5.6. Permodelan Komputasional Pertukaran Sosial Gantangan
Kita semua hidup dalam dua bidang sekaligus, ekonomi dan sosial. Kehidupan modern kapitalisme telah melahirkan kita ke dalam kondisi yang tidak memiliki
batas yang jelas diantara kedua bidang itu. Bidang ekonomi sering dikaitkan dengan aset lingkungan, yang dianggap sebagai modal alami yang memiliki kedua
kecenderungan yaitu terbatas dan rapuh. Sedangkan bidang sosial sering dikaitkan dengan setiap bentuk budaya dan kewajiban simbolis dalam bermasyarakat, yang
disebut juga sebagai modal sosial dimana didalamnya ekonomi bekerja ElMaraghy, 2011. Terjalinnya hubungan dari kedua bidang ini ternyata sering berhubungan
dengan perilaku irasionalitas sebagaimana dibahas dalam beberapa karya populer dari kehidupan sosial manusia modern Ariely, 2008
Ketika budaya tradisional Indonesia, seperti “nyumbang” dan “gantangan” ini mempraktekkan kecenderungan dan nilai-nilai yang sangat kuat untuk berbagi
OConnor, 2006:285-92, terutama mereka yang tinggal di daerah pedesaan, maka nilai ekspektasi ekonomi, sebagai konsekuensi dari hidup di era kapitalisme modern,
kadang-kadang bertentangan satu sama lain Situngkir, 2010. Nilai-nilai sosial untuk berbagi dalam masyarakat pedesaan Indonesia secara konvensional muncul dalam
kehidupan sosial yang relatif homogen. Berbagi harta secara tradisional adalah hal yang umum, misalnya untuk mencapai kepemilikan barang ekonomi yang sama.
Bahkan, ketika semua orang dalam desa itu berada dalam kemiskinan, sebuah fakta yang diperkenalkan oleh Geertz, C. 1963 sebagai berbagi kemiskinan.
Tradisi Gantangan itu sendiri merupakan praktek memberikan sebagian kekayaan dan harta untuk orang lain sebagai tindakan membantu orang lain.
Biasanya datang dari mereka yang memiliki status sosial dan ekonomi yang lebih baik. Dalam prakteknya, gantangan ini dilakukan pada momen-momen tertentu,
misalnya ketika ada perayaan atau pesta hajatan dalam pernikahan, khitanan, kelahiran, dan masih banyak lagi. Orang menyumbang dalam Gantangan memiliki
harapan bahwa orang lain akan membalas melakukan hal yang sama ketika mereka akan menggelar hajatan yang sama. Meskipun awalnya harapan sosial-ekonomi
dalam tradisi gantangan ini cenderung kurang, namun interaksi dari praktek-praktek tradisional kedalam kehidupan modern akan meningkatkan ekspektasi ekonomi
dalam praktek nyumbang ini Situngkir, 2009. Gantangan ini memiliki sebutan berbeda di setiap desa di Kabupaten Subang,
ada yang menyebutnya gintingan, narik, rombongan, golongan, rombol dan lain sebagainya. Ketika seseorang mengatur sebuah pesta, orang lain, baik itu kerabat
atau tetangga datang dengan membawa sejumlah setoran beras atau uang. Jumlah beras atau uang dipandang sebagai pinjaman dan kemudian menjadi semacam
utang dalam perspektif penyelenggara. Suatu hari, ketika orang yang menyetorkan
beras atau uang itu menyelenggarakan pesta hajatan, maka yang lain akan kembali dan memberikan beras dan uang dalam jumlah yang sama seperti yang telah ia terima
sebelumnya. Dengan demikian, gantangan menjadi semacam tabungan kredit bagi siapa saja anggota masyarakat. Itulah bidang ekonomi dari gantangan tersebut.
Tabel 15. Struktur Dasar Permodelan Pra Simulasi Komputasional
Perilaku Sosial Dinamika
Level Faktor
Harmoni Sosial Upacara-upacara upacara sebelum menanam padi, upacara ketika panen mapag
srimapag pare, upacara ruwat bumi, pesta laut atau ruwat laut, dan lain sebagainya. Frekuensi dan nilai ekonomis
Pertumbuhan ekonomi desa Sistem ketenagakerjaan desa
Pola kesenian desa Jumlah penyumbang dan besar
sumbangan agregat
Level Struktur
Perilaku Gotong Royong redistribusi pangan melalui lumbung padi dan resiprositas dalam tolong-menolong,
silih genten sistem pertukaran sosial dan ekonomi: gantangan sebagai konsepsi “pasar”
Nyumbangnyambungan Golongan cluster sosial: konsep
rombol, bandar hajatan, dll. Prosesi hajatan: Persiapan
Pelaksanaan Pasca Hajatan
Level Aktor
Mentalitas ingin terlihat baik Konsepsi tolong-menolong
Kelas-kelaskategori aktor dalam proses gantangan. Proposisi mikro-sosial:
• Orang atau keluarga dengan status sosial ekonomi lebih tinggi cenderung menyimpan beras maupun uang dalam jumlah lebih besar volume, lebih sering
hajatan dan lebih banyak orang. • Semakin tinggi status sosial-ekonomi kaya, berpengaruh, pejabatmemiliki
otoritas bapak hajat, akan cenderung mengadakan pesta hajatan yang semakin meriah
rame-rame, dengan
hiburan karena
tuntutan sosial
maupun pribadikeluarga.
