Analisis Kebocoran Wilayah Sektor Perkebunan di Kabupaten Musi Rawas

merupakan pedagang perantara untuk dapat menjual hasil karet petani kepada juragan tauke karet dikarenakan para petani tidak dapat menjual langsung hasil karet mereka dikarenakan biaya transportasi yang tinggi untuk mencapai tempat atau lokasi dimana tauke berada ataupun para petani tidak mengenal siapa saja para tauke yang bersedia untuk menampung hasil karet mereka. Ketiadaan posisi tawar bargaining position petani mengakibatkan harga hanya ditentukan sepihak oleh pedagang pengumpul. Keadaan ini antara lain disebabkan oleh belum berkembangnya kelembagaan petani yang mantap. Sistem pemasaran petani sangat berhubungan dengan faktor internal dan usaha petani yang bersangkutan. Mekanisme pasar dari penjualan di tingkat petani hingga di tingkat pabrik hampir sama seperti pada setiap penjualan hasil panen petani atau komoditas lainnya, dimana peranan tengkulak atau pedangang pengumpul sangat dominan. Pada daerah karet tradisional terdapat beberapa pelaku yang berperan dominan dalam pemasaran karet yaitu : a. Petani b. Tengkulak atau pedagang pengumpul kecil tingkat desakecamatan c. Tengkulak atau pedagang pengumpul besar tingkat kabupaten d. Pool pabrik pada tingkat kabupaten, dan e. Pabrik Mekanisme kerja mereka dapat digambarkan melalui gambar sebagai berikut : Gambar 17. Mekanisme Pemasaran Karet di Kabupaten Musi Rawas Di desa-desa di Kabupaten Musi Rawas, para petani menjual produksinya kepada pedagang pengumpul kecil di tingkat desa atau pedagang pengumpul besar di tingkat kecamatan.Para pedagang pengumpul tingkat kabupaten yang umumnya merupakan wakil pabrik pool pabrik membeli dari pedagang pengumpul besar tingkat kecamatan atau pedagang pengumpul kecil tingkat Petani Pedagang pengumpul kecil tk desa Pedagang pengumpul besar tk kecamatan Pool Pabrik TK Kabupaten Pabrik desa. Di sisi lain, harga penerimaan petani pada umumnya hanya dihargai berkisar antara 50 persen - 60 persen FOB untuk yang lokasinya jauh atau 70 persen - 80 persen Free On Board FOB untuk yang lokasinya dekat oleh para pedagan pengumpul. Dalam hal ini, margin yang diambil oleh eksportirpabrik pengolahan dan pedagang masih cukup tinggi, yaitu sekitar 50 persen untuk yang paling jauh dan 20 persen untuk yang paling dekat. Kondisi ini memperlihatkan lemahnya posisi petani dan kuatnya posisi pabrik pengolahaneksportir dan para pedagang. Penentuan harga sepenuhnya dilakukan oleh pedagang perantara, petani pada umumnya tidak mengetahui harga. Sementara itu, cara penentuan mutu dari hasil panen petani tidak jelas dan alat ukur atau alat uji yang tersedia bila ada dihindari untuk digunakan oleh pedagang perantara. Cara penilaian yang dilakukan biasanya adalah dengan cara visual atau disebut cara ‘taksiran’. Karena belum dibangunnya keterbukaan dan saling mempercayai antara petani dan pedagang perantara, petani cenderung mengotori bahan baku yang dijualnya untuk mendapatkan timbangan yang lebih sehingga harga meningkat, tetapi para pedagang perantara telah mengetahui hal tersebut dan menetapkan harga yang rendah juga timbangan yang kurang. Dengan cara demikian maka biaya transportasi menjadi meningkat dikarenakan mengangkut kotoran, air dan lain-lain selain dari bahan baku. Rendahnya kualitas bahan olahan karet ini terutama disebabkan oleh tidak adanya insentif harga bagi petani untuk memperbaiki kualitas, sarana pengolahan yang tidak memadai, dan kemampuan petani. Oleh karena itu, perlunya peningkatan kemampuan petani dalam hal ini mencakup etos kerja, pengetahuan dan keterampilan mengolah karet. Di lain pihak, kebutuhan uang yang mendesak dalam keluarga juga menjadi salah satu penyebab petani cenderung menjual karet dalam bentuk slab tebal basah. Selain itu, lemahnya kelembagaan petani terutama disebabkan oleh : a kurangnya pembinaan, b belum efektifnya penerapan regulasi pemerintah yang memihak petani, c lemahnya modal sosial atau kelembagaan petani terutama dalam bentuk networking, tata aturan dan tranparansi. Rendahnya akses petani terhadap pasar disebabkan belum dimanfaatkannya informasi pasar secara optimal, masih tingginya peranan tengkulak dalam pemasaran karet, tidak adanya pasar lelang dan minimnya infrastruktur pendukung pemasaran. Selain itu, permasalahan pada kelembagaan perkebunan lebih banyak mengenai saluran pemasaran yang tidak jelas bagi para petani, dimana informasi yang ada tidak banyak dimiliki oleh para petani karet. Seandainya, petani karet memiliki informasi mengenai saluran pemasaran tersebut, maka para pedagang pengumpul ataupun para tengkulak tidak akan mempermainkan harga karet

