Perumusan Masalah Analisys of Dairy Farmers’ Transactions Costs: A Case Study of Cooperative Member in Kuningan West Java.

5 kapasitas daya tampung susu segar yang berbeda dan produksi susu yang dihasilkan peternak masih belum mampu memenuhi kapasitas daya tampung koperasi. Dalam perkembangannya, saat ini ketiga koperasi masih berjalan aktif dalam kegiatan usaha produksi susu ternak sapi perah. Koperasi Serba Usaha Karya Nugraha merupakan salah satu koperasi yang masih aktif mewadahi peternak sapi perah dan memiliki kapasitas daya tampung dan berproduksi susu segar yang paling besar. Peningkatan produksi susu peternak sapi perah dapat dilakukan dengan peningkatan produktivitas susu dan meningkatkan skala usaha dengan menambah jumlah sapi laktasi. Peningkatan produksi susu dengan penambahan jumlah sapi laktasi menghadapi kendala keterbatasan sumberdaya terutama modal untuk membeli sapi perah. Peningkatan jumlah sapi laktasi dapat diupayakan melalui program skim bantuan kredit ternak dengan bunga ringan. Tidak semua peternak anggota koperasi mengikuti skim bantuan kredit ternak, tetapi peternak anggota koperasi akan lebih mudah mendapatkan skim bantuan kredit ternak daripada peternak yang bukan anggota koperasi karena anggota koperasi difasilitasi oleh koperasi dan adanya jaminan penjualan produksi susunya ke koperasi. Hal tersebut diperkirakan akan memunculkan biaya transaksi antara peternak dan koperasi. Peternak sapi perah sangat bergantung pada pengelolaan sumberdaya ternak yang bersifat private property, sehingga memungkinkan peternak untuk mengelola sumberdaya ternaknya secara efisien. Proses produksi usaha peternakan sapi perah sangat tergantung pada kondisi potensi genetik ternak, kualitas dan kuantitas pakan, tatalaksana pemeliharaan, dan lingkungan. Faktor genetik berpengaruh sebagai pembatas produktivitas sedangkan pengaruh faktor- faktor lainnya terhadap proses produksi masih dapat diatasi dan beberapa faktor produksi sudah dapat dikontrol sehingga output yang dihasilkan dapat diprediksi. Namun, sifat output yang dihasilkan memiliki sifat yang mudah rusak perishable sehingga tidak dapat disimpan lebih lama dan memerlukan treatment khusus untuk menjaga kualitasnya sehingga berpengaruh terhadap penentuan harga susu segar di tingkat peternak. Hubungan peternak sapi perah dan koperasi menggambarkan bahwa struktur pasar yang dihadapi peternak bersifat monopoli di pasar input serta kekuatan monopsoni di pasar output. Meskipun menghadapi struktur pasar yang yang relatif sama, namun peran koperasi terhadap peternak sapi perah dalam menentukan harga susu segar sangat dominan dibandingkan peternak. Hal ini tidak hanya disebabkan oleh penguasaan informasi namun juga hubungan sosial patron-client yang lebih kuat terbentuk antara peternak dan koperasi. Pada akhirnya faktor-faktor tersebut menentukan struktur dan besarnya tingkat penerimaan, biaya produksi, dan biaya transaksi yang ditanggung oleh peternak yang akan mempengaruhi kesejahteraan peternak. Keuntungan peternak sapi perah sangat dipengaruhi oleh penerimaan yang diperoleh. Penerimaan yang diperoleh dipengaruhi oleh produktivitas, skala usaha, dan harga susu segar di tingkat peternak. Keuntungan yang diterima merupakan selisih antara penerimaan dengan total biaya, yaitu biaya produksi dan biaya selain biaya produksi atau biaya transaksi dalam melakukan usaha ternak sapi perah. Total biaya tersebut akan dibebankan pada penerimaan yang diperoleh. 6 Apabila penerimaan yang diperoleh tidak menutupi total biaya yang dikeluarkan maka menyebabkan kerugian biaya bagi peternak, sehingga perlu ada upaya untuk meminimalkan biaya produksi dan biaya transaksi. Oleh karena itu, besarnya penerimaan, biaya produksi, dan biaya transaksi akan menjadi pertimbangan bagi peternak untuk menilai layak tidaknya atau efisien tidaknya usaha yang dikelola dan menentukan langkah-langkah yang baik untuk mengelola usaha ternak sapi perah. Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah 1 bagaimana perkembangan kinerja peternak sapi perah anggota koperasi, 2 variabel-variabel apakah yang mempengaruhi penerimaan peternak sapi perah, 3 bagaimana struktur biaya produksi peternak sapi perah, dan 4 bagaimanakah struktur biaya transaksi peternak sapi perah dan faktor- faktor yang menyebabkan timbulnya biaya transaksi bagi peternak sapi perah.