• Semakin tinggi status sosial-ekonomi kaya, berpengaruh, pejabatmemiliki otoritas bapak hajat, akan cenderung mendatangkan tamu undangan yang lebih
banyak dan hasil gantangan yang lebih besar dari warga biasa. • Warga miskin dan tidak mampu semakin tersisih dalam pertukaran sosial
gantangan umum karena semakin kurang dipercaya untuk diberikan pinjaman dan ia juga tidak mampu untuk mengikuti gantangan khusus yang jumlah pertukarannya
cukup besar 50 kg berashajatan. Konsep “hajatan” =
keinginanharapan Ekspektasi sosial hayang kapuji,
hayang kasohor, hayang ditarima lingkungan, hayang katingali, loba
babaturan Ekspektasi ekonomi: “menyimpan”
nyimpen mayar sejumlah resources beras, uang, dsb. –
dicatat melalui Buku Catatan – silih bantu, ngarep untung lewihna,
nyimpen, itung-itung arisan, neangan modal, ngagolangkeun
simpenan, teu sampai potol.
Ekspektasi untuk kebutuhan domestik membangun rumah,
modal untuk usaha, dsb. Ekspektasi hiburan raramean
ngabring
Memodelkan ekspektasi sosial dan ekonomi yang melekat dalam gantangan, maka aktor anggota masyarakat dari berbagai kelas sosial-ekonomi memiliki
beberapa pilihan sikap, antara lain :
1. Pola C = = menyimpan beras dan uang lebih banyak daripada rata-rata orang
lain, dengan harapan untuk mendapatkan kembali kemudian dengan demikian, aktor ini memanfaatkan proses gantangan sebagai semacam investasi atau
menyimpan, 2. Pola B = = menyimpan dalam jumlah rata-rata atau standar atau minimum
beras dan atau uang dalam sebuah pesta, untuk hanya menjaga hubungan sosialnya dengan masyarakat lebih banyak dorongan sosial atau mengikuti
kebanyakan orang lain 3. Pola A = = tidak cocok atau abstain dengan gantangan atau proses hajatan
lainnya. Pilihan ini mungkin mengandung risiko mengesampingkan satu aspek yang lebih luas dari hubungan sosial dalam keluarga, lingkungan, atau bahkan
persahabatan.
Dari ketiga pilihan sikap tersebut, aktor bebas memilih apakah akan berpartisipasi atau tidak, dan partisipasi mereka akan menghasilkan hasil yang dapat
ditulis dalam matriks hasil sebagai berikut :
Payoff Matrix Situngkir Prasetyo, 2012
Aktor yang memainkan peran , akan menempatkan dirinya memiliki martabat sosial
yang lebih tinggi di dalam masyarakat setara dengan sejumlah beras dan uang
yang ia berikan sebagai imbalan untuk Aktor atau pemain yang lain, di mana,
. Sementara itu, Aktor yang bermain strategi hanya memberi sekedar untuk memenuhi atau menjaga hubungan sosial dalam masyarakat. Namun,
ada juga beberapa Aktor bermain strategi , semacam strategi oportunistik untuk
memperoleh keuntungan tanpa investasi sama sekali. Variabel
ini berkaitan dengan aspek lain tanpa memperhatikan ekspektasi ekonomi dari partisipasi dalam gantangan ini. Aktor dengan status sosial dan
ekonomi yang lebih tinggi cenderung memberikan lebih banyak beras atau uang. Mereka juga cenderung mengorganisir pesta hajatan menjadi lebih meriah dan
mengundang lebih banyak tamu. Dengan kondisi semacam itu, maka tingkat kepercayaan anggota masyarakat atau aktor lain terhadap penyelenggara hajat ini
menjadi lebih tinggi, karena mereka dipercaya memiliki kapasitas untuk memberikan balasan yang lebih. Orang-orang miskin pada akhirnya cenderung tereksklusi dari
proses gantangan ini akibat dari ketidakmampuan mereka memberi beras dan uang sebagai imbalan.
