Luas Lahan Pertanian Status Lahan Pertanian

38 Sumber: Hasil analisis data 2013 Gambar 6 Luas tanam lahan sawah dan lahan kering oleh petani responden Kelurahan Mulyaharja, Kota Bogor tahun 2013

5.4.5 Status Lahan Pertanian

Dilihat dari sejarah status kepemilikan lahan pertanian yang terjadi pada petani Kelurahan Mulyaharja merupakan lahan warisan yang diturunkan secara turun-temurun oleh nenek moyang masyarakat petani. Biasanya, lahan pertanian tersebut akan diwariskan berdasarkan jumlah anggota keluarga yang dimiliki. Selanjutnya, setelah hak kepemilikan berganti tidak sepenuhnya lahan pertanian yang diwariskan tersebut masih bertahan dengan luasan yang tetap. Ada yang dijual maupun dibangun menjadi tempat tinggal. Terutama dengan adanya pembebasan lahan yang sudah terjadi sejak tahun 1980-an yaitu sebelum masuknya Kelurahan Mulyaharja sebagai bagian dari Kota Bogor, menyebabkan kepemilikan lahan pertanian dari tahun ke tahun berganti dari milik petani menjadi milik developer. Oleh karena itu, hingga kini sudah sebagian besar lahan pertanian yang bukan lagi menjadi milik petani. Hal ini terbukti pada jumlah responden petani lahan sawah dan lahan kering yang memiliki lahan hanya sekitar masing-masing adalah 10 dan 17 saja seperti yang digambarkan pada Gambar 7 di bawah ini. 10 20 30 40 0.1 0.1 - 0.15 0.2 - 0.25 0.3 - 0.35 0.4 - 0.45 ≥ 0.5 Persentase L u as lah an h a Lahan Kering Lahan Sawah 39 10 90 Lahan sawah milik pribadi bukan milik pribadi 17 83 Lahan kering milik pribadi bukan milik pribadi Sumber: Hasil analisis data 2013 Gambar 7 Status kepemilikan lahan sawah dan lahan kering petani responden Kelurahan Mulyaharja, Kota Bogor tahun 2013 40 VI KEBIJAKAN KONVERSI LAHAN PERTANIAN Banyaknya pembangunan kawasan perumahan dan industri jasa baru, serta infrastruktur yang memadai menandakan kondisi ekonomi Kota Bogor mengalami pertumbuhan yang positif. Hal ini diperkuat oleh PDRB Kota Bogor pada tahun 2009 dan 2010 yang mengalami peningkatan mencapai 61 hingga 66. Kemudian halnya pada tahun 2011 hingga tahun 2012 pertumbuhan ekonomi Kota Bogor meningkat secara signifikan dikarenakan tingginya investasi pada sektor tersier yang mencapai ± 200 5 . Sektor tersier yang dimaksud adalah sektor yang dapat menghasilkan jasa. Tingginya investasi pada sektor tersebut terjadi karena adanya insentif bagi para investor dalam berperan mengembangkan struktur ekonomi Kota Bogor, mengingat bahwa potensi wilayah Kota Bogor yang memiliki aksesibilitas yang terjangkau dan dapat dijadikan sebagai kota transit sehingga cocok untuk dikembangkan khususnya pada sektor perdagangan, hotel, restoran, dan industri. Dengan timbulnya insentif ekonomi tersebut, maka tidak dapat dihindari bahwa penduduk Kota Bogor akan semakin bertambah, baik yang berasal dari pendatang maupun penduduk asli. Kondisi yang demikian menyebabkan persaingan penggunaan lahan menjadi semakin tinggi, sehingga diprioritaskan pada pembangunan dan pengembangan sektor-sektor yang memiliki kontribusi ekonomi lebih besar. Sesuai Peraturan Daerah Nomor 8 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun 2011-2031, perkembangan ruang wilayah Kota Bogor diarahkan salah satunya untuk pembangunan perumahan dengan koefisien dasar bangunan KDB rendah dan infrastruktur pendukung lainnya sehingga dapat memfasilitasi pertumbuhan penduduk yang semakin bertambah. Adapun aspek-aspek yang berkaitan dengan menariknya posisi Kota Bogor dalam lingkup nasional, provinsi, aksesibilitas, dan perwilayahannya berdasarkan RTRW Kota Bogor adalah: 1 Dalam lingkup nasional, Kota Bogor ditetapkan sebagai kawasan dengan fungsi pusat kegiatan nasional. 