Unit Kelestarian Hutan Rakyat

semakin tua semakin menurun sampai akhirnya berhenti. Hutan tanaman biasanya pertumbuhan diameter mengikuti grafik berbentuk huruf ”S” sigmoid karena pada mulanya tumbuh agak lambat kemudian cepat lalu menurun. Lambatnya pertumbuhan diameter pada waktu muda disebabkan tanaman hutan ditanam rapat untuk menghindari percabangan yang berlebihan dan penjarangan yang belum memberi hasil tending thinning. Prodan 1968 membedakan riap menjadi tiga, sebagai berikut: 1. Riap Tahunan Berjalan Current Annual Increment, CAI, riap dalam satu tahun berjalan. 2. Riap Periodik Periodic Increment, PAI, riap dalam satu waktu periode tertentu. 3. Riap Rata-Rata Tahunan Mean Annual Increment, MAI, riap rata-rata per tahun yang terjadi sampai periode waktu tertentu.

2.5 Unit Kelestarian Hutan Rakyat

Kelestarian hutan mengandung makna kelestarian dalam hal keberadaan wujud biofisik hutan, produktivitas hutan, dan fungsi-fungsi ekosistem hutan yang terbentuk akibat terjadinya interaksi antar komponen ekosistem hutan dengan komponen lingkungannya Suhendang 2004. Disebutkan oleh Awang et al. 2005 bahwa manajemen kelestarian hutan adalah manajemen suatu kelestarian untuk menghasilkan produksi secara kontinu lestari dengan tujuan pencapaian keseimbangan antara pertumbuhan dan pemungutan hasil hasil produksi setiap tahun atau periode tertentu. Sedangkan tujuan manajemen hutan rakyat adalah untuk mencapai kelestarian pengelolaan hutan rakyat yang dilakukan oleh masyarakat pemilik lahan hutan rakyat untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Untuk mencapai kelestarian hutan rakyat tersebut, Awang et al. 2005 menyatakan diperlukannya suatu unit kelestarian hutan rakyat yang menentukan unit kelestarian hasil hutan rakyat. Unit tersebut berfungsi sebagai unit pengelolaan yang mempunyai kewajiban mengelola hasil hutan rakyat untuk memperoleh keuntungan ekonomis dan ekologis dengan melaksanakan kegiatan yang berkesinambungan untuk mencapai kelestarian hutan rakyat. Unit kelestarian hutan rakyat dipengaruhi secara langsung oleh kondisi hutan rakyat itu sendiri dan juga oleh faktor dari luar hutan rakyat. Departemen Kehutanan 2001, diacu dalam Supratman dan Alam 2009 menyatakan bahwa unit manajemen dalam konsep hutan kemasyarakatan adalah wilayah pengelolaan hutan kemasyarakatan yang ditetapkan berdasarkan pertimbangan ketergantungan masyarakat setempat terhadap kawasan hutan di sekitarnya dan potensi hutan yang dapat dikelola oleh masyarakat setempat. Wilayah pengelolaan ini terdiri atas sejumlah unit-unit lokasi sebagai unit usaha yang dikelola oleh kelompok masyarakat. Davis 1966, diacu dalam Supratman dan Alam 2009 mendefinisikan unit manajemen hutan atau unit kelestarian hasil adalah suatu unit pengelolaan untuk menghasilkan produksi hasil hutan secara lestari dengan tujuan pencapaian keseimbangan antara pertumbuhan dan pemungutan hasil setiap tahun atau setiap periode tertentu. Unit manajemen dalam pengertian ini berfokus pada pengelolaan unit-unit tegakan untuk menghasilkan kayu secara lestari. Sedangkan Mosher 1986, diacu dalam Supratman dan Alam 2009 memandang unit manajemen dari sisi wilayah pelayanan adalah keterkaitan unit-unit usahatani dari suatu wilayah dengan wilayah lain dalam hal penyediaan pelayanan pasar hasil usahatani dan pasar faktor-faktor produksi serta pelayanan lainnya yang terkait dengan usahatani. Konsep lokalitas usahatani dan distrik usahatani yang dikemukaan