“…Bandar  ini  bisa  siapa  saja.  Anak  saya  juga  kalau  ada  yang hajat  dia  suka  jadi  bandar.  Kadang  rebutan  dengan  yang  lain,
jadi  nggak  harus  satu  bandarnya.  Orang  pasar  biasanya  punya “tangan  kanan”.  Seperti  anak  saya,  kalau  ada  yang  hajat  dia
datangi  “berasnya  untuk  saya  lah..”  “berapa?”  “saya  sekian, panjer  sekian..”  dia  mah  bukan  untuk  diri  sendiri,  kadang  dia
oper  juga  kepada  temannya  yang  lain…ya,  mencari  keuntungan sedikit lah…”
Kasus  keluarga  pak  Adul  ini  merupakan  sebuah  potret  keterhubungan antara  status  sosial,  jejaring  sosial,  kewajiban  sosial  dan  pilihan-pilihan
rasional  beserta  strategi  ekonomi  sebuah  rumah  tangga  menengah  ke  bawah dalam  sebuah  jaring  pertukaran  sosial  Gantangan.  Bagi  keluarga  Adul,
pertukaran  sosial  Gantangan  merupakan  kesempatan  untuk  mendapatkan sekedar  kelebihan  untuk  menutup  kebutuhan  ekonomi  keluarga  sekaligus
sebagai cara simbolis untuk menunjukkan prestise sebagai tokoh masyarakat yang meskipun secara ekonomi terbatas namun secara pengaruh masih cukup
mendapat tempat di tengah masyarakatnya.
5.5.3. Kelompok Gantangan Khusus Golongan
Bu  Warsih  44  tahun  tinggal  di  dusun  Awilarangan,  Desa Pasirmuncang  Kec. Cikaum Subang Tengah. Ia merupakan pendatang dari
Kadipaten,  Majalengka  dan  masuk  ke  Subang  sejak  tahun  1983.  perempuan lulusan SD ini adalah ketua rombol di Awilarangan sejak tahun 2005. Ia dan
sepupunya Ibu Manih Kadira dari Dusun Waladin adalah inisiator sekaligus orang  yang  mengkoordinir  para  anggota  kelompok  rombol  di  dusunnya
masing-masing  dan  melakukan  pertukaran  antara  kedua  dusun  tersebut. Selain kelompok rombol bu Warsih, kemungkinan juga ada kelompok rombol
lainnya. Menurut  Bu  Warsih,  di  dusun  Awilarangan  ini  terdapat  beberapa
“sistem pertukaran” barang dan uang yang mirip dalam penerapannya, tetapi
berbeda  dalam  sifat  keanggotaan  dan  besar  atau  volume  pertukarannya. Beberapa sistem pertukaran sosial tersebut antara lain gantangan, rombol dan
talitihan.  Pertama,  Gantangan  dalam  terminologi  dan  pemahaman
masyarakat  setempat  dipahami  sebagai  pertukaran  beras  dan  uang  yang dilakukan antar tetangga dan warga satu desa maupun luar desa ketika hajatan
dan  dilakukan  pencatatan,  baik  oleh  penyimpan  kaondang  maupun penerima  kahutangan.  Gantangan  ini  mulai  ramai  sejak  tahun  2000-an.
Minimum  simpanan  gantangan  adalah  Rp.  10.000,-  untuk  uang  dan  5  liter untuk  beras.  Jumlah  warga  yang  terlibat  dalam  gantangan  ini  kurang  lebih
300-an  orang  satu  dusun,  karena  memang  spiritnya  adalah  gotong  royong dan  saling  menolong.  Gantangan  ini  biasanya  dilakukan  ketika  hajatan
pernikahan dan khitanan. Kedua,  Talitihan,  yaitu  pertukaran beras dan uang serta barang-barang
lainnya  seperti  bumbu dapur,  minyak,  minuman  dalam kemasan, rokok, dan lain-lain  sebelum  hari  hajatan  H-3.  Biasanya  dilakukan  oleh  para  saudara
dan tetangga dekat. Terhadap berbagai barang yang disimpan juga dilakukan pencatatan  oleh  penerimabapak  hajat  yaitu  menjadi  hutang  bagi  mereka.
