Produk Domestik Regional Bruto PDRB

49 dilihat dari dua bentuk, yaitu berdasarkan atas harga berlaku dan harga konstan. PDRB atas dasar harga berlaku merupakan nilai yang berdasarkan harga pada tahun berjalan. Sebaliknya, PDRB atas dasar harga konstan adalah PDRB riil atas dasar harga tetap yang terjadi pada tahun dasar dan kenaikannya tidak dipengaruhi oleh adanya kenaikan harga. Keadaan PDRB Kota Bogor secara keseluruhan atas dasar harga berlaku dan harga konstan 2000 dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel 16 berikut. Tabel 16 Perkembangan PDRB Kota Bogor tahun 2006-2011 Rp Tahun PDRB atas dasar harga berlaku PDRB atas dasar harga konstan 2006 7 257 742.09 3 782 273.71 2007 8 558 035.70 4 012 743.17 2008 10 089 943.96 4 252 821.78 2009 11 904 599.66 4 508 601.05 2010 13 908 899.57 4 785 434.36 2011 15 487 433.93 5 081 482.69 Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Bogor tahun 2011 dan 2012, angka sementara Perkembangan PDRB Kota Bogor pada Tabel 16 tersebut menunjukan bahwa kondisi ekonomi Kota Bogor mengalami pertumbuhan positif dalam lima tahun terakhir. Hal ini mengindikasikan bahwa potensi Kota Bogor dalam meningkatkan ekonomi wilayah sesuai dengan visinya yaitu sebagai Kota Jasa yang Nyaman dengan Masyarakat Madani dan Pemerintahan yang Amanah”, dapat dikatakan sesuai dengan yang diharapkan. Dari adanya pertumbuhan ekonomi yang signifikan tersebut, terdapat kontribusi sektoral dalam mendukung tercapainya PDRB yang tetap memiliki perkembangan positif dari setiap tahunnya yang dirinci pada Tabel 17. 50 Tabel 17 Kontribusi sektor terhadap PDRB Kota Bogor tahun 2009-2011 No. Sektor PDRB atas dasar harga berlaku PDRB atas dasar harga konstan 2009 2010 2011 2009 2010 2011 A. PRIMER 0.20 0.19 0.18 0.30 0.29 0.29 1 Pertanian 0.20 0.19 0.18 0.30 0.29 0.28 2 Pertambangan dan penggalian 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 B. SEKUNDER 33.12 33.57 34.02 38.42 38.38 38.27 3 Industri pengolahan 25.57 26.20 26.85 28.25 28.32 28.32 4 Listrik, gas, dan air bersih 2.06 2.02 2.00 3.24 3.27 3.29 5 Bangunan 5.49 5.35 5.16 6.92 6.79 6.66 C. TERSIER 66.68 66.24 65.80 61.28 61.33 61.44 6 Perdagangan, hotel, dan restoran 38.40 37.01 36.65 29.54 29.22 28.97 7 Angkutan dan komunikasi 14.45 15.53 15.29 10.06 10.18 10.28 8 Keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan 10.22 9.53 10.14 14.39 14.69 15.00 9 Jasa-jasa 3.97 3.77 3.72 7.29 7.24 7.19 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Bogor tahun 2011 dan 2012. angka sementara Pada Tabel 17 terlihat jelas bahwa kontribusi sektor primer