Analisis Alternatif Pengaturan Hasil Menurut Jumlah Batang

5.5 Analisis Alternatif Pengaturan Hasil Menurut Jumlah Batang

Pengaturan hasil yang dibuat menggunakan metode jumlah batang berdasarkan riap. Riap yang digunakan adalah riap diameter rata-rata tahunan. Melalui riap tersebut, dapat diketahui waktu yang dibutuhkan bagi sejumlah pohon pada kelas diameter tertentu untuk pindah ke kelas diameter berikutnya, sehingga dapat ditentukan jumlah pohon per hektar yang boleh ditebang per tahun pada kelas diameter tertentu. Terkait hal tersebut, pengaturan hasil yang dibuat mulai dari kelas diameter 20 cm up, sebab sesuai kesepakatan selama ini baik jati maupun mahoni yang ditebang oleh petani adalah pohon berdiameter minimal 20 cm. Sehubungan dengan pemenuhan bahan baku industri, penetapan limit diameter ini kurang cocok bila industri tersebut adalah industri kayu pertukangan. Namun pada penerapannya, yang dapat memenuhi kebutuhan industri tersebut adalah pedagang pengumpul yang mensortir kayu berdasarkan sortimen dengan beberapa kriteria dimensi kayu berupa diameter dan panjang kayu. Melalui sortimen tersebut, pedagang pengumpul dapat menjual kayu pada industri-industri tertentu termasuk industri kayu pertukangan meubel untuk jenis sortimen yang memang memenuhi kriteria. Namun, tidak jarang pula pengumpul menjual sortimen kayu kepada pengrajin-pengrajin kayu yang tidak membutuhkan ukuran sortimen besar seperti kayu pertukangan. Berikut adalah dokumentasi terkait kayu-kayu yang ada di pedagang pengumpul dari berbagai kelas diameter. Gambar 6 Kayu-kayu hasil tebangan di pedagang pengumpul Kecamatan Baturetno. Berbagai macam ukuran sortimen tersebut didapat dari hasil tebang butuh yang dilakukan petani melalui pedagang perantara bakul. Oleh karena itu, berapa pun diameter pohon yang ditebang tetap saja laku bila dijual. Namun, hal ini justru membuat ketidakpastian jadwal dan volume produksi, sehingga berdampak pada ketidakpastian bahan baku industri. Melalui pengaturan hasil, diharapkan dapat menjadi suatu perbaikan manajemen, sehingga hutan rakyat dapat mengikuti budaya bisnis yang memerlukan pengaturan dan kepastian dalam pengelolaan. Berikut adalah alternatif pengaturan hasil menurut jumlah batang yang dibuat untuk jenis jati dan mahoni di lahan hutan rakyat Desa Sumberejo. Tabel 9 Alternatif pengaturan hasil menurut jumlah batang untuk jenis jati batanghath Parameter Kelas Diameter cm Jumlah I II III IV V VI 1.Riap diameter rata- rata tahunan cmth 2,31 1,41 0,81 0,66 0,41 - - 2.Kerapatan tegakan pohonha 2.468 803 197 17 8 1 3.494 3.Tegakan yang pindah ke kelas diameter berikutnya pohonhath 318 26 9 4 2 1 360 4.Tegakan yang boleh ditebang batanghath - - 17 5 2 1 25 5.Tebang tahun ke- frek. - - 13x1 62x1 116x1 - - 41x1 191x1 302x1 - - 471x1 - - 6.Tahun tebang - - 2012 2017 2022 - - 2015 2030 2041 - - 2058 - - Keterangan: I = 1-10 cm; II = 11-20 cm; III = 21-30 cm; IV = 31-40 cm; V = 41-50 cm; VI = 51-60 cm frek. = frekuensi tebang dalam sekali tebang tahun Dasar penentuan jumlah pohon yang boleh ditebang adalah riap, sebab penebangan harus sama dengan riap apabila ingin lestari. Selain itu pun harus mempertimbangkan jaminan pohon pengganti dari kelas diameter di bawahnya. Oleh karena itu, dilihat pada Tabel 9 hanya terdapat dua batang pohon yang boleh ditebang pada kelas diameter 41-50 cm. Hal ini karena memang stok yang tersedia pada kelas diameter tersebut hanya terdapat dua pohon dan penebangan dapat tergantikan oleh pohon yang pindah dari kelas diameter 31-40 cm. Sedangkan pada kolom jumlah terdapat sebanyak 25 batangha yang boleh ditebang, namun karena tidak tersedianya data tentang riap pada kelas diameter 51-60 cm, maka yang bisa ditebang saat keadaan normal yaitu saat penebangan dapat dilakukan tiap tahun ialah sebanyak 24 batangha. Pada kelas diameter 41-50 cm dengan stok awal terdapat delapan pohon, di tahun berikutnya menjadi enam pohon sebab dua pohon sudah pindah ke kelas diameter 51-60 cm. Tetapi, jumlah tersebut mendapat tambahan pohon yang pindah dari kelas diameter 31-40 cm yakni sebanyak empat pohon, sehingga menjadi sepuluh pohon. Sedangkan untuk penentuan jumlah pohon yang boleh ditebang pada kelas diameter 41-50 cm adalah sebanyak dua batang yang diperoleh dari pengurangan stok dengan jumlah stok awal agar lestari, yakni sepuluh pohon dikurangi delapan pohon. Sama halnya dengan kelas diameter 31- 40 cm dan 21-30 cm. Angka lima dan tujuh belas diperoleh dari pengurangan stok dengan stok awal. Namun, sejumlah pohon tersebut tidak memiliki waktu yang sama untuk dapat ditebang tiap satu tahun sekali. Seperti yang dapat dilihat pada parameter ke-5 di Tabel 9 bahwa terdapat angka 13x1 dan 41x1 pada kelas diameter 21-30 cm, angka 62x1 dan 191x1 pada kelas diameter 31-40 cm, serta angka 116x1, 302x1, dan 471x1 pada kelas diameter 41-50 cm. Angka-angka tersebut merupakan waktu yang dibutuhkan bagi pohon untuk tumbuh sesuai riap ke kelas diameter berikutnya jangka benah. Angka 13x1 pada kelas diameter 21-30 cm mengandung arti bahwa tebangan pertama yang petani lakukan di kelas diameter 21-30 cm sebanyak tujuh belas batang pohon per hektar adalah pada tahun ke-1 atau tahun 2012, sebab pengambilan data dilakukan pada tahun 2011 dan diposisikan tahun tersebut sebagai tahun ke-0. Untuk penebangan selanjutnya dengan jumlah yang sama, petani menebang pada tahun ke-4 tahun 2015. Mulai tahun tersebut 41x1 dan seterusnya, petani baru boleh menebang tiap satu tahun sekali dengan jumlah yang sama pula. Singkatnya, angka 3x1 berarti petani boleh menebang tiap tiga tahun sekali, dan angka 1x1 berarti petani boleh menebang tiap satu tahun sekali. Sama halnya dengan angka 62x1 dan 191x1 pada kelas diameter 31- 40 cm. Pada tahun ke-6, petani baru boleh menebang sebanyak lima batang pohon per hektar dengan frekuensi dua tahun sekali hingga tahun ke-18. Mulai tahun ke- 19 dan seterusnya petani baru boleh menebang tiap satu tahun sekali. Angka 116x1, 302x1, dan 471x1 pada kelas diameter 41-50 cm juga mengandung arti yang sama yakni petani baru boleh menebang pada tahun ke-11 dengan frekuensi enam tahun sekali hingga tahun ke-29. Tahun ke-30 hingga tahun ke-46 petani boleh menebang dengan frekuensi dua tahun sekali. Tahun ke-47 dan seterusnya barulah petani boleh menebang tiap satu tahun sekali. Lama jangka waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tebangan tiap satu tahun sekali merupakan aplikasi dari kecilnya riap. Semakin kecil riap maka akan semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk tumbuh. Visualisasi data ini selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5. Begitu pula pemahaman konsep alternatif pengaturan hasil menurut jumlah batang untuk jenis mahoni. Dengan riap yang lebih besar dibanding jati, waktu yang diperlukan bagi mahoni cenderung lebih singkat. Bila kondisi normal yang dapat dicapai jati adalah selama 47 tahun, maka mahoni hanya membutuhkan waktu 3 tahun untuk mencapainya. Alternatif pengaturan hasil untuk jenis mahoni dapat dilihat pada Tabel 10 yang selengkapnya dapat pula dilihat pada Lampiran 6. Tabel 10 Alternatif pengaturan hasil menurut jumlah batang untuk jenis mahoni batanghath Parameter Kelas Diameter cm Jumlah I II III IV V a. Riap diameter rata-rata tahunan cmth 1,52 2,05 2,44 2,28 - - b. Kerapatan tegakan pohonha 1.398 565 90 3 2 2.058 c. Tegakan yang pindah ke kelas diameter berikutnya pohon hath 251 62 2 1 0 316 d. Tegakan yang boleh ditebang batanghath - - 60 1 1 62 e. Tebang tahun ke-frek. - - 11x1 22x1 - - 31x1 - - f. Tahun tebang - - 2012 2013 - - 2014 - - Keterangan : I = 1-10 cm; II = 11-20 cm; III = 21-30 cm; IV = 31-40 cm; V = 41-50 cm frek. = frekuensi tebang dalam sekali tebang tahun Pada alternatif pengaturan hasil untuk jenis mahoni di atas hanya terdapat tiga kelas diameter yang boleh dilakukan penebangan, yaitu kelas diameter 21-30 cm, kelas diameter 31-40 cm, dan kelas diameter 41-50 cm. Dapat dilihat di Tabel 10 bahwa pada kelas diameter 31-40 cm, meskipun stok yang tersedia terdapat sebanyak tiga pohon, namun jumlah tersebut tidak dapat ditebang seluruhnya sebab pohon pengganti yang pindah dari kelas diameter 21-30 cm hanya sebanyak dua pohon, sehingga yang boleh ditebang hanyalah satu batang. Pada kelas diameter 41-50 cm tidak tersedia data riap, maka akumulasi jumlah tebangan pada kondisi normal hanyalah 61 batangha. Sedangkan untuk perhitungan selanjutnya yakni kelas diameter 21-30 cm, menggunakan konsep perhitungan yang sama dengan alternatif pengaturan hasil jenis jati sebelumnya sehingga diperoleh sebanyak 60 batangha yang boleh ditebang pada kelas diameter 21-30 cm. Tabel 9 dan Tabel 10 telah menginformasikan bahwa jumlah pohon yang boleh ditebang dengan satuan batang per hektar adalah sebanyak 24 batang untuk jenis jati dan sebanyak 61 batang untuk jenis mahoni. Sedangkan untuk satuan per petani telah tersaji pada Lampiran 7, yakni sebanyak 21 batang untuk jenis jati dan sebanyak 81 batang untuk jenis mahoni. Melalui jumlah tersebut pun dapat diketahui pendapatan yang akan diperoleh petani bila alternatif tersebut diterapkan seperti yang tersaji pada Tabel 11. Perbedaan banyaknya jumlah batang yang boleh ditebang antara satuan per hektar dan per petani dipengaruhi oleh faktor luas lahan baik tegalan maupun pekarangan yang dimiliki petani, sebab dalam mengkonversi satuan dari per hektar menjadi per petani memerlukan data luas lahan hutan rakyat milik responden seperti yang tertera pada Lampiran 8. Tabel 11 Perbandingan produksi dan pendapatan pengaturan hasil saat kini terhadap alternatifnya A Jumlah tebangan per tahun batangth Jenis pohon Pengaturan hasil menurut jumlah batang Realisasi pengaturan hasil saat kini Per Hektar Per Petani Rata-rata Min Max Jati 24 21 19 15 25 Mahoni 61 81 15 8 30 B Harga tegakan rata-rata per batang Rpbatang Jati 640.000 219.000 Mahoni C Pendapatan per petani RpKKth Jenis pohon Pengaturan hasil menurut jumlah batang Realisasi pengaturan hasil saat kini Per Hektar Per Petani Rata-rata Min Max Jati 15.360.000 13.440.000 12.160.000 9.600.000 16.000.000 Mahoni 13.359.000 17.739.000 3.285.000 1.752.000 6.570.000 D Rata-rata kebutuhan petani per tahun Rp KKth 13.037.788 Kete rangan: = Rekapitulasi dari perhitungan Lampiran 7 = Rekapitulasi dari perhitungan Lampiran 4 = Rekapitulasi dari perhitungan Lampiran 9 = Hasil olahan data Mulyani 2012 Pada Tabel 11, diketahui bahwa rata-rata kebutuhan petani per tahun dapat terpenuhi bila alternatif pengaturan hasil ini diterapkan. Berdasarkan hasil olahan data Mulyani 2012, kebutuhan tersebut merupakan hasil rata-rata kebutuhan dalam setahun yang mencakup kebutuhan sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, insidental, tabungan, pajak lahan per tahun, dan lain-lain. Kebutuhan tersebut dapat terpenuhi melalui penebangan jenis mahoni yang sudah dapat diterapkan mulai tahun 2014. Meski kebutuhan ini dapat terpenuhi hanya dengan melakukan penebangan jenis jati, namun petani membutuhkan waktu selama 47 tahun untuk bisa menerapkannya. Bila diasumsikan tidak terjadi suatu hal yang dapat merubah kondisi tegakan saat ini, maka sangat dimungkinkan yang akan menikmati hasil tersebut adalah anak cucunya. Pada realisasinya, rata-rata produksi kayu per petani selama tujuh tahun terakhir menunjukkan bahwa tebangan sebesar Rp 15.455.000,- hasil penjumlahan dari rata-rata pendapatan per petani jenis jati dan mahoni pada realisasi produksi kayu per petani telah melebihi rata-rata kebutuhan petani per tahun. Hal ini dimungkinkan terdapat suatu keperluan atau biaya tak terduga yang harus dipenuhi, sehingga harus melebihkan tebangan senilai dua juta rupiah. Sedangkan realisasi tebangan minimum dan maksimum yang dilakukan selama tujuh tahun terakhir, sebagaimana penjelasan sebelumnya bahwa hal tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor kebutuhan mendesak dari masing-masing petani.

5.6 Kendala dan Alternatif Solusi Sosial Penerapan Pengaturan Hasil