Konsep Lahan dan Manfaat Lahan Pertanian

8 Utomo et al. 1992 dalam Astuti 2011 menyatakan bahwa lahan sebagai modal alami utama yang melandasi kegiatan kehidupan memiliki dua fungsi dasar, yaitu: 1. Fungsi kegiatan budidaya, memiliki makna suatu kawasan yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai penggunaan, seperti pemukiman, perkebunan, perkotaan maupun pedesaan, hutan produksi, dan lain-lain. 2. Fungsi lindung, memiliki makna suatu kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utamanya untuk melindungi kelestarian lingkungan hidup yang ada, yang mencakup sumber daya alam, sumber daya buatan, nilai sejarah, dan budaya bangsa yang bisa menunjang pemanfaatan budidaya. Irawan 2005 menyatakan dalam penelitiannya bahwa secara garis besar manfaat lahan pertanian dibagi atas dua kategori. Pertama, use values atau nilai penggunaan yang dapat pula disebut sebagai personal use values. Manfaat ini dihasilkan dari kegiatan eksploitasi atau kegiatan usaha tani yang dilakukan pada sumber daya lahan pertanian. Manfaat use values juga dibedakan atas manfaat langsung dan tidak langsung. Manfaat langsung dapat berupa output yang dapat dipasarkan dan berupa manfaat yang nilainya tidak terukur secara empirik atau harganya tidak dapat ditentukan secara eksplisit. Sebaliknya, manfaat tidak langsung berkaitan dengan aspek lingkungan. Kedua, non-use values yang disebut sebagai intrinsic values atau manfaat bawaan. Maksudnya adalah berbagai manfaat yang tercipta dengan sendirinya walaupun bukan merupakan tujuan dari kegiatan eksploitasi yang dilakukan oleh pemilik lahan. Selanjutnya, manfaat lahan pertanian yang bersifat tidak langsung atau memiliki fungsi lingkungan dapat disebut sebagai multifungsi lahan pertanian, seperti sebagai pengendali banjir, pencegah erosi dan sedimentasi, pemasok sumber air tanah, pelestari keanekaragaman hayati, pelestari budaya pedesaan, pembersih dan penyejuk udara, tempat rekreasi, dan kesenangan Yoshida dan Goda 2001 dalam Irawan et al. 2006.

2.2 Konsep Petani

Petani erat kaitannya dengan lahan pertanian, di mana untuk melakukan usaha taninya diperlukan lahan sebagai faktor utama dan penting sehingga dapat 9 menghasilkan produksi yang diharapkan. Luas lahan pertanian yang digunakan ataupun dimiliki oleh petani sangat menentukan seberapa besar petani dapat berproduksi. Terutama dengan semakin tingginya tingkat industrialisasi, perubahan wilayah menjadi pengkotaan, dan perluasan daerah pemukiman seperti sekarang ini menjadikan petani harus bersaing ketat untuk dapat mempertahankan lahan pertaniannya. Terkait dengan struktur pemilikan lahan, Elizabeth 2007 menjelaskan perubahan struktur sosial petani sebagai akibat dari adanya pengaruh pelaksanaan pembangunan menjadi dua lapisan petani, yaitu: 1. Petani lapisan atas, merupakan petani yang akses pada sumber daya lahan, kapital, mampu merespon teknologi dan pasar dengan baik, serta memiliki peluang berproduksi yang berorientasi keuntungan. 2. Petani lapisan bawah, sebagai golongan mayoritas di pedesaan yang merupakan petani yang relatif miskin dari segi lahan dan kapital, serta hanya memiliki faktor produksi tenaga kerja. Menurut Shanin 1971 dalam Subali 2005 mencirikan ada empat karakteristik utama petani. Pertama, petani adalah pelaku ekonomi yang berpusat pada usaha milik keluarga family farm. Kedua, sebagai usaha tani mereka menggantungkan hidupnya kepada tanah. Bagi petani, lahan pertanian adalah segalanya yaitu sebagai sumber yang diandalkan untuk menghasilkan bahan pangan keluarga, harta benda yang bernilai tinggi, dan ukuran terpenting bagi status sosial. Ketiga, petani memiliki budaya yang spesifik yang menekankan pemeliharaan tradisi dan konformitas, solidaritas sosial yang kental, dan bersifat meanistik. Keempat, cenderung sebagai pihak yang selalu kalah tertindas namun tidak mudah ditaklukkan oleh kekuatan ekonomi, budaya, dan politik eksternal yang mendominasi mereka.

2.3 Konversi Lahan

Konversi lahan atau disebut juga alih fungsi lahan merupakan suatu bentuk aktivitas yang menyebabkan adanya perubahan struktur penggunaan lahan dari kondisi semula atau awalnya, misalnya dari penggunaan untuk lahan pertanian menjadi lahan industri atau pemukiman. Sumaryanto et al. 1995, menyatakan bahwa pola konversi lahan dapat ditinjau dari dua aspek yaitu menurut pelaku