Analisis kelayakan usaha pupuk organik kelompok tani bhineka I, Desa Blendung, Kabupaten Subang

(1)

88

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PUPUK ORGANIK

KELOMPOK TANI BHINEKA I, DESA BLENDUNG,

KABUPATEN SUBANG

SKRIPSI

SYAHRA ZULFAH H34050039

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010


(2)

89

RINGKASAN

SYAHRA ZULFAH. Analisis Kelayakan Usaha Pupuk Organik Kelompok Tani Bhineka I, Desa Blendung, Kabupaten Subang. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. (Di bawah bimbingan POPONG NURHAYATI).

Industri pupuk organik di Indonesia sangat prospektif untuk dikembangkan. Hal ini dikarenakan berkembanganya pertanian organik yang ikut meningkatkan penggunaan input-input pertanian organik dimana salah satunya adalah pupuk organik. Berdasarkan data Departemen Pertanian tahun 2008, kebutuhan pupuk organik baru dapat dipenuhi 2 persen dari total kebutuhan sebesar 17 juta ton. Hal tersebut menunjukkan bahwa peluang pasar pupuk organik di Indonesia sangat besar.

Kelompok tani (Poktan Bhineka I) adalah salah satu UKM pupuk organik di Kabupaten Subang. Usaha ini berdiri sejak tahun 2008 dengan dukungan dana dari Pemerintah Kabupaten Subang. Sejak berdiri pada tahun 2008 hingga September 2009, Poktan Bhineka I menghadapi permintaan yang meningkat hingga 90 persen. Akan tetapi permintaan tersebut belum terpenuhi semuanya karena keterbatasan kapasitas produksi. Oleh karena itu, Poktan Bhineka I berencana untuk meningkatkan kapasitas produksi pupuk organiknya menjadi dua kali lipat pada tahun 2010 .

Tujuan penelitian ini adalah (1) Menganalisis aspek kelayakan non finansial dan finansial usaha pupuk organik Poktan Bhineka I yang telah berjalan selama ini dan (2)Menganalisis kelayakan usaha pupuk organik jika kapasitas produksi ditingkatkan. Manfaat dari penelitian ini yaitu : (1) Bagi penulis, penelitian ini dapat menambah pengalaman dan latihan dalam menerapkan ilmu-ilmu yang telah diperoleh selama kuliah, (2) Bagi perusahaan, penelitian ini dapat menjadi referensi dan membantu perusahaan dalam mengambil keputusan pelaksanaan dan pengembangan usaha pupuk organik oleh Poktan Bhineka I, dan (3) Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi penelitian dan pengembangan lebih lanjut mengenai bisnis pupuk organik.

Penelitian ini dilakukan di Desa Blendung pada bulan Mei hingga September 2009. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Metode yang digunakan dalam mengolah dan menganalisis data pada penelitian ini adalah metode kualitatif dan kuantitatif. Analisis kelayakan non finansial dilakukan secara deskriptif dengan mengkaji lima aspek yaitu (1) Teknis dan teknologi, (2) Pasar, (3) Manajemen, (4) Hukum dan (5) Sosial Lingkungan. Analisis kelayakan finansial dilakukan dengan mengkaji arus kas menggunakan program Microsoft Excel. Kriteria-kriteria kelayakan finansial diukur dari nilai NPV, IRR, Net B/C dan Payback Period.

Analisis kelayakan non finansial usaha pupuk organik Poktan Bhineka I dikatakan layak jika ditinjau dari aspek : (1) Teknis dan teknologi, (2) Pasar, (3) Manajemen, dan (4) Sosial dan lingkungan. Aspek teknis usaha dikatakan layak karena : (a) Pemilihan teknologi yang tepat, (b) Ketersediaan bahan baku terjamin dan (c)Lokasi usaha yang strategis. Aspek pasar dikatakan layak karena permintaannya yang meningkat dan kondisi pasar yang kompetitif dan teratur dengan adanya APPOS. Aspek manajemen dikatakan layak karena adanya


(3)

90 struktur organisai usaha, pembagian tugas dan pembagian wewenang yang sederhana dan jelas. Aspek sosial dan lingkungan dikatakan layak karena usaha ini berdampak positif terhadap lingkungan dan memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat peternak, pengusaha budidaya jamur dan UKM kerupuk di lingkungan sekitar usaha.

Analisis kelayakan finansial usaha Poktan Bhineka I dilakukan pada kondisi yang sudah berjalan (Skenario I) dan bila kapasitas produksi ditingkatkan dua kali lipat (Skenario II). Hasil analisis menunjukkan usaha layak pada kedua kondisi tersebut. Peningkatan kapasitas produksi (Skenario II) menghasilkan laba per tahun dan NPV lebih besar daripada Skenario I. Analisis sensitivitas usaha ini menggunakan nilai pengganti (switching value, SV) yaitu kenaikan harga bahan baku, kenaikan upah dan penurunan harga jual. Hasil analisis sensitivitas pada skenario I usaha menunjukkan bahwa batas kenaikan harga bahan baku, kenaikan upah kerja dan penurunan harga jual yang masih membuat usaha ini layak adalah 4,41 persen, 19,2 persen, dan 14,4 persen. Sedangkan Hasil analisis sensitivitas pada skenario II menunjukkan bahwa batas kenaikan harga bahan baku, kenaikan upah kerja dan penurunan harga jual yang membuat usaha ini tetap layak adalah 4,16 persen, 17,85 persen, dan 11,25 persen. Hasil tersebut menunjukkan bahwa usaha ini sangat sensitif terhadap kenaikan biaya bahan baku karena biaya bahan baku memiliki proporsi terbesar dalam anggaran usaha. Penetapan harga jual sebesar Rp 500 pada skenario I ataupun skenario II menyebabkan usaha ini tidak layak karena pada skenario I, harga pasar minimal adalah Rp 556,4 sedangkan pada skenario II adalah Rp 576,8.


(4)

91

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PUPUK ORGANIK

KELOMPOK TANI BHINEKA I, DESA BLENDUNG,

KABUPATEN SUBANG

SYAHRA ZULFAH H34050039

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010


(5)

92

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Kelayakan Usaha Pupuk Organik Kelompok Tani Bhineka I, Desa Blendung, Kabupaten Subang” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka dibagian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2010

Syahra Zulfah H34050039


(6)

93

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 8 September 1987 dari pasangan Bapak Muhammad Zulfan dan Ibu Rahmawati. Penulis menyelesaikan pendidikan di SDN 060900 Medan pada tahun 1997. Pada tahun yang sama penulis diterima di SLTPN 2 Medan dan lulus pada tahun 2002. Kemudian pada tahun 2005, penulis menyelesaikan pendidikan di SMUN 2 Medan. Pada tahun 2005, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Departemen Agribinis melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

Selama kuliah penulis aktif pada kegiatan organisasi dan kepanitian di lingkungan kampus. Penulis aktif dalam anggota Bina UKM FEM. Penulis juga aktif di kegiatan luar kampus sebagai pengajar Ekonomi di bimbingan belajar di Bogor.


(7)

94

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah serta karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penelitian dalam rangka penulisan skripsi untuk mendapatkan gelar sarjana. Skripsi ini berjudul “Analisis Kelayakan Usaha Pupuk Organik Kelompok Tani Bhineka I, Desa Blendung, Kabupaten Subang” yang secara umum bertujuan untuk menentukan kelayakan usaha pupuk organik yang dijalankan oleh kelompok tani. Hasil analisis penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi perusahaan dalam pengambilan keputusan investasi. Selain itu, hasil analisis penelitian ini juga dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah untuk mengambil kebijakan dalam pengembangan industri pupuk organik khususnya di Subang.

Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak termasuk penulis, pembaca, pemerintah dan terutama untuk perusahaan tempat penulis melakukan penelitian. Penulis juga mengharapkan masukan yang bersifat membangun untuk perbaikan di masa mendatang.

Bogor, Maret 2010


(8)

95

UCAPAN TERIMA KASIH

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala berkat, rahmat dan anugerah-Nya serta jalan dan kemudahan yang Engkau tunjukkan kepada penulis.

Penulis menyadari dalam menyelesaikan skripsi ini banyak pihak yang telah membantu memberikan bimbingan, bantuan, dukungan dan doa. Dalam kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ir. Popong Nurhayati, MM. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan motivasi, bimbingan dan arahan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

2. Ibu Eva Yolynda, SP, MM. selaku dosen penguji utama yang telah meluangkan waktunya serta memberikan saran demi perbaikan skripsi ini. 3. Bapak Rahmat Yuniar, SP, MM. selaku dosen penguji dari wakil komisi

pendidikan Departemen Agribisnis atas segala saran yang telah diberikan. 4. Ibu dan Ayah, atas segala doa dan dukungan baik moral maupun material. 5. Bapak Haji Dedi Sobandi dan keluarga, terima kasih atas segala kebaikan dan

bimbingan yang diterima penulis selama penelitian, kesempatan untuk melakukan penelitian, dan pengalaman-pengalaman yang berharga.

6. Kepada para stakeholder (pemasok input, pembeli pupuk dan lain-lain) usaha Potan Bhineka I atas informasi dan data yang telah diberikan.

7. Bapak Suta Suntana (Ketua APPOS) yang telah memberikan informasi dan bimbingan selama penelitian

8. Penyuluh pertanian Kecamatan Purwadadi atas informasi yang diberikan 9. Teman-teman Agribisnis 42 dan FEM yang telah memberikan inspirasi,

semangat dan dukungan yang besar kepada penulis.

10.Keluarga besar Arafah, Lorong 10, PPH, Pondok Bu Haji dan Nurul Fikri yang telah memberi dukungan yang besar kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.

11.Semua pihak yang turut membantu dalam pembuatan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.


(9)

96 DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 4

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Kegunaan Penelitian ... 6

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Karakteristik Pupuk Organik ... 8

2.1.1 Bahan-Bahan Penyusun Pupuk Organik ... 9

2.1.2 Standar Kualitas Pupuk Organik ... 11

2.2 Metode Pengomposan ... 12

2.3 Program Go Organik 2010 ... 13

2.4 Definisi Usaha Mikro Kecil dan Menengah ... 14

2.5 Penelitian Terdahulu ... 14

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 16

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 16

3.1.1. Studi Kelayakan Proyek ... 18

3.1.2. Teori Biaya dan Manfaat ... 19

3.1.3. Analisis Kelayakan Investasi... 20

3.1.4. Analisis Finansial ... 20

3.1.4.1 Laporan Laba Rugi ... 20

3.1.4.2 Net Present Value (NPV) ... 20

3.1.4.3 Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) ... 21

3.1.4.3 Internal Rate of Return (IRR) ... 21

3.1.6 Analisis Sensitivitas ... 21

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional... 22

IV. METODE PENELITIAN ... 25

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 25

4.2. Data dan Sumber Data ... 25

4.3. Metode Pengumpulan, Pengolahan dan Analisis Data ... 25

4.4. Analisis Kelayakan Investasi ... 26

4.4.1. Analisis Kelayakan Non Finansial... 26


(10)

97

4.5 Asumsi Dasar yang digunakan ... 30

V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... 34

5.1. Karakteristik Wilayah Penelitian ... 34

5.2. Asosiasi Produsen Pupuk Organik Subang (APPOS) ... 35

5.3. Kelompok Tani Bhineka I ... 36

5.4. Profil Usaha Pembuatan Pupuk Organik Bhineka I ... 37

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 39

6.1 Analisis Aspek Kelayakan Non Finansial ... 39

6.1.1 Aspek Teknis dan Teknologi ... 39

6.1.2 Hasil Analalisis Aspek Teknis dan Teknologi ... 49

6.1.3 Aspek Pasar ... 51

6.1.4 Hasil Analisis Aspek Pasar ... 55

6.1.5 Aspek Manajemen ... 57

6.1.6 Hasil Analisis Aspek Manajemen... 59

6.1.7 Aspek Hukum ... 60

6.1.8 Hasil Analisis Aspek Hukum ... 60

6.1.9 Aspek Sosial Lingkungan ... 60

6.1.10 Hasil Analisis Aspek Sosial Lingkungan ... 61

6.2 Analisis Aspek Kelayakan Finansial ... 62

6.2.1 Analisis Kelayakan Finansial Skenario I ... 62

6.2.1.1 Arus Manfaat (Inflow)... 63

6.2.1.2 Arus Biaya (Outflow) ... 64

6.2.1.3 Laporan Laba Rugi ... 67

6.2.1.4 Hasil Analisis Kelayakan Finansial ... 68

6.2.1.5 Analisis Sensitivitas ... 69

6.2.1 Analisis Kelayakan Finansial Skenario II (Peningkatan Kapasitas Produksi) ... 70

6.2.1.1 Arus Manfaat (Inflow)... 70

6.2.1.2 Arus Biaya (Outflow) ... 71

6.2.1.3 Laporan Laba Rugi ... 73

6.2.1.4 Hasil Analisis Kelayakan Finansial ... 74

6.2.1.5 Analisis Sensitivitas ... 75

6.3 Perbandingan Hasil Analisis Finansial Skenario I dan Skenario II ... 76

KESIMPULAN DAN SARAN ... 78

7.1. Kesimpulan ... 78

7.2. Saran ... 79

DAFTAR PUSTAKA ... 80


(11)

88

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PUPUK ORGANIK

KELOMPOK TANI BHINEKA I, DESA BLENDUNG,

KABUPATEN SUBANG

SKRIPSI

SYAHRA ZULFAH H34050039

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010


(12)

89

RINGKASAN

SYAHRA ZULFAH. Analisis Kelayakan Usaha Pupuk Organik Kelompok Tani Bhineka I, Desa Blendung, Kabupaten Subang. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. (Di bawah bimbingan POPONG NURHAYATI).

Industri pupuk organik di Indonesia sangat prospektif untuk dikembangkan. Hal ini dikarenakan berkembanganya pertanian organik yang ikut meningkatkan penggunaan input-input pertanian organik dimana salah satunya adalah pupuk organik. Berdasarkan data Departemen Pertanian tahun 2008, kebutuhan pupuk organik baru dapat dipenuhi 2 persen dari total kebutuhan sebesar 17 juta ton. Hal tersebut menunjukkan bahwa peluang pasar pupuk organik di Indonesia sangat besar.

Kelompok tani (Poktan Bhineka I) adalah salah satu UKM pupuk organik di Kabupaten Subang. Usaha ini berdiri sejak tahun 2008 dengan dukungan dana dari Pemerintah Kabupaten Subang. Sejak berdiri pada tahun 2008 hingga September 2009, Poktan Bhineka I menghadapi permintaan yang meningkat hingga 90 persen. Akan tetapi permintaan tersebut belum terpenuhi semuanya karena keterbatasan kapasitas produksi. Oleh karena itu, Poktan Bhineka I berencana untuk meningkatkan kapasitas produksi pupuk organiknya menjadi dua kali lipat pada tahun 2010 .

