Komersialisasi Sosial dalam Pertukaran Gantangan

5.4.4. Komersialisasi Sosial dalam Pertukaran Gantangan

Konsep komersialisasi sosial disini bermakna “menjadikan hubungan- hubungan sosial itu seperti pasar hubungan kontraktual, dimana terdapat mekanisme pembentukan harga dan berorientasi pada keuntungan”. Dalam konteks pesta hajatan dan modal sosial Gantangan di pedesaan Subang ini, komersialisasi sosial berarti sebuah penggambaran bahwasanya pesta hajatan di pedesaan Subang ini telah menjadi komoditas bagi rumah tangga untuk mencari untung, baik dalam bentuk materi uang, beras, dan sembako lainnya maupun non-materi status, gengsi, kehormatan. Mekanisme komersialisasi itu adalah dengan pengesahan norma hutang-piutang dalam berhajatan secara terstuktur dan kolektif, sehingga memungkinkan rumah tangga yang terlibat untuk mendapatkan keuntungan materi dan non-materi ketika ia melaksanakan pesta hajatan dengan sistem gantangan. Gambar 38. Relasi mikro-makro dalam komersialisasi sosial Gantangan Beberapa istilah dalam bahasa lokal yang menunjukkan bahwasanya pesta hajatan di pedesaan ini tidak lagi menjadi media berbagi dan bersifat sosial syukuran tetapi telah berubah menjadi media yang lebih bersifat ekonomi, antara lain : “orang hajat jangan sampai potol” orang hajat jangan sampai rugi, “urang hajat mah neangan leuwihna” kita mengadakan pesat Komersialisasi Ekonomi Nilai-nilai Individualisme Perilaku mengejar untung Komersialisasi Sosial hajatan ya untuk mencari lebihnya = total sumbangan dikurangi modal, “di wilayah urang mah can aya hajatan nu rugi” di desa kami sampai sekarang belum ada orang hajatan sampai rugi, “itung-itung dapet pinjeman” hajatan itu anggap saja seperti kita dapat pinjaman dari tetangga, “hajatan mah kumaha perbuatan, saha nu rajin nyimpen ya loba hasilna, kedul nyimpen ya teu kabayar modal, moal kenging artos” berhajatan itu sesuai dengan perbuatan, kalau dulunya rajin menyimpan ya akan mendapatkan hasil banyak, kalau malas menyimpan ya bisa tidak terbayar modalnya, tidak akan mendapat uang banyak, dan lain sebagainya. Gambar 39. Proses Transformasi Pertukaran Sosial Gantangan Bersamaan dengan semakin memudarnya gotong royong, ternyata tradisi nyumbang hajatan di pedesaan ini pun berubah haluan dari yang semula bersifat sukarela dan tanpa pamrih, menjadi bersifat kewajiban dan mengharapkan timbal-baliknya secara terbuka. Hampir semua perlengkapan dan sumber daya manusia yang dikerahkan untuk menyelenggarakan pesta hajatan kini harus disewa atau dibayar oleh bapak hajat. Tidak peduli apakah ia tetangga dekat atau jauh, hubungan transaksional lebih dikedepankan daripada hubungan kedekatan. Orang tidak akan tergerak atau kapok jera membantu 1970 2010 2000 1990 1980  Belum m uncul ist ilah sist em gant angan  Got ong royong dan t olong m enolong m urni  m uncul sist em pencat at an oleh m asing-m asing bapak hajat  undangan hajat an berupa rokok  Sist em pancat atan m ulai dilakukan oleh juru t ulis hajat an gant angan  Hajat = kom odit as  Anak = kom odit as hajat  Sist em gant angan m akin m eluas  Undangan dit urunkan m enjadi vet cin sabun colek  Bandar hajat berm unculan  M uncul kelompok- kelompok yang menerapkan sistem gantangan rombol, golongan, rombongan  Bandar hajat makin eksis Pemberian Resiprosit as um um Resiprosit as sebanding Kom ersialisasi t ahap I Kom ersialisasi t ahap II  Liberalisasi ekonomi  Revolusi hijau  Sw asembada beras  Krisis moneter tetangganya yang hajatan jika tidak mendapatkan sesuatu sebagai timbal baliknya upah, seperti uang, beras atau makanan. Bahkan dalam aspek kehadirankedatangan sebagai tamu undangan pun akan menjadi pertimbangan bagi bapak hajat. Misalnya, ketika ia hajatan ada tetangga atau kenalan tidak datang memenuhi undangan, maka ketika mereka hajatan, bisa jadi bapak hajat akan membalas untuk tidak datang. Catatan kehadiran dan jumlah sumbangan dalam buku catatan gantangan itulah kemudian pedoman bagi ada tidaknya tolong-menolong atau hubungan timbal balik antar warga di pedesaan Subang ini. Komersialisasi dalam bentuk komodifikasi hajat barangkali masih bersifat halus, bentuk komersialisasi sosial yang lebih kentara adalah masuknya Bandar hajatan, yakni orang-orang yang memiliki modal atau memiliki koneksi dengan pemodal yang menjadikan hajatan seseorang sebagai pasar untuk mencari untung. Caranya adalah dengan menawarkan pinjaman panjer modal kepada calon bapak hajat, baik modal dalam bentuk uang, beras, daging, hiburan, atau apapun. Dari hubungan panjer itulah kemudian Bandar atau pemodal tersebut akan mengikat hasil hajatan, khususnya beras dan uang, untuk nanti dibeli olehnya tidak dijual kepada orang lain. Sebagian hasil hajatan sebagai pembayaran hutang panjer modal, sebagian besar lainnya adalah untuk dibeli dengan harga dibawah harga pasar sesuai hasil kesepakatan sebelumnyasaat meminta panjer. Perilaku seperti inilah yang disebut Kunio sebagai perilaku “menunggangi” rent seeking atau kemurahan hati monopolistik monopolistic favours Breman Wiradi, 2004:192. Selain Bandar hajatan, hadirnya kelompok-kelompok gantangan Golongan, Rombol, Rombongan yang diketuai oleh elit terkaya di desa ini telah melahirkan struktur jaringan pertukaran yang baru dan memberi peluang pertukaran yang semakin besar volume dan jaringannya bagi lapisan atas hingga pada akhirnya makin memperkuat pengaruh dan kekuasaan mereka Ritzer, 2010:387

5.5. Dinamika Aktor Dalam Pertukaran Sosial Gantangan