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang disebutkan di atas, maka secara spesifik tujuan penelitian ini adalah: 1 Mengetahui perkembangan kinerja peternak sapi perah anggota koperasi. 2 Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan peternak sapi perah. 3 Menganalisis struktur biaya produksi peternak sapi perah. 4 Menganalisis struktur biaya transaksi dan faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya biaya transaksi.

1.4 Manfaat Penelitian

Beberapa kegunaan dari penelitian ini adalah: 1 Menemukan perspektif dalam memandang permasalahan kemiskinan peternak sapi perah sehingga solusi yang ditawarkan tidak hanya berorientasi pada pendekatan produktivitas akan tetapi dari penerimaan revenue dimana pengaruh biaya transaksi di luar faktor produksi menjadi pertimbangan penting. 2 Pengetahuan mengenai biaya transaksi transaction cost dapat digunakan untuk menentukan kebijakan koperasi, industry pengolahan susu, dan pemerintah yang meminimalkan biaya transaksi, sehingga dapat menjadi input bagi perbaikan program peningkatan kesejahteraan peternak sapi perah baik di tingkat pusat maupun daerah atau di tingkat industri pengolahan susu maupun koperasi. 3 Pengetahuan mengenai biaya transaksi bagi peternak sapi perah berguna untuk mengatur pengeluaran operasionalisasi usaha dan bentuk kepemilikan sumberdaya atau kontrak usaha sehingga dapat meminimalkan biaya transaksi. 4 Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya mengenai biaya transaksi yang masih jarang diteliti. 7

1.5 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan kinerja peternak sapi perah anggota koperasi dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan, biaya produksi, serta biaya transaksi dan faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya biaya transaksi. Untuk itu, penelitian ini diawali dengan menganalisis perkembangan kinerja peternak sapi perah dan kemudian dilakukan analisis terhadap struktur penerimaan, biaya produksi serta biaya transaksi. Namun demikian, studi ini memiliki beberapa keterbatasan. Dilihat dari ruang lingkup, studi ini terbatas pada peternak sapi perah anggota koperasi. Studi ini menggunakan pendekatan non-produktivitas yang jarang digunakan, yaitu pendekatan biaya transaksi yang secara umum didefinisikan sebagai biaya-biaya yang dikeluarkan oleh peternak selain dari biaya produksi. Penelitian ini juga terbatas pada data yang tersedia dari berbagai aspek ekonomi usaha peternak sapi perah dan tidak secara langsung membahas berbagai aspek non ekonomi yang juga menjadi komponen dari usaha peternak sapi perah. 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teori 2.1.1 Struktur Penerimaan Penerimaan usahatani didefinisikan sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani Soekartawi et al. 1986. Menurut Siregar 1990 penerimaan usahaternak sapi perah terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai. Penjualan susu, penjualan sapi afkir dan penjualan pedet yang tidak digunakan untuk mengganti sapi laktasi merupakan penerimaan tunai usahaternak sapi perah. Penjualan limbah kotoran ternak sapi perah yang digunakan untuk input usahatani peternak, penggunaan susu untuk menyusui pedet, dan penjualan susu untuk konsumsi keluarga merupakan penerimaan tidak tunai. Penilaian besarnya penerimaan yang dihasilkan dari setiap uang yang dikeluarkan dalam suatu kegiatan usahatani dapat digunakan perhitungan rasio penerimaan atas biaya RC rasio. Hasil dari perhitungan rasio penerimaan atas biaya dapat mengetahui apakah suatu kegiatan usahatani dapat menguntungkan atau tidak dalam pelaksanaannya. Rasio penerimaan atas biaya dapat diperoleh dengan cara membagi penerimaan yang diperoleh dari kegiatan usahatani dengan biaya usahatani yang dikeluarkan. Kegiatan usahatani dikatakan menguntungkan apabila angka dari RC rasio lebih besar dari satu, sedangkan dikatakan tidak menguntungkan apabila angka RC rasio lebih kecil dari satu.