lebih kecil dibandingkan dengan sektor sekunder dan tersier. Khusus untuk sub-sektor pertanian terjadi penurunan dari tahun 2009 sampai tahun 2011. Jika dilihat dari luas lahan pertanian yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa luas tersebut semakin berkurang sampai tahun 2011 yang sebagian besar berubah menjadi peruntukan perumahan. Perumahan itu sendiri berada pada sektor sekunder yaitu sub-sektor bangunan. Jika diamati pada Tabel 17 bahwa PDRB sub-sektor bangunan tidak mengalami peningkatan karena selama pada tahun tersebut tidak terlalu banyak perubahan perkembangan pembangunan fisik, baik oleh pemerintah maupun oleh pihak swasta. Demikian pula kontribusi sektor terhadap PDRB Kecamatan Bogor Selatan seperti pada Tabel 18, yang mana pada sub-sektor pertanian lebih kecil kontribusinya dibandingkan sub-sektor bangunan, maupun pada sub-sektor perdagangan dan jasa. Hal ini disebabkan karena pada tahun 2010 hingga tahun 51 2011, luas lahan pertanian telah semakin berkurang luasannya akibat dialih fungsikan menjadi non-pertanian. Tabel 18 Kontribusi sektor terhadap PDRB Kecamatan Bogor Selatan atas dasar harga berlaku tahun 2010-2011 No. Sektor Tahun 2010 2011 1 Pertanian 0.38 0.38 2 Pertambangan dan penggalian 0.00 0.00 3 Industri pengolahan 32.16 32.10 4 Listrik, gas, dan air bersih 2.08 2.09 5 Bangunan 5.49 5.35 6 Perdagangan, hotel, dan restoran 38.23 38.19 7 Pengangkutan dan komunikasi 12.07 12.04 8 Keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan 5.78 6.03 9 Jasa-jasa 3.81 3.82 Jumlah 100.00 100.00 Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Bogor 2012 Dengan menurunnya proporsi lahan pertanian akibat dialih fungsikan menjadi pemukiman dan jasa, menyebabkan lahan pada non-sektor pertanian tersebut semakin bertambah. Hal ini menyebabkan pertambahan dalam kontribusinya terhadap Pendapatan Asli Daerah PAD melalui PBB. Dengan adanya peningkatan pendapatan pemerintah dari pemasukan tersebut, dapat memberikan insentif bagi meningkatnya belanja pemerintah Kota Bogor. Dengan demikian, pengaruhnya konversi lahan pertanian terhadap PDRB dapat dikaji dari sisi Anggaran Belanja Pemerintah Daerah APBD Kota Bogor. Dapat dilihat hubungan pertumbuhan PAD dan APBD tahun 2009 hingga tahun 2011 seperti pada Tabel 19. Tabel 19 Pertumbuhan PAD dan APBD Kota Bogor tahun 2009-2011 Rp Tahun PAD APBD Persentase PAD terhadap APBD 2009 115 921 660 827 882 204 026 594 13.14 2010 127 488 089 831 956 682 000 000 13.33 2011 230 449 644 620 1 145 586 157 771 20.12 Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Kota Bogor 2012 52

7.2.2 Pajak Bumi dan Bangunan PBB

Besarnya tarif pajak yang dikenakan pada bangunan adalah 0.5 dari nilai jual objek pajak NJOP. Salah satu contoh objek pajak tersebut adalah bangunan perumahan. Nilai PBB dari suatu bangunan akan semakin besar jika NJOP-nya juga tinggi. Perumahan mewah yang memiliki NJOP yang tinggi, maka dapat menyumbang terhadap peningkatan nilai PBB itu sendiri. Pasar properti seperti perumahan real estate di Kota Bogor mengalami perkembangan positif. Hal tersebut karena kemudahan aksesabilitas Kota Bogor yang dekat dengan Kota Jakarta, sehingga menjadikan Kota Bogor sebagai peluang bisnis perumahan untuk hunian yang nyaman baik bagi warganya, maupun bagi penduduk pendatang. Tabel 20 merupakan perkembangan PBB Kota Bogor yang mengalami peningkatan dari tahun 2006 sampai tahun 2011. Tabel 20 Target dan realisasi bagi hasil PBB Kota Bogor tahun 2006-2011 Tahun Target Rp Realisasi Rp Pencapaian 2006 24 453 912 556 33 345 281 522 136.36 2007 28 613 064 592 35 734 260 221 124.89 2008 32 345 281 522 39 877 387 385 123.29 2009 35 845 281 522 46 259 548 911 129.05 2010 49 945 281 522 57 281 068 914 114.69 2011 50 945 281 522 65 873 117 029 129.30 Sumber: Bidang Penetapan Dinas Pendapatan Daerah 2012 Perkembangan pembangunan perumahan di Kota Bogor juga telah bergeser ke daerah pedesaan, seperti yang terjadi di Kelurahan Mulyaharja. Dari total luas lahan Kelurahan Mulyaharja 479.005 ha, terdapat sekitar 20.88 pembangunan yang direncanakan untuk perumahan real estate. Dengan adanya pembangunan perumahan tersebut, telah menyumbang sebesar 75 dari 98 PBB yang terealisasi pada tahun 2012 di Kelurahan Mulyaharja. Persentase tersebut merupakan kontribusi terbesar yang diberikan oleh perumahan kepada Kelurahan Mulyaharja. Hal ini karena ada 6 061 objek wajib pajak yang berasal dari perumahan dan infrastruktur pendukungnya, seperti sarana rekreasi dan restoran. Untuk ketetapan pajak per tahunnya yaitu Rp 3 736 200 557 milyar. Sebaliknya, ketetapan pajak untuk rumah penduduk asli Kelurahan Mulyaharja yang paling tinggi hanya sekitar ± Rp 300 000tahun, bahkan ada yang tidak membayar pajak 53 karena kondisi perekonomiannya yang rendah. Oleh sebab itu, pada tahun 2012 realisasi PBB Kelurahan Mulyaharja tidak mencapai 100. Jumlah objek pajak pada perumahan real estate di Kelurahan Mulyaharja merupakan yang terbesar di antara kelurahan-kelurahan lain yang ada di Kecamatan Bogor Selatan. Besarnya jumlah objek pajak pada perumahan real estate, menyebabkan perolehan PBB yang diterima Kelurahan Mulyaharja juga cukup besar. Dengan demikian, konversi lahan pertanian menjadi perumahan real estate yang terjadi di Kelurahan Mulyaharja telah memberikan peran positif dalam meningkatkan pendapatan daerah yang berasal dari PBB.

7.3 Potensi Kerugian terhadap Peluang Kerja Petani

Lahan pertanian khususnya lahan sawah dan lahan kering merupakan aset usaha penting yang dimanfaatkan oleh petani. Sebagian besar, usaha tani ini melekat kuat di daerah pedesaan yang pada umumnya menyerap tenaga kerja lebih besar dibandingkan di daerah perkotaan. Dilatarbelakangi oleh minimnya tingkat pendidikan di daerah pedesaan, keahlian yang hanya dimiliki dalam berusaha tani menjadikan lahan pertanian sebagai lahan kerja tetap untuk dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari. Terutama jika pertanian tersebut tidak hanya bergerak pada kegiatan on-farm saja tetapi juga pasca panen off-farm, maka tenaga kerja yang mungkin saja dibutuhkan akan semakin besar lagi. Mengingat bahwa sebagian besar tenaga kerja tersebut adalah masyarakat lokal, sehingga penyerapan tenaga kerja yang diberikan oleh lahan pertanian dapat membantu dalam meningkatkan nilai ekonomi rumah tangga petani. Pada lahan sawah, kebutuhan tenaga kerja untuk usaha tani on-farm adalah lebih besar karena dibutuhkannya curahan tenaga yang lebih lama untuk setiap kali masa tanam per hektar. Sesuai kondisi di lokasi penelitian, lahan sawah yang dimanfaatkan membutuhkan tenaga kerja seperti untuk perbaikan pematang, pengolahan tanah, tanam, penyiangan, pemupukan, panen, dan pasca panen penjemuran dan pengangkutan. Kebutuhan tenaga kerja akan semakin besar ataupun lebih lama jika lahan yang dibudidayakan semakin luas. Dari hasil wawancara dengan pengurus kelompok tani dan Penyuluh Pertanian Lapangan PPL, kegiatan penanaman padi yang dilakukan selama setahun hanya dilakukan