Konversi Lahan Analisis Dampak Konversi Lahan Pertanian ke Non-Pertanian terhadap Pendapatan Petani di Kelurahan Mulyaharja, Kota Bogor.

10 konversi dan menurut prosesnya. Berdasarkan pelaku konversinya dapat dibedakan menjadi dua. Pertama, alih fungsi secara langsung oleh pemilik lahan yang bersangkutan dengan motif tindakan yang terdiri dari tiga bagian, yaitu; a untuk pemenuhan kebutuhan akan tempat tinggal, b dalam rangka meningkatkan pendapatan melalui alih usaha, dan c adalah kombinasi antara kedua hal motif tersebut seperti pembangunan rumah tinggal yang sekaligus dijadikan sebagai tempat usaha. Kedua, alih fungsi yang diawali dengan alih penguasaan. Dalam hal ini, pemilik menjual kepada pihak lain yang akan memanfaatkannya untuk usaha non- sawah atau kepada makelar. Secara empiris, alih fungsi lahan melalui cara tersebut terjadi dalam hamparan yang lebih luas, terkonsentrasi, dan umumnya berkorelasi positif dengan proses urbanisasi pengkotaan. Sebaliknya, jika ditinjau menurut prosesnya, konversi lahan sawah dapat pula terjadi secara gradual dan seketika instant. Alih fungsi secara gradual disebabkan fungsi sawah yang tidak optimal. Umumnya hal seperti ini terjadi akibat degradasi mutu irigasi atau usaha tani padi di lokasi tersebut tidak dapat berkembang karena kurang menguntungkan. Alih fungsi secara instant pada umumnya berlangsung di wilayah sekitar urban yakni berubah menjadi lokasi pemukiman atau kawasan industri. Berdasarkan faktor penyebab terjadinya konversi lahan, Rusli 1995 dalam Munir 2008 mengungkapkan bahwa adanya keterkaitan antara hubungan pertambahan jumlah penduduk dengan pengalihfungsian lahan. Menurutnya dengan meningkatnya jumlah penduduk, rasio manusia-lahan menjadi semakin besar sekalipun pemanfaatan setiap jengkal lahan sangat dipengaruhi taraf perkembangan kebudayaan suatu masyarakat. Pertumbuhan penduduk menyebabkan makin mengecilnya persediaan lahan rata-rata per orang. Sejalan dengan pertumbuhan penduduk, mereka yang tidak memiliki lahan diperkirakan semakin bertambah. Keadaan tekanan penduduk yang berat ini memberikan peluang bagi berkembangnya bentuk-bentuk hubungan penguasaan lahan yang kurang menguntungkan penggarap, sehingga persaingan antara sesama buruh tani semakin sengit dalam mendapatkan kesempatan kerja. 11 Secara ekonomi, Nugroho dan Dahuri 2004 menjelaskan bahwa alih fungsi lahan merupakan sebuah mekanisme yang mempertemukan permintaan dan penawaran terhadap lahan dan menghasilkan kelembagaan lahan baru dengan karakteristik sistem yang berbeda. Alih fungsi lahan dapat berjalan secara sistematis dan sporadis. Peralihan secara sistematis memuat karakter perencanaan dan keinginan publik sehingga luasan lahan hasil peralihan dapat lebih terkendali dan terkonsolidasi dalam kerangka perencanaan tata ruang. Pertemuan permintaan dan penawaran diputuskan dalam suatu kelembagaan yang bertujuan dapat memberikan kepuasan antara pembeli dan penjual atau stakeholder lainnya, seperti pada mekanisme pembangunan kawasan industri, pemukiman, dan sarana infrastrukturnya. Sebaliknya, peralihan lahan secara sporadis lebih kepada individual atau oleh sekelompok masyarakat, sehingga luasan tidak dapat diprediksi dan tidak terkonsolidasi. Selain itu, permintaan dan penawaran yang diputuskan tanpa melalui kelembagaan menyebabkan terjadinya kerugian pada salah satu pihak dan disertai penggunaan lahan yang tidak optimal.