5 Berdasarkan hasil wawancara dengan stakeholder pemerintah Kota Bogor. Tanggal 7 Mei 2013. 41 2 Kota Bogor termasuk dalam salah satu dari enam kawasan andalan yang telah ditetapkan dalam RTRW Nasional. 3 Kota Bogor merupakan kawasan strategis nasional berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur. 4 Kota Bogor merupakan salah satu bagian dari wilayah pengembangan di Provinsi Jawa Barat dengan tema pengembangan untuk mengendalikan perkembangan fisik wilayah. 5 Kota Bogor ditetapkan sebagai kota satelit Jakarta bersama dengan Kota Depok, Tanggerang, Bekasi, dan kota lainnya. 6 Kedudukan Kota Bogor yang strategis dan memiliki arti cukup penting dalam lingkup global berimplikasi terhadap munculnya polaarus migrasi yang masuk ke Kota Bogor cukup besar. Dari keenam poin di atas, secara umum dapat menjelaskan faktor-faktor penyebab pertumbuhan penduduk di Kota Bogor yang terus mengalami peningkatan. Oleh sebab itu, untuk menyeimbangi tantangan tersebut mengacu pada Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah RPJPD Tahun 2005-2025 Pasal 2 Bab IV mengenai arah, tahapan, dan prioritas pembangunan, bahwa Kota Bogor berkomitmen salah satunya yaitu meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat melalui sektor jasa dengan cara mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang ada melalui empat tahap Rencana Pembangunan Jangka Menengah RPJM seperti yang disajikan pada Lampiran 3. Penyusunan RPJPD ini merupakan hasil pedoman dari adanya RTRW Kota Bogor. Secara ekonomi, seluruh tahapan RPJPD lebih diprioritaskan kepada peningkatan nilai tambah dan daya saing pada seluruh sektor ekonomi terutama sektor jasa yang menjadi basis aktivitas ekonomi di Kota Bogor. Content analysis dari Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2009 tersebut dapat dilihat pada Tabel 11 di bawah ini. 42 Tabel 11 Content analysis Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 7 Tahun 2009 Pasal Keterangan Content analysis Pasal 2 Bab IV Mengembangkan perekonomian masyarakat dengan titik berat pada jasa yang mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang ada. Arah pembangunan tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan ekonomi yang aktivitas masyarakatnya bergerak terutama pada sektor jasa. Sektor jasa merupakan sektor yang mendukung bagi berkembangnya aktivitas-aktivitas yang ada di masyarakat, baik aktivitas budaya, ekonomi, penataan fisik kota, maupun penanganan masalah kota. Sumber: Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 7 Tahun 2009 Seri E Kemudian, berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 8 Tahun 2011 Pasal 7 ayat 2 tentang kebijakan dan strategi pengembangan struktur ruang, bahwa pemantapan pusat pelayanan kegiatan yang memperkuat kegiatan perdagangan dan jasa berskala regional di Kota Bogor, meliputi penetapan hirarki sistem pusat pelayanan secara berjenjang, pengembangan pusat perdagangan, kegiatan jasa, dan kegiatan pariwisata. Sub-sektor yang diprioritaskan untuk