Perasaan berharga dan berhasil dirasakan oleh orang-orang dewasa tua usia 60. Ada perasaan bahwa mereka telah berhasil dengan baik dan telah
mengalami sebagian besar dari apapun yang orang dapat pertanyakan tentang hidup. Mereka yang mencapai usia ini dengan perasaan bahwa mereka gagal
mencapai tujuan hidupnya, mengalami keterputusasaan, penyesalan, atau perasaan tidak berharga dalam hidupnya. Mereka merasa bahwa mereka tidak
memberikan kontribusi apapun dan merasa takut tidak dapat berkontribusi pada orang lain atau mencari arti hidup pada sisa umur yang ada Suharto,
2008. Bimbingan sosial bertujuan membantu remaja dalam mengatasi kesulitan
masalah sosialnya sehingga ia mampu mengadakan hubungan-hubungan sosial yang baik. Bimbingan sosial merupakan bimbingan yang sering terlupakan seolah terdesak
karena kebutuhan bimbingan yang lain yang lebih jelas terlihat hasilnya Singgih, 1999: 36
Upt pelayanan sosial tuna rungu wicara dan lansia pematang siantar memberikan bimbingan mental Psikologi dan sosial berupa konseling pribadi
kepada warga binaan tuna rungu wicra yang bertujuan untuk membantu masalah masalah yang dialami remaja tuna rungu akibat kecacatan yang disandang serta
masalah mental yang harus dibentuk didalam keterbatasan fisik yang dimiliki. Warga binaan tuna rungu wicara didalam lingkungan panti diajarkan agar mampu
bersosialisasi dengan baik sehingga memiliki hubungan yang baik diantara sesama warga binaan upt pelayanan sosial tuna rungu wicara dan lansia pematang siantar
2.3.2.1 Perkembangan Emosi Tuna Rungu Wicara
Universitas Sumatera Utara
Karakteristik anak tuna rungu dalam aspek sosial-emosial adalah sebagai berikut:
a. Pergaulan terbatas dengan sesama tunarungu, sebagai akibat dari keterbatasan
dalam berkomunikasi. b.
Sifat egosentris yang melebihi anak normal, yang ditunjukan dengan sukarnya mereka menempatkan diri pada situasi berpikir dan perasaaan orang
lain, sukarnya menyesuaikan diri, serta tindakannya lebih terpusat pada ego, sehingga jika ada keinginan harus selalu dipenuhi.
c. Perasaan takut atau khawatir terhadap lingkungan sekitar, yang menyebabkan
ia tergantung pada orang lain sehingga kurang percaya diri. d.
Perhatian anak tuna rungu sukar dialihkan, apabila ia sudah menyenangi suatu benda atau pekerjaan tertentu.
e. Memiliki sifat polos, serta perasaannya umumnya dalam keadaan ekstrim
tanpa banyak nuansa. f.
Cepat marah dan mudah tersinggung sebagian akibat seringnya mengalami kekecewaan karena sulitnya menyampaikan perasaan secara
lisan atau
dalam memahami
pembicaraan orang
lain Rumah Tuna Rungu Wicara, 2015.
2.3.2.2 Perkembangan Sosial Remaja Tuna Rungu Wicara
Sudah menjadi kejelasan bagi kita bahwa hubungan sosial banyak ditentukan oleh komunikasi antara seseorang dengan orang lain. Kesulitan komunikasi tidak
bisa dihindari. Namun, bagi anak tuna rungu wicara tidaklah demikian karena anak ini mengalami hambatan dalam mendengar dan berbicara. Kemiskinan bahasa
Universitas Sumatera Utara
membuat mereka tidak mampu terlibat secara baik dalam situasi sosialnya. Sebaliknya, orang lain akan sulit memahami perasaan dan pikirannya.
Anak tuna rungu wicara banyak dihinggapi kecemasan karena mengahadapi lingkungan yang beraneka ragam komunikasinya. Hal ini akan membingungkan anak
tuna rungu wicara. Anak tuna rungu wicara sering mengalami berbagai konflik, kebingungan, dan ketakutan karena ia sebenarnya hidup dalam lingkungan yang
bermacam-macam. Faktor sosial dan budaya meliputi pengertian yang sangat luas, yaitu
lingkungan hidup dimana anak berinteraksi yaitu interaksi antar individu, dengan kelompok, dengan keluarga, dan masyarakat. Untuk kepentingan anak tuna rungu
wicara, seluruh anggota keluarga, guru, dan masyarakat disekitarnya hendaknya berusaha mempelajari dan memahami keadaan mereka karena hal tersebut dapat
menghambat perkembangan kepribadian yang negatif pada diri anakremaja tuna rungu wicara Somantri, 2006.
Menurut Sastrawinata dkk 1977 perkembangan dan ciri khas anak tunarungu, antara lain:
1. Perkembangan pada segi fisik dan bahasa pada anak tunarungu, dalam segi fisik sebenarnya anak tunarungu tidak memiliki banyak hambatan
walaupun sebagian anak tunarungu yang terganggu keseimbangan karena ada hubungan antara kerusakan telinga bagian dalam dengan indera
keseimbangan yang ada didalamnya. Demikian pula ada sebagian anak tunarungu yang perkembangan fisiknya terhambat akibat tekanan-
tekanan jiwa yang dideritanya. Sebaliknya ketunarunguan jelas mengakibatkan hambatan dalam perkembangan bahasa, karena
perkembangan bahasa banyak memerlukan kemampuan pendengaran;
Universitas Sumatera Utara
2. Perkembangan intelegensi anak tunarungu, sangat dipengaruhi oleh perkembangan bahasa sehingga hambatan perkembangan bahasa pada
anak tunarungu menghambat perkembangan intelegensinya. Kerendahan tingkat intelegensi bukan berasal dari kemampuan intelektuilnya yang
rendah, tetapi pada umumnya disebabkan karena intelegensinya tidak mendapat kesempatan untuk berkembang;
3. Perkembangan emosi anak tunarungu, keterbatasan kecakapan berbahasa mengakibatkan
kesukaran dalam
berkomunikasi, dan
akhirnya menghambat perkembangan emosi. Emosi berkembang karena
pengalaman dalam komunikasi seorang anak dengan anak yang lain, orangtuanya dan orangorang lain disekitarnya. Selain sebab kemiskinan
bahasa anak tunarungu, yang mengakibatkan kedangkalan emosinya, juga sikap masyarakat dan kegagalankegagalan dalam banyak hal
mengakibatkan emosi anak tunarungu menjadi tidak stabil; 4. Perkembangan kepribadian anak tunarungu, perkembangan kepribadian
terjadi dalam pergaulan, atau perluasan pengalaman pada umumnya dan diarahkan oleh faktor-faktor anak sendiri. Pertemuan antara faktor-faktor
dalam diri anak tunarungu, yaitu ketidakmampuan menerima rangsang pendengaran, kemiskinan berbahasa, ketidaktetapan emosi, dan
keterbatasan intelegensi, dihubungkan dengan sikap lingkungan terhadapnya menghambat perkembangan pribadinya
.
2.3.3 Spiritual