Jumlah atau besar talitihan sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak. Ketiga,  Rombol,  yaitu  pertukaran  beras  dan  uang  yang  dilakukan  oleh
sekelompok  ibu-ibu  dengan  diketuai  oleh  seorang  ketua  panitia.  Rombol  ini “mirip”  dengan  arisan  tetapi  menggunakan  sistem  “gantangan”,  sebab
penarikan  dan  penyimpanan  uangberas  dilakukan  ketika  hajatan.  Namun, untuk rombol tidak terbatas pada hajatan pernikahan atau khitanan, melainkan
juga  dapat  dilakukan  ketika  kebutuhan  mendesak,  seperti  pembangunan rumah, menggali sumur, dan lain sebagainya.
Menurut  penuturan  Bu  Warsih,  kelompok  rombol  ini  dimulai  tahun 2005  dengan  anggota  awal  21  orang  Ibu-Ibu.  Saat  ini,  anggota  rombol
bertambah  mencapai  50-an  orang.  Meskipun  anggota  dan  hasilnya  terlihat
“lebih kecil” dari gantangan, tetapi modal anggota rombol juga lebih sedikit, sebab ia tidak perlu memberi makan anggota lainnya, karena yang melakukan
penarikan  uang  dan  datang  ke  rumah  cukup  ketua  panitia  saja.  Anggota rombol  yang  menyelenggarakan  hajat  cukup  memberikan  “uang  sabun”
seikhlasnya kepada ketua panitia. Sehingga hasil narik rombol tersebut relatif “utuh” dan menguntungkan. Minimum simpanan Rombol adalah Rp. 20.000
untuk uang dan 5 liter untuk beras. Dengan  adanya  ketiga  sistem  pertukaran  tersebut,  maka  setiap  warga
boleh ikut menyimpan di ketiga sistem itu dan bahkan boleh untuk tidak ikut sama  sekali  dalam  tiga  sistem  pertukaran  sosial  tersebut.  tidak  ada  paksaan
untuk masuk, tetapi jika sudah masuk semua dipaksa untuk mematuhi aturan mainnya  membayar  tepat  waktu.  Tugas  seorang  panitia  seperti  bu  Warsih
ini  sangat  sentral  dalam  kelangsungan  kelompok  Rombol.  Sebab,  seorang panitia  adalah  orang  yang  paling  sibuk  ketika  ada  anggotanya  yang  ingin
menarik  simpanannya.  Tugas  yang  biasa  dikerjakan  oleh  Bu  Warsih  ketika ada  tetangganya  yang  hajatan  antara  lain  :  Menyebarkan  undangan  kepada
seluruh  anggota  bagi-bagi  sabun,  menarik  dan  mencatat  simpanan  setiap anggota,  menagih  kepada  anggota  yang  tidak  datangbelum  membayar.  Jika
yang  ditagih  belum  ada  uangberas,  panitia  biasanya  yang  menalangi  lebih dulu sampai yang ditagih memiliki uang. Mengantarkan pamulangberkat dari
bapak hajat kepada anggota lainnya. Sebagai kompensasi, Bu Warsih mendapatkan “uang sabun” dari bapak
hajat.  Besarnya  bervariatif.  Biasanya  jika  terkumpul  hasil  rombol  Rp. 700.000  –  Rp.  1.000.000,  bu  warsih  mendapat  Rp.  30.000,  jika  yang
terkumpul  lebih  kecil,    Rp.  500.000,  bu  warsih  biasanya  hanya  mendapat Rp.  15.000.  di  luar  “uang  sabun”,  terkadang  bapak  hajat  ada  yang  memberi
“uang  bensinojek”  Rp.  20.000-Rp.40.000.  Bu  Warsih  memiliki  penilaian sendiri terhadap Gantangan dan Rombol ini, yakni :
“…mendingan  gantangan  undangan  itu  berhenti  saja.  Rugi, banyak  modal  kaluar,  untungna  saeutik.  Tapi  lamun  Rombol,
bagusnya  diperbanyak  jumlah  anggotanya,  biar  dapetnya  juga lebih banyak…”
Tentu saja Bu Warsih memberikan penilaian yang lebih positif terhadap rombol,  sebab  ia  adalah  ketua  sekaligus  pelopor  dari  rombol  ini.  bersama
saudaranya  dari  dusun  lain  ia  membuka  jejaring  pertukaran.  Ia  berperan sebagai perwakilan anggota kelompoknya jika diperlukan hadir pada hajatan