Tujuan penelitian ini adalah (1) Menganalisis aspek kelayakan non finansial dan finansial usaha pupuk organik Poktan Bhineka I yang telah berjalan selama ini dan (2)Menganalisis kelayakan usaha pupuk organik jika kapasitas produksi ditingkatkan. Manfaat dari penelitian ini yaitu : (1) Bagi penulis, penelitian ini dapat menambah pengalaman dan latihan dalam menerapkan ilmu-ilmu yang telah diperoleh selama kuliah, (2) Bagi perusahaan, penelitian ini dapat menjadi referensi dan membantu perusahaan dalam mengambil keputusan pelaksanaan dan pengembangan usaha pupuk organik oleh Poktan Bhineka I, dan (3) Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi penelitian dan pengembangan lebih lanjut mengenai bisnis pupuk organik.

Penelitian ini dilakukan di Desa Blendung pada bulan Mei hingga September 2009. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Metode yang digunakan dalam mengolah dan menganalisis data pada penelitian ini adalah metode kualitatif dan kuantitatif. Analisis kelayakan non finansial dilakukan secara deskriptif dengan mengkaji lima aspek yaitu (1) Teknis dan teknologi, (2) Pasar, (3) Manajemen, (4) Hukum dan (5) Sosial Lingkungan. Analisis kelayakan finansial dilakukan dengan mengkaji arus kas menggunakan program Microsoft Excel. Kriteria-kriteria kelayakan finansial diukur dari nilai NPV, IRR, Net B/C dan Payback Period.

Analisis kelayakan non finansial usaha pupuk organik Poktan Bhineka I dikatakan layak jika ditinjau dari aspek : (1) Teknis dan teknologi, (2) Pasar, (3) Manajemen, dan (4) Sosial dan lingkungan. Aspek teknis usaha dikatakan layak karena : (a) Pemilihan teknologi yang tepat, (b) Ketersediaan bahan baku terjamin dan (c)Lokasi usaha yang strategis. Aspek pasar dikatakan layak karena permintaannya yang meningkat dan kondisi pasar yang kompetitif dan teratur dengan adanya APPOS. Aspek manajemen dikatakan layak karena adanya


(13)

90 struktur organisai usaha, pembagian tugas dan pembagian wewenang yang sederhana dan jelas. Aspek sosial dan lingkungan dikatakan layak karena usaha ini berdampak positif terhadap lingkungan dan memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat peternak, pengusaha budidaya jamur dan UKM kerupuk di lingkungan sekitar usaha.

Analisis kelayakan finansial usaha Poktan Bhineka I dilakukan pada kondisi yang sudah berjalan (Skenario I) dan bila kapasitas produksi ditingkatkan dua kali lipat (Skenario II). Hasil analisis menunjukkan usaha layak pada kedua kondisi tersebut. Peningkatan kapasitas produksi (Skenario II) menghasilkan laba per tahun dan NPV lebih besar daripada Skenario I. Analisis sensitivitas usaha ini menggunakan nilai pengganti (switching value, SV) yaitu kenaikan harga bahan baku, kenaikan upah dan penurunan harga jual. Hasil analisis sensitivitas pada skenario I usaha menunjukkan bahwa batas kenaikan harga bahan baku, kenaikan upah kerja dan penurunan harga jual yang masih membuat usaha ini layak adalah 4,41 persen, 19,2 persen, dan 14,4 persen. Sedangkan Hasil analisis sensitivitas pada skenario II menunjukkan bahwa batas kenaikan harga bahan baku, kenaikan upah kerja dan penurunan harga jual yang membuat usaha ini tetap layak adalah 4,16 persen, 17,85 persen, dan 11,25 persen. Hasil tersebut menunjukkan bahwa usaha ini sangat sensitif terhadap kenaikan biaya bahan baku karena biaya bahan baku memiliki proporsi terbesar dalam anggaran usaha. Penetapan harga jual sebesar Rp 500 pada skenario I ataupun skenario II menyebabkan usaha ini tidak layak karena pada skenario I, harga pasar minimal adalah Rp 556,4 sedangkan pada skenario II adalah Rp 576,8.


(14)

91

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PUPUK ORGANIK

KELOMPOK TANI BHINEKA I, DESA BLENDUNG,

KABUPATEN SUBANG

SYAHRA ZULFAH H34050039

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010


(15)

92

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Kelayakan Usaha Pupuk Organik Kelompok Tani Bhineka I, Desa Blendung, Kabupaten Subang” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka dibagian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2010

Syahra Zulfah H34050039


(16)

93

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 8 September 1987 dari pasangan Bapak Muhammad Zulfan dan Ibu Rahmawati. Penulis menyelesaikan pendidikan di SDN 060900 Medan pada tahun 1997. Pada tahun yang sama penulis diterima di SLTPN 2 Medan dan lulus pada tahun 2002. Kemudian pada tahun 2005, penulis menyelesaikan pendidikan di SMUN 2 Medan. Pada tahun 2005, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Departemen Agribinis melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

Selama kuliah penulis aktif pada kegiatan organisasi dan kepanitian di lingkungan kampus. Penulis aktif dalam anggota Bina UKM FEM. Penulis juga aktif di kegiatan luar kampus sebagai pengajar Ekonomi di bimbingan belajar di Bogor.


(17)

94

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah serta karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penelitian dalam rangka penulisan skripsi untuk mendapatkan gelar sarjana. Skripsi ini berjudul “Analisis Kelayakan Usaha Pupuk Organik Kelompok Tani Bhineka I, Desa Blendung, Kabupaten Subang” yang secara umum bertujuan untuk menentukan kelayakan usaha pupuk organik yang dijalankan oleh kelompok tani. Hasil analisis penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi perusahaan dalam pengambilan keputusan investasi. Selain itu, hasil analisis penelitian ini juga dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah untuk mengambil kebijakan dalam pengembangan industri pupuk organik khususnya di Subang.

Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak termasuk penulis, pembaca, pemerintah dan terutama untuk perusahaan tempat penulis melakukan penelitian. Penulis juga mengharapkan masukan yang bersifat membangun untuk perbaikan di masa mendatang.

Bogor, Maret 2010


(18)

95

UCAPAN TERIMA KASIH

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala berkat, rahmat dan anugerah-Nya serta jalan dan kemudahan yang Engkau tunjukkan kepada penulis.

Penulis menyadari dalam menyelesaikan skripsi ini banyak pihak yang telah membantu memberikan bimbingan, bantuan, dukungan dan doa. Dalam kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ir. Popong Nurhayati, MM. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan motivasi, bimbingan dan arahan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

2. Ibu Eva Yolynda, SP, MM. selaku dosen penguji utama yang telah meluangkan waktunya serta memberikan saran demi perbaikan skripsi ini. 3. Bapak Rahmat Yuniar, SP, MM. selaku dosen penguji dari wakil komisi

pendidikan Departemen Agribisnis atas segala saran yang telah diberikan. 4. Ibu dan Ayah, atas segala doa dan dukungan baik moral maupun material. 5. Bapak Haji Dedi Sobandi dan keluarga, terima kasih atas segala kebaikan dan

bimbingan yang diterima penulis selama penelitian, kesempatan untuk melakukan penelitian, dan pengalaman-pengalaman yang berharga.

6. Kepada para stakeholder (pemasok input, pembeli pupuk dan lain-lain) usaha Potan Bhineka I atas informasi dan data yang telah diberikan.