mendorong perekonomian Kota Bogor adalah jasa perdagangan, hotel dan restoran, jasa angkutan dan komunikasi, jasa keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, jasa pendidikan, jasa akomodasi, ekowisata, dan jasa-jasa lain. Pada umumnya, adanya pengaruh positif dari pertumbuhan ekonomi dan dihidupkan pula oleh jumlah penduduk yang terus berkembang maka wilayah- wilayah yang masih memiliki lahan dengan ekonomi yang tidak begitu berperan dibandingkan sektor sekunder maupun tersier, dialih fungsikan menjadi sarana dan prasarana yang dapat memenuhi kebutuhan ekonomi sesuai dengan RTRW Kota Bogor. Jelasnya bahwa lahan yang dialih fungsikan tersebut adalah lahan pertanian yang merupakan sektor primer. Berdasarkan PDRB Kota Bogor tahun 2010 sampai tahun 2011, kontribusi sektor pertanian ini tidak lebih dari 1. Selanjutnya berdasarkan RPJPD tahun 2005-2025, perkembangan sektor primer khususnya sub-sektor pertanian tanaman pangan diproyeksikan 20 tahun mendatang akan menghadapi masalah utama yaitu berupa lahan pertanian yang akan semakin sempit seiring dengan perkembangan Kota Bogor. Hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap PDRB yang terus menurun, yaitu 0.2113 43 tahun 2010, 0.2085 tahun 2015, 0.2036 tahun 2020, dan 0.1966 tahun 2025. Tercantum dalam RPJPD tersebut bahwa tantangan yang dilakukan pada sub- sektor pertanian tanaman pangan adalah meningkatkan produksi dengan luas lahan yang terbatas atau cara ini disebut juga sebagai intensifikasi lahan. Selain itu, berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 8 Tahun 2011 Pasal 14 ayat 2 butir d bahwa luasan lahan pertanian kota yang dipertahankan hanya dalam wilayah Bogor Barat saja. Hal ini dapat menjelaskan arah pembangunan sektor pertanian di RPJPD dalam mewujudkan ketahanan pangan, hanya berupa bentuk intensifikasi dari terbatasnya lahan pertanian di Kota Bogor. Kecilnya kontribusi yang diberikan oleh pertanian menjadikan opportunity bagi pemerintah Kota Bogor dalam mengembangkan sektor-sektor unggulan yang berpotensi dalam meningkatkan PDRB secara keseluruhan. Berdasarkan hasil rencana pola ruang RTRW Kota Bogor Pasal 49 ayat 2, penggunaan lahan untuk kawasan perumahan di Kota Bogor sampai tahun 2031 adalah sekitar 5 400 ha atau 45.57 dari total luas wilayah Kota Bogor. Penggunaan lahan tersebut lebih besar dibandingkan kawasan bangunan lainnya, dikarenakan proyeksi jumlah penduduk Kota Bogor yang akan terus mengalami peningkatan mencapai lebih dari 1.8 juta jiwa pada tahun 2031. Proyeksi peningkatan jumlah penduduk dapat dilihat pada Tabel 11 di bawah ini. Tabel 12 Proyeksi jumlah penduduk Kota Bogor tahun 2013-2031 Kecamatan Tahun 2013 2019 2025 2031 Bogor Selatan 207 064 243 481 286 303 336 656 Bogor Timur 108 896 129 444 153 870 182 905 Bogor Utara 210 223 273 540 355 927 463 129 Bogor Tengah 112 472 116 013 119 665 123 432 Bogor Barat 231 186 269 532 314 237 366 358 Tanah Sareal 203 901 246 694 298 467 361 106 Kota Bogor 1 073 742 1 278 703 1 528 469 1 833 586 Sumber: Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kota Bogor dan hasil perhitungan, Bappeda Kota Bogor 2010 Bogor Selatan yang merupakan salah satu pusat pelayanan baru di Kota Bogor yaitu dengan adanya pembangunan perumahan komersil oleh developer yang ditunjang dengan fasilitas pelayanan untuk skala