oleh Mosher adalah konsep unit manajemen dengan fokus pada wilayah pelayanan. Dalam hal ini, suatu unit manajemen dibangun berdasarkan hubungan-hubungan fungsional antara satu wilayah desa dengan pusat-pusat pelayanan di wilayah lainnya yang menyediakan fasilitas-fasilitas usahatani dan pasar produksi usahatani. Berdasarkan pengalaman pengelolaan hutan rakyat di Desa Kedungkeris, Kecamatan Nglipar, Kabupaten Gunung Kidul, Awang et al. 2005 menguraikan dan menjelaskan tahapan-tahapan yang dilakukan untuk membangun unit manajemen hutan rakyat, sebagai berikut: 1. Pemetaan partisipatif kawasan hutan rakyat Pemetaan partisipatif merupakan kegiatan pemetaan yang dilakukan secara partisipatif oleh masyarakat pemilik lahan hutan rakyat dan pihak pendamping. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mengetahui luas dan batas kepemilikan hutan rakyat untuk mewujudkan kelestarian hasil hutan rakyat. Sasaran dari kegiatan pemetaan ini adalah lahan hutan rakyat yang dimiliki oleh masyarakat. Pengertian lahan hutan rakyat adalah jenis penggunaan lahan yang biasa ditanami dengan jenis tanaman berkayu, yaitu berupa pekarangan, tegalan, dan alas. 2. Inventarisasi tegakan hutan rakyat Tujuan inventarisasi ini adalah untuk mengetahui potensi kayu hutan rakyat yang dikelola oleh masyarakat. Potensi hutan rakyat ini berupa jenis pohon, jumlah pohon, dan volume kayu. Dengan mengetahui potensi hutan rakyat tersebut, maka dapat menjadi pedoman untuk melakukan pengaturan hasil kayu hutan rakyat, agar dapat mewujudkan hutan rakyat lestari. Dan untuk selanjutnya, inventarisasi juga akan dikembangkan untuk inventarisasi hasil hutan rakyat non kayu. 3. Perencanaan pengaturan hasil hutan rakyat kayu Tujuan pengaturan hasil hutan rakyat adalah untuk menghitung hasil tebangan kayu per tahun, agar hutan rakyat menjadi lestari. Hasil tebangan dapat dinyatakan dalam volume kayu m 3 tahun dan jumlah pohon pohontahun. Perhitungan hasil tebangan tahunan didasarkan pada potensi hutan rakyat yang diperoleh dari kegiatan inventarisasi. Perencanaan pemanenan hasil hutan rakyat berdasarkan waktu dan tempat, selanjutnya dikembangkan berdasarkan pada tebang pilih dengan kriteria pohon yang siap tebang. 4. Model kelembagaan pendukung untuk pengelolaan hutan rakyat lestari Kegiatan yang dilakukan adalah fasilitas untuk mendukung penguatan kelembagaan, pelatihan pendukung pengelolaan hutan rakyat, pelatihan untuk meningkatkan keterampilan seperti pengolahan hasil pertanian, pengawetan pakan ternak, pembuatan pupuk organik, kerajinan kayu, dan lain-lain. Sedangkan menurut Mashudi 2010 selaku Humas Unit III Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten, pembentukan unit pengelolaan hutan rakyat lestari dan penyusunan rencana pengelolaannya dilakukan melalui tahapan kegiatan, sebagai berikut: 1. Sosialisasi program pengembangan hutan rakyat lestari kepada petani atau kelompok petani hutan rakyat. Sosialisasi merupakan tahapan penjelasan program kepada para pihak yang akan melakukan kerjasama, atau pihak-pihak yang terkait dalam proses pengembangan hutan rakyat lestari. Sosialisasi dilakukan kepada Dinas Kehutanan PropinsiKabupatenKota, Pemerintah Desa, masyarakat, dan pihak-pihak yang diharapkan akan mendukung kegiatan ini, dengan tujuan terbentuknya pemahaman para pihak terhadap kegiatan pengembangan hutan rakyat lestari. 