7. Bapak Suta Suntana (Ketua APPOS) yang telah memberikan informasi dan bimbingan selama penelitian

8. Penyuluh pertanian Kecamatan Purwadadi atas informasi yang diberikan 9. Teman-teman Agribisnis 42 dan FEM yang telah memberikan inspirasi,

semangat dan dukungan yang besar kepada penulis.

10.Keluarga besar Arafah, Lorong 10, PPH, Pondok Bu Haji dan Nurul Fikri yang telah memberi dukungan yang besar kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.

11.Semua pihak yang turut membantu dalam pembuatan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.


(19)

96 DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 4

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Kegunaan Penelitian ... 6

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Karakteristik Pupuk Organik ... 8

2.1.1 Bahan-Bahan Penyusun Pupuk Organik ... 9

2.1.2 Standar Kualitas Pupuk Organik ... 11

2.2 Metode Pengomposan ... 12

2.3 Program Go Organik 2010 ... 13

2.4 Definisi Usaha Mikro Kecil dan Menengah ... 14

2.5 Penelitian Terdahulu ... 14

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 16

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 16

3.1.1. Studi Kelayakan Proyek ... 18

3.1.2. Teori Biaya dan Manfaat ... 19

3.1.3. Analisis Kelayakan Investasi... 20

3.1.4. Analisis Finansial ... 20

3.1.4.1 Laporan Laba Rugi ... 20

3.1.4.2 Net Present Value (NPV) ... 20

3.1.4.3 Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) ... 21

3.1.4.3 Internal Rate of Return (IRR) ... 21

3.1.6 Analisis Sensitivitas ... 21

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional... 22

IV. METODE PENELITIAN ... 25

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 25

4.2. Data dan Sumber Data ... 25

4.3. Metode Pengumpulan, Pengolahan dan Analisis Data ... 25

4.4. Analisis Kelayakan Investasi ... 26

4.4.1. Analisis Kelayakan Non Finansial... 26


(20)

97

4.5 Asumsi Dasar yang digunakan ... 30

V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... 34

5.1. Karakteristik Wilayah Penelitian ... 34

5.2. Asosiasi Produsen Pupuk Organik Subang (APPOS) ... 35

5.3. Kelompok Tani Bhineka I ... 36

5.4. Profil Usaha Pembuatan Pupuk Organik Bhineka I ... 37

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 39

6.1 Analisis Aspek Kelayakan Non Finansial ... 39

6.1.1 Aspek Teknis dan Teknologi ... 39

6.1.2 Hasil Analalisis Aspek Teknis dan Teknologi ... 49

6.1.3 Aspek Pasar ... 51

6.1.4 Hasil Analisis Aspek Pasar ... 55

6.1.5 Aspek Manajemen ... 57

6.1.6 Hasil Analisis Aspek Manajemen... 59

6.1.7 Aspek Hukum ... 60

6.1.8 Hasil Analisis Aspek Hukum ... 60

6.1.9 Aspek Sosial Lingkungan ... 60

6.1.10 Hasil Analisis Aspek Sosial Lingkungan ... 61

6.2 Analisis Aspek Kelayakan Finansial ... 62

6.2.1 Analisis Kelayakan Finansial Skenario I ... 62

6.2.1.1 Arus Manfaat (Inflow)... 63

6.2.1.2 Arus Biaya (Outflow) ... 64

6.2.1.3 Laporan Laba Rugi ... 67

6.2.1.4 Hasil Analisis Kelayakan Finansial ... 68

6.2.1.5 Analisis Sensitivitas ... 69

6.2.1 Analisis Kelayakan Finansial Skenario II (Peningkatan Kapasitas Produksi) ... 70

6.2.1.1 Arus Manfaat (Inflow)... 70

6.2.1.2 Arus Biaya (Outflow) ... 71

6.2.1.3 Laporan Laba Rugi ... 73

6.2.1.4 Hasil Analisis Kelayakan Finansial ... 74

6.2.1.5 Analisis Sensitivitas ... 75

6.3 Perbandingan Hasil Analisis Finansial Skenario I dan Skenario II ... 76

KESIMPULAN DAN SARAN ... 78

7.1. Kesimpulan ... 78

7.2. Saran ... 79

DAFTAR PUSTAKA ... 80


(21)

98 DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Kebutuhan dan Ketersediaan Berbagai Jenis Pupuk

Di Indonesia Tahun 2008 ... 3

2. Persyaratan Teknis Minimal Pupuk Organik di Indonesia ... 11

3. Data Kepemilikan Lahan Pertanian Tanaman Pangan ... 34

4. Komposisi Bahan Baku Produksi 10 Ton Pupuk Organik Bhineka I ... 39

5. Ketersediaan Kotoran Hewan di Kecamatan Purwadadi ... 40

6. Rincian Peralatan dan Fungsinya dalam Pembuatan Pupuk Bhineka I ... 42

7. Penjualan Pupuk Organik Tahun 2008 hingga September 2009 52 8. Penerimaan Usaha Pupuk Organik Bhineka I ... 63

9. Nilai Sisa Invetasi (Skenario I) ... 64

10. Rincian Investasi Usaha Pupuk Organik Bhineka I (Skenario I) 65 11. Rincian Biaya Variabel Produksi 10 Ton Pupuk Organik Tahun 2008 ... 67

12. Rincian Biaya Variabel Produksi 10 Ton Pupuk Organik Tahun 2009 ... 67

13. Rincian Biaya Tetap Usaha Pupuk Organik Bhineka I ... 67

14. Proyeksi Laporan Laba Rugi Usaha Usaha Bhineka I ... 68

15. Hasil Analisis Kelayakan Finansial (Skenario I) ... 68

16. Hasil Analisis Sensitivitas (Skenario I) ... 70

17. Penerimaan Pupuk Organik (Skenario II) ... 71

18. Rincian Penambahan Biaya Investasi (Skenario II) ... 71

19. Rincian Biaya Variabel per Tahun (Skenario II) ... 72

20. Rincian Biaya Tetap (Skenario II) ... 73

21. Rincian Laba Rugi Usaha Bhineka I pada (Skenario II) ... 74

22. Hasil Analisis Kelayakan Finansial (Skenario II) ... 74

23. Hasil Analisis Sensitivitas (Skenario II) ... 75

24. Perbandingan Hasil Analisis Kelayakan Finansial Skenario I dan II ... 74


(22)

99 DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Grafik Peningkatan Konsumsi Urea di Indonesia ... 1 2. Kerangka Pemikiran ... 24 3. Struktur Organisasi Kelompok Tani Bhineka I ... 36 4. Skema Pembuatan Pupuk Organik Poktan Bhineka I ... 43 5. Susunan Tumpukan Kompos ... 45 6. Bagan Pola Distribusi Langsung Pupuk Organik Bhineka I ... 55 7. Bagan Pola Distribusi Tidak Langsung Pupuk Organik Bhineka I 55 8. Bagan Organisasi Usaha Pupuk Organik Poktan Bhineka I ... 57 9. Grafik Arus Manfaat Skenario I dan Skenario II ... 76


(23)

100 DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Komposisi Unsur Hara Kotoran ternak dari Beberapa Jenis

Ternak di Indonesia ... 82 2. Komposisi dan Aplikasi Bahan Aditif untuk Memperbaiki