Berdasarkan matriks diatas, kita dapat melihat bahwa keseimbangan permainan akan tergantung pada nilai
dan termasuk dalam permainan. Semakin besar
akan mendorong permainan ke dalam posisi yang lebih kuat dan akan didominasi Aktor yang bermain strategi , dan nilai
yang lebih besar membuat posisi yang lebih kuat dari strategi .
Permodelan ini mencoba menunjukkan matriks pay-off di atas sebagai , dan merumuskan dinamika replikator-mutator deterministik dengan
menunjukkan frekuensi strategi
, ,
1 dimana kesesuaian strategi
2 dan average fitness dari keseluruhan populasi
3 dan probabilitas strategi
memiliki keturunan menggunakan strategi
, ,
dimana
, .
.
Gambar 40. Aktifitas replikator dinamika populasi dengan motif ekonomi , motif sosial , dan Aktor yang memilih untuk absentidak mengikuti pertukaran sosial Gantangan
Kita dapat menarik dinamika replikator-mutator dan mengetahui keadaan stasioner masing-masing untuk variasi sesuai dengan
dan seperti pada
gambar 1. Dari tiga strategi diatas, kita bisa melihat ada empat keadaan stasioner yang dihasilkan dari berbagai
dan , dan dua di antaranya mencerminkan
strategi murni didominasi dari dan . Fakta menarik yang bisa kita amati disini
adalah bentuk asimetris dari dan
seperti yang ditunjukkan dalam proses gantangan. Sebagai ruang ekonomi economic statusES memberikan harapan
yang lebih besar, secara ketat dapat mendominasi populasi, namun, harapan lebih besar untuk keuntungan di ruang sosial social statusSS masih sedikit
mengembalikan sejumlah kecil dari seluruh penduduk. Bahkan, ES dan SS asimetris dalam tren perkembangan proses gantangan
yang nampak jelas secara empiris. Disini muncul jenis komersialisasi dari tradisi gantangan sebagai proses yang akan menyertai sampai hari ini. Tradisi gantangan
hari ini telah menunjukkan cara bagaimana orang memanfaatkan budaya tradisional untuk mendapatkan sumber daya ekonomi. Selain itu, ada variasi gantangan di
beberapa desa tertentu di mana keanggotaan dari proses gantangan ini bersifat eksklusif
.
Karena fenomena ini, proses gantangan tidak lagi menjadi milik seluruh anggota masyarakatpopulasi, melainkan menjadi milik beberapa kelompok keluarga
di dalam masyarakat. Dengan demikian, dari tiga desa miskin yang diamati, rekonsiliasi ruang ekonomi dan sosial terjadi dengan didominasi untuk kepentingan
ekonomi, lebih dari sekadar aksentuasi motif sosial dan budaya dalam masyarakat. Tradisi gantangan telah berubah menjadi arisan yang anggotanya saling
berkontribusi dan secara bergantian mendapatkan keuntungan jumlah keseluruhan beras dan sejumlah uang dari penyelenggaraan pesta hajatan di pedesaan ini.
Gambar 41. Keseimbangan antara dorongan ekonomi dan sosial aktor gantangan dapat menjamin keberlanjutan pertukaran sosial ini
The Lotka-Volterra-like phase- map of the interacting social and economic spheres in evolutionarily harmonious
dynamics Situngkir Prasetyo, 2012
Sumberdaya sejumlah beras atau uang dapat berkontribusi dalam meningkatkan status sosial seseorang dalam proses gantangan. Tradisi nyumbang
dalam gantangan bisa dilihat sebagai cara mengorbankan sejumlah aset ekonomi demi status dalam ruang sosial Weibull, 1997. Dalam dunia sederhana di mana
ruang ekonomi tidak memberikan kontribusi secara sosial, status atau martabat sosial yang ada
menurun dalam proporsionalitas tertentu. Hal tersebut dapat ditulis secara matematis sebagai berikut :
4 Dalam kesederhanaan serupa, aset ekonomi
juga berkurang pada proporsionalitas tertentu untuk mendapatkan status sosial yang lebih tinggi :
5
Kedua persamaan 4 5 mengingatkan kita pada persamaan terkenal Lotka- Volterra, yaitu sebuah persamaan yang mengungkapkan interaksi antara predator dan
mangsa dalam sistem ekologis. Tidak adanya kekayaan ekonomi,
,
sulit untuk Aktor sosial bertahan hidup dalam lingkup sosial mereka, dan sebagai imbalannya
tanpa mempedulikan status sosial, aset ekonomi diasumsikan untuk peningkatan linier. Ruang interaksi ekonomi dan sosial secara dinamis akan mematuhi satu sama
lain, sebagaimana dapat kita lihat dalam pertukaran sosial gantangan ini. Menarik untuk melihat kedua ruang ini, seperti yang terlihat jelas dalam rekonsiliasi antara
ekspektasi ekonomi dan sosial. Solusi dari keduanya 4 dan 5 ditunjukkan pada gambar 2, dalam lanskap yang dibentuk oleh kecenderungan kolektif untuk ruang
sosial dan ekonomi masing-masing.
