Pengaturan Kelestarian Hasil Saat Kini

Desa Sumberejo ini. Berikut adalah beberapa umur pohon mahoni yang termasuk dalam kelas diameter tertentu. Tabel 8 Umur dan riap diameter rata-rata tahunan jenis mahoni per kelas diameter Mahoni Kelas Diameter cm Sebaran diameter cm 1-10 11-20 21-30 31-40 41-50 Umur tahun 2 4 6 8 10 12 14 16 20 Riap diameter rata-rata tahunan cmth 1,52 2,05 2,44 2,28 - Umur 20 tahun yang disebutkan oleh Mulyono tidak dapat ditunjukkan oleh tabel di atas karena berdasarkan data di lapang, umur mahoni yang paling tua adalah umur 20 tahun. Sedangkan dalam perhitungan riap, umur tersebut digunakan untuk memperoleh riap pada kelas diameter di bawahnya. Bila ingin diperoleh riap pada kelas diameter 41-50 cm, maka diperlukan data umur di atasnya seperti umur 22 tahun atau 24 tahun dan seterusnya. Oleh karena itu, pada tabel tidak tertera riap untuk kelas diameter 41-50 cm. Begitu pula pada riap di kelas diameter akhir pada jenis jati sebelumnya di Tabel 7. Pengolahan perhitungan riap berdasarkan hasil survei di lapangan dapat dilihat selengkapnya pada Lampiran 3.

5.4 Pengaturan Kelestarian Hasil Saat Kini

Dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari, secara umum masyarakat akan mencukupinya mulai dari hasil tanaman semusim palawija, batu galian gamping, ternak, dan menebang kayu. Penebangan pohon dilakukan berdasarkan kesepakatan pengaturan limit keliling tebang minimal 60 cm atau setara dengan diameter 20 cm yang telah disepakati sejak dibentuknya kelompok tani atas dasar kesadaran warga terhadap kelestarian hutan. Pada saat itu, juga terdapat salah satu penyuluhan yang disampaikan oleh Penyuluh Kehutanan Lapangan PKL bahwa paling tidak penebangan dilakukan minimal keliling 60 cm. Kesepakatan ini bersifat lisan dan difasilitasi oleh kelompok tani serta dibuat atas pertimbangan bahwa pohon yang memiliki keliling 60 cm sudah dapat dijadikan bahan untuk membuat bangunan. Limit ini diterapkan setiap kali petani ingin menebang pohon. Selain itu, keputusan menebang diserahkan kepada masing-masing pemilik lahan hutan rakyat yang hingga kini masih tetap dipatuhi dan dipertahankan hingga ke tingkat desa. Pohon berdiameter 20 cm up dapat ditebang habis untuk setiap kali tebang butuh sesuai kebutuhan dan keputusan masing-masing pemilik lahan. Sedangkan pohon berdiameter di bawahnya, tidak dapat dan tidak pernah ditebang kecuali bila pohon tersebut rusak, buruk, atau mati yang akan digunakan untuk keperluan kayu bakar. Pengecualian lainnya adalah bila petani ingin mengganti tegakannya dengan jenis pohon yang lebih menguntungkan dari segi ekonomi. Misalnya, mengganti tegakan mahoni dengan jenis jati yang memiliki harga jual tinggi atau dengan jenis sengon yang memiliki daur singkat. Penebangannya dilakukan secara bertahap, misal petani A memiliki lahan seluas dua hektar. Dari lahan seluas dua hektar tersebut, ditebang habis seperempat bagiannya di tahun ini, seperempat bagian lagi di tahun depan, dan begitu untuk seterusnya. Namun hal tersebut perlu dikondisikan pula dengan keuangan petani, karena penggantian jenis tanaman ini membutuhkan dana yang tidak sedikit untuk membeli bibit ke persemaian di Wonogiri. Harga per polybag sekitar Rp 1.000,- untuk jenis jati dengan tinggi bibit setengah meter. Sedangkan untuk jenis sengon seharga Rp 2.000,- per polybag dengan tinggi bibit satu meter. Selain itu, juga harus dikondisikan dengan SDM yang dimiliki untuk membuat lubang-lubang tanaman. Penanaman ini tergantung pada keinginan dari masing-masing pemilik lahan dan ditujukan agar tersedia pohon siap tebang di bagian lahan lainnya yang dapat dijadikan simpanan untuk pemenuhan kebutuhan di kemudian hari. Simpanan lainnya dapat berupa ternak yang dibeli dari hasil tebang habis tersebut. Tingkat kepatuhan yang tinggi ditunjukkan dari konsistensi petani terhadap limit diameter. Oleh sebab itu, petani telah dapat menikmati hasilnya berupa sumber mata air yang selalu terjaga bahkan semakin bertambah, tidak ada kejadian bencana alam tanah longsor, banjir, dan erosi, serta tercipta hutan yang dapat memberikan tambahan pendapatan keluarga. Keadaan ini pun terus berlangsung hingga tercapainya sertifikasi dan berlanjut sampai dengan saat ini. Pada tahun 2007 dikeluarkan aturan mengenai limit diameter tebang dari bupati, yaitu minimal 30 cm untuk penebangan kayu di hutan rakyat. Namun, petani di Desa Sumberejo tidak menerapkan aturan tersebut karena dirasa memberatkan. Petani beranggapan bahwa kayu yang ada adalah milik petani, oleh sebab itu petani kurang berkenan bila ada campur tangan pihak luar yang membatas pohon pad dengan b persediaan Di sisi lain saja bulan membuat memenuhi Berikut ad Sumberejo Gambar 5 Pa banyak ya pada sub dibanding pohon ya memenuhi Gambar 5 jenis jati. memenuhi dalam ju si haknya. H da kelas di bertambahny n pohon ke n, kebutuha n ini meneba petani keb i kebutuhan dalah grafik o sejak awa 5 Realisasi tahun 200 ada Gambar ang meneba bab sebelu g mahoni. D ang dipanen i kekurang yang menu Pada tahun i keperluan umlah bany Hal ini juga iameter bes ya kelas las diamete an mendesa ang dan bul eratan kare nnya dalam k yang men al sertifikasi produksi k 04 sampai t r 5 dapat dik ang jenis ja umnya, hal Di sisi lain, n sangat te gan kebutuh unjukkan pe -tahun terse n rumah tan yak. Namu dirasakan m sar terbatas, diameter er besar sia ak petani da lan depan k ena memang jumlah cuk nampilkan d hingga tahu kayu hutan ahun 2011. ketahui bah ati dibandin ini dikaren dalam mem ergantung p han dana t eningkatan d ebut, petani ngganya, se un, peneb memberatka , riapnya p sehingga t ap tebang apat tiba kap kembali men g tidak ters kup banyak data produk un 2011. rakyat bat hwa rata-rat ng mahoni. nakan harga menuhi keb pada jumla tersebut. H di tahun 200 i membutuh ehingga pet angan ini an karena di pun makin m tidak dapa dalam wak pan pun tan nebang. Kon sedia dana selain dari ksi kayu hu tang sejak a petani di Seperti yan a jual jati y utuhan dan ah yang di Hal ini dapa 04 dan 2007 hkan dana y ani melaku dilakukan i satu sisi ju menurun se at menyed ktu yang sin npa terduga. ndisi inilah lain yang menebang utan rakyat k awal serti Desa Sumb ng telah dib yang lebih t na petani, ju ibutuhkan u at diamati 7 terutama u yang tinggi u ukan peneba n dengan 52 umlah eiring diakan ngkat. . Bisa yang dapat kayu. Desa fikasi berejo bahas tinggi umlah untuk pada untuk untuk angan tetap berkomitmen terhadap limit diameter minimal 20 cm yang telah menjadi kesepakatan bersama. Kekurangan dana pada tahun 2008 hingga tahun 2011 dipenuhi dari jumlah tebangan yang lebih sedikit dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan terdapat tiga kemungkinan kondisi yang ada, yaitu 1 Sumber pendapatan di luar hutan rakyat semakin besar sehingga pemenuhan tebangan kayu hutan rakyat bisa lebih kecil dari tahun-tahun sebelumnya, 2 Kebutuhan rumah tangga memang lebih rendah dari tahun-tahun sebelumnya, 3 Potensi pohon yang dapat dipanen berdiameter 20 cm up memang sedikit, sehingga mungkin tidak cukup untuk memenuhi kekurangan kebutuhan dana tersebut. Kondisi pertama memiliki kemungkinan yang besar untuk terjadi. Bila demikian, maka hutan rakyat dapat terjaga kelestariannya. Kondisi kedua memiliki kemungkinan yang kecil untuk terjadi, sebab kebutuhan rumah tangga cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Sedangkan kondisi ketiga memiliki kemungkinan yang juga cukup besar. Namun apabila kondisi ini yang terjadi, maka penebangan akan melebihi riap, meski petani mematuhi limit diameter tebang minimal 20 cm. Selain itu, melalui realisasi produksi kayu yang telah ditebang sejak awal sertifikasi dapat diketahui bahwa tidak banyak peranan yang dilakukan FKPS dalam pengelolaan hutan rakyat. Tidak ada aturan yang dikerahkan mengenai pembatasan tebangan demi kelestarian. Hal ini memang FKPS sendiri membebaskannya kepada petani untuk melakukan tebangan kapan pun dan dalam jumlah berapa pun untuk memenuhi kebutuhan asal tidak melebihi batas limit diameter yang telah disepakati. Di sisi lain, FKPS tidak dapat menjamin ketersediaan dana pengganti tebangan pohon saat kebutuhan mendesak tiba. Kondisi seperti inilah yang menjadi kelemahan dalam sistem pengelolaan hutan rakyat di Desa Sumberejo, sebab apabila dibiarkan terus menerus dengan kebutuhan petani yang juga akan terus ada, maka dikhawatirkan suatu kelestarian tidak dapat tercapai sebagaimana mestinya. Untuk itu, perlu adanya suatu perbaikan manajemen dalam pengelolaannya terkait hal kelembagaan agar dapat lebih terarah pada kelestarian.

5.5 Analisis Alternatif Pengaturan Hasil Menurut Jumlah Batang