154 kesepakatan ini masih belum menjadi solusi yang tepat untuk dijalankan karena
masih merugikan bagi pihak industri kecil.
b. Kebijakan produk
Produk yang dihasilkan oleh Poktan Bhineka I adalah pupuk organik padat. Pupuk dijual dalam bentuk curah dengan satuan pembelian yaitu karung isi
50 kilogram. Kualitas pupuk organik yang diproduksi oleh Kelompok Tani Bhineka I dikatakan cukup baik jika dilihat secara fisik. Kualitas pupuk organik
secara kimia tidak diketahui karena belum pernah dilakukan uji laboratorium. Kualitas fisik dari pupuk organik Bhineka I baik dilihat dari sifat fisik organik
antara lain; 1 Warna yang gelap menuju hitam, 2 Bau seperti tanah, 3 Ukuran partikel serbuk gergaji dan 4 Bila dikepal tidak mengumpal keras.
c. Kebijakan Harga
Kelompok tani Bhineka I menetapkan harga berdasarkan kesepakatan yang ditetapkan oleh APPOS yaitu 650 per kilogram. Harga tersebut dikenakan untuk
pembelian dengan syarat FOB shipping point dimana pembeli yang menanggung biaya transportasi.
d. Kebijakan Promosi
Poktan Bhineka I tidak melakukan kegiatan promosi. Produsen pupuk yang tergabung dalam APPOS tidak melakukan promosi sendiri-sendiri tetapi atas
nama APPOS. Promosi APPOS termasuk didalamnya Poktan Bhineka I didukung oleh Pemkab Subang melalui Dinas Pertanian, Dirjen Perkebunan Subang dan
Dinas Perindustrian. Promosi yang dilakukan APPOS tersebut dilakukan dari mulut ke mulut, melalui pameran, dan internet.
e. Kebijakan Distribusi
Distribusi pemasaran pupuk organik kelompok tani Bhineka I dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Pada pola distribusi langsung, penjualan
dilakukan dengan syarat FOB shipping point dimana biaya angkut dalam proses penjualan ditanggung oleh produsen. Harga jual adalah Rp 650 per kilogram.
155
Gambar 6. Bagan Distribusi Langsung Pupuk Organik Poktan Bhineka I
Pada pola distribusi tidak langsung, pupuk dipasarkan melalui APPOS dengan harga Rp 650 per kilogram dengan pembelian ditempat produksi.
Kemudian APPOS menyalurkan kepada konsumennya pelaku bisnis perkebunan dan tanaman pangan sebesar Rp 800 per kilogram. Konsumen dari penyaluran
pupuk organik APPOS adalah petani sayur, petani buah dan pelaku bisnis perkebunan.
Gambar 7. Bagan Distribusi Tidak Langsung Pupuk Organik Bhineka I 6.1.4 Hasil Analisis Aspek Pasar
Pengkajian aspek pasar berfungsi menghubungkan manajemen suatu organisasi dengan pasar yang bersangkutan melalui informasi. Dari hasil analisis
terhadap aspek pasar dapat dinilai apakah suatu usaha marketable atau tidak. Analisis yang dilakukan terhadap aspek pasar usaha Poktan Bhineka I
menghasilkan beberapa hal yang menjadikan usaha ini layak untuk dijalankan dan dikembangkan. Kriteria-kriteria yang menyebabkan usaha ini menjadi layak untuk
dikembangkan berdasarkan analisis pasar :
Petani tanaman pangan
Pelaku bisnis tanaman hias
Poktan Bhineka I Pelaku bisnis
perkebunan
APPOS Kelompok
Tani Bhineka I Petani Tanaman
pangan Pelaku bisnis
Perkebunan
156 1.
Potensi pasar Ketersediaan pupuk organik di Indonesia baru mencapai dua persen dari
total kebutuhan. Hal ini menunjukkan potensi pasar pupuk organik di Indonesia sangat besar. Untuk Kabupaten Subang, ketersediaan pupuk organik baru
mencapai 1 persen dari total kebutuhan pupuk organik. Permintaan puupk organik yang dihadapi oleh Poktan Bhineka I meningkat hingga 90 persen dari 120 ton
pada tahun 2008 menjadi 230 ton hingga Agustus 2009 Tabel 4. Bahkan menurut pengelola, ada permintaan yang tidak dapat dipenuhi sekitar 20 ton pada
bulan Juli 2009. Permintaan juga kedepannya diperkirakan akan meningkat dengan adanya sosialisasi pemakaian pupuk organik menuju Subang Go Organik
2010 yang dilakukan oleh Pemkab Subang. 2.
