149 8.
Rencana untuk perluasan usaha Lokasi tempat proses pembuatan pupuk organik ini berada dilahan seluas
1500m
2
milik pengelolanya yaitu Bapak Dedi Sobandi. Luas banguan proses pengomposan yaitu 7x20 meter. Pemanfaatan lahan ini sebagai lokasi usaha baru
sekitar 50 persen sehingga perluasan usaha dapat dilakukan.
6.1.2 Hasil Analisis Aspek Teknis dan Teknologi
Analisis yang dilakukan terhadap aspek teknis dan teknologis usaha Poktan Bhineka I menghasilkan beberapa hal yang menjadikan usaha ini layak
untuk dijalankan dan dikembangkan. Kriteria-kriteria yang menyebabkan usaha ini menjadi layak untuk dikembangkan berdasarkan analisis aspek teknis dan
teknologi : 1.
Ketersediaan dan kualitas bahan baku Usaha Poktan Bhineka I memanfaatkan 90 persen limbah sebagai bahan
baku utama pupuk organik. Ketersediaan dari bahan baku seperti limbah jamur, arang sekam dan kotoran hewan cukup melimpah di daerah sekitar tempat usaha.
Berdasarkan data produksi kotoran hewan di sekitar Desa Belendung Tabel 5, ketersediaan kotoran hewan mencapai 181,9 ton per bulan. Sedangkan
pemanfaatan kotoran hewan baru mnecapai 7,5 persen 13,8 ton. Peningkatan kapasitas produksi dua kali lipat tidak akan mengalami kendala dalam pasokan
kotoran hewan. Ketersediaan jerami juga cukup terjamin mengingat disekitar Desa Belendung merupakan sawah padi. Berdasarkan data luas panen padi sawah
di Kecamatan Purwadai Tahun 2007 denga produksi jerami 5 ton per hektar maka ketersediaan jerami yaitu sekitar 1750 ton per bulan. Sedangkan pemanfaatan
jerami baru mencapai 24,5 ton 12,5 persen. Poktan Bhineka I memiliki banyak pemasok dan tidak tergantung pada satu pasokan. Hal ini juga menyebabkan
Poktan Bhineka I dapat mengontrol kualitas pasokan bahan baku. Kotoran hewan dipasok dari peternakan anggota Bhineka I, peternakan warga sekitar atau
peternakan besar PT Kresna. Begitu juga dengan arang sekam yang memiliki beberapa pemasok usaha-usaha kerupuk, usaha-usaha pembuatan batu bata dan
jerami usaha-usaha jamur dan petani-petani setempat. Sedangkan untuk bahan tambahan seperti molase, dekomposer, zeolit dan lain-lain, ketersediaannya cukup
dan tidak menjadi masalah. Hal ini dikarenakan bahan-bahan tambahan tersebut
150 diperoleh dari APPOS yang juga dapat berfungsi layaknya koperasi bagi
anggotanya. Jika kedepannya usaha ini mengalami peningkatan kapasitas dua kali lipat, maka kebutuhan bahan baku untuk memenuhi permintaan tersebut
dipastikan tercukupi. 2.
Lokasi produksi Lokasi usaha produksi pupuk organik Bhineka I sangat strategis dimana
usaha ini berada di Desa Blendung yang memiliki jalan desa cukup baik. Akses lokasi terhadap bahan baku dan pasar juga terjangkau. Kondisi geografis lokasi
usaha juga mendukung. Selain itu, lokasi produksi berada jauh dari pemukimam penduduk dan berada di lahan yang cukup luas. Sehingga jika dilakukan
pengembangan usaha, tidak akan terhambat dengan masalah lokasi produksi. 3.
