Pertama, proses belajar hadap masalah problem solving
education seperti diuraikan diatas, tetapi juga bisa melalui langkah kedua; pendidikan dalam kelas dan
simulasi. Pendidikan dalam kelas dilakukan sebagai proses
mengkritisi kondisi
terkini kemudian
di kerangkakan bagi pengembangan manajemen sekolah.
Dua pendekatan tersebut juga diterapkan didalam peningkatan kapasitas siswa maupun orang tua siswa.
Perbedaannya adalah,
bagi siswa
sekolah dasar,
pendekatan metode yang menyenangkan dan tepat akan membantu mempercepat pemahaman materi. Kombinasi
praktek simulasi dan teori bagi siswa dan orang tua murid akan membangun kesadaran bersama dalam satu
keluarga. Diperlukan sedikit persiapan kegiatan belajar mengajar
oleh petugasguru
untuk memulai
memasukanintegrasi materi kebencanaan bagi siswa.
2. Integrasi pengurangan risiko bencana ke dalam
kegiatan intrakurikuler
dan ekstra-kurikuler
dan kondisi darurat di Pengungsian.
Strategi ini
di dikembangkan
dalam tahapan
pertama mengenali
kebutuhan dan
pengalaman penanganan respon bencana oleh sekolah. Pertanyaan
yang dikembangkan adalah bagaimana merumuskan mengenali kesulitan dan kendala didalam pengalaman
evakuasi dan menjalankan sekolah darurat di tahun 2010? Bagaimana kondisi ideal yang penting dilakukan
untuk menjalankan evakuasi dan sekolah darurat yang terencana dengan baik? Apa peran semua fihak untuk
mensukseskan program
tersebut? Untuk
menjawab pertanyaan tersebut maka semua komunitas sekolah
151
akan menceritakan
pengalaman masing-masing
dan termasuk kendala yang dihadapi. Dari titik ini dapat
disusun prioritas-prioritas dan batasan penyelenggaraan standar keselamatan dasar SKD dan Standar Evakuasi
serta manajemen sekolah darurat di SD Negeri Keningar 1 dan 2. Proses ini juga merupakan proses belajar dua
arah bagi peneliti dan komunitas sekolah SD Negeri Keningar 1 dan 2. Pada proses ini melibatkan peran
masyarakat desa dan pemerintah desa sehingga konsep yang dihasilkan bagi respon bencana sekolah, terintegrasi
dengan pemerintahan desa Keningar. Tahap
Kedua, Integrasi
atas Aplikasi
Sistem Manajemen Pengurangan Risiko Bencana di Sekolah.
Perumusaan dan penerapan sistem SKDE sekolah SD Negeri Keningar 1 dan 2 di kontekan dengan kebijakan
mekanisme evakuasi desa Keningar. Integrasi dilakukan sejak perumusan proses yang melibatkan pemerintah
dan tokoh-tokoh desa cukup efektif dan menjanjikan implementasi strategi manajemen yang disusun.
Tahapan Ketiga, membangun kerjasama antar sekolah, Desa dan Stakeholder. Tahapan ini merupakan
upaya memperkuat
kerjasama dan
menyebarkan luaskan
informasi mengenai
berbagai kegiatan
pengurangan risiko
bencana di
sekolah. Untuk
membangun kemitraan
dilakukan secara
langsung maupun
atas supervisi
oleh Dinas
Pendidikan Kecamatan dan Kabupaten Magelang. Dalam penelitian
ini penerapan kerjasama masih dilakukan pada tingkat lokal sesuai kebutuhan penelitian. Yaitu merumuskan
peta risiko bencana di sekolah dan strategi manajemen bencana berbasis masyarakat. Membangun kerjasama
152
dapat merupakan
1.Pertukaran informasi
antar sekolah dalam pelaksanaan pendidikan pengurangan
risiko bencana 2. Kerjasama kegiatan antar sekolah untuk meningkatkan kualitas pendidikan pengurangan
risiko bencana
di sekolah
masing-masing. 3.
Penyediaan data dan informasi pendidikan kebencanaan yang dapat diakses oleh sekolah. 4. Simulasi dan
penyelenggaraan bersama Strategi Manajemen Sekolah Berbasis Bencana erupsi Merapi.
4.2.4. Pelaksanaan Strategi Manajemen Sekolah
Berbasis Bencana Erupsi SMSBBE Merapi Efektivitas
pelaksanaan Strategi
Manajemen Sekolah Berbasis Bencana Erupsi SMSBBE Merapi di
SD Negeri Keningar 1 dan 2 membutuhkan dukungan para pelaksana dan penerima manfaat dari strategi
manajemen ini. Oleh sebab itu penting mengidentifikasi peran-peran ideal yang dibutuhkan dari komunitas
sekolah untuk mendapatkan kinerja capaian Strategi- Manajemen Sekolah Berbasis Bencana Erupsi SMSBB
Merapi secara optimal.
4.2.4.1. Peran Stakeholder
dalam Pelaksanaan
Strategi. a. Peran Kepala Sekolah
Peran menonjol
Kepala sekolah
dalam pelaksanan
strategi Manajemen
Sekolah Berbasis
Bencana Erupsi Merapi adalah sebagai Manager dan sebagai
motor penghubung
antara sekolah
dan masyarakat. Sebagai manager, kepala sekolah berperan
dalam planning,
organizing, directing,
coordinating, controlling dan evalution sekolah.
Sebagai seorang
penghubung antara sekolah dan masyarakat, kepala
153
sekolah berperan membangun sinergi antara sekolah dan
masyarakat desa
dalam Pelaksanaan
Strategi Manajemen Sekolah Berbasis Bencana erupsi Merapi.
b. Peran guru
Guru berperan memberikan masukan konsep, metode, strategi dalam siklus manajemen program
sekolah kepada Kepala Sekolah. Pada sisi lain, guru merupakan juga menjadi leader dalam menggagas
rumusan tertentu. Peran guru paling sering adalah sebagai
garda terdepan
didalam implementasi
kebijakan Strategi
Manajemen Sekolah
Berbasis Bencana Erupsi Merapi. Sebagai garda tedepan dalam
implementasi, guru melayani siswa, orang tua dan masyarakat. Peran guru sebagai pendidik, pemberi
contoh menjadi penting untuk budaya aman di sekolah.
c. Peran Murid