Adanya APPOS yang mengatur pasar pupuk organik di Subang APPOS memiliki peran yang besar dalam kelangsungan usaha kecil pupuk
organik di Subang. APPOS menetapkan harga eceran terendah pupuk organik untuk melindungi produsen. Selain itu, APPOS juga membantu mempromosikan
pupuk organik buatan anggotanya. Adanya APPOS membuat posisi tawar bargaining position dari UKM pupuk orgnaik di Subang cukup kuat.
Akan tetapi, terdapat ancaman yang menyebabkan usaha ini tidak layak kedepannya yaitu penurunan harga jual karena masuknya supply pupuk organik
bersubsidi. Penunjukan perusahaan pupuk nasional sebagai supplier pupuk organik memberikan dampak positif bagi konsumen tetapi dampak negatif bagi
produsen. Pemerintah menunjuk PT Petrokimia dan PT Kujang sebagai supplier pupuk organik di Subang dan berencana akan memasok pupuk organik bersubsidi
seharga Rp 500 per kilogram. Hal ini akan mempengaruhi harga pasar mengalami penurunan harga hingga Rp 500. Menurut ketua APPOS, UKM pupuk organik di
Subang tidak dapat menutupi biaya produksi dengan harga Rp 500. Hal ini dikhawatirkan akan menyebabkan industri pupuk kecil di Subang akan gulung
tikar. Untuk mengatasi masalah tersebut, APPOS telah melakukan perundingan dengan perusahaan-perusahaan tersebut untuk menyelesaikan masalah ini. Akan
tetapi, hingga September 2009 perundingan belum mencapai kesepakatan. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan diatas, maka secara umum usaha
pembuatan pupuk organik Poktan Bhineka I dinilai layak untuk ditingkatkan
157 kapasitas usaha jika dikaji secara aspek pasar. Hal ini dikarenakan atas faktor
yang berpengaruh signifikan terhadap peningkatan skala usaha pupuk organik Bhineka I dan keberlanjutan usaha yaitu potensi pasar dan kekuatan pasar
bargaining position yang kuat karena adanya APPOS.
6.1.5 Aspek Manajemen
Usaha pupuk organik Bhineka I didirikan pada tahun 2007 atas mandat dari Pemkab Subang dimana setiap desa hendaknya memiliki usaha pembuatan
pupuk organik yang dikelola oleh kelompok tani untuk memenuhi kebutuhan pupuk organik di setiap desa. Tujuan dari usaha ini didirikan adalah memenuhi
kebutuhan organik petani Desa Blendung dan sekitarnya. Visi dan misi dari usaha ini sama dengan visi dan misi Poktan Bhineka I. Anggota Poktan Bhineka I
menyerahkan tanggung jawab pengelolaan usaha ini kepada Bapak Dedi Sobandi. Struktur organisasi dari usaha memiliki tipe organisasi lini. Tipe organisasi
ini memiliki struktur organisasi sederhana, jumlah karyawan kecil dan spesialisasi kerja belum tinggi. Bagan organisasi dapat dilihat pada Gambar 8 dimana terdiri
dari pengelola, penanggung jawab produksi, penjualan dan keuangan. Pusat wewenang dari usaha pupuk organik Bhineka I telah diberikan kepada Bapak
Dedi Sobandi. Menurut Schroef dalam Wibowo 2002, pusat wewenang adalah orang yang memegang kewenangan tertinggi untuk mengambil keputusan,
memerintah, dan sekaligus bertanggung jawab atas keberhasilan organisasi mencapai sasaran.
Gambar 8. Bagan Organisasi Usaha Pupuk Organik Poktan Bhineka I
Struktur organisasi dari usaha pupuk organik Poktan Bhineka I sangat sederhana dan jelas. Pada umumnya skala usaha kecil memiliki bentuk organisasi yang
Pengelola
Dedi Sobandi
Penanggung Jawab Penjualan
Agus
Penanggung Jawab Produksi
Urip Penanggung Jawab
Keuangan Adok
158
sangat sederhana untuk memudahkan dalam mengendalikan organisasi. Tugas dan
wewenang dari penanggung jawab diuraikan sebagai berikut : 1.
Penanggung Jawab Produksi Penanggung jawab produksi usaha ini adalah Bapak Urip yang merupakan
anggota Bhineka I dan juga memiliki ikatan keluarga dengan pengelola. Tugas yang diberikan yaitu melakukan pengawasan terhadap proses produksi sedangkan
wewenangnya adalah pengendali produksi dan penentu tenaga kerja yang digunakan dalam produksi pupuk organik. Bapak Urip memiliki usia 42 tahun
dengan pendidikan terakhir yaitu Sekolah Dasar. Bapak Urip juga berperan sebagai pekerja pembuatan pupuk organik.
