Mata Pencaharian dan Pendapatan Penduduk Cigugur

34 Berdasakan gambaran dari Tabel 6 tersebut dapat dilihat rata-rata peternak memiliki sapi perah sebanyak 3.66 satuan ternak. Rata-rata sapi laktasi yang berproduksi sebesar 78.27 persen dan rata-rata ketersediaan bakal calon pengganti induk yaitu betina dara kosong dan betina dara bunting sebesar 3.65 persen. Jumlah rata-rata pemilikan sapi bakal pengganti induk sebesar 3.65 persen berada dibawah batas ideal jumlah sapi bakal calon pengganti induk yaitu sebesar 14.29 persen Sudono 1983. Kejadian tersebut dikarenakan peternak dalam menambah sapi produksi dengan membeli sapi yang sudah berproduksi langsung dari peternak atau pedagang. Sumber dana yang digunakan peternak untuk membeli sapi yang sudah berproduksi tersebut berasal dari bantuan pemerintah, pinjaman kredit bunga ringan dari bank komersil melalui koperasi dan dengan modal sendiri atau penjualan aset tetap yang dimiliki peternak.

5.4 Karakteristik Peternak

Karakteristik responden memberikan gambaran tentang latar belakang peternak yang berhubungan dengan keterlibatan dalam mengelola usahanya. Karakteristik tersebut meliputi umur peternak, tingkat pendidikan, pengalaman beternak, jumlah sapi produktif, produksi susu dan orientasi dalam usaha ternak sapi perah. Hasil penelitian terhadap enam puluh peternak di Kecamatan Cigugur dapat dilihat pada Table 7. Tabel 7 Karakteristik Peternak Sapi Perah Responden No. Karakteristik Peternak Kategori Jumlah Persentase 1 Umur 15-35 tahun 19 31.67 36-55 tahun 35 58.33 55 tahun 6 10.00 2 Pendidikan SD 30 50.00 SLTP 22 36.67 SLTA 7 11.67 D III 1 1.67 S1 0.00 3 Pengalaman beternak 1-10 tahun 35 58.33 11-20 tahun 17 28.33 20 tahun 8 13.33 4 Orientasi usaha utama 49 81.67 Sampingan 11 18.33 5 Jumlah sapi produktif 3 satuan ternak 30 50.00 3-5 satuan ternak 17 28.33 5 satuan ternak 13 21.67 6 Produktivitas susu 8 literharist 15 25.00 8-10 literharist 18 30.00 10 literharist 27 45.00 35

5.4.1 Umur Peternak

Peternak anggota koperasi yang menjadi responden rata-rata berusia 40.35 tahun dengan sebaran usia 21 sampai 69 tahun. Peternak dengan kategori usia 15 sampai 35 tahun sebanyak 31.67 persen, usia 36 sampai 55 tahun sebanyak 58.33 persen dan usia lebih dari 55 tahun sebanyak 10.00 persen. Karakteristik peternak tersebut dapat dilihat pada Tabel 7. Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa 90.00 persen peternak tergolong tenaga kerja dalam usia produktif yaitu 15 sampai 55 tahun dan hanya 10.00 persen berusia lebih dari 55 tahun yang tergolong diatas usia tidak produktif. Besarnya presentase peternak yang berada pada usia produktif memberikan peluang untuk meningkatkan jumlah ternak yang dipelihara. Menurut Sudono 1983, satu orang tenaga kerja mampu memelihara ternak sapi perah sebanyak 8 sampai 9 satuan ternak dengan rata-rata kepemilikan sapi perah oleh peternak sebanyak 4.68 sehingga dari Tabel 7 menunjukkan masih terdapat peluang untuk meningkatkan populasi ternak yang dipelihara oleh setiap peternak. 5.4.2 Tingkat Pendidikan Peternak Ditinjau dari segi pendidikan peternak sangatlah bervariasi mulai dari tingkat sekolah dasar SD sampai Diploma DIII. Hasil penelitian menunjukan secara umum tingkat pendidikan peternak sapi perah adalah lulusan SD sebesar 50,00 persen, lulusan SLTA sebesar 36.67 persen, lulusan SLTA sebesar 11.67 persen dan 1.67 persen lulusan Diploma III. Menurut Mosher 1981, pendidikan memiliki peranan penting terhadap produktivitas usaha dan merupakan faktor pelancar pembangunan pertanian karena dengan pendidikan petani mengenal pengetahuan, ketrampilan dan cara- cara baru dalam melakukan kegiatan usahataninya. Selain pendidikan formal yang ditempuh di bangku sekolah, pendidikan non formal yang ditempuh di luar sekolah seperti kursus, lokakarya dan penyuluhan sangat besar artinya bagi pembekalan pengetahuan dan ketrampilan peternak dalam mengelola usaha ternaknya. Berdasarkan pertimbangan tersebut koperasi dapat memberikan pendidikan non formal terhadap anggotanya berupa pelatihan dan penyuluhan sehingga pengetahuan dan ketrampilan peternak dalam mengelola usahanya meningkat.

5.4.3 Pengalaman Beternak

Menurut Sihite 1998 disamping umur dan tingkat pendidikan, pengalaman beternak sangat mempengaruhi tingkat pengetahuan dan ketrampilan peternak dalam pengelolaan usaha ternaknya. Secara umum tingkat pengalaman beternak lebih dari sepuluh tahun akan memberikan bekal pengetahuan dan ketrampilan dalam mengelola usha ternaknya. Semakin lama pengalaman beternak, cenderung semakin memudahkan peternak dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan teknis pelaksanaan usaha ternaknya. Hal tersebut disebabkan karena pengalaman dapat dijadikan pedoman dan penyesuaian terhadap permasalahan usaha ternak di masa mendatang.