106 pupuk organik sangat tinggi sehingga terkadang tidak dapat dipenuhi. Pada bulan
Juli 2009 terjadi penolakan permintaan sebesar 20 ton. Alasan penolakan permintaan karena usaha ini memiliki kapasitas produksi yang terbatas. Usaha
Poktan Bhineka I hanya mampu menghasilkan 25 ton pupuk per bulan. Oleh karena itu, pengelola Poktan Bhineka I berencana meningkatkan kapasitas usaha
menjadi dua kali lipat untuk memenuhi permintaan pasar. Penelitian ini mengkaji kelayakan usaha pupuk organik Poktan Bhineka I
dalam jangka waktu sepuluh tahun. Analisa kelayakan usaha ditinjau dari aspek finansial dan non finansial untuk menentukan keputusan mengenai layak atau
tidaknya suatu usaha dijalankan hingga kemudian ditingkatkan kapasitas produksi. Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan beberapa perumusan
masalah dalam penelitian ini diantaranya : 1.
Bagaimana kelayakan usaha pupuk organik yang telah dijalankan oleh Poktan Bhineka I selama ini bila ditinjau dari aspek non finansial dan
finansial? 2.
Bagaimana kelayakan usaha pupuk organik Poktan Bhineka I bila dilakukan peningkatan kapasitas produksi?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian pada latar belakang dan perumusan masalah, maka penelitian ini bertujuan untuk :
1. Menganalisis kelayakan finansial dan non finasial usaha pupuk organik
Poktan Bhineka I yang telah berjalan 2.
Menganalisis kelayakan usaha pupuk organik Poktan Bhineka I bila kapasitas produksi ditingkatkan
1.4 Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan manfaat bagi berbagai pihak yaitu:
1. Bagi penulis, penelitian ini dapat menambah pengalaman dan latihan dalam
menerapkan ilmu-ilmu yang telah diperoleh selama kuliah.
107 2.
Bagi Perusahaan, penelitian ini dapat menjadi referensi dan membantu perusahaan dalam mengambil keputusan pelaksanaan dan pengembangan
usaha pupuk organik oleh Kelompok Tani Bhineka I 3.
Bagi pembaca diharapkan dapat memberikan informasi bagi penelitian dan pengembangan lebih lanjut mengenai bisnis pupuk organik.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menganalisis kelayakan usaha pupuk organik yang dijalankan oleh Kelompok Tani Bhineka I di Desa Blendung, Kabupaten Subang
dalam jangka waktu 10 tahun, dimulai dari berjalannya usaha pupuk organik Poktan Bhineka I tahun 2008. Analisis kelayakan usaha dilakukan dengan
menganalisis aspek non finansial dan finansial. Aspek non finansial dijelaskan secara deskriptif dan aspek finansial ditentukan berdasarkan proyeksi arus kas
usaha.
108
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Karakteristik Pupuk Organik
Berdasarkan komponen utama penyusunnya, pupuk dibedakan atas pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk organik yaitu pupuk yang bahan bakunya
berasal dari sisa makhluk hidup yang telah mengalami proses pembusukan oleh mikroorganisme pengurai sehingga warna, rupa, tekstur, dan kadar airnya tidak
serupa lagi dengan aslinya. Pupuk anorganik yaitu pupuk yang bahan bakunya berasal dari bahan mineral, senyawa kimia yang telah diubah menjadi proses
produksi sehingga menjadi bentuk senyawa kimia yang dapat diserap tanaman. Dalam Peraturan Menteri Pertanian Permentan No.2PertHk.06022006
tentang pupuk organik adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri atas bahan organik, berasal dari tanaman dan atau hewan yang telah melalui
proses rekayasa, dapat berbentuk padat atau cair dan digunakan untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Definisi tersebut menunjukkan
bahwa pupuk organik lebih ditujukan kepada kandungan C-organik atau bahan organik daripada kadar haranya. Nilai C-organik itulah yang menjadi pembeda
dengan pupuk anorganik. Karakteristik umum yang dimiliki pupuk organik adalah sebagai berikut :
1. Kandungan hara rendah
Kandungan hara pupuk organik pada umumnya rendah tapi bervariasi tergantung pada jenis bahan dasarnya.
2. Ketersediaan unsur hara lambat
Hara yang berasal dari bahan organik diperlukan untuk kegiatan mikrobia tanah kemudian dialihrupakan dari bentuk ikatan kompleks organik yang tidak
dapat dimanfaatkan oleh tanaman menjadi bentuk senyawa organik dan anorganik sederhana yang dapat diserap oleh tanaman.