2. Penanggung Jawab Penjualan
Penanggung jawab penjualan diberikan kepada Bapak Agus yang juga merupakan anggota Bhineka I dan memiliki ikatan keluarga dengan pengelola.
Bapak Agus berusia 23 tahun dengan pendidikan terakhir Sekolah Lanjutan Pertama SLTP. Bapak Agus juga berperan sebagai tenaga kerja dalam
pengemasan pupuk organik. Tugas dari Bapak Agus yaitu melayani pembelian pupuk organik, mencatat transaksi penjualan dan melaporkannya kepada
pengelola. Wewenang yang diberikan yaitu mengatur penjualan dan memilih serta merekrut tenaga kerja dalam pengemasan.
3. Penanggung Jawab Keuangan
Penanggung jawab keuangan adalah Bapak Adok yang merupakan anggotan Bhineka I dan memiliki ikatan darah dengan pengelola. Bapak Adok
berusia 36 tahun dengan pendidikan terakhir Sarjana Pendidikan. Tugas dari Bapak Adok adalah mencatat pendapatan dan pengeluaran uang kas dari usaha
ini kemudian melaporkannya kepada pengelola. Wewenang dari Adok adalah sebagai pemegang kas.
Sistem penggajian dari usaha pupuk organik Bhineka I untuk tenaga kerja langsung dalam produksi yaitu sistem HOK dimana satu hari kerja 8 jam. Tenaga
kerja berasal dari Desa Blendung. Harga per HOK yaitu Rp 25.000 pada tahun 2008 dan Rp 30.000 pada tahun 2009. Sedangkan untuk tenaga kerja pengemasan
diberi upah per hasil karung yang dikemas yaitu Rp 1000 per karung pada tahun
159 2008 dan Rp 1500 per karung. Untuk penanggung jawab, tidak diberikan gaji
tetapi berupa bagi hasil dari pemilik.
6.1.6 Hasil Analisis Kelayakan Aspek Manajemen Berdasarkan hasil kajian terhadap aspek manajemen usaha ini,
secara umum usaha ini dinilai layak jika ditinjau dari aspek manajemen. Usaha
pupuk organik Bhineka I telah memiliki pembagian tugas dan wewenang yang
jelas. Usaha ini telah menjalankan manajemen usaha sederhana yang cukup baik dimana telah terjadi pembagian tugas dan wewenang. Akan tetapi terdapat
beberapa hal yang menjadi kendala dalam peningkatan skala usaha ini
kedepannya, yaitu :
1. Rangkap tugas penanggung jawab
Dalam usaha pupuk organik Bhineka I, penanggung jawab produksi dan penjualan merangkap juga sebagai pekerja. Hal ini dapat menyebabkan tugas dan
wewenang yang diberikan kepada penanggung jawab tidak dapat dilaksanakan dengan baik.
2. Administrasi
Sistem pembukuan atau administrasi usaha Poktan Bhineka I dinilai kurang baik. Pencatatan yang dilakukan hanya pencatatan pengeluaran dan
pemasukan kas per transaksi. Pencatatan dinilai tidak rapi dan tidak sistemik. Menurut Wibowo 2002
dalam bukunya yang berjudul “Pedoman Mengelola Perusahaan Kecil”, sistem pembukuan usaha kecil yang baik setidaknya memuat
beberapa hal penting yaitu : 1 Daftar inventaris, 2 Catatan keluar masuk kas, 3 Buku penjualan dan pembelian, 3 Catatan perjanjian dagang dan 5 Catatan
produksi 3.
Pengelolaan keuangan yang kurang baik. Salah satu akibat dari pembukuan yang buruk adalah pengelolaan
keuangan yang kurang baik. Usaha ini belum menyusun laporan keuangan seperti laporan laba rugi, arus kas dan neraca. Penyusunan anggaran belanja usaha hanya
dilakukan diawal pendirian usaha saja sedangkan selanjutnya tidak. Pengaturan keuangan merupakan hal yang sering diabaikan oleh usaha kecil yang
menyebabkan usaha kecil sulit berkembang. Menurut Iqbal dan Simanjuntak 2004 dalam bukunya yang berjudul “Solusi Jitu Bagi Pengusaha Kecil dan
160 Menengah” menyatakan seringnya usaha kecil kurang mengontrol pengeluaran
dan pemasukan uang menyebabkan kurangnya penyertaan modal dalam usaha kecil.
