94
Konflik disini adalah mengenali relasi sosial antar civitas sekolah dan potensi konflik yang menghambat
upaya sekolah melakukan perubahan e. Perilaku yang mendukung
terhadap pengurangan
risiko bencana
erupsi Merapi. Pertanyaan utama adalah bagaimana perilaku budaya siswa, guru, kepala sekolah dan
civitas sekolah lainnya bagi pengurangan ancaman risiko bencana erupsi Merapi? Apakah faktor yang
mempengaruhi perilaku tersebut?
b. Sekolah Dasar Keningar Rentan Terhadap Erupsi Merapi
Hasil pemetaan kerentanan sekolah di SD Negeri Keningar 1 dan 2 sesuai hasil focus group discussion
dan wawancara mendalam dengan narasumber utama dituliskan Tabel 4.5. Kerentanan SD Negeri Keningar 1
dan 2 pada ancaman bahaya aliran lava, awan panas dan gas beracun dan hujan abu adalah pertama Lokasi
dan Infrastruktur Sekolah. Lokasi SD Keningar 1 dan 2 berada di Kawasan Risiko Bencana III. yaitu berada di
garis jangkauan aliran lava, awan panas dan gas beracun yang bisa mencapai lebih dari 12 km pada saat
erupsi Merapi di tahun 2010. Sejarah letusan Merapi tahun 1930 dan 1961 meratakan empat dusun Desa
Keningar yang hanya berjarak 3 sampai 4 kilometer dari puncak Merapi. Demikian juga pada paparan
hujan abu vulkanik. Lokasi SD yang hanya 5,3 km dari puncak Merapi tentu sangat rentan, mengingat daya
jangkau hujan abu bisa mencapai ratusan kilometer sesuai dengan kekuatan tiupan angin.
95
Tabel 4.5. Peta Kerentanan SD Negeri Keningar
Bentuk Ancaman
Lokasi Infrastruktur
Sekolah Pengetahuan
Keahlian Konflik dan
Perilaku
Aliran lava 1 Lokasi SD di KRB III
di garis aliran lava, awan panas gas
beracun di
lereng barat Merapi
2 Berjarak 5,3
km dari puncak
3 Letusan 1930
1961 4
dusun pindah
transmigrasi 4 KBM tidak aman
5 Alat-alat keselamatan
dasar bagi
gurusiswa belum ada Masker,
kacamata, penutup
kepala, tabung
oksigen, P3K 6 Sekolah
belum memiliki
standar manajemen sekolah
berbasis pengurangan
risiko bencana protap.
7 Prosedur dan lokasi pengungsian belum
jelas. 1 Kepala sekolah,
guru, orang tua siswa belum
terlatih tanggap bencana.
2 Manajemen sekolah
pengurangan risiko bencana
belum difahami sekolah.
3 Pengajaran risiko bencana
Merapi belum masuk
kurikulum
4 Manajemen sekolah darurat
belum terencana materi, SDM,
alat-alat
5 Guru, wali murid siswa
mengungsi terpencar.
6 Inisitif sekolah kuat.
1. Tidak ditemukan
konflik di dalam mengelola
sekolah, komite dan desa.
2. Masyarakat mempercayai
Merapi marah karena perilaku
manusia yang merusak.
3. Kepercayaan masyarakat
terhadap tokoh mistik lokal
sangat kuat. 4. Beberapa
anggota masyarakat baru
mengungsi jika tokoh panutan
menyarankan mengungsi.
Awan panas
Gas beracun
dan Hujan Abu
Vulkanik
Banjir Lahar
Dingin 1 Sungai Senoyo dan
Cacaban penuh material lumpur,
pasirbatu 2 Instalasi saluran air
minum dan irigasi rusak
3 Infrastruktur tidak mendukung
pelaksanaan sekolah darurat.
4 Lokasi pengungsian belum jelas
terpencar tidak aman terhadap
risiko banjir. 1. Peta risiko
bencana lahar dingin belum
tersedia. 2. Pengetahuan
masyarakat dan sekolah tentang
banjir lahar dingin masih lemah.
Pengungsian berpindah-
pindah menghindari
erupsi dan banjir lahar
dingin.
96
Pada saat erupsi Merapi terjadi Sekolah Dasar Keningar 1 dan 2 tidak aman untuk aktivitas belajar mengajar.
