dengan cara pemanfaatan suatu ruang tumbuh baik vertikal maupun horizontal dalam bentuk penanaman campuran lebih dari satu jenis.
Sedangkan Rahmawaty 2004, diacu dalam Hudiyani 2010 menyebutkan tiga pola hutan rakyat yang dikenal dalam pengembangan hutan
rakyat, sebagai berikut: 1.
Pola swadaya, hutan rakyat yang dibangun oleh kelompok atau perorangan dengan kemampuan modal dan tenaga dari kelompok atau perorangan itu
sendiri. Melalui pola ini masyarakat didorong agar mau dan mampu melaksanakan pembuatan hutan rakyat secara swadaya dengan bimbingan
teknis kehutanan. 2.
Pola subsidi, hutan rakyat yang dibangun melalui subsidi atau bantuan sebagian atau keseluruhan biaya melalui Inpres Penghijauan, Padat Karya,
atau bantuan lainnya atau dari pihak lain yang peduli terhadap pembangunan hutan rakyat.
3. Pola kemitraan Kredit Usaha Hutan Rakyat, hutan rakyat yang dibangun atas
kerjasama masyarakat dan perusahaan dengan insentif permodalan berupa kredit kepada masyarakat dengan bunga ringan. Dasar pertimbangan
kerjasama ini adalah pihak perusahaan memerlukan bahan baku dan masyarakat memberikan bantuan secara penuh melalui perencanaan sampai
dengan membagi hasil usaha secara bijaksana sesuai kesepakatan antara perusahaan dengan masyarakat.
2.2 Teknik Pengelolaan Hutan Rakyat
Pengelolaan hutan rakyat merupakan bagian dari keseluruhan aktivitas keseharian penduduk atau petani hutan rakyat. Silvikultur tradisional yang
berkembang di kawasan Pegunungan Kapur Selatan menurut Awang et al. 2001 diacu dalam Ma’rufi 2007, diklasifikasi menjadi beberapa pekerjaan, sebagai
berikut: 1.
Pemilihan jenis tanaman kehutanan yang akan ditanam. Pada kegiatan ini, dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah kesesuaian lahan, riap
pertumbuhan, ketersediaan tenaga kerja, harga jual kayu yang dihasilkan, dan kemudahan pemeliharaan. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh
Forum Komunikasi Kehutanan Masyarakat FKKM tahun 2001, pada
wilayah Pegunungan Kapur Selatan yang tercantum dalam Buku Gurat Hutan Rakyat di Kapur Selatan, dapat diketahui tiga jenis kayu yang banyak ditanam
oleh masyarakat, yaitu: jati, akasia, dan mahoni. 2.
Persiapan lahan. Kegiatan ini dilakukan pada saat pertama kali membangun hutan rakyat dengan membuat teras bangku pada lahan yang miring.
3. Penanaman. Pada awalnya masyarakat menanam di sela-sela batu, sehingga
tidak ada jarak tanam. Seiring dengan berkembangnya waktu dan bertambahnya pengetahuan masyarakat tentang tanaman keras, maka
masyarakat melakukan penanaman dengan memperhatikan jarak tanam dan penanaman sesuai kontur.
4. Pemeliharaan tanaman berkayu. Pemeliharaan ini biasanya dilakukan pada
tanaman yang masih muda dengan melakukan kegiatan pendangiran tanah dan terkadang disertai juga dengan pemagaran sederhana.
5. Perlindungan terhadap tanaman berkayu. Kegiatan perlindungan tanaman
hutan yang biasa dilakukan masyarakat terhadap gangguan ternak dengan cara melarang penggembalaan ternak di areal hutan milik orang lain.
6. Penebangan. Penebangan biasanya dilakukan dengan sistem tebang pilih,
sejumlah pohon yang ditebang tersebar dan tidak mengelompok dalam satu tempat, tergantung diameter dan kemudahan dalam pengangkutan. Kegiatan
penebangan yang dilakukan oleh masyarakat pada umumnya dilakukan tidak dengan teresan kecuali untuk memenuhi kebutuhan sendiri.
Dalam masyarakat, kegiatan teknis pengelolaan hutan rakyat biasanya dilakukan sendiri oleh pemilik lahan tingkat keluarga. Oleh karena itu, pada
umumnya hutan rakyat tidak mengelompok pada suatu areal tertentu tetapi tersebar berdasarkan letak, luas kepemilikan lahan, dan keragaman pola usaha
tani. Pengelolaan hutan rakyat yang dilakukan sendiri oleh pemilik hutan rakyat menyebabkan segala sesuatu yang berkaitan dengan pengelolaan hutan rakyat
ditentukan oleh kebijakan masing-masing pemilik hutan rakyat Ma’rufi 2007.
2.3 Pengaturan Hasil Hutan Rakyat