pembangunan melalui kemampuan menyusun perencanaan sendiri dan pelaksanaan program serta proyek secara efektif.
2.3. Kebocoran Wilayah Regional Leakage
Pembangunan yang dilaksanakan di suatu daerah pada dasarnya ditunjukkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di wilayah region
tersebut tanpa melupakan tujuan pembangunan nasional. Kegagalan dalam melaksanakan kegiatan pembangunan akan terlihat apabila laju pertumbuhan
ekonomi meningkat, namun tingkat pendapatan masyarakat masih rendah. Implikasinya bahwa kegiatan pembangunan belum mampu menciptakan spread
effect maupun trackling down effect yang memihak kepada masyarakat. Menurut Anwar 1992, kegiatan pembangunan seringkali bersifat
eksploitasi dengan menggunakan teknologi yang padat modal dan kurang memanfaatkan tenaga kerja setempat, sehingga manfaatnya bocor keluar. Lebih
lanjut dikatakan, multiplier yang ditimbulkan kurang dapat ditangkap secara lokal dan regional, sehingga penduduk setempat seolah-olah as if menjadi penonton.
Hal tersebut dapat terjadi karena adanya disparitas terhadap pembangunan atau tingkat pertumbuhan suatu wilayah sehingga kemampuan wilayah dalam
mengelola barang dan jasa, baik dalam bentuk barang jadi maupun setengah jadi akan berbeda. Tingkat kebocoran suatu wilayah dapat ditandai dengan tingginya
keterkaitan kebelakang backward linkage sedang keterkaitan kedepannya forward linkage cenderung rendah dan juga berkaitan dengan rendahnya
dampak pengganda multiplier effect, karena nilai tambah value added yang semestinya dapat ditangkap wilayah tersebut justru manfaatnya diambil wilayah
lain. Menurut Anwar 1995 beberapa hal yang dapat mengakibatkan tingginya
tingkat kebocoran wilayah antara lain :
1. Sifat Komoditas
Komoditas yang bersifat eksploitasi umumnya yang natural resources mempunyai kecenderungan mengalami kebocoran wilayah yang tinggi
apabila dalam sistem produksinya membutuhkan persyaratan-persyaratan tertentu, baik kualitas sumberdaya manusia, teknologi yang dipakai,
kedekatan dengan pasar maupun persyaratan lainnya yang mengakibatkan
aktivitas ekonomi suatu komoditas yang berasal dari suatu wilayah dilaksanakan di wilayah lain, sehingga nilai tambahnya sebagian besar
ditangkap wilayah lain.
2. Sifat Kelembagaan
Salah satu sifat kelembagaan yang utama adalah menyangkut kepemilikan owners, karena berkaitan dengan tingkat kebocoran wilayah yang terjadi.
Faktor pemilikan lahan juga berpengaruh terhadap persyaratan dalam penerimaan tenaga kerja walaupun hal ini tidak secara nyata, namun sering
terlihat bahwa pemilik yang berasal dari luar daerah misalnya warga negara Indonesia atau warga negara dalam mengambil keputusan atau kebijaksanaan
akan berbeda jika dibandingkan dengan yang berasal daerah setempat. Pada umumnya yang berasal dari luar daerah lebih mementingkan profit
sedangkan yang berasal dari daerah setempat yang dipentingkan selain profit, juga sosial budaya yang ada di daerah tersebut harus lebih terjamin
kelangsungannya. Tingkat kebocoran suatu wilayah dapat dilihat dari komposisi impornya, baik impor sebagai input antara maupun sebagai input dari komponen
permintaan akhir. Biasanya untuk mengukur tingkat kebocoran wilayah digunakan rasio input antara yang berasal dari impor dengan total input.
2.3.1. Isu-Isu Kebocoran Wilayah
Dalam bidang ekonomi regional, isu-isu tentang kebocoran wilayah merupakan salah satu hal penting yang sering menjadi perhatian para ahli
ekonomi wilayah. Untuk mendapatkan jawaban mengapa kebocoran wilayah dipermasalahkan dalam bidang ekonomi regional, beberapa literatur menjelaskan
seperti Rustiadi et al. 2009 bahwa kebocoran wilayah dapat mendorong semakin besarnya perangkap kemiskinan serta dapat mendorong semakin lebarnya
ketimpangan ekonomi antar wilayah. Selain itu ditinjau dari tujuan pembangunan yang perlu diarahkan pada pertumbuhan growth, efisiensi effeciency dan
pemerataan equity serta berkelanjutan sustainability, terutama dalam memberi panduan kepada alokasi sumber daya, baik pada tingkat nasional maupun regional
Anwar, 2005. Maka terjadinya kebocoran wilayah dapat menghambat laju pertumbuhan pembangunan wilayah. Sedangkan Hayami 2001, menjelaskan