warga  dusun  Awilarangan.  Secara  tidak  langsung  ia  juga  berusaha  menjaga kepercayaan  yang  diberikan  anggota  kelompoknya.  Terlebih  di  dusun  dan
desa tempat ia tinggal, ada beberapa kelompok rombol lain yang menerapkan pola  yang  sama.  Jika  saja  ia  tidak  jujur  atau  bertanggungjawab  terhadap
kelompoknya,  besar  kemungkinan  anggotanya  akan  keluar  atau  beralih kepada  kelompok  lainnya.  Namun,  dengan  terus  meningkatnya  jumlah
anggota  kelompoknya,  dari  21  menjadi  50  orang,  menunjukkan  Bu  Warsih cukup dipercaya untuk mengelola rombol. Menariknya lagi, rombol ini murni
dikelola  oleh  kelompok  perempuan  ibu-ibu,  dimana  selain  rombol  ini mereka juga memiliki berbagai perkumpulan lainnya seperti pengajian majlis
taklim, arisan, dan posyandu balita. Pola pertukaran sosial Gantangan yang dikelola dalam kelompok mirip
arisan  yang  lebih  besar  muncul  dalam  Golongan  di  Subang  Utara.  Salah seorang pelopornya adalah H. Abdul,  yang  membawa  masuk pola Golongan
Gantangan  khusus  ke  dusunnya  pada  tahun  2009  lalu.  Pada  saat  dimulai, anggota  kelompok  Golongan  ini  berjumlah  45  orang  dan  sampai  saat  ini
pertengahan  2012,  sudah  terdapat  13  Anggota  yang  narik  golongan. Menurutnya,  pola  golongan  ini  sangat  menguntungkan  karena  semuanya
diatur sedemikian rupa tidak memberatkan anggota, terutama soal waktu hajat frekuensi tiap musim dan jumlah simpanannya.
“..Sampai  sekarang  ini  yang  keluar  hajat  sudah  12  orang. Anggotanya 45 orang. Iya ini kayak arisan. Cuma jangan sampai
terbebani  masyarakat  ini,  misalnya  dikeluarkan  4-5  hajat  pasti berat, makanya dibatasin satu musim 2 orang saja. Sementara ini
masih  bisa  diatur.  Masih  sesuai  dengan  musyawarah  pertama. Peraturannya  disepakati,  misalnya  harus  beras  murni  bukan
beras  dolog,  lalu  ada  fee-nya  buat  panitia,  agar  bertanggung jawab. Saya juga nggak sendiri, dibantu satu orang…”
Lahirnya pola Golongan ini semula bertujuan untuk mengatasi berbagai kecurangan  yang  terjadi  dalam  telitian  umumnya,  misalnya  terkait  jumlah
simpanan yang tidak sesuai dengan catatan, jenis beras yang dibawah standar, dan  waktu  pengembalian  yang  sering  tertunda.  Selain  itu,  H.  Abdul  sendiri
sebagai  pelopor  juga  sudah  merasakan  keuntungan  dari  menjadi  anggota Golongan ini sebelumnya, yaitu di daerah Bayur, Karawang, tempat keluarga
istrinya berada. “..Sistem  golongan  ini  pertamanya  tahun  1998-an  saya  ikut
orang  Bayur,  Karawang,  tahun  2000  saya  hajat.  Nah  baru  tiga tahunan  ini  kita  mencoba  mengadakan  sendiri.  Maksudnya
jangan  sampai  orang  “dikibuli”.  Misalnya  ngasih  beras  bagus, kembalinya  beras  raskin.  Nah  gitu.  Sekarang  kalu  beras  nggak
diterima  sama  bandarbakul  ya  dikembaliin  lagi…  Supaya masyarakat  yang  kecil-kecil  yang  mau  hajat  itu  bisa  terbantu.
Soalnya pengembaliannya khan diatur
.
. Dengan menjadi ketua kelompok Golongan ini, kedudukan H.Abdul di
tengah  masyarakat  di  desanya  memang  semakin  tinggi.  Kesuksesan  sistem golongan ini membuat banyak warga lainnya ingin menjadi anggota, bahkan
jika  semua  diikutkan  bisa  mencapai  100  orang.  Akan  tetapi,  dengan pertimbangan  kesepakatan  yang  telah  dibuat  di  awal,  H.  Abdul  justru
menyarankan agar orang lain saja yang membuat kelompok baru, tapi dengan pola  yang  sama  dan  dengan  jumlah  beras  atau  barang  yang  dipertukarkan
lebih kecil, agar lebih banyak orang yang merasakan manfaatnya.