Pemilihan teknologi pengomposan yang tepat Metode pengomposan yang dilakukan oleh Poktan Bhineka I merupakan
metode yang sederhana dan mudah dilakukan yaitu metode Jepang. Kelebihan dari metode ini dibandingkan dengan metode lain untuk diterapkan Bhineka I
adalah : 1 Lebih menghemat tenaga kerja karena proses pembalikan dan penumpukan praktis sehingga mengurangi biaya upah, 2 Sesuai dengan kondisi
geografis lokasi pengomposan dan jenis bahan kompos yang digunakan dan 3 Dapat mengomposkan lebih banyak bahan kompos dengan luas bangunan yang
terbatas. Akan tetapi, terdapat juga pertimbangan-pertimbangan yang menyebabkan
usaha ini menjadi tidak layak jika ditinjau dari aspek teknis yaitu belum ada uji mutu pupuk organik. Pupuk organik yang dihasilkan oleh Poktan Bhineka I belum
ada uji mutu sesuai standarisasi pupuk organik yaitu kandungan C organik, CN ratio, kadar air, kadar logam berat dan bahan ikutan. Uji mutu pupuk organik
penting untuk meningkatkan keyakinan pembeli terhadap kualitas produk. Hasil uji mutu pada umumnya ditunjukkan dalam kemasan pupuk organik Lampiran 5,
Gambar 7. Menurut pengelola, belum dilakukannya pengujian mutu organik karena belum adanya tuntutan dari pembeli terhadap uji mutu dan keterbatasan
dana. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan diatas, maka secara umum usaha
pembuatan pupuk organik Poktan Bhineka I dinilai layak untuk ditingkatkan
151 kapasitas usaha jika dikaji secara aspek teknis dan teknologi. Hal ini dikarenakan
atas pertimbangan yang berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan skala usaha dan keberlanjutan usaha yaitu ketersediaan bahan baku dan lokasi strategis.
6.1.3 Aspek Pasar Aspek pasar digunakan untuk mengkaji mengenai potensi pasar produk
pupuk baik dari sisi permintaan, penawaran maupun harga yang berlaku, juga strategi pemasaran yang dilakukan perusahaan menyangkut bauran pemasaran
yaitu harga, tempat, promosi, dan distribusi. 1.
Bentuk Pasar Bentuk pasar yang dihadapi oleh Poktan Bhineka I jika dilihat dari sisi
produsen adalah pasar oligopoli. Karakteistik pasar oligopoli yaitu ; 1Terdapat beberapa perusahaan penjual yang menguasai pasar, baik secara independen
sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama, 2 Terdapat rintangan untuk memasuki pasar, dan 3 Setiap keputusan harga yang diambil oleh suatu
perusahaan penjual harus dipertimbangkan oleh perusahaan lain atau melalui kesepakatan. Menurut Sudarsono 1995 masing-masing perusahaan dalam pasar
oligopoli mempunyai hubungan interdependensi diantara yang satu dengan yang lainnya. Dalam industri pupuk organik di Kabupaten Subang terdapat 32 produsen
pupuk organik yang tergabung dalam APPOS. APPOS berperan dalam pembentukan harga Rp 650 per kilogram untuk pupuk organik curah yang telah
distandarisasi atas kesepakatan bersama. 2.
Permintaan dan penawaran pupuk organik Subang memiliki luas areal pertanian yang cukup besar yaitu 63 persen
129.975 Ha dari total luas lahan 205.176 Ha. Berdasarkan anjuran pemakaian bahan organik Balitan 2005 dimana setiap hektar lahan memerlukan minimal 2
ton pupuk organik per tahun, maka kebutuhan pupuk organik Subang sekitar 259.950 ton per tahun
. Dari kebutuhan tersebut, hanya 1 persen atau 2200 ton per
tahun yang dapat disediakan oleh APPOS. Hal itu menunjukkan prospek pasar dari usaha penyediaan pupuk organik kedepannya sangat prospektif.
Sejak berdiri dari tahun 2008 hingga Agustus 2009, Poktan Bhineka I menghadapi permintaan yang meningkat hingga 90 persen dari 120 ton pada
tahun 2008 menjadi 230 ton hingga Agustus 2009 Tabel 4. Bahkan menurut
152 pengelola, ada permintaan yang tidak dapat dipenuhi sekitar 20 ton pada bulan
Juli 2009. Permintaan tersebut tidak dapat dipenuhi oleh Poktan Bhineka I karena kapasitas produksi. Poktan Bhineka I berencana meningkatkan kapasitas
produksinya, dimasa yang akan datang agar dapat memenuhi semua permintaan yang datang.
Tabel 7. Penjualan Pupuk Organik Tahun 2008 hingga September 2009
Tahun Jumlah Penjualan ton Bulan ke-
Total 1
2 3
4 5
6 7
8 9
10 11
12
2008 -
- -
4 30
20 20
20 -
20 6
120 2009
6 4
4 5
11 20
50 90
40 -
- -
230
3. Strategi Pemasaran
a. Segmentation, Targeting and Positioning STP
Segmentasi adalah penggolongan konsumen yang ada dan potensial bagi produk dan jasa atas dasar kebutuhan dan keinginan mereka secara umum.