2.1.2 Struktur Biaya Produksi

Menurut Koutsoyiannis 1979 skala ekonomi dibedakan menjadi dua yaitu ekonomi riil real economies dan penghematan keuangan peculary economies. Penghematan keuangan menurut Koutsoyiannis 1979 dicapai melalui pembayaran harga yang lebih rendah atas faktor produksi yang digunakan 8 dan distribusi produk yang dilakukan, serta pembelian barang dalam jumlah yang besar karena ukuran usaha yang meningkat. Sedangkan ekonomi riil berkaitan dengan pengurangan jumlah input, bahan baku, tenaga kerja serta berbagai jenis modal modal tetap dan modal bergulir. Modal bergulir berkaitan langsung dengan biaya produksi yang terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah semua biaya yang ditimbulkan dari kegiatan usahatani yang sifatnya tidak berubah meskipun terjadi perubahan jumlah output Cramer dan Jenses 1991. Sebaliknya biaya variabel adalah semua biaya yang mempengaruhi operasional kegiatan pertanian dan akan mengalami peningkatan atau penurunan tergantung output yang dihasilkan. Koutsoyiannis 1979 membagi ekonomi riil dibagi menjadi beberapa tipe, yaitu: 1 ekonomi produksi production economies, 2 ekonomi pemasaran selling or marketing economies, 3 ekonomi manajemen managerial economies, dan 4 ekonomi transportasi dan penyimpanan transport and storage economies Koutsoyiannis 1979. Ekonomi produksi muncul dari faktor : 1 tenaga kerja, 2 modal, dan 3 kebutuhan inventaris dari rumah tangga produksi. Pertama, efisiensi tenaga kerja menurut Koutsoyiannis 1979 akan tercapai bila output yang dihasilkan meningkat dan faktor-faktor yang mendukung efisiensi tersebut adalah : keahlian tenaga kerja, penghematan waktu, proses produksi yang menggunakan sistem otomatis, dan volume kumulatif baik input maupun output. Skala usaha yang besar pun memungkinkan terciptanya pembagian kerja dan spesialisasi tenaga kerja dan dapat mendorong peningkatan produksi sehingga biaya produksi rata-rata pun dapat diturunkan. Kedua, faktor modal dalam ekonomi produksi berkaitan dengan modal tetap fixed capital yang mencakup mesin dan peralatan. Bagi peternakan sapi perah yang menjadi modal tetap adalah ternak sapi perah, lahan, kandang, dan peralatan. Koutsoyiannis 1979, penghematan modal dapat tercapai melalui: 1 spesialisasi modal dan tidak terjadinya pembagian modal specialisation and indivisibilities of capital, 2 biaya-biaya pengadaan set-up cost, 3 biaya-biaya tetap awal inicial fixed cost, 4 volume teknis, dan 5 kebutuhan kapasitas cadangan reserve capacity requirement. Ketiga, inventaris atau stochastic economies. Kadangkala perusahaan dan rumah tangga produksi mengalami perubahan input atau output dalam kegiatan produksi. Biasanya stok bahan baku akan ikut meningkat sesuai dengan peningkatan skala usaha namun tidak secara proporsional. Faktor modal sangat berkaitan dengan teknologi yang digunakan dalam proses produksi. Menurut Varian 1996, teknologi dalam meningkatkan increasing, menurunkan decreasing atau mempertahakan constant return to scale. Implikasi dari incresing return to scale adalah bila perusahaan atau rumah tangga produksi meningkatkan input sebesar dua kali lipat, maka akan menghasilkan output sebesar dua kali lipat pula. Teknologi dapat meningkatkan produksi lebih cepat more rapidly, cepat equal rapidly atau kurang cepat less rapidly dari skala operasi perusahaan atau rumah tangga produksi pada berbagai level produksi Varian 1996. Sama halnya dengan fungsi biaya bisa meningkat secara kurang cepat less rapidly, cepat equal rapidly dan lebih cepat more rapidly dari output pada berbagai level produksi.