2.4 Penelitian Terdahulu

Subali 2005 melakukan penelitian mengenai pengaruh konversi lahan terhadap pola nafkah rumah tangga petani di Desa Batujajar, Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor. Hasil penelitian menunjukan bahwa dengan adanya konversi lahan pertanian menyebabkan terjadinya perubahan struktur kerja rumah tangga petani. Konversi lahan yang dilakukan penduduk Batujajar tersebut dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi pendidikan, peluang kerja, dan pendapatan. Sebaliknya, faktor eksternal meliputi pengaruh investor, pengaruh tetangga yang menjual lahan terlebih dahulu, aparat desa, dan juga dari calo tanah. Musthikaningtyas 2009 melakukan penelitian mengenai dampak pembangunan properti terhadap kesejahteraan masyarakat di Kota Bogor. Melalui penelitian ini diperoleh bahwa dengan adanya pembangunan properti dapat menguntungkan Pemerintah Kota Bogor karena selain menyerap tenaga kerja di sektor non-pertanian, juga dapat memberikan kontribusi terhadap PDRB melalui sektor konstruksi dan menambah Pendapatan Asli Daerah melalui pajak. Namun 12 di sisi lain, pembangunan properti tersebut cenderung merugikan masyarakat karena dengan adanya pembebasan lahan mengakibatkan masyarakat kehilangan mata pencaharian. Hal ini umumnya dirasakan oleh masyarakat yang bekerja sebagai petani atau petani penggarap. Selain itu, pengembang selaku pengusaha melakukan pembangunan properti untuk kalangan atas, karena keuntungan yang besar dibandingkan pangsa konsumen lainnya. Sadikin 2009 melakukan penelitian tentang analisis dampak konversi lahan pertanian terhadap produksi padi dan land rent di Perumahan Pakuan Regency, Bogor Barat, Kota Bogor. Dari hasil penelitian dinyatakan bahwa adanya pembangunan pemukiman di Kota Bogor ditujukan untuk meningkatkan kualitas lingkungan pemukiman dan memenuhi kebutuhan perumahan. Akan tetapi, konversi lahan pertanian menjadi perumahan di Pakuan Regency telah menyebabkan hilangnya akses air irigasi bagi lahan pertanian di bagian hilir aliran air irigasi, hilangnya produksi padi, hilangnya pemasukan dari usaha tani padi, dan menyebabkan terjadinya perubahan nilai land rent. Faktor-faktor yang mempengaruhi land rent pertanian di kawasan perumahan Pakuan Regency adalah luas lahan, penerimaan, dan biaya operasional. Biaya operasional pertanian tersebut merupakan penjumlahan dari biaya sarana produksi dan biaya tenaga kerja, baik tenaga kerja keluarga maupun tenaga kerja luar keluarga. Sebaliknya, faktor-faktor yang mempengaruhi land rent pemukiman adalah luas lahan, luas bangunan, total penerimaan, biaya operasional, dan pajak. Biaya operasional pada pemukiman merupakan biaya yang dikeluarkan oleh pemilik rumah untuk membiayai rumah yang disewakan. Filosofianti 2010 melakukan penelitian mengenai kebijakan penataan ruang dan alih fungsi lahan pertanian di Kampung Cibereum Sunting, Kelurahan Mulyaharja, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor. Penyelenggaraan penataan ruang di tingkat pelaksana mencakup perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian terhadap aturan tata ruang yang telah ditetapkan. Pelaksanaan penataan ruang Kota Bogor dapat disoroti secara spesifik dengan mengacu pada ketersediaan dana pembangunan. Oleh sebab itu, pemanfaatan yang dilakukan oleh swasta pada aspek kebijakan penataan ruang di tingkat pelaksana dan petani tersebut memicu terjadinya perubahan penggunaan lahan di Kampung Cibereum Sunting, yakni dari lahan pertanian menjadi kompleks perumahan. Faktor yang paling