kota maupun regional, seperti yang tercantum pada Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2011 Pasal 16 44 butir e yang diarahkan untuk kegiatan utama sentra otomotif, wisata belanja, jasa akomodasi, ekowisata, serta meeting-incentive-convention-exhibition MICE. Hal ini menjadikan kawasan Bogor Selatan sebagai salah satu pusat pertumbuhan ekonomi di Kota Bogor. Kelurahan Mulyaharja yang merupakan salah satu kelurahan di Kecamatan Bogor Selatan adalah wilayah yang terkena dampak dari perubahan struktur ruang tersebut. Wilayah ini merupakan salah satu bagian dari wilayah pelayanan di Bogor Selatan yang diarahkan untuk perumahan berkepadatan rendah dengan kelengkapan infrastruktur komersil. Akibat peningkatan permintaan kebutuhan lahan dalam menyesuaikan sistem ekonomi dan tata ruang Kota Bogor tersebut, sehingga lahan pertanian yang terdapat pada Kelurahan Mulyaharja ini beralih fungsi menjadi kawasan terbangun yang sebagian besar menjadi kawasan perumahan komersil. Jika dilihat dari kondisi daerah Kelurahan Mulyaharja itu sendiri, pemandangan Gunung Salak dan udara yang sejuk menjadikan wilayah ini memiliki nilai ekonomi yang tinggi bagi developer perumahan komersil yang ada di wilayah Kelurahan Mulyaharja. Oleh karena itu, tidak sedikit lahan pertanian di Kelurahan Mulyaharja yang sampai saat ini sudah maupun sedang dibangun untuk perluasan pembangunan perumahan dan infrastruktur komersil lainnya. Luas lahan pertanian yang tersisa saat ini di Kelurahan Mulyaharja adalah sekitar ± 80 ha. Luas lahan tersebut semakin berkurang karena pembangunan untuk perumahan dan sarana infrastruktur yang melengkapinya selalu terjadi setiap tahun. Sementara itu, luas lahan yang direncanakan untuk pembangunan perumahan komersil di Mulyaharja adalah seluas 100 ha, dengan luas lahan yang sudah terkonversi sampai saat ini 60 ha atau sebesar 60 dari total luas lahan yang direncanakan. Mengingat bahwa hampir 80 lahan pertanian yang masih ada saat ini di Kelurahan Mulyaharja merupakan milik developer, maka dapat dipastikan bahwa dalam beberapa tahun kemudian lahan pertanian tersebut berpotensi beralih fungsi menjadi peruntukan lain yang memiliki nilai manfaat ekonomi lebih besar dibandingkan pada sektor pertanian. Adapun peta rencana pengembangan lahan di Kelurahan Mulyaharja sesuai dengan RTRW Kota Bogor Tahun 2011-2031 yang disajikan pada Lampiran 4. 45 Merujuk pada hasil penelitian Musthikaningtyas 2009 bahwa dapat terjadi pemburuan rente yang dilakukan oleh developer perumahan dengan cara memanfaatkan regulasi pemerintah. Pemburuan rente perumahan tersebut tergantung pada jenis perumahan itu sendiri. Salah satu contohnya yaitu dengan adanya pembangunan perumahan mewah, developer dapat menghasilkan keuntungan sebesar 32.58. Kondisi demikian menunjukan bahwa secara ekonomi lahan memberikan nilai yang lebih besar untuk dibangun menjadi perumahan mewah atau komersil dibandingkan untuk dipertahankan sebagai lahan pertanian, walaupun sebenarnya nilai manfaat ini bersifat sementara karena perubahan fungsi lahan pertanian dalam jangka panjang dapat memberikan kerugian secara sosial dan lingkungan. Kerugian tersebut misalnya krisis kebutuhan sub-sektor tanaman pangan, peningkatan jumlah pengangguran di pedesaan akibat berkurangnya tenaga kerja yang terserap dari sektor pertanian ke non-pertanian, maupun masalah banjir akibat tidak adanya lahan resapan air. Oleh sebab itu, meskipun perubahan alih fungsi lahan pertanian menjadi perumahan maupun sektor non-pertanian lainnya yang terjadi di Kelurahan Mulyaharja dapat memberikan kontribusi dalam meningkatan pertumbuhan ekonomi Kota Bogor, tetapi jika dilihat pada beberapa tahun kemudian pertumbuhan ekonomi tersebut akan semakin tumpul karena harus berusaha untuk mensinergikan kepincangan dari sektor sosial dan lingkungan. Dari penjelasan di atas, maka simpulan hasil content analysis berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 8 Tahun 2011 tentang RTRW dicantumkan pada Tabel 13. Dengan demikian, analisis ini dapat berguna untuk mengidentifikasi faktor kebijkan penyebab konversi lahan pertanian di Kelurahan Mulyaharja, Kota Bogor. 46 Tabel 13 Content analysis Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 8 Tahun 2011 No Pasal Keterangan Content analysis 1 Pasal 7 ayat 2 Kebijakan dan strategi pengembangan struktur ruang. Pada pasal ini bahwa strategi pengembangan struktur ruang di Kota Bogor dengan memfokuskan pelayanan yang memperkuat kegiatan perdagangan dan jasa berskala regional. Maksud dari skala regional adalah interaksi kegiatan-kegiatan pelayanan di Kota Bogor yang berkaitan dengan perdagangan dan jasa. 2 Pasal 14 ayat 2 butir d Rencana penataan wilayah Bogor Barat ditetapkan untuk tetap mempertahankan luasan lahan pertanian kota. Pasal ini membahas mengenai rencana pengembangan sistem pusat pelayanan di Kota Bogor yang terdiri dari Bogor Tengah, Bogor Barat, Tanah Sareal, Bogor Utara, Bogor Timur, dan Bogor Selatan. Dari seluruh wilayah pelayanan tersebut, hanya ada satu butir yang membahas untuk mempertahankan luasan lahan pertanian kota yang terdapat pada wilayah Bogor Barat yaitu ayat 2 butir d. Sebagian besar, butir-butir yang ada pada pasal ini membahas mengenai perdagangan, jasa, perumahan, dan sarana infrastruktur lain. 3 Pasal 49 ayat 2 Sebaran kawasan untuk perumahan di wilayah Kota Bogor yaitu dengan luas ± 5 400 hektar. Sebaran kawasan untuk perumahan ini terdiri dari perumahan kepadatan tinggi, sedang, dan rendah. Kondisi ini disesuaikan berdasarkan karakteristik kawasan dan daya dukung lingkungan Kota Bogor. 4 Pasal 16 butir e Arahan pengembangan Bogor Selatan sebagai wilayah perkembangan ekonomi terbatas, untuk kegiatan wisata belanja, sentra otomotif, jasa akomodasi, ekowisata, dan MICE. Bahwa arahan pengembangan wilayah Bogor Selatan seperti yang tercantum pada pasal ini sebagian besar diperuntukkan untuk kegiatan jasa dan perdagangan. Hal ini disebabkan karena Bogor Selatan merupakan salah satu wilayah di Kota Bogor yang memiliki topografi wilayah yang dekat dengan Gunung Salak dan beriklim sejuk, sehingga memberikan peluang bagi kegiatan perdagangan dan jasa, seperti khususnya jasa ekowisata. Sumber: Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 8 Tahun 2011 47 VII MANFAAT DAN KERUGIAN KONVERSI LAHAN

7.1 Perkembangan Penggunaan Lahan Pertanian di Kota Bogor