VI. SIMPULAN DAN SARAN

6.1. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Sektor Perkebunan memberikan kontribusi yang besar terhadap perekonomian di Kabupaten Musi Rawas apabila dibandingkan dengan sektor pertanian lainnya serta mempunyai multiplier effect yang besar terhadap penyerapan tenaga kerja, pendapatan rumah tangga, nilai tambah bruto dan output perekonomian. Dari hasil perhitungan dampak simulasi terhadap sektor perkebunan terlihat bahwa melalui investasi sebesar Rp. 1 milyar, maka akan meningkatkan : 1 output sebesar Rp. 1,78 milyar; 2 balas jasa faktor produksi tenaga kerja sebesar Rp. 339,27 juta; 3 balas jasa faktor produksi modal sebesar Rp. 847,74 juta; 4 pendapatan rumah tangga sebesar Rp. 774,35 juta; 5 pendapatan perusahaan sebesar Rp. 630,3 juta; dan 6 pendapatan pemerintah sebesar Rp. 269,21 juta. 2. Ketimpangan pendapatan dari sektor perkebunan terbesar berasal komoditas karet yaitu sebesar 2,97, yang diperoleh dengan cara membandingkan antara pendapatan rumah tangga golongan atas sebagai penerima pendapatan tertinggi dengan pendapatan rumah tangga buruh pertanian sebagai penerima pendapatan terendah. Selain itu, ketimpangan komoditas kopi sebesar 2,5 dan ketimpangan komoditas kelapa sawit sebesar 1,92. 3. Sektor perkebunan di Musi Rawas memiliki indikasi terjadinya kebocoran wilayah regional leakages. Kebocoran wilayah terbesar terjadi pada komoditas karet akibat dari adanya aliran pendapatan modal dan tenaga kerja capital outflow yang keluar wilayah Kabupaten Musi Rawas. Dari hasil penelitian ini, kebocoran wilayah yang terjadi di Kabupaten Musi Rawas adalah sebesar Rp. 5,07 triliun, yang terjadi karena faktor produksi tenaga kerja yang keluar wilayah sebesar Rp. 4,1 miliar, pendapatan modalkapital yang dikirim ke luar wilayah sebesar Rp. 353,2 miliar, transfer dari rumah tangga ke luar daerah capital outflow sebesar Rp. 486,5 miliar, transfer dari perusahaan ke luar daerah sebesar Rp. 254,6 miliar, transfer dari pemerintah ke luar daerah sebesar Rp. 50,7 miliar, impor sebesar Rp. 2,24 triliun dan piutang ke luar daerah sebesar Rp. 1,68 triliun. Kegagalan kelembagaan baik dari sisi kebijakan pemerintah maupun pemasaran komoditas perkebunan juga menjadi penyebab terjadinya kebocoran wilayah. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya output atau produksi yang dihasilkan oleh berbagai sektor ekonomi produksi di Kabupaten Musi Rawas tidak sepenuhnya dapat dinikmati oleh masyarakat. Kegagalan ini terjadi karena adanya kegagalan kebijaksanaan policy failure dalam mengalokasikan nilai tambah kepada masyarakat, sehingga nilai tambah yang dihasilkan tidak dapat dinikmati oleh masyarakat. 4. Peranan kelembagaan petani masih sangat lemah, hal tersebut terutama disebabkan oleh : a kurangnya pembinaan, b belum efektifnya penerapan regulasi pemerintah yang memihak petani, c lemahnya modal sosial atau kelembagaan petani terutama dalam bentuk networking, tata aturan dan tranparansi. Sedangkan rendahnya akses petani terhadap pasar disebabkan belum dimanfaatkannya informasi pasar secara optimal, masih tingginya peranan tengkulak dalam pemasaran karet, tidak adanya pasar lelang dan minimnya infrastruktur pendukung pemasaran

6.2. Saran

1. Untuk mengurangi dampak kebocoran wilayah, maka diperlukan peningkatan produksi dan nilai tambah dari komoditas karet karena mempunyai dampak terbesar dalam perekonomian di Kabupaten Musi Rawas, sehingga berpotensi untuk dikembangkan sebagai salah satu komoditas unggulan daerah. 2. Tindakan yang harus dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Musi Rawas untuk mengurangi kebocoran wilayah, dengan cara lebih mendorong penanaman investasi di daerah yakni dengan membuka pabrik pengolahan hasil pertanian yang baru khususnya komoditas karet, sehingga nilai tambah yang selama ini mengalir ke luar wilayah Kabupaten Musi Rawas dapat ditangkap atau dinikmati kembali oleh penduduk Kabupaten Musi Rawas. 3. Pengaturan lebih lanjut mengenai pemberian dana Corporate Social Responsibility CSR, oleh seluruh perusahaan yang beroperasi di Kabupaten