Segmen pasar dari pupuk organik Bhineka I adalah pelaku agribisnis budidaya tanaman perkebunan, pangan maupun hias yang berlokasi di sekitar Kabupaten
Subang. Segmen pasar diklasifikasikan berdasarkan jenis usaha adalah: 1.
Pelaku Bisnis Tanaman Perkebunaan Aktivitas agribisnis perkebunan di Kabupaten Subang cukup tinggi
sehingga diperkirakan permintaan pupuk cukup tinggi dari segmen ini. Permintaan pupuk organik Poktan Bhineka I datang dari perkebunan pepaya,
rambutan, kacang koro, coklat dan kelengkeng yang berada di Desa Blendung dan desa sekitarnya.
2. Petani Tanaman Pangan
Petani yang mengusahakan tanaman pangan seperti padi, cabai dan berbagai jenis sayuran yang berada di sekitar Desa Blendung menjadi segmen
pasar dari Poktan Bhineka I. Jumlah permintaan pupuk oleh segmen pasar ini cukup tinggi dan kontinu walaupun dalam jumlah yang relatif kecil. Rata
–rata permintaan pupuk dari kelompok ini adalah 2 ton per bulannya.
153 3.
Pelaku Bisnis Tanaman Hias Pelaku bisnis tanaman hias merupakan segmen pasar dari upuk organik
Bhineka I dengan ukuran pasar yang kecil. Permintaan dari segmen pasar ini relatif tidak kontinu dan dalam jumlah kecil.
Setelah dilakukan pengelompokan konsumen segmentation, maka hal yang kemudian dilakukan adalah menetukan target pasar. Pelaku bisnis
perkebunan menjadi terget pasar karena permintaan dari segmen ini paling besar yaitu sekitar 80 persen.
Penetapan posisi positioning yaitu tindakan merancang tawaran dan citra perusahaan sehingga menempati posisi yang khas diantara para pesaing di dalam
benak pelanggannya. Positioning produk pupuk organik Bhineka I dipasar adalah produk yang berkualitas standar dengan harga standar. Produk yang dihasilkan
oleh Bhineka I memiliki standar umum pupuk organik. Citra khusus dari pupuk organik UMKM termasuk Poktan Bhineka I adalah pupuk organik karya petani
kecil. Citra tersebut mengartikan bahwa dalam pembelian pupuk organik dari anggota APPOS tidak hanya mendapatkan keuntungan ekonomi tetapi juga sosial
karena telah meningkatkan kesejahteraan kelompok tani. Dengan citra tersebut, Poktan Bhineka I mendapat dukungan besar dari pemerintah terutama dalam hal
promosi. Pemerintah Daerah Subang merekomendasikan kepada perkebunan besar untuk membeli pupuk organik dari anggotan APPOS.
Persaingan yang dihadapi oleh Poktan Bhineka I dalam usaha pupuk tidak berasal dari usaha-usaha lain yang tergabung dalam APPOS akan tetapi dari
perusahaan pupuk BUMN yang berlokasi di Subang seperti Petrokimia dan Kujang. Perusahaan pupuk tersebut berencana akan memproduksi pupuk organik
dan memasarkannya pada tahun 2010 atas kebijakan pemerintah dengan harga yang telah disubsidi yaitu Rp 500 per kilogram. Kebijakan tersebut dikhawatirkan
akan menyebabkan industri pupuk oganik yang ada di Subang gulung tikar. Untuk menghadapi masalah tersebut, APPOS telah melakukan perundingan dengan
pemerintah Subang dan pihak perusahaan pupuk Kujang. Hasil kesepakatan awal adalah bahwa industri kecil pupuk organik berperan sebagai pemasok bahan baku
bagi pupuk Kujang dan Petrokimia. UKM penghasil pupuk memasok bahan mentah pupuk yang sudah dikomposkan. Menurut pihak APPOS, hasil
154 kesepakatan ini masih belum menjadi solusi yang tepat untuk dijalankan karena
masih merugikan bagi pihak industri kecil.
b. Kebijakan produk