Selama tahun 2006 sampai dengan tahun 2011 di Kota Bogor telah terjadi perubahan fungsi lahan menjadi penggunaan lain, salah satunya yang terjadi pada lahan pertanian. Hal ini disebabkan karena ketersediaan lahan di Kota Bogor tidak dapat mencukupi permintaan yang tinggi pada aktivitas non-sektor pertanian, sehingga menimbulkan opportunity dalam penggunaan lahan itu sendiri. Pada tahun 2006, luas pertanian tanah basah di Kota Bogor adalah 1 758.73 ha dan berkurang menjadi 953.69 ha. Selanjutnya, untuk pertanian tanah kering juga berkurang luasannya dari 4 600.60 ha pada tahun 2006 menjadi 3 278.90 ha pada tahun 2011. Dari perubahan tersebut dapat dilihat bahwa setiap tahunnya pertanian tanah basah dan kering berkurang luasnya dengan rata-rata per tahun masing-masing adalah -161.01 ha dan -264.34 ha. Perubahan penggunaan tanah yang terjadi dari tahun 2006 sampai tahun 2011 dijabarkan di Tabel 14. Tabel 14 Perkembangan penggunaan tanah pertanian di Kota Bogor tahun 2006- 2011 No Jenis penggunaan tanah Luas penggunaan tanah Perubahan penggunaan tanah tahun 2006-2011 2006 ha 2011 ha Luas ha Perubahan Rata- ratathn ha 1 Pertanian tanah basah 1 758.73 953.69 - 805.04 - 45.77 - 161.01 2 Pertanian tanah kering 4 600.60 3 278.90 -1 321.69 - 28.73 - 264.34 Sumber: Badan Pertanahan Nasional RI 2011 Dari perubahan yang dialami oleh lahan pertanian selama periode lima tahun tersebut, terdapat beberapa jenis peruntukkan yang digunakan dari alih fungsi lahan sampai tahun 2011. Fungsi pertanian tanah basah pada tahun 2006 berubah menjadi fungsi pertanian tanah kering seluas 458.92 ha dan menjadi perumahan dengan total luas 307.20 ha pada tahun 2011. Sementara untuk pertanian tanah kering, berubah fungsi menjadi perumahan dengan total luas yaitu 1 638.17 ha. Perubahan yang terjadi pada lahan pertanian di Kota Bogor sebagian besar diperuntukan untuk perumahan. Mengingat bahwa pertumbuhan penduduk 48 Kota Bogor selalu bertambah setiap tahunnya, maka kebutuhan lahan untuk perumahan juga semakin tinggi. Tabel 15 menjabarkan jenis penggunaan tanah yang terjadi dari alih fungsi pertanian tanah basah dan kering. Tabel 15 Perubahan penggunaan tanah pertanian di Kota Bogor tahun 2006-2011 Penggunaan tanah tahun 2006 Luas perubahan ha Penggunaan tanah tahun 2011 Luas ha Pertanian tanah basah 805.04 Industri non-pertanian 0.30 Jasa pelayanan umum 0.35 Jasa pendidikan 0.11 Perdagangan umum 38.17 Pertanian lahan kering 458.92 Perumahan teratur 74.75 Perumahan tidak teratur 232.45 Pertanian tanah kering 1 838.38 Industri non-pertanian 27.78 Jasa kesehatan 0.98 Jasa pelayanan umum 55.50 Jasa pemerintahan 7.45 Jasa pendidikan 2.90 Jasa peribadatan 1.34 Pemakaman umum 38.28 Perdagangan umum 65.97 Perumahan teratur 469.61 Perumahan tidak teratur 1 168.56 Sumber: Badan Pertanahan Nasional RI 2011

7.2 Manfaat Ekonomi Konversi Lahan Pertanian

Konversi lahan pertanian menjadi perumahan dan fasilitas infrastruktur lainnya yang terjadi di Kelurahan Mulyaharja secara langsung memberikan insentif dalam meningkatkan penghasilan daerah Kota Bogor. Hal ini dapat dilihat dari beberapa indikator ekonomi sebagai berikut:

7.2.1 Produk Domestik Regional Bruto PDRB

PDRB adalah indikator ekonomi yang dapat digunakan untuk menggambarkan kegiatan perekonomian yang dilakukan masyarakat suatu wilayah yang pada akhirnya menggambarkan tingkat kesejahteraan rakyatnya. Akan tetapi, pertumbuhan PDRB yang cukup tinggi belum menjamin tingkat kesejahteraan yang tinggi bagi masyarakat. Hal ini masih terkait dengan laju pertumbuhan penduduk dan sifat kegiatan perekonomiannya. Nilai PDRB dapat