6.1.7 Aspek Hukum
Usaha yang dikelola oleh Bhineka I ini merupakan usaha atas nama bersama yaitu kelompok tani Bhineka I tetapi tanggung jawab pengelolaannya
diserahkan kepada Bapak Dedi Sobandi. Bapak Dedi Sobandi bertanggung jawab terhadap untung rugi usaha. Hal ini dikarenakan modal usaha dalam menjalankan
usaha ini sebagian besar dari Bapak Sobandi. Usaha ini akan terus berjalan atas nama Poktan Bhineka I karena mandat dari Pemerintah Kabupaten Subang. Dari
awal usaha hingga September 2009, usaha ini belum memiliki SIUP dan pengelola berencana membuat SIUP pada tahun 2010.
6.1.8 Hasil Analisis Kelayakan Aspek Hukum
Usaha pupuk organik Poktan Bhineka I belum memiliki bentuk badan usaha dan SIUP. Hal ini menyebabkan usaha ini sulit memperoleh pinjaman
modal dari bank untuk pengembangan usaha. Persyaratan dalam memperoleh Kredit Usaha Rakyat untuk badan usaha kecil menengah adalah menyertakan
minimal SIUP untuk batas pinjaman maksimal 100 juta. Pengelola berencana mengurus izin usaha tersebut pada tahun 2010.
Usaha pupuk organik memiliki status kepemilikan yang belum jelas. Selama ini usaha berjalan atas nama Poktan Bhineka I, akan tetapi pengelolaan
mutlak dimilki oleh Bapak Dedi Sobandi dan keluarga. Adanya badan usaha dan kejelasan dari kepemilikan usaha sangat penting dalam berjalannya suatu usaha
terutama dalam pengurusan izin usaha. Berdasarkan uraian tersebut, maka secara umum dapat dinilai bahwa usaha Poktan Bhineka I dikatakan tidak layak ditinjau
dari aspek hukum. Hal ini dikarenakan faktor ketidakjelasan kepemilikan usaha.
6.1.8 Aspek Sosial dan Lingkungan
Usaha yang dikelola oleh kelompok tani Bhineka I bukan merupakan suatu usaha yang hanya berorientasi pada keuntungan profit oriented bagi anggota
akan tetapi juga suatu usaha yang bersifat sosial. Pada dasarnya, usaha ini
161 didirikan bertujuan untuk meningkatkan pertanian organik khususnya di Desa
Blendung dan juga memperbaiki kondisi lahan yang telah rusak. Masyarakat Desa Blendung sangat mendukung berdirinya usaha ini karena usaha ini dianggap
memberi keuntungan sosial bagi mereka. Adanya dukungan besar masyarakat karena usaha ini telah memberikan lapangan kerja baru dan meningkatkan
pendapatan peternak yang ada di sekitar Desa Blendung. Masyarakat menyatakan tidak ada dampak negatif seperti pencemaran udara atau air yang mereka rasakan
selama usaha ini berjalan.
6.1.9 Hasil Analisis Kelayakan Aspek Sosial dan Lingkungan
Berdasarkan hasil analisis terhadap aspek sosial lingkungan usaha pupuk organik Poktan Bhineka I, maka usaha ini dinilai sangat layak dijalankan dan
dikembangkan karena memberikan benefit social yang besar bagi lingkungannya.. Dampak negatif atau kerugian sosial dari berjalannya usaha ini tidak dirasakan
oleh masyarakat. Oleh karena itu, usaha ini mendapat dukungan dari masyarakat dan juga pemerintah Berdirinya usaha ini, memberikan manfaat sosial dan
ekonomi bagi masyarakat antara lain : 1.
Memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat peternak Masyarakat peternak di Desa Blendung dan desa sekitarnya berperan
sebagai pemasok kotoran hewan. Penjualan kotoran hewan meningkatkan pendapatan masyarakat peternak dan menjadi manfaat ekonomi dari berjalannya
usaha ini. Nilai manfaat ekonomi yang diberikan usaha ini per bulannya adalah Rp 3.220.000 penjualan 1,38 ton kotoran.
2. Memberikan manfaat ekonomi bagi UMKM sekitar
Usaha ini memberikan tambahan pendapatan bagi usaha pembudidayaan jamur dan UKM kerupuk. Bagi usaha budidaya jamur, usaha ini telah
memberikan tambahan pendapatan dari penjualan limbah jamur senilai Rp 600.000 per bulannya. Bagi UKM kerupuk, usaha ini memberikan tambahan
pendapatan dari penjualan limbah sekam penggorengan kerupuk senilai Rp 540.000.