Kondisi Proses Dekomposisi dan Kualitas Kompos ... 83 3. Alokasi penggunaan Lahan Desa Blendung Tahun 2007 ... 84 4. Gambar Bahan Baku Pupuk Organik ... 85 5. Gambar Proses Produksi Pupuk Organik ... 86 6. Diagram Grant Siklus Produksi ... 87 7. Layout Usaha Pupuk Organik Bhineka I ... 89 8. Rincian Biaya Investasi dan Reinvestasi Skenario I ... 91 9. Rincian Biaya Penyusutan Skenario I ... 92 10. Cashflow Usaha pupuk Organik Bhineka I Skenario I ... 93 11. Analisis Sensitivitas terhadap Penurunan Harga Jual

Skenario I ... 95 12. Analisis Sensitivitas terhadap Kenaikan Harga Bahan

Baku Skenario I... 96 13. Analisis Sensitivitas terhadap Kenaikan Harga Upah

Skenario I ... 97 14. Rincian Biaya Investasi, Reinvestasi dan Nilai Sisa Usaha

Skenario II ... 98 15. Rincian Biaya Penyusutan Skenario II ... 99 16. Cashflow Usaha Pupuk Organik Skenario II ... 100 17. Analisis Sensitivitas Terhadap Penurunan Harga Jual

Skenario II ... 102 18. Analisis Sensitivitas Terhadap Kenaikan Harga Bahan Baku

Skenario II ... 103 19. Analisis Sensitivitas Terhadap Kenaikan Upah Skenario II ... 104


(24)

101 I PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang

Semenjak dimulainya revolusi hijau (1970-an), kondisi lahan pertanian khususnya lahan pertanian intensif di Indonesia semakin kritis. Sebagian besar lahan pertanian Indonesia mengalami degradasi yang menggerus kandungan bahan organik tanah sehingga menurunkan produktifitas lahan. Hasil penelitian Balai Penelitian Tanah (Balitan) 2005 menunjukkan bahwa sebagian besar lahan pertanian di Indonesia, baik lahan kering maupun lahan sawah, mempunyai kandungan bahan organik (BO) sangat rendah yaitu kurang dari dua persen (<2%). Padahal BO sangat berperan sebagai faktor pengendali (regulating factor) dalam proses-proses penyediaan hara bagi tanaman dan mempertahankan struktur tanah. Rendahnya kandungan hara menyebabkan kebutuhan lahan terhadap pupuk anorganik sebagai asupan hara semakin meningkat. Urea adalah salah satu pupuk anorganik yang pada umumnya digunakan petani Indonesia sebagai asupan hara pokok tanaman. Total konsumsi pupuk urea di Indonesia meningkat dari 0,39 juta ton (1975) menjadi 5,9 juta ton (2008).

Gambar 1: Grafik Peningkatan Konsumsi Urea di Indonesia

Akan tetapi, peningkatan kebutuhan tersebut tidak diikuti dengan peningkatan ketersediaan pupuk urea sehingga mengakibatkan kelangkaan pupuk dan kenaikan harga urea di pasar. Dampaknya secara tidak langsung adalah kesejahteraan petani yang semakin terancam. Kenaikan harga pupuk urea menyebabkan peningkatan biaya usaha tani dan penurunan pendapatan usaha tani. Kenaikan harga urea juga meningkatkan beban pemerintah karena anggaran subsidi ikut meningkat. Pada

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000

1975 1985 1990 1995 2000 2005 2008

T

o

n


(25)

102 tahun 2009, anggaran subsidi urea mencapai Rp 7 Triliun untuk 5,5 ton urea dan pada tahun 2010 mencapai Rp 11 Triliun untuk 6 ton urea1. Salah satu alternatif dalam penyelesaian masalah penurunan produktifitas lahan dan kelangkaan pupuk adalah sistem pemupukan terpadu dimana penggunaan pupuk anorganik dikurangi dengan penambahan pupuk organik dalam komposisi pemupukan. Pupuk organik adalah pupuk yang bahan bakunya berasal dari sisa makhluk hidup yang telah mengalami proses pembusukan oleh mikroorganisme pengurai. Pupuk organik biasanya berasal dari pengomposan kotoran ternak,sisa panen seperti jerami dan sampah kota. Hasil penelitian pengembangan sistem integrasi tanaman-ternak (Crops Livestock System, CLS) pada lahan percobaan di Jawa Tengah dan Jawa Timur, pemanfaatan limbah kotoran ternak sebagai pupuk organik dapat mengurangi pemakaian pupuk anorganik 25-35 persen dan meningkatkan produktivitas 20-29 persen. Mengacu pada hasil penelitian tersebut, pengurangan pemakaian pupuk anorganik dapat meningkatkan pendapatan usaha tani sebesar 20-29 persen dan menghemat anggaran subsidi pemerintah sekitar 30 persen atau sekitar Rp 3,3 Triliun pada tahun 2010.

Pengembangan industri pupuk organik tidak hanya berdasarkan atas faktor kerusakan lahan tetapi juga nilai bisnis dan ekonominya. Pertanian organik mengalami perkembangan yang pesat sehingga permintaan pupuk organik ikut meningkat. International Federation for Organic Agriculture Movement (IFOAM), sebuah organisasi internasional yang menjadi payung gerakan organik seluruh dunia, memprediksi bahwa pertumbuhan pasar organik berada di kisaran 20-30 persen setiap tahun.

Pengembangan pertanian organik mendapat dukungan besar dari pemerintah melalui program Go Organik yang dicanangkan sejak tahun 2005. Pada tahun anggaran 2007, Departemen Pertanian (Deptan) mengalokasikan dana Rp 30 Milyar untuk pengembangan pertanian organik dan lingkungan hidup. Anggaran dialokasikan ke semua Direktorat jendral (Ditjen) teknis di bawah Deptan yang memiliki program-program teknis pengembangan pertanian organik. Program-program yang mendapatkan dukungan ini berupa pengembangan pilot

1


(26)

103 proyek organik, seperti sosialisasi pertanian organik, studi kelayakan, pengembangan saprodi organik, pengenalan budidaya, panen dan sertifikasi organik. Selain itu, Deptan juga akan memberikan dukungan bagi kelompok tani berupa pemberian kredit usaha 2. Pemerintah mulai menggalakkan pengembangan pertanian organik beberapa tahun terakhir. Pengembangan pertanian organik di Indonesia mengacu pada sasaran Revitalisasi Pertanian Perikanan dan Kehutanan (RPPK) 2005 yang antara lain berkaitan dengan aspek produktifitas dan efisiensi, khususnya pada tanaman yang membutuhkan produksi besar dan menyangkut hajat hidup orang banyak seperti tanaman pangan.

Industri pupuk di Indonesia pada umumnya terdiri dari usaha kecil menengah dan bersifat parsial. Hal ini mengakibatkan kebutuhan pupuk organik di Indonesia masih belum terpenuhi karena ketersediaan pupuk organik masih relatif kecil dan akses untuk memperolehnya relatif sulit. Menurut data dari Deptan pada tahun 2008 bahwa kebutuhan pupuk organik baru dapat dipenuhi sebesar 2 persen dari total kebutuhan sebesar 17.000.000 ton. Hal tersebut menunjukkan bahwa potensi pasar industri pupuk organik di Indonesia sangat besar.