Orang lain mah sukses, bahkan ada yang mengadakan gula pasir, daging,  dan  lainnya  sesuai  kemampuan  lah.  Kalau  dikatakan
orang  sini  hajatan  itu  nggak  potol-lah  rugi-pen.  Ya  ada kelebihan, hiburan jangan mewah-mewah, hanya asal merayakan
saja. Sekarang beras harga Rp. 7000, trus dia dapat beras 2 ton 2 kw, udah berapa itu? Belum dari yang lain-lain.
Tabel 14. Dinamika Aktor Dalam Pertukaran Sosial Gantangan Contoh Kasus RT dari 3 Desa
No Nama
Pekerjaan Status
Ekonomi RT
Status Sosial RT
Keikutsertaan dalam
Pertukaran Gantangan
Alasan IkutTidak ikut Gantangan
Sikap terhadap Gantangan
Suami Istri
Suami Istri
Ya Tidak
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11 1
Sholeh Ida
PNS Pedagang  Menengah
Cukup Berpengaruh
X Memberatkan, gantangan
dianggap tidak lagi murni gotong royong, tidak ingin
memiliki beban hutang. Tidak ikut tetapi tidak
melarang. Jika ekonomi masyarakat tidak
beranjak tumbuh, maka hutang gantangan akan
semakin memberatkan
2 Rusdi
Ai Kadus
IRT Bawah
Berpengaruh, jaringan luas
X Bentuk tolong menolong
dan saling mendukung sesama warga masyarakat,
hitung-hitung dipinjami modal hajatan
Sangat menerima karena dianggap membantu
golongan miskin, khususnya untuk
mendapatkan pinjamanmodal.
3 Adul
Asmi Hansip
Buruh Tani
Bawah Berpengaruh,
jaringan luas, memiliki
anak yang berperan
sebagai Bandar hajat
X Bentuk lain dari gotong
royong, untuk menghindari kerugian, untuk bergaul
dengan masyarakat lain mengikuti tradisi
Mendukung, masyarakat harus rajin bergaul dan
menyimpan, sehingga hasil gantangannya
menguntungkan.
4 Abdul
Lilis Petani
IRT Atas
Bepengaruh, jaringan luas,
ketua Golongan
X Mendirikan Golongan
untuk menghindari kecurangan dalam telitian
gantangan, meniru sistem dari Karawang yang
dianggap menguntungkan Gantangan biasa tanpa
berkelompok dianggap merugikan karena
banyak kecurangan, lebih baik dengan sistem
golongan yang dapat diatur frekuensi hajat
dan jumlah simpanan
anggotanya lebih pasti 5
Nuridi Wacih
Pedagang  Pedagang  Menegah atas
Kurang berpengaruh
X Untuk investasi, hitung-
hitung tabungan untuk keperluan dimasa
mendatang Mendukung, sepanjang
saling jujur dan konsekuen
6 Darman
Warsih Buruh
Tani Buruh
Tani Menengah
bawah Jaringan
luas, ketua Rombol
X Untuk memenuhi
kebutuhan mendesak, bertanggung jawab sebagai
Pelopor Rombol gantangan dengan sistem mirip arisan
Leih baik pola Gantangan atau
kondangan yang tidak pasti kedatangan dan
jumlah simpanannya itu dihilangkan saja, diganti
sistem rombol arisan yang lebih terjadwal
7 Askim
Nur Sekdes
belum PNS
IRT Menengah
Berpengaruh, calon Kades
X Memberatkan, tidak mau
terlibat hutang piutang, melenceng dari asas
sukarela Kurang cocok untuk
orang yang pekerjaanpendapatannya
tidak pasti
8 Sarna
Mimih Kadus
Kantin Pabrik
Menengah Bepengaruh
X Menghitung kemampuan
ekonomi diri sendiri yang tidak pasti merasa tidak
mampu Tidak menolak atau
melarang, hanya saja kasihan pada warga yang
tidak bisa bayar hutang
9 Barjuk
Eti Sekdes
IRT Menengah
Berpengaruh X
Mengikuti tradisi atau kebiasaan dalam
masyarakat Sepanjang tidak
memberatkan bisa tetap dilanjutkandipelihara
agar masyarakat tetap guyub dan bersatu
10 Jujun
Karyati Pedagang  Menengah
Kurang berpengaruh
X Untuk simpanan, ajang
bergaul dan menolong sesama warga desa
Asalkan tidak terlalu sering, gantangan ini
menguntungkan
Sumber : Diolah dari hasil wawancara mendalam, 2012
5.6. Permodelan Komputasional Pertukaran Sosial Gantangan