3. Mengurangi pengangguran di Desa Blendung
162 Kegiatan produksi dalam usaha pupuk organik Bhineka I telah menyerap
tenaga kerja rata-rata 5 orang per bulannya. Oleh karena itu, usaha ini berperan dalam pengurangan pengangguran.
4. Ikut serta dalam melestarikan lingkungan
Usaha ini memanfaatkan 90 persen limbah sebagai bahan baku utama. Hal ini memberikan dampak positif bagi lingkungan dengan mengurangi sampah.
6.2 Analisis Aspek Kelayakan Finansial
Analisis aspek finansial dalam usaha pupuk organik bertujuan untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat dengan
membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan sehingga dapat ditentukan layak atau tidaknya suatu pengusahaan tersebut. Kriteria penilaian investasi yang
digunakan yaitu NPV, IRR, Net BC dan PP. Untuk menganalisis keempat kriteria tersebut, digunakan arus kas cashflow sehingga dapat diketahui besarnya
manfaat dan biaya yang dikeluarkan oleh Poktan Bhineka I dalam pengusahaan pupuk organik.
Pada penelitian ini dilakukan analisis kelayakan finansial untuk mengetahui kelayakan pengusahaan pembuatan pupuk organik. Analisis
kelayakan finansial yang dilakukan pada dua kondisi yaitu kondisi yang telah berjalan sekarang Skenario I dan kondisi yang akan datang dengan peningkatan
kapasitas produksi Skenario II. Kapasitas produksi ditingkatkan dua kali lipat dari 25 ton per bulan menjadi 50 ton per bulan. Peningkatan kapasitas produksi
atas dasar : 1 menyerap potensi pasar besar yang 99 persen belum terserap, 2 memenuhi permintaan dan 3 Memanfaatkan lahan usaha yang masih kosong.
Kapasitas hanya ditingkatkan dua kali lipat dengan alasan keterbatasan kemampuan manajemen pengelola dan keterbatasan dana. Untuk mengetahui hasil
kelayakan pengusahaan pembuatan pupuk organik akan dilihat dari kriteria- kriteria kelayakan finansial yang meliputi NPV, Net BC, IRR, dan Payback
Periode.
6.2.1 Analisis Kelayakan Finansial Skenario I Tanpa Peningkatan Kapasitas Produksi
163 Kelayakan finansial suatu usaha ditentukan dengan menganalisis laporan
arus kas. Analisis kelayakan finansial skenario I dilakukan pada usaha Poktan Bhineka I dengan kondisi usaha berjalan seperti saat sekarang dimana tingkat
produksi yang dihasilkan yaitu 25 ton perbulannya. Perhitungan umur proyek dalam analisis ini dimulai dari tahun ke-1 yaitu tahun 2008. Umur proyek adalah
10 tahun berdasarkan umur bangunan sebagai alat investasi utama.
6.2.1.1 Arus Manfaat Inflow
Manfaat Inflow adalah segala sesuatu yang dapat meningkatkan
pendapatan suatu proyek. Pada usaha pembuatan pupuk organik ini, inflow
diperoleh dari hasil penjualan dan nilai sisa dari investasi.
a. Penerimaan Penjualan
Rata-rata penjualan pupuk Poktan Bhineka I per bulan yaitu 25 ton. Harga jual pupuk sebesar Rp 650 per kilogram. Pada tahun 2008, penjualan produk
dimulai dari bulan April. Total penjualan pada tahun 2008 yaitu 120 ton per tahun. Hingga September tahun 2009, terjadi peningkatan penjualan mencapai 90
persen menjadi 230 ton Tabel 6. Penjualan hingga akhir tahun 2009 diasumsikan sebesar 300 ton. Hal ini dikarenakan kemampuan produksi dalam satu tahun yaitu
300 ton. Tahun-tahun berikutnya diperkirakan tidak terjadi peningkatan lagi sebab sudah mencapai batas maksimum kapasitas produksi.
Tabel 8. Penerimaan Usaha Pupuk Organik Bhineka I Skenario I
Tahun Penjualan
Ton Harga
Rp Penerimaan Total
Rp
1 120
650 78,000,000
2 300
650 195,000,000
3 300
650 195,000,000
4 300
650 195,000,000
5 300
650 195,000,000
6 300
650 195,000,000
7 300
650 195,000,000
8 300
650 195,000,000
9 300
650 195,000,000
10 300
650 195,000,000
b. Nilai Sisa