Tabel 1. Kebutuhan dan Ketersediaan Berbagai Jenis Pupuk di Indonesia Tahun 2008

Jenis Pupuk Kebutuhan (Ton)

Ketersediaan Pupuk (Ton)

Selisih (Ton)

Urea 5.817.974 4.300.000 1.517.917

Sp-36 2.443.169 800.000 1.643.169

ZA 1.164.744 700.000 467.744

NPK 1.269.406 900.000 369.406

Organik 17.000.000 345.000 16.655.000

Sumber : www.deptan.go.id

Kabupaten Subang adalah salah satu kabupaten yang berperan besar dalam ketahanan pangan nasional sebagai salah satu lumbung padi nasional yang menyumbangkan produksi padi mencapai 1.020.606 ton terhadap stok padi

2

www.biocert.or.id/.../edition_87fdaf7e36e714da66073a3ce1a2741cc39f86ad.pdf Rp 30 milyar Untuk Pengembangan Pertanian Organik.2007. Diakses pada tanggal 6 juli 2009


(27)

104 nasional. Subang mengarahkan pengembangan ekonomi daerah berbasis pertanian yang tertuang dalam visi Pemerintah Kabupaten (Pemkab Subang). Subang sebagai salah satu kabupaten yang mengembangkan program Go organik 2010. Langkah awal kebijakan Go Organik 2010 yang dilakukan Pemkab Subang yaitu melakukan pengalihan secara bertahap pemakaian input-input pertanian anorganik menjadi organik. Salah satunya adalah mengurangi pemakaian pupuk anorganik dan mensubstitusikannya dengan pupuk organik. Tujuan utama dari pensubstitusian penggunaan pupuk anorganik menjadi organik adalah menyehatkan lahan pertanian di Kabupaten Subang. Untuk mendukung kebijakan tersebut, langkah yang diambil adalah menumbuh-kembangkan industri kecil pupuk organik. Pada tahun 2007, Pemkab Subang memberikan bantuan dana sekitar Rp 1 Milyar kepada 32 pelaku usaha yang ingin mendirikan usaha pupuk organik dan mengembangkannya. Sebagian besar pelaku usaha tersebut adalah kelompok tani yang tersebar di beberapa desa di Kabupaten Subang. Pelaku-pelaku usaha tersebut kemudian membentuk APPOS (Asosiasi Produsen Pupuk Organik Subang). Kelompok Tani (Poktan) Bhineka I adalah salah satu UKM yang tergabung dalam APPOS yang menjalani usaha pupuk organik sejak awal tahun 2008.

1.2 Perumusan Masalah

Salah satu alasan penting pengembangan pertanian organik adalah kerusakan lahan pertanian yang semakin buruk. Penggunaan pupuk kimia yang terus-menerus menjadi penyebab menurunnya kesuburan lahan bila tidak diimbangi dengan penggunaan pupuk organik. Hasil penelitian Lembaga Penelitian Tanah (LPT) menunjukkan bahwa 79 persen tanah sawah di Indonesia memiliki bahan organik (BO) yang sangat rendah 3. Kondisi ini berarti bahwa sawah di Indonesia sudah sangat miskin hara bahkan dapat dikatakan sakit sehingga tidak hanya membutuhkan makanan (pupuk kimia), namun juga memerlukan penyembuhan. Cara penyembuhannya adalah dengan menambahkan

3

http://www.pikiran-rakyat.com/prprint.php?mib=beritadetail&id=60687. Falik Rusdayanto. Potensi pasarproduk pertanian organik. 2007.Diakses pada tanggal 13 Juni 2009.


(28)

105 BO yang telah diolah menjadi pupuk organik sehingga tanah dapat menjadi lebih sehat. Untuk meningkatkan kandungan BO, dibutuhkan tambahan bahan-bahan organik (pupuk organik) berkisar 5-10 ton/ha.

Faktor penting dari pengembangan pertanian organik adalah ketersediaan input-input yang menunjang sistem pertanian organik, dimana salah satunya adalah ketersediaan pupuk organik. Dari data Departemen Pertanian tahun 2008, kebutuhan pupuk organik baru dapat dipenuhi 2 persen dari total kebutuhan sebesar 17 juta ton. Kebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi karena jumlah industri pupuk organik yang berkembang di Indonesia sangat lambat. Pupuk organik hanya diproduksi secara parsial dengan skala industri rumah tangga (home industry) sehingga jumlah produksi yang dihasilkan relatif kecil dan tidak kontinu. Oleh karena itu, industri pupuk organik di Indonesia sangat penting dan prospektif untuk dikembangkan. Kebutuhan pupuk organik yang tinggi sedangkan ketersediaannya tidak mencukupi menunjukkan suatu peluang bisnis yang prospektif. Gap yang besar antara kebutuhan dan ketersediaan pupuk organik menunjukkan market potential pupuk organik cukup besar. Market potential yang besar tersebut menjadi peluang pasar bagi para produsen untuk mengembangkan usaha pupuk organik.

Kabupaten Subang memiliki luas areal pertanian sebesar 63 persen (129.975 Ha) dari total luas lahan (205.176 Ha). Berdasarkan anjuran pemakaian bahan organik (Balitan 2005) dimana setiap hektar lahan memerlukan minimal 2 ton pupuk organik per tahun, maka kebutuhan pupuk organik Subang sekitar 259.950 ton per tahun. Akan tetapi, menurut ketua APPOS, Bapak Suta Suntana, produksi pupuk organik di Subang hanya mencapai 200 ton per bulan atau 2200 ton per tahun pada tahun 2009. Hal ini dikarenakan usaha pembuatan pupuk organik baru berkembang sejak tahun 2007 dan rata-rata skala usahanya masih tergolong dalam usaha kecil. Poktan Bhineka I adalah salah satu pelaku usaha pembuatan pupuk organik di Subang yang tergabung dalam APPOS. Poktan ini baru menjalankan usaha pembuatan organik sejak awal tahun 2008. Pendirian usaha ini mendapat bantuan Pemkab Subang senilai Rp 32.000.000. Penjualan pupuk organik Poktan Bhineka I meningkat 90 persen dari 120 ton pada tahun 2008 menjadi 230 ton pada September 2009. Menurut pengelola permintaan


(29)

106 pupuk organik sangat tinggi sehingga terkadang tidak dapat dipenuhi. Pada bulan Juli 2009 terjadi penolakan permintaan sebesar 20 ton. Alasan penolakan permintaan karena usaha ini memiliki kapasitas produksi yang terbatas. Usaha Poktan Bhineka I hanya mampu menghasilkan 25 ton pupuk per bulan. Oleh karena itu, pengelola Poktan Bhineka I berencana meningkatkan kapasitas usaha menjadi dua kali lipat untuk memenuhi permintaan pasar.

Penelitian ini mengkaji kelayakan usaha pupuk organik Poktan Bhineka I dalam jangka waktu sepuluh tahun. Analisa kelayakan usaha ditinjau dari aspek finansial dan non finansial untuk menentukan keputusan mengenai layak atau tidaknya suatu usaha dijalankan hingga kemudian ditingkatkan kapasitas produksi. Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan beberapa perumusan masalah dalam penelitian ini diantaranya :

1. Bagaimana kelayakan usaha pupuk organik yang telah dijalankan oleh Poktan Bhineka I selama ini bila ditinjau dari aspek non finansial dan finansial?

2. Bagaimana kelayakan usaha pupuk organik Poktan Bhineka I bila dilakukan peningkatan kapasitas produksi?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian pada latar belakang dan perumusan masalah, maka penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menganalisis kelayakan finansial dan non finasial usaha pupuk organik Poktan Bhineka I yang telah berjalan

2. Menganalisis kelayakan usaha pupuk organik Poktan Bhineka I bila kapasitas produksi ditingkatkan

1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan manfaat bagi berbagai pihak yaitu:

1. Bagi penulis, penelitian ini dapat menambah pengalaman dan latihan dalam menerapkan ilmu-ilmu yang telah diperoleh selama kuliah.


