Konsep Wilayah dan Perwilayahan

aktivitas ekonomi suatu komoditas yang berasal dari suatu wilayah dilaksanakan di wilayah lain, sehingga nilai tambahnya sebagian besar ditangkap wilayah lain.

2. Sifat Kelembagaan

Salah satu sifat kelembagaan yang utama adalah menyangkut kepemilikan owners, karena berkaitan dengan tingkat kebocoran wilayah yang terjadi. Faktor pemilikan lahan juga berpengaruh terhadap persyaratan dalam penerimaan tenaga kerja walaupun hal ini tidak secara nyata, namun sering terlihat bahwa pemilik yang berasal dari luar daerah misalnya warga negara Indonesia atau warga negara dalam mengambil keputusan atau kebijaksanaan akan berbeda jika dibandingkan dengan yang berasal daerah setempat. Pada umumnya yang berasal dari luar daerah lebih mementingkan profit sedangkan yang berasal dari daerah setempat yang dipentingkan selain profit, juga sosial budaya yang ada di daerah tersebut harus lebih terjamin kelangsungannya. Tingkat kebocoran suatu wilayah dapat dilihat dari komposisi impornya, baik impor sebagai input antara maupun sebagai input dari komponen permintaan akhir. Biasanya untuk mengukur tingkat kebocoran wilayah digunakan rasio input antara yang berasal dari impor dengan total input.

2.3.1. Isu-Isu Kebocoran Wilayah

Dalam bidang ekonomi regional, isu-isu tentang kebocoran wilayah merupakan salah satu hal penting yang sering menjadi perhatian para ahli ekonomi wilayah. Untuk mendapatkan jawaban mengapa kebocoran wilayah dipermasalahkan dalam bidang ekonomi regional, beberapa literatur menjelaskan seperti Rustiadi et al. 2009 bahwa kebocoran wilayah dapat mendorong semakin besarnya perangkap kemiskinan serta dapat mendorong semakin lebarnya ketimpangan ekonomi antar wilayah. Selain itu ditinjau dari tujuan pembangunan yang perlu diarahkan pada pertumbuhan growth, efisiensi effeciency dan pemerataan equity serta berkelanjutan sustainability, terutama dalam memberi panduan kepada alokasi sumber daya, baik pada tingkat nasional maupun regional Anwar, 2005. Maka terjadinya kebocoran wilayah dapat menghambat laju pertumbuhan pembangunan wilayah. Sedangkan Hayami 2001, menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi perlu memperhatikan faktor-faktor yang berkaitan dengannya serta perlu dilihat dari peningkatan rata-rata nilai tambah per kapita pendapatan yang diwujudkan melalui peningkatan penggunaan sumberdaya per kapita danatau “kemajuan teknologi” sebagai peningkatan nilai tambah ekonomi bagi masyarakat, baik melalui input tenaga kerja, modal dan sumberdaya alam dalam periode tertentu, dengan “nilai tambah” yang didistribusikan ke pemilik sumberdaya sebagai pendapatannya, sehingga secara agregasi pendapatan masyarakat dapat menjadi pendapatan wilayah. Karena dalam pembangunan ekonomi wilayah peningkatan nilai tambah dan pendapatan, merupakan sasaran pentingnya yang perlu dilakukan. Dengan demikian sehingga terjadi kebocoran nilai tambah tentu mempengaruhi pendapatan wilayah. Artinya kebocoran wilayah dapat merugikan pembangunan ekonomi wilayah. Hal tersebut sesuai dengan Bendavid 1991, menjelaskan bahwa dalam pembangunan ekonomi wilayah, multiplikasi pendapatan merupakan inti dari proses pertumbuhan ekonomi. Terjadi kebocoran nilai tambah sehingga multiplier yang dihasilkan dari pembangunan ekonomi disuatu wilayah akan semakin kecil, atau dengan kata lain semakin besar kebocoran yang terjadi maka semakin besar multiplier pendapatan yang hilang. Dari berbagai konsep diatas dapat dipahami alasan mengapa para ahli ekonomi regional melihat kebocoran wilayah sebagai persoalan dalam pembangunan ekonomi wilayah. Selain itu, Gonarsyah 1977 menjelaskan bahwa kecilnya pendapatan suatu wilayah dapat mendorong terjadinya kesenjangan dan ketidakadilan serta dapat mengurangi tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah, terutama ketidakpercayaan pada kemauan baik good will dan kemampuan pemerintah dalam mengelola sumberdaya alam untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat dan menciptakan pembangunan yang merata. Dengan kata lain terjadinya kebocoran wilayah dapat mengakibatkan kecilnya pendapatan suatu wilayah. Kecilnya pendapatan mendorong kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, dan pada akhirnya dapat menghambat pertumbuhan wilayah. Lingkaran perangkap kemiskinan suatu wilayah dapat semakin diperburuk dengan adanya kebocoran modal keluar wilayah regional leakages. Kebocoran ini terjadi akibat adanya, international and interregional demonstration effect, yakni sifat masyarakat tertinggal cenderung mencontoh pola konsumsi dikalangan masyarakat modern. Wilayah-wilayah yang lebih maju memperkenalkan produk- produk yang mutunya “lebih baik” sehingga wilayah-wilayah masyarakat tradisional mengimpor dan mengkonsumsi barang-barang tersebut. Akhirnya sejumlah modal yang telah terakumulasi bukan digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan membeli produk lokal tetapi justru bocor keluar wilayah. Dengan demikian, wilayah yang sudah lebih dulu maju dan semakin cepat perkembangan ekonominya, sedangkan wilayah yang terbelakang perkembangannya tetap lamban bahkan cenderung menurun. Kemudian Rustiadi et al. 2009 juga menjelaskan bahwa beberapa kekuatan penting yang menyebabkan kondisi kebocoran wilayah diantaranya yakni : a wilayah-wilayah yang telah lebih maju menciptakan keadaan yang “menghambat” perkembangan wilayah-wilayah yang masih terbelakang back wash effects; b Wilayah-wilayah yang telah lebih maju menciptakan keadaan yang “mendorong” perkembangan wilayah-wilayah yang masih terbelakang spread effects. Selain itu fenomena backwash pada kawasan perdesaan dan daerah-daerah tertinggal berlangsung melalui beberapa tahap aliran, seperti : 1 aliran bahan mentahbahan baku sumberdaya alam, 2 Aliran sumberdaya manusia berkualitasproduktif brain drain, 3 aliran sumberdaya finansial capital outflow, 4 aliran sumberdaya informasi, dan 5 Aliran kekuasaan power. Selain itu dari sisi sumberdaya terjadi proses”brain drain” dalam arti mengalirnya intelektual perdesaan ke kota atau disedotnya intelektual-intelektual desa oleh perkotaan. Rendahnya kapasitas sumber daya manusia perdesaan akibat mengalirnya sumber daya manusia berkualitas kekawasan perkotaan dari satu sisi dan terkonsentrasinya aktivitas-aktivitas pengelolaan yang menghasilkan nilai tambah tinggi di kawasan perkotaan yang didukung oleh sumber daya manusia yang lebih produktif, dan mengakibatkan terjadinya aliran konsentrasi kapital ke perkotaan. Lemahnya kapasitas produksi kawasaan perdesaan menyebabkan masyarakat desa semakin tergantung pada konsumsi produk-produk manufaktur perkotaan. Akibat output barangjasa yang dihasilkan dikawasan perdesaan bersifat inferior terhadap produk-produk olahan dari perkotaan, sehingga