2. Koordinasi kegiatan dengan stakeholder. Koordinasi dengan stakeholder Pemerintah Daerah Kabupaten, Kecamatan, Desa dilakukan dalam rangka membangun kesepahaman dan kesepakatan dengan stakeholder dalam rangka pengembangan hutan rakyat. Kesepahaman dan kesepakatan tersebut dapat dituangkan dalam Nota Kepahaman Memorandum of Understanding − MoU. 3. Pembentukan kelompok tani hutan rakyat sebagai lembaga pengelola hutan rakyat. Petani hutan rakyat yang bersedia dan sanggup untuk bergabung dan terlibat dalam kegiatan pengembangan hutan rakyat lestari dikelompokkan berdasarkan wilayah pangkuan dusun atau desa ke dalam suatu Kelompok Tani Hutan Rakyat KTHR yang merupakan suatu unit kelestarian dan akan membentuk suatu unit pengelolaan hutan rakyat lestari. 4. Pendataan persil dan pemetaan serta pembagian wilayah pengelolaan dengan memanfaatkan batas persil tanah masyarakat. Pendataan persil adalah kegiatan inventarisasi lahan milik masyarakat yang telah terdaftar sebagai anggota KTHR. Pendataan dilakukan secara bersama antara pemilik lahan dengan Petugas Perum Perhutani atau fasilitator. Dalam terminologi perencanaan hutan dalam kawasan persil setara dengan petakanak petak. Data yang dihimpun dalam kegiatan ini, meliputi: nama pemilik persil, alamat, luas, status kepemilikan tanah, dan No SPPT. 5. Penataan unit pengelolaan hutan rakyat lestari. Prasyarat yang diperlukan untuk pembentukan unit manajemen hutan rakyat lestari selain pembentukan kelompok tani hutan rakyat KTHR adalah kegiatan penataan kawasan unit pengelolaan untuk mendapatkan data yang definitif. Penataan unit pengelolaan hutan rakyat lestari merupakan kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk database penyusunan rencana pengelolaan hutan rakyat lestari, sebagai berikut: a. Penandaan batas persil Kegiatan ini dilakukan untuk mempermudah proses inventarisasi maupun monitoring dan evaluasi, diperlukan penandaan batas berupa patok bambu. Kegiatan ini tidak bersifat mengikat, namun dilakukan secara kesepakatan dengan semua anggota KTHR. b. Pengukuran dan perpetaan Tahapan berikutnya setelah pendataan dan penandaan persil adalah pengukuran dan perpetaan. Pengukuran dan perpetaan menggunakan alat Global Position System GPS. Proses ini dilakukan secara bersama antara pemilik lahan dengan Perum Perhutani. Untuk memperoleh tingkat keterampilan yang memadai, maka fasilitator dan masyarakat sebelumnya diberikan pelatihan secara khusus. c. Inventarisasi potensi hutan rakyat Setelah diperoleh kepastian areal pengembangan hutan rakyat lestari, maka selanjutnya dilakukan inventarisasi potensi hutan rakyat. Obyek inventarisasi adalah tegakan yang terdapat pada setiap persil lahan milik anggota KTHR. Data yang dicatat dalam kegiatan ini, yaitu: luas, jenis tegakan, jumlah pohon, keliling pohon, dan potensi bukan kayu lainnya sebagai catatan. Inventarisasi ini dilakukan secara partisipatif antara anggota KTHR dengan Perum Perhutani. d. Pembentukan unit kelestarian dan unit pengelolaan hutan rakyat lestari Sebagai sarana terbangunnya kegiatan pengelolaan hutan rakyat yang selaras dan terintegrasi, serta demi terjaminnya kelestarian pengusahaan maupun kelestarian sumberdaya hutan rakyat, diperlukan sebuah Forest Management Unit Satuan Pengelolaan Hutan. Pembagian unit kelestarian dan pengelolaan tersebut adalah sebagai berikut : 1 Persil Persil merupakan satuan kelestarian terkecil dalam pengelolaan hutan rakyat setara petakanak petak. Persil adalah satuan area hutan rakyat yang dimiliki secara sah oleh seorang anggota KTHR. Dimungkinkan seorang anggota memiliki lebih dari satu persil. 