Gambar 42. Doronganmotif sosial yang terlalu kuat tanpa memperhatikan kemampuan pemenuhan kebutuhan ekonomi justru dapat merusak keberlanjutan
tradisi Gantangan The large tendency for social sphere regardless the ability to cope with
the economic estates may disrupt the tradition of “gantangan” Situngkir Prasetyo, 2012
Pada kasus ini, pertukaran gantangan yang cenderung bersifat sosial mungkin tidak cocok dalam proses evolusi masyarakat dan mungkin akan punah. Jadi, harus
ada semacam konvensi diantara penduduk di pedesaan ini untuk melestarikan pesta hajatan yang seharusnya tidak memperberat kehidupan ekonomi penduduk,
termasuk dalam proses pertukaran gantangan ini. Pertukaran sosial Gantangan saat ini dapat dipandang sebagai cara organik masyarakat di pedesaan Subang untuk
menginvestasikan sebagian kekayaan mereka dengan beberapa harapan untuk kembali dapat ditarik di masa depan. Fenomena ini mungkin semacam potret
rekonsiliasi antara bidang ekonomi dan sosial yang terjalin dalam masyarakat tradisional di Indonesia.
Model teori permainan yang digunakan untuk menganalisis interaksi sosial dalam gantangan menunjukkan bagaimana kecenderungan ekonomi tersebut
gantangan sebagai suatu kegiatan investasi dapat menyerang isi sosial dari motif tradisional untuk kepentingan kohesi sosial. Pandangan yang melihat gantangan
sebagai jenis investasi adalah evolusi fit dan menyerang kohesi sosial. Ini adalah kesempatan untuk meningkatkan kehidupan ekonomi di desa, sekaligus tetap
menjaga pandangan lokal dan tradisional di bidang sosial. Sehingga, meskipun selama ini ruang ekonomi dan ruang sosial dianggap bertentangan satu sama lain,
namun rekonsilisasi keduanya justru nampak jelas secara empiris dalam fenomena pertukaran sosial Gantangan ini. lebih dari itu, pola pertukaran semacam ini
sesungguhnya dapat diterapkan dalam tradisi-tradisi lain dengan beberapa konvensi tertentu yang tidak memberatkan sebagai senjata bagi kehidupan tradisional dalam
menghadapi kapitalisme modern.
BAB VI REFLEKSI TEORITIS
Berkaca dari teori pertukaran Peter M. Blau 1964 yang meletakkan tujuan sosiologi untuk mempelajari interaksi tatap muka sebagai landasan guna memahami
struktur sosial yang lebih luas Ritzer Goodman, 2010:368, maka demikian halnya penelitian ini berusaha memahami pertukaran sosial gantangan untuk
mendapatkan penjelasan tentang struktur sosial masyarakat pedesaan Subang kontemporer. Mula-mula penelitian ini berusaha mengkaji tentang motivasi dan
dorongan orang desa dalam proses-proses membangun hubungan sosial dengan sesamanya, baik yang termasuk dalam kategori keluargakerabat family maupun di
luar hubungan pertalian darah tersebut non-family. Mendalami hubungan sosial antar warga desa ini menjadi penting karena pada akhirnya nanti interaksi tersebut
akan mampu merefleksikan gejala-gejala sosial umum dalam masyarakat pedesaan itu sendiri, maupun masyarakat pada umumnya. Seperti apakah orang desa sudah
semakin berwatak komersil? Apakah gotong royong sudah benar-benar ditinggalkan? dan seterusnya.
Perkembangan mutakhir dari pertukaran sosial gantangan ini menunjukkan dan membuktikan hipotesa tersebut, yaitu pola-pola hubungan sosial telah semakin nyata
terkomersialisasi. Hal ini ternyata sejalan dengan arus transformasi sosial di bidang kehidupan lainnya, seperti makin meluasnya peranan pasar dalam kehidupan
ekonomi masyarakat desa, keterbukaan informasi, liberalisasi dalam tindak maupun gagasan yang makin meluas dan itu semua berhasil menyuburkan nilai-nilai
individualisme di tengah kehidupan masyarakat desa sekalipun. Dengan demikian, bayangan tentang desa yang penuh semangat solidaritas, kebersamaan, dan gotong-
royong perlahan-lahan makin bergeser pada semangat individualis, komersil dan kontraktual. Kondisi ini adalah konsekuensi logis dan sekaligus ekses dari berbagai
pola-pola pembangunan yang selama ini dianut dan diterapkan di pedesaan.