3. Menyediakan hara dalam jumlah terbatas
Penyediaan hara yang berasal dari pupuk organik biasanya terbatas dan tidak dapat memenuhi asupan hara yang dibutuhkan tanaman.
Sumber bahan organik dapat berupa kompos, pupuk hijau, pupuk kandang, sisa panen jerami, brangkasan, tongkol jagung, bagas tebu, dan sabut kelapa,
limbah ternak, limbah industri yang menggunakan bahan pertanian, dan limbah
109 kota. Kompos merupakan produk pembusukan dari limbah tanaman dan hewan
hasil perombakan oleh fungi, aktinomiset, dan cacing tanah. Pupuk hijau merupakan keseluruhan tanaman hijau maupun hanya bagian dari tanaman seperti
sisa batang dan tunggul akar misalnya sisa –sisa tanaman, kacang-kacangan, dan
tanaman paku air Azolla. Pupuk kandang merupakan hasil pengomposan kotoran ternak. Limbah ternak merupakan limbah dari rumah potong berupa tulang-tulang,
darah, dan sebagainya. Limbah industri yang menggunakan bahan pertanian contohnya seperti limbah pabrik gula, limbah pengolahan kelapa sawit,
penggilingan padi, limbah bumbu masak, dan sebagainya. Limbah kota yang dapat menjadi kompos berupa sampah kota yang berasal dari tanaman, setelah
dipisah dari bahan-bahan yang tidak dapat dirombak misalnya plastik, kertas, botol, dan kertas. Dalam penelitian ini, pupuk organik yang dimaksud adalah
pupuk organik yang sumber organiknya berasal dari pengomposan kotoran hewan, jerami dan bahan lainnya.
2.1.1 Bahan-Bahan Penyusun Pupuk organik
Menurut Isroi 2009, bahan-bahan yang umumnya digunakan dalam pembuatan pupuk organik adalah sebagai berikut :
1. Bahan Organik
a. Kompos
Kompos sebagai bahan baku utama dalam pembuatan pupuk organik. Kompos adalah bahan organik padat yang telah mengalami
dekomposisi parsial. Bahan baku kompos adalah bahan organik padat, seperti sampah organik, serasah, sisa daun, jerami dan lain-lain. Bahan
organik yang telah matang dalam proses pengomposan mempunyai rasio CN yang cukup rendah atau kurang dari 25.
b. Pupuk kandang
Pupuk kandang juga termasuk jenis kompos, tetapi berbahan baku kotoran hewan. Pupuk kandang bisa dibuat dari kotoran ternak sapi,
kambing, kerbau, unggas atau kotoran manusia. Kotoran ternak ayam, sapi, kerbau, dan kambing mempunyai komposisi hara yang bervariasi
Lampiran 1 . Secara umum, kandungan hara kotoran ternak lebih rendah
daripada pupuk kimia sehingga takaran aplikasinya lebih besar.
110 c.
Gambut Gambut mirip dengan kompos, namun proses dekomposisinya
belum sempurna. Gambut tidak dijadikan sebagai bahan baku utama pupuk organik. Umumnya gambut digunakan sebagai bahan baku organik
tambahan untuk pupuk organik 2.
Perekat Perekat berfungsi untuk merekatkan pupuk organik agar pencampuran
bahan sempurna dan menghasilkan tekstur pupuk yang padat. Beberapa bahan yang biasa digunakan sebagai perekat antara lain adalah molase, tepung tapioka,
kalsium, bentonit, kaoline dan lain sebagainya. Perekat ditambahkan dalam jumlah sedikit kurang dari 10 .
3. Bahan Aditif Bahan Tambahan
Bahan aditif adalah semua bahan yang dapat ditambahkan saat melaksanakan proses pengomposan dengan tujuan memperbaiki struktur kompos
dalam timbunan. Bahan-bahan aditif yang umumnya digunakan a.
Fosfat alam Fosfat Alam ditambahkan untuk meningkatkan P didalam pupuk
organik. b.
Dolomit Penambahan dolomit digunakan untuk meningkatkan kandungan
Magnesium Mg dalam pupuk organik. c.
Kapur Pertanian kaptan Kaptan adalah kapur yang biasa digunakan dalam budidaya
pertanian untuk meningkatkan pH tanah, khususnya di tanah-tanah yang bereaksi masam. Dalam pembuatan pupuk organik, kaptan juga berfungsi
untuk meningkatkan pH pupuk karena bahan-bahan dalam pupuk organik bereaksi masam.
d. Zeolit
Zeolit memiliki pengaruh yang baik untuk tanah, yaitu dapat meningkatkan kapasitas tukar kation tanah. Peningkatan kapasitas tukar
kation tanah akan meningkatkan efiensi penyerapan hara oleh tanaman.