(30)

107 2. Bagi Perusahaan, penelitian ini dapat menjadi referensi dan membantu perusahaan dalam mengambil keputusan pelaksanaan dan pengembangan usaha pupuk organik oleh Kelompok Tani Bhineka I

3. Bagi pembaca diharapkan dapat memberikan informasi bagi penelitian dan pengembangan lebih lanjut mengenai bisnis pupuk organik.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini menganalisis kelayakan usaha pupuk organik yang dijalankan oleh Kelompok Tani Bhineka I di Desa Blendung, Kabupaten Subang dalam jangka waktu 10 tahun, dimulai dari berjalannya usaha pupuk organik Poktan Bhineka I (tahun 2008). Analisis kelayakan usaha dilakukan dengan menganalisis aspek non finansial dan finansial. Aspek non finansial dijelaskan secara deskriptif dan aspek finansial ditentukan berdasarkan proyeksi arus kas usaha.


(31)

108 II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik Pupuk Organik

Berdasarkan komponen utama penyusunnya, pupuk dibedakan atas pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk organik yaitu pupuk yang bahan bakunya berasal dari sisa makhluk hidup yang telah mengalami proses pembusukan oleh mikroorganisme pengurai sehingga warna, rupa, tekstur, dan kadar airnya tidak serupa lagi dengan aslinya. Pupuk anorganik yaitu pupuk yang bahan bakunya berasal dari bahan mineral, senyawa kimia yang telah diubah menjadi proses produksi sehingga menjadi bentuk senyawa kimia yang dapat diserap tanaman.

Dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No.2/Pert/Hk.060/2/2006 tentang pupuk organik adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri atas bahan organik, berasal dari tanaman dan atau hewan yang telah melalui proses rekayasa, dapat berbentuk padat atau cair dan digunakan untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Definisi tersebut menunjukkan bahwa pupuk organik lebih ditujukan kepada kandungan C-organik atau bahan organik daripada kadar haranya. Nilai C-organik itulah yang menjadi pembeda dengan pupuk anorganik.

Karakteristik umum yang dimiliki pupuk organik adalah sebagai berikut : 1. Kandungan hara rendah

Kandungan hara pupuk organik pada umumnya rendah tapi bervariasi tergantung pada jenis bahan dasarnya.

2. Ketersediaan unsur hara lambat

Hara yang berasal dari bahan organik diperlukan untuk kegiatan mikrobia tanah kemudian dialihrupakan dari bentuk ikatan kompleks organik yang tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman menjadi bentuk senyawa organik dan anorganik sederhana yang dapat diserap oleh tanaman.

3. Menyediakanhara dalam jumlah terbatas

Penyediaan hara yang berasal dari pupuk organik biasanya terbatas dan tidak dapat memenuhi asupan hara yang dibutuhkan tanaman.

Sumber bahan organik dapat berupa kompos, pupuk hijau, pupuk kandang, sisa panen (jerami, brangkasan, tongkol jagung, bagas tebu, dan sabut kelapa), limbah ternak, limbah industri yang menggunakan bahan pertanian, dan limbah


(32)

109 kota. Kompos merupakan produk pembusukan dari limbah tanaman dan hewan hasil perombakan oleh fungi, aktinomiset, dan cacing tanah. Pupuk hijau merupakan keseluruhan tanaman hijau maupun hanya bagian dari tanaman seperti sisa batang dan tunggul akar misalnya sisa–sisa tanaman, kacang-kacangan, dan tanaman paku air Azolla. Pupuk kandang merupakan hasil pengomposan kotoran ternak. Limbah ternak merupakan limbah dari rumah potong berupa tulang-tulang, darah, dan sebagainya. Limbah industri yang menggunakan bahan pertanian contohnya seperti limbah pabrik gula, limbah pengolahan kelapa sawit, penggilingan padi, limbah bumbu masak, dan sebagainya. Limbah kota yang dapat menjadi kompos berupa sampah kota yang berasal dari tanaman, setelah dipisah dari bahan-bahan yang tidak dapat dirombak misalnya plastik, kertas, botol, dan kertas. Dalam penelitian ini, pupuk organik yang dimaksud adalah pupuk organik yang sumber organiknya berasal dari pengomposan kotoran hewan, jerami dan bahan lainnya.

2.1.1 Bahan-Bahan Penyusun Pupuk organik

Menurut Isroi (2009), bahan-bahan yang umumnya digunakan dalam pembuatan pupuk organik adalah sebagai berikut :

1. Bahan Organik

a. Kompos

Kompos sebagai bahan baku utama dalam pembuatan pupuk organik. Kompos adalah bahan organik padat yang telah mengalami dekomposisi parsial. Bahan baku kompos adalah bahan organik padat, seperti sampah organik, serasah, sisa daun, jerami dan lain-lain. Bahan organik yang telah matang dalam proses pengomposan mempunyai rasio C/N yang cukup rendah atau kurang dari 25.

b. Pupuk kandang

Pupuk kandang juga termasuk jenis kompos, tetapi berbahan baku kotoran hewan. Pupuk kandang bisa dibuat dari kotoran ternak (sapi, kambing, kerbau, unggas atau kotoran manusia). Kotoran ternak ayam, sapi, kerbau, dan kambing mempunyai komposisi hara yang bervariasi (Lampiran 1). Secara umum, kandungan hara kotoran ternak lebih rendah daripada pupuk kimia sehingga takaran aplikasinya lebih besar.


(33)

110

c. Gambut

Gambut mirip dengan kompos, namun proses dekomposisinya belum sempurna. Gambut tidak dijadikan sebagai bahan baku utama pupuk organik. Umumnya gambut digunakan sebagai bahan baku organik tambahan untuk pupuk organik

2. Perekat

Perekat berfungsi untuk merekatkan pupuk organik agar pencampuran bahan sempurna dan menghasilkan tekstur pupuk yang padat. Beberapa bahan yang biasa digunakan sebagai perekat antara lain adalah molase, tepung tapioka, kalsium, bentonit, kaoline dan lain sebagainya. Perekat ditambahkan dalam jumlah sedikit (kurang dari 10 %).

3. Bahan Aditif (Bahan Tambahan)

Bahan aditif adalah semua bahan yang dapat ditambahkan saat melaksanakan proses pengomposan dengan tujuan memperbaiki struktur kompos dalam timbunan. Bahan-bahan aditif yang umumnya digunakan

a. Fosfat alam

Fosfat Alam ditambahkan untuk meningkatkan P didalam pupuk organik.

b. Dolomit

Penambahan dolomit digunakan untuk meningkatkan kandungan Magnesium (Mg) dalam pupuk organik.

c. Kapur Pertanian (kaptan)

Kaptan adalah kapur yang biasa digunakan dalam budidaya pertanian untuk meningkatkan pH tanah, khususnya di tanah-tanah yang bereaksi masam. Dalam pembuatan pupuk organik, kaptan juga berfungsi untuk meningkatkan pH pupuk karena bahan-bahan dalam pupuk organik bereaksi masam.

d. Zeolit

Zeolit memiliki pengaruh yang baik untuk tanah, yaitu dapat meningkatkan kapasitas tukar kation tanah. Peningkatan kapasitas tukar kation tanah akan meningkatkan efiensi penyerapan hara oleh tanaman.