Atap dan sarana belajar tertutup abu lebih dari 15 cm letusan 2010 sehingga seluruh masyarakat dan civitas
sekolah harus
mengungsi dan
menyelenggarakan sekolah darurat di lokasi pengungsian.
Kerentanan karena faktor infrastuktur sekolah juga tampak dari minimnya ketersediaan alat-alat
keselamatan dasar. Meskipun SD Negeri Keningar 1 dan 2 berada pada lokasi rentan paparan bahaya
guguran lavamagmalahar, awan panas, gas beracun dan hujan abu vulkanik, tetapi di sekolah belum
menyediakan alat-alat keselamatan dasar jika terjadi ancaman bahaya tersebut bagi guru dan siswa dan
seluruh civitas sekolah. Alat-alat keselamatan dasar meliputi masker, kacamata, penutup kepala, tabung
oksigen dan P3K atau sejenisnya yang mencukupi untuk
memberikan pertolongan
pertama bagi
kemungkinan jatuhnya korban guru dan siswa di sekolah.
Pada sisi manajemen sekolah, meskipun seluruh civitas SD Negeri Keningar 1 dan 2 sadar bahwa mereka
beradai di wilayah bahaya erupsi KRB III, tetapi sampai
saat ini
sekolah belum
memiliki standar
manajemen sekolah
berbasis pengurangan
risiko bencana yang baku. Kebijakan standar manajemen ini
dapat berbentuk protap yang bisa menjadi acuan seluruh civitas sekolah jika terjadi ancaman bahaya
tersebut. Protap
ini meliputi
jalur dan
prosedur evakuasi
serta lokasi
pengungsian jika
ancaman bahaya terjadi pada saat anak-anak dan guru sedang
97
dalam proses belajar mengajar. Misalnya prosedur baku sekolah pada saat hujan debu sementara masih
memungkinkan kegiatan belajar mengajar berlangsung. Atau prosedur baku sekolah pada saat semua civitas
sekolah harus
evakuasi ke
pengungsian. Faktor
kerentanan infrastuktur sekolah juga dipengaruhi olah belum jelasnya lokasi dan prosedur pengungsian yang
terintegrasi dengan kebijakan desa dan pemerintah. Kedua. Pengetahuan dan keahlian. Kerentanan
pengetahuan dan
keahlian civitas
sekolah terkait
dengan ancaman bahaya aliran lava, awan panas, gas beracun dan hujan abu vulkanik teruraikan sebagai
berikut: Kepala Sekolah, guru, siswa dan wali murid belum terlatih menjalankan tanggap bencana meskipun
mereka semua
sadar membutuhkan
pemahaman bencana erupsi Merapi di sekolah. Oleh sebab itu,
manajemen sekolah
berbasis pengurangan
risiko bencana belum difahami oleh sekolah meskipun civitas
SD Negeri Keningar 1 dan 2 sadar mereka berada di wilayah risiko tinggi ancaman bahaya erupsi Merapi.
Sekolah juga belum memberikan pengajaran tentang risiko bencana Merapi dalam kurikulum pendidikan
sekolah bagi siswa, pembekalan bagi guru dan kepala sekolah.
Guru, wali
murid dan
siswa mengungsi
terpencar tidak dalam satu tempat. Manajemen sekolah darurat belum terencana materinya, kebutuhan sumber
daya manusia serta dukungan alat-alat dan kebijakan operasionalnya. Meskipun SD Negeri Keningar 1 dan 2
memiliki pengalaman bagaimana dengan inisiatif lokal mengelola sekolah darurat selama pengungsian di
tahun 2010. Guru, wali murid dan siswa mengungsi
98
terpencar tidak
di lokasi
yang sama
sehingga menyulitkan
didalam menyelenggarakan
sekolah darurat.
Ketiga, konflik dan perilaku. Dari sisi ancaman konflik internal di sekolahan, tidak ditemukan konflik
interest di internal sekolah, komite sekolah dan desa yang menghambat berjalannya kebijakan sekolah. Pada
sisi perilaku masyarakat
termasuk guru, orang tua murid dan siswa, mempercayai Merapi marah karena
perilaku manusia
yang merusak.
Pendekatan pemahaman normatif masih sangat kental. Oleh sebab
itu kepercayaan masyarakat terhadap tokoh mistik lokal
sangat kuat.
Beberapa anggota
masyarakat termasuk guru, wali murid dan siswa, baru mengungsi
jika tokoh panutan memerintahkan untuk mengungsi. Sementara kerentanan SD Negeri Keningar 1 dan
2 terkait ancaman bahaya banjir lahar dingin adalah pertama,
Lokasi dan
Infrastruktur. Pada
waktu ancaman banjir lahar dingin terjadi di Merapi, kondisi
sungai dan bantaran sungai penuh dengan material lumpur, pasir dan batu muntahan dari erupsi Merapi.
Instalasi saluran air minum dan irigasi teknisnon teknis
rusak oleh
muntahan lavalahar.
Meski masyarakat telah mengungsi dari desa Keningar, tetapi
infrastruktur pengungsian belum tersedia serta lokasi pengungsian belum jelas dan tidak aman terhadap
ancaman bahaya
banjir. Sehingga
lokasi dan
infrastruktur pengungsian
tidak mendukung
pelaksanaan seolah darurat di tempat pengungsian. Kedua, pengetahuan dan keahlian. Kerentanan di
bidang pengetahuan adalah peta risiko bencana lahar
99
dingin dari pemerintah yang terbaru belum tersedia dan difahami oleh sekolah dan masyarakat. Sehingga
pengetahuan masyarakat dan sekolah tentang banjir lahar dingin masih kurang. Risiko ancaman bahaya
banjir lahar dingin lebih banyak terasa pada saat masyarakat dan civitas sekolah berada di pengungsian.
Ketiga, konflik dan perilaku. Kerentanan pada kondisi ini dipengaruhi oleh perilaku pengungsian
berpindah-pindah menghindari
erupsi Merapi
dan banjir
lahar dingin.
Faktornya adalah
belum disediakannya tempat pengungsian yang baku bagi
masyarakat oleh
pemerintah. Sehingga
lokasi pengungsian
tersebar di
berbagai tempat.
Dalam kondisi ini, keputusan penentuan lokasi pengungsian
juga berada dalam pertimbangan dari masing-masing keluarga dan warga masyarakat. Faktor lain yang
mempengaruhi adalah informasi tentang lokasi aman dan ketersediaan jaminan logistik yang memadai masih
simpang siur. Tanggung jawab pengadaaan logistik merupakan tanggung jawab pemerintah desa, kepala
sekolah dan
guru-guru yang
secara sukarela
mengambil peran tersebut.
4.1.6.3. Peta KapasitasKetahanan
Internal dan
Ekternal Sekolah a. Konsep dan ruang lingkup KapasitasKetahanan
Sekolah
Secara operasional, pengertian kapasitas adalah penguasaan sumber daya, cara dan kekuatan yang
dimiliki masyarakat
yang memungkinkan
mereka mempersiapkan
diri, mencegah,
menjinakkan, menanggulangi, mempertahankan diri serta dengan
100
cepat memulihkan diri dari akibat bencana Paripurno, 2011;
Heijmans, 2012.
Berdasarkan pengertian
tersebut, sumber dayakapasitas sekolah akan dilihat dari penguasaan sumber daya, cara dan kekuatan yang
dimiliki oleh sekolah dan stakeholdernya. Meliputi 1. Kapasitas sekolah dalam mempersiapkan diri terhadap
risiko bencana. 2. Kapasitas sekolah dalam mencegah risiko
bencana 3.
Kapasitas sekolah
dalam menjinakkan bahaya 4. Kapasitas sekolah dalam
menanggulangi risiko bencana 5. Kapasitas sekolah dalam mempertahankan diri 6. Kapasitas sekolah
dalam memulihkan recovery bencana Erupsi Ruang lingkup peta kapasitas dan ketahanan
sekolah meliputi: a. Kepemilikan aset sekolah; b. Ketersediaan makanan dan alat-alat keselamatan; c.
Kapasitas keluarga wali murid, guru dan dukungan masyarakat;
d. Pengetahuan
lokal sekolah
dan masyarakat sekitar; e. Tanggung jawab pemerintah
dan organisasi masyarakat.
b. KapasitasKetahanan Sekolah Rendah Terhadap Risiko Erupsi Merapi