111 e.
Abu atau arang sekam Abu atau arang sekam memiliki kandungan K
2
O yang cukup tinggi yaitu kurang lebih 30 persen. Penambahan abu atau arang sekam digunakan
untuk meningkatkan kandungan hara K. Menurut Sutanto 2002, keberhasilan proses pengomposan dalam
pembuatan pupuk organik sangat tergantung pada kesesuaian komposisi bahan. Perlakuan yang paling tepat terhadap bahan dasar untuk berlangsungnya proses
dekomposisi sangat tergantung pada karakteristik limbah organik yang digunakan Lampiran 2.
2.1.2 Standar Kualitas Pupuk organik
Mutu atau kualitas adalah segala hal yang menunjukkan keistimewaan atau derajad keunggulan suatu produk. Menurut Sutanto 2002 spesifikasi dari pupuk
organik yang berkualitas baik adalah : 1.
Kandungan total bahan organik minimal 20 persen 2.
Kandungan lengas tidak boleh melampaui 15 persen hingga 25 persen. Pada kenyataannya makin rendah kandungan air, maka kualitas pupuk
organik menjadi lebih baik. 3.
Nisbah CN dari bahan organik antara 101 sampai 151 4.
Memiliki pH 6,5 hingga 7,5 Sedangkan standarisasi atas pupuk organik yang telah ditetapkan oleh Deptan
diuraikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Persyaratan Teknis Minimal Pupuk Organik di Indonesia
No Parameter
Kandungan Padat
Cair
1 C-organik
Min 16 6
2 CN ratio
12 – 25
- 3
Kadar Air 2
-
4 Kadar logam berat
- As ppm 10
10 - Hg ppm
1 1
- Pb ppm 50
50 - Cd
10 10
5 pH
4 - 8 4 - 8
112
No Parameter
Kandungan Padat
Cair
6 Kadar total N + P2O5 + K2O
Dicantumkan Dicantumkan
7 Mikroba patogen E, coli, salmonella
Dicantumkan Dicantumkan
8 Kadar unsur mikro Zn, Cu, Co, Fe ppm
Dicantumkan Dicantumkan
2.2 Metode Pengomposan
Terdapat bermacam-macam
metode pengomposan
yang telah
dikembangkan di Indonesia, baik yang bersifat sederhana maupun modern sesuai dengan skala industri. Masing-masing metode tersebut merupakan usaha untuk
memanipulasi agar mampu mempercepat laju proses pengomposan. Pemilihan teknologi dan modifikasinya tergantung kepada jenis bahan yang akan
dikomposkan dan ketersediaan peralatan dan bahan pendukungnya. a.
Metode Indore Metode pengomposan Indore biasa digunakan di Asia Selatan dan Asia
Tenggara. Prinsip dasar pengomposan metode Indore ada dua yaitu; 1 menggunakan lubang galian Indore Pit Method dan 2 menggunakan timbunan
Indore Heap Method. Metode Indore sesuai diterapkan di daerah yang bercurah hujan tinggi dengan lama proses pengomposan kurang lebih tiga bulan.
b. Metode Bangalore
Metode pengomposan ini dikembangkan di Bangalore India pada tahun 1939. Timbunan bahan disusun sama seperti metode Indore tetapi lubang
dipersempit 60 cm dan dilapisi limbah cair. Proses dekomposisi yang berlangsung akan mempertahankan hara yang dikandung dan bahan kompos lebih kaya
nitrogen dibandingkan metode Indore. Metode ini cocok untuk wilayah yang memiliki curah hujan yang rendah.
c. Metode Berkeley
Pada metode ini, bahan yang dikomposkan merupakan campuran bahan organik kaya selulosa dan bahan organik kaya nitrogen. Proses pengomposannya
terjadi dengan cepat dan dalam waktu yang relatif singkat d.
Metode Vermikompos Vermikompos merupakan bahan campuran hasil proses pengomposan
bahan organik yang memanfaatkan kegiatan cacing tanah.
113 e.
Metode Jepang Dalam metode ini, lubang galian diganti dengan bak penampung yang
terbuat dari anyaman bambu. Dengan metode ini, kehilangan nitrat dapat dihindarkan.
2.3 Program Go Organik 2010