2 Unit kelestarian Unit kelestarian hutan rakyat adalah gabungan dari beberapa persil yang berada dalam satuan desa. Namun, dalam hal-hal khusus apabila sebuah dusun memadai untuk dijadikan unit kelestarian perihal pertimbangan luas ataupun potensi maka satuan dusun dapat ditetapkan sebagai satuan unit kelestarian. Satuan ini merupakan unit kelestarian yang harus terjaga tingkat kelestariannya dan tidak diperkenankan terjadi over cutting. Oleh sebab itu, perlu dihitung nilai etat yang didasarkan pada hasil inventarisasi tegakan atau potensi hutan rakyat. 3 Unit pengelolaan Unit pengelolaan hutan rakyat merupakan gabungan dari beberapa kelompok tani hutan rakyat. Satuan wilayah administratif dari unit pengelolaan hutan rakyat adalah kabupatenkota. Namun, dimungkinkan dalam sebuah kabupatenkota terdapat lebih dari satu unit pengelolaan hutan rakyat. Sebuah unit pengelolaan hutan rakyat dalam menjalankan operasional pengelolaannya didasarkan pada sebuah bussines plan atau disebut dengan Rencana Pengelolaan Hutan Rakyat Lestari RPHRL. 6. Penyusunan rencana pengelolaan hutan rakyat lestari secara partisipatif antara kelompok tani hutan rakyat, perhutani, dan pemda dinasinstansi terkait. Rencana pengelolaan hutan rakyat lestari disusun berdasarkan unit pengelolaan hutan rakyat yang dilakukan secara partisipatif dengan melibatkan segenap stakeholder. Untuk mengantisipasi perubahan area pengelolaan hutan rakyat yang sangat dinamis dan untuk menjamin kelestarian sumberdaya maupun pengusahaannya, maka diperlukan revisi secara berkala setiap tahun. Penyusunan RPHRL didasarkan pada hasil penetapan, penataan area pengembangan, serta hasil inventarisasi potensi hutan rakyat. Dengan terbentuknya unit pengelolaan hutan rakyat lestari maka dapat melakukan pengaturan jumlah tebangan tahunan atau bulanan atas dasar hasil inventarisasi dan daur yang ditetapkan secara bersama, sehingga jumlah tebangannya tidak melampaui potensi kelestarian serta mempunyai aturan internal lembaga pengelola KTHR, BUMP, Koperasi atas dasar kesepakatan anggota menyangkut kegiatan pengelolaan hutan rakyat seperti penanaman, pemeliharaan, penjarangan, penebangan, dan pemasaran. Sopiana 2011 menyebutkan bahwa dalam membentuk lembaga pengaturan hasil secara berkelompok perlu diperhatikan pula modal sosial yang selama ini telah ada dalam kehidupan masyarakat, sehingga lembaga pengaturan hasil yang terbentuk dapat sesuai dengan modal sosial yang telah ada dalam kehidupan masyarakat setempat. Salah satu modal sosial yang terpenting dalam membentuk lembaga pengaturan hasil secara berkelompok ini adalah kegiatan simpan-meminjam. Kegiatan simpan-meminjam selama ini sangat erat kaitannya dengan suatu kelembagaan. Dengan adanya lembaga pengaturan hasil, akan diberlakukan kesempatan mengenai waktu panen pohon sesuai dengan daur optimal yang paling menguntungkan untuk seluruh anggotanya, sehingga anggota tidak boleh memanen pohon seperti kebiasaan pada umumnya memanen sesuai dengan daur butuh. Kendala yang mungkin dihadapi oleh para anggotanya nanti, misalnya ketika lahan hutan rakyat mereka belum mendapat giliran untuk memanen sedangkan mereka membutuhkan uang untuk memenuhi kebutuhan yang mendesak. Hal tersebut dapat diatasi dengan modal sosial yang selama ini telah ada di masyarakat yakni dengan memberikan pinjam kepada pihak yang membutuhkan tersebut. BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian