Kepercayaan Masyarakat Tentang Merapi Sistem

63 Negeri Keningar 1 dan 2. Padahal, situasi tersebut dihadapi oleh seluruh penduduk desa dan sekolah- sekolah yang tinggal di wilayah rentan erupsi Merapi. Ketiga, tantangan faktor adaptasi tempat baru, suasana baru dan teman baru di dalam situasi sekolah darurat. Khususnya untuk anak perempuan, kebutuhan mereka menjadi lebih kompleks ketimbang anak laki-laki yang cenderung bebas bersosialisasi. Budaya patriarki membatasi perempuan untuk tidak memperbolehkan beraktifitas seperti laki-laki. Tetapi Sutarto AM, Slamet, Tarmuji, Ribut Agustinus, dan Giya memastikan bahwa anak-anak pengungsi lebih nyaman belajar dalam sekolah darurat di tenda-tenda atau tempat yang ditentukan bersama para pengungsi lainnya ketimbang dititipkan ke sekolah-sekolah sederajat di desa tempat mereka mengungsi. Faktor minder dominan pada kontek ini. Siswa pengungsi minder karena harus beradaptasi lagi dengan teman, guru dan suasana baru. Minder karena pakaian dan peralatan sekolah yang mereka miliki seadanya karena tertinggal di sekolah. Dan beberapa siswa juga minder karena merasa kemampuan belajar di kelas yang baru kuatir berbeda. Perbedaan kultur sekolah desa dan di kota mungkin juga menjadi faktor yang mempengaruhi siswa para pengungsi untuk lebih memilih bersekolah di tenda-tenda darurat daripada bergabung dengan siswa setempat yang bukan pengungsi.

4.1.3. Kepercayaan Masyarakat Tentang Merapi

Bagi anak-anak SDN Keningar 02 dan penduduk desa di kawasan Merapi, Merapi adalah hal yang biasa mereka dengar dari orang tua mereka maupun mereka 64 temu langsung. Khususnya bagi orang-orang tua yang telah mengalami berbagai letusan Merapi. Ada tanda- tanda lokal yang mereka percayai sebagai mitologi tentang aktivitas Gunung Merapi. Oleh sebab itu pada beberapa bagian, masyarakat tidak percaya pada penjelasan-penjelasan yang bersifat ilmiah khususnya yang bertentangan dengan keyakinan lokal mereka. Sehingga dalam kehidupan sehari-hari mereka, keyakinan tentang Merapi selalu dikaitkan dengan tokoh penting sesepuh dan orang pintar yang tinggal di desa Keningar. Baik didalam membaca tanda-tanda pesan perkembangan Merapi maupun tanda-tanda Bahaya Merapi. Merapi bagi masyarakat setempat adalah simbol perubahan dan pemberi peringatan atas perilaku tidak terpuji manusia. Beberapa perilaku tersebut adalah tidak jujur, lupa kepada yang maha pencipta, merusak alam di sekitar Merapi, rakus dan haus akan kekuasaan. Merapi hidup dan memberi pepeling, kinasih dan pemberi kemakmuran bagi kehidupan ekonomi mereka yang agraris. Masyarakat desa Keningar percaya bahwa Merapi itu seperti mahluk hidup. Bisa menjadi pemberi petunjuk dan pemberi peringata. Sebagaimana di ungkapkan oleh Ribut Augustinus, Slamet, Tarmuji dan Giya tentang keyakinan warga Keningar terkait Merapi. Kepercayaan masyarakat ini menjadi tantangan sekaligus kekuatan tersendiri dalam menyusun sistem penanganan risiko bencana di kawasan ini, meskipun keyakinan ini diduga berkontribusi terhadap tingginya korban erupsi Merapi. 65

4.1.4. Sistem

Peringatan Dini Risiko Bencana Erupsi Merapi Merapi memiliki sistem peringatan diniEWS Early Warning System yang merujuk pada hasil pengamatan intensitas aktivitas Merapi secara berkala. Sistem peringatan dini ini juga menjadi prosedur penyelamatan penduduk yang tinggal di sekitar Merapi. Secara umum dikenal berapa level peringatan dini mulai dari status Normal Aktif, Waspada Merapi, Siaga Merapi, dan Awas Merapi. Pengertian umum dari masing-masing tanda menandakan aktivitas Merapi dan langkah mitigasi, kesiapsiagaan dan respon bagi aktivitas penduduk di daerah sekitar Merapi. Pengamatan intensif ini dikelola oleh Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian BPPTK Yogyakarta melalui pusat pengamatan atau Pos Pengamatan yang terletak di sekitar Merapi. Proses dan hasil pengamatan ini juga terintegrasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana BNPB di tingkat pusat, pemerintahan daerah serta pemerintah desa di wilayah kawasan Merapi. Berdasarkan kompilasi berbagai sumber tentang pengertian dan konsekuensi masing-masing level sistem peringatan dini status Merapi, dapat diuraikansebagai berikut: Pertama Normal Aktif. Secara sederhana, peringatan ini digunakan untuk hasil pengamatan situasi Merapi yang berada pada kondisi normal. Itu artinya seluruh aktivitas Merapi aman bagi penduduk di sekitar dan juga pengunjung yang melakukan wisata pendakian Gunung Merapi. 66 Kedua Waspada Merapi. Peringatan ini ditandai dengan meningkatnya aktifitas Merapi sewaktu-waktu. Situasi ini bermakna Merapi tidak aman untuk pendakian atau wisata, tetapi aman untuk aktivitas penduduk sekitar sehari hari. Pada status waspada Merapi, terkadang terjadi hujan abu yang jatuh di wilayah kota-kota sekitar Merapi. Ketiga Siaga Merapi. Adalah peringatan bahwa terjadi peningkatan frekuensi gempa multifase dan gempa vulkanik. Dalam level ini kegiatan pengungsian penduduk di radius 10 kilometer harus dipersiapkan untuk evakuasi. Hujan abu sebagai penanda peningkatan aktivitas Merapi terkadang terjadi. Aktifitas sekolah dan masyarakat masih berjalan normal seperti biasa. Keempat Awas Merapi. Ditandai dengan tingginya gempa multifase dan gempa vulkanik dan titik api diam di puncak Merapi yang merupakan magma sudah berada di puncak Merapi. Peringatan ini meminta semua penghuni wilayah dalam radius 10 km dari puncak Merapi harus dievakuasi ke wilayah aman. Early Warning System EWS tersebut merupakan pertanda awal secara umum yang memerlukan operasionalisasi lapangan. Setiap desa dan sekolah harus mengembangkan langkah-langkah operasional yang terus berkembang dengan mengadopsi pengalaman keberhasilan best practice penanganan korban dari tahun ke tahun. Pada kontek lembaga pendidikan seperti SD Negeri Keningar 1 dan 2, membutuhkan adaptasi dan adopsi berbagai level kebijakan lokal khususnya dalam siklus penanganan 67 risiko bencana di sekolah. Prinsip umum yang dikembangkan adalah bagaimana sekolah mampu menyusun sistem untuk meminimalisir jatuhnya korban siswa dan guru. Menurut dokumen Badan Geologi, Pemantauan Gunung Merapi secara sistemik telah dilakukan sejak tahun 1920. Tahun 1953, pemerintah Indonesia telah melakukan pengamatan visual dan instrumental terhadap aktivitas vulkanik Gunung Merapi dengan membentuk 5 lima Pos Pengamatan Gunungapi atau disingkat PGA. Pada tahun 1980 an mulailah diterapkan pemantauan secara modern dan lengkap. Meliputi penerapan alat RTS Radio Telemetry System untuk akuisisi seismik analog, EDM Elektronics Distance Measurement serta pemantauan gas S02 menggunakan COSPEC Correlation Spectrophotometry. Pada tahun 2000 semua peralatan tersebut semakin berkembang dan semua pos pengamatan dilengkapi dengan peralatan pemantauan standar Wibowo, 2012. Tujuan utama dari pengamatan tersebut diatas adalah untuk mengurangi risiko bencana akibat erupsi Merapi. Melihat scup ancaman risiko bencana Merapi, pada tingkat teknis operasional lapangan, peringatan dini diatas perlu diterjemahkan dalam berbagai tingkat pemerintahan. Baik pada tingkat nasional, propinsi, kabupatenkota maupun tingkat desa dan institusi seperti sekolah. Kebutuhan membangun peringatan dini akan menjamin pengurangan risiko bagi korban yang berada di risiko tinggi Merapi KRB III. Focus group discussion tanggal 23 Juli 2013 bersama komunitas sekolah SD Negeri Keningar 1 dan 68 2, Kepala Desa dan Perangkat Desa serta perwakilan masyarakat, operasionalisasi peringatan dini Merapi di tingkat desa selama ini dapat digambarkan sebagai berikut: Pertama, dalam kondisi status Merapi Normal Aktif dan Waspada Merapi, masyarakat desa Keningar belum ada kegiatan-kegiatan mitigasi dan kesiapsiagaan terhadap ancaman risiko bencana erupsi Merapi. Sampai saat ini, menurut penuturan Tarmuji Kepala Desa Keningar, belum pernah ada pendidikan- pendidikan khusus atau simulasi tentang manajemen bencana tingkat desa yang diselenggarakan oleh pemerintahan kabupaten Magelang. Kehidupan desa berjalan seperti tidak pernah ada bencana sebelumnya. Kedua, pada saat status Siaga Merapi, atas inisiatif pemerintah desa dan masyarakat, dibangun posko penjagaan siaga Merapi di tingkat desa. Posko di dirikan di Dusun Banaran di pinggir jalan utama desa. Posko desa bertugas memantau situasi Merapi dengan berkomunikasi intensif melalui Handy Talky HT milik Desa Keningar yang terhubung dengan Kantor Kecamatan Dukun. Perkembangan status Merapi dari waktu ke waktu yang disampaikan oleh BPPTK di akses posko melalui HT ini melalui Kantor Kecamatan Dukun. Perkembangan informasi status Merapi diumumkan oleh petugas posko desa melalui pengeras suara di Masjid atau Mushola. Posko desa juga yang kemudian menjadi sumber informasi utama perkembangan status Merapi bagi sekolah SD Negeri Keningar 1 dan 2. Selain informasi dari posko desa, beberapa anggota masyarakat juga mengambil inisitif mengakses informasi melalui radio, handphone maupun televisi. 69 Ketiga, pada saat status Awas Merapi, posko desa mengkoordinir evakuasi warga Desa Keningar untuk mengungsi. Pada kejadian erupsi tahun 2010 dan tahun-tahun sebelumnya, tidak pernah ada kejelasan kemana penduduk Desa Keningar harus mengungsi. Keputusan lokasi pengungsian merupakan keputusan personal masing-masing keluarga maupun keputusan kolektif masyarakat desa. oleh sebab itu pengungsi tersebar di rumah saudara mereka, lapangan desa, kantor balai desa, gedung sekolah dan pekantoran, selepan padi, rumah warga atau di gallery dan gedung olah raga. Pertimbangan utama pengungsian adalah lokasi aman yang dekat rumah mereka, sehingga sewaktu-waktu tetap bisa kembali ke rumah untuk memberi makan ternak yang ditinggalkan. Evakuasi pengungsian diprioritaskan oleh desa adalah, balita dan anak-anak, ibu hamil, manula dan orang yang sedang sakit. Pemuda dan perangkat desa masih tetap berjaga-jaga di desa sampai ada perintah untuk turun mengungsi. Berdasarkan situasi tersebut, pertengahan tahun 2013, dalam pemberitaan Kompas 2013 Tribunnews .com 2013 dan Sindonews 2013, Badan Penanggulangan Bencana Daerah BPBD Kabupaten dengan Magelang bekerjasama dengan Merapi Recovery Response MRR UNDPUnited Nations for Development Program mulai menggagas program pengembangan Sistem Informasi Desa SID dengan konsep sister village atau desa saudara. SID juga memberi pelayanan kepada masyarakat untuk dapat mengakses informasi status Merapi melalui layanan SMS short massage 70 services di handphone. Sister Village Desa Saudara yang sedang pada saat ini ada 19 desa KRB III di tiga Kecamatan Sawangan 3 Desa, Kecamatan Srumbung 8 Desa dan Kecamatan Dukun 8 Desa termasuk desa Keningar. Desa-desa tersebut nantinya berpasangan dengan Desa di Kecamatan Muntilan, Srumbung, Mungkid, Pakis, Candimulyo, dan Mertoyudan. Tujuan konsep sister village adalah mengurangi kepanikan warga korban erupsi, mempermudah evakuasi, mempermudah pendataan, dan juga mempermudah manakala menyampaikan logistik. Termasuk, meminimalisir keluarga pengungsi agar tidak terpisah. Menurut Tarmuji Kepala Desa Keningar, desa saudara Desa Keningar adalah Desa Ngrajek Kecamatan Mungkid Kabupaten Magelang, sekitar 30 kilometer dari Desa Keningar. Meskipun demikian Tarmuji mengakui gagasan desa saudara masih gagasan awal. Sampai saat ini belum ada komunikasi dengan desa Ngrajek terkait konsep desa saudara ini.

4.1.5. Kondisi Sekolah Dasar Negeri di Keningar

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Manajemen Sekolah Berbasis Bencana (Studi Erupsi Gunung Merapi)

0 0 18

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Manajemen Sekolah Berbasis Bencana (Studi Erupsi Gunung Merapi) T2 942012005 BAB I

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Manajemen Sekolah Berbasis Bencana (Studi Erupsi Gunung Merapi) T2 942012005 BAB II

0 0 24

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Manajemen Sekolah Berbasis Bencana (Studi Erupsi Gunung Merapi) T2 942012005 BAB V

0 0 5

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Manajemen Sekolah Berbasis Bencana (Studi Erupsi Gunung Merapi)

0 3 67

T2__BAB IV Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan pada Sekolah Dasar T2 BAB IV

0 0 49

T2__BAB IV Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Peningkatan Mutu dan Citra (Image) Sekolah T2 BAB IV

0 1 70

T2__BAB IV Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Manajemen Berbasis Sekolah Di SD Negeri Genuk 01 Ungaran Baratabupaten Semarang T2 BAB IV

0 0 48

T2__BAB IV Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Manajemen Kurikulum Pendidikan Katekisasi (Studi di Gereja Protestan Maluku) T2 BAB IV

3 5 46

T2__BAB IV Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Magister Manajemen Pendidikan Program Pascasarjana FKIPUKSW T2 BAB IV

0 0 34