(34)

111 e. Abu atau arang sekam

Abu atau arang sekam memiliki kandungan K2O yang cukup tinggi yaitu kurang lebih 30 persen. Penambahan abu atau arang sekam digunakan untuk meningkatkan kandungan hara K.

Menurut Sutanto (2002), keberhasilan proses pengomposan dalam pembuatan pupuk organik sangat tergantung pada kesesuaian komposisi bahan. Perlakuan yang paling tepat terhadap bahan dasar untuk berlangsungnya proses dekomposisi sangat tergantung pada karakteristik limbah organik yang digunakan (Lampiran 2).

2.1.2 Standar Kualitas Pupuk organik

Mutu atau kualitas adalah segala hal yang menunjukkan keistimewaan atau derajad keunggulan suatu produk. Menurut Sutanto (2002) spesifikasi dari pupuk organik yang berkualitas baik adalah :

1. Kandungan total bahan organik minimal 20 persen

2. Kandungan lengas tidak boleh melampaui 15 persen hingga 25 persen. Pada kenyataannya makin rendah kandungan air, maka kualitas pupuk organik menjadi lebih baik.

3. Nisbah C/N dari bahan organik antara 10/1 sampai 15/1 4. Memiliki pH 6,5 hingga 7,5

Sedangkan standarisasi atas pupuk organik yang telah ditetapkan oleh Deptan diuraikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Persyaratan Teknis Minimal Pupuk Organik di Indonesia

No Parameter Kandungan

Padat Cair

1 C-organik (%) Min 16 > 6

2 C/N ratio 12 – 25 -

3 Kadar Air (%) < 2 -

4

Kadar logam berat

- As (ppm) < 10 < 10

- Hg (ppm) < 1 < 1

- Pb (ppm) < 50 <50

- Cd <10 <10


(35)

112

No Parameter Kandungan

Padat Cair

6 Kadar total (N + P2O5 + K2O) (%) Dicantumkan Dicantumkan 7 Mikroba patogen (E, coli, salmonella) Dicantumkan Dicantumkan 8 Kadar unsur mikro (Zn, Cu, Co, Fe) (ppm) Dicantumkan Dicantumkan

2.2 Metode Pengomposan

Terdapat bermacam-macam metode pengomposan yang telah dikembangkan di Indonesia, baik yang bersifat sederhana maupun modern sesuai dengan skala industri. Masing-masing metode tersebut merupakan usaha untuk memanipulasi agar mampu mempercepat laju proses pengomposan. Pemilihan teknologi dan modifikasinya tergantung kepada jenis bahan yang akan dikomposkan dan ketersediaan peralatan dan bahan pendukungnya.

a. Metode Indore

Metode pengomposan Indore biasa digunakan di Asia Selatan dan Asia Tenggara. Prinsip dasar pengomposan metode Indore ada dua yaitu; (1) menggunakan lubang galian (Indore Pit Method) dan (2) menggunakan timbunan (Indore Heap Method). Metode Indore sesuai diterapkan di daerah yang bercurah hujan tinggi dengan lama proses pengomposan kurang lebih tiga bulan.

b. Metode Bangalore

Metode pengomposan ini dikembangkan di Bangalore India pada tahun 1939. Timbunan bahan disusun sama seperti metode Indore tetapi lubang dipersempit 60 cm dan dilapisi limbah cair. Proses dekomposisi yang berlangsung akan mempertahankan hara yang dikandung dan bahan kompos lebih kaya nitrogen dibandingkan metode Indore. Metode ini cocok untuk wilayah yang memiliki curah hujan yang rendah.

c. Metode Berkeley

Pada metode ini, bahan yang dikomposkan merupakan campuran bahan organik kaya selulosa dan bahan organik kaya nitrogen. Proses pengomposannya terjadi dengan cepat dan dalam waktu yang relatif singkat

d. Metode Vermikompos

Vermikompos merupakan bahan campuran hasil proses pengomposan bahan organik yang memanfaatkan kegiatan cacing tanah.


(36)

113 e. Metode Jepang

Dalam metode ini, lubang galian diganti dengan bak penampung yang terbuat dari anyaman bambu. Dengan metode ini, kehilangan nitrat dapat dihindarkan.

2.3 Program Go Organik 2010

Program pengembangan pertanian organik (Go Organik 2010) adalah salah satu pilihan program untuk mempercepat terwujudnya pembangunan agribisnis berwawasan lingkungan (eco-agribisnis) guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya petani. Program ini dicanangkan pemerintah mulai tahun 2005. Misi yang diemban dalam program Go Organik 2010 adalah meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan kelestarian lingkungan alam Indonesia, dengan mendorong berkembangnya pertanian organik yang berdaya saing dan berkelanjutan. Tujuan yang ingin dicapai dalam program Go Organik 2010 adalah mewujudkan Indonesia sebagai salah satu produsen dan pengekspor pangan organik utama di dunia pada tahun 2010. Sesuai dengan fungsinya sebagai fasilitator dan katalis pembangunan, maka serangkaian strategi yang dilakukan pemerintah dalam hal ini departemen pertanian untuk mewujudkan Go organik 2010 antara lain:

1. Memasyarakatkan pertanian organik kepada konsumen

2. Memfasilitasi percepatan, penguasaan, penerapan, pengembangan, dan penyebarluasan teknologi pertanian organik

3. Memfasilitasi kerjasama terpadu antar masyarakat agribisnis untuk mengembangkan sentra-sentra pertumbuhan pertanian organik

4. Memberdayakan potensi dan kekuatan masyarakat untuk mengembangkan infrastruktur fisik dan kelembagaan pendukung pertanian organik

5. Merumuskan kebijakan, norma, standar teknis, sistem dan prosedur yang kondusif untuk pengembangan pertanian organik.

2.4 Definisi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)

Definisi usaha mikro Menurut Keputusan Menteri Keuangan No. 40/KMK.06/2003, tentang Pendanaan Kredit Usaha Mikro dan Kecil, adalah


(37)

114 usaha produktif milik keluarga atau perorangan Warga Negara Indonesia (WNI) dan memiliki hasil penjualan paling banyak Rp 100.000.000 per tahun.

Definisi usaha kecil Menurut UU No. 9/1995, adalah: (1) Usaha produktif milik WNI, yang berbentuk badan usaha orang perorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha berbadan hukum termasuk koperasi, (2) Bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi, baik langsung maupun tidak langsung, dengan Usaha Menengah atau Besar (UMB), dan (3) Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau memiliki hasil penjualan paling banyak Rp. 100.000.000 per tahun. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan (Kepmenkeu) 571/KMK 03/2003 maka pengusaha kecil adalah pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan barang kena pajak dan atau jasa kena pajak dengan jumlah peredaran bruto dan atau penerimaan brutto tak lebih dari Rp 600.000.000.

Definisi usaha menengah menurut Instruksi Presiden (Inpres) No. 10/1999, tentang Pemberdayaan Usaha Menengah adalah ; (1) Usaha produktif milik WNI, yang berbentuk badan usaha orang perorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha berbadan hukum termasuk koperasi; (2) Berdiri sendiri, dan bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi, baik langsung maupun tidak langsung, dengan usaha besar, (3) Memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp 200.000.000, sampai denganb Rp 10.000.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau memiliki hasil penjualan paling banyak Rp 100.000.000 per tahun.

2.5 Penelitian Terdahulu

Mujiati (2004) menyatakan bahwa berdasarkan hasil analisis kelayakan finansial pada tingkat diskonto 12 persen, 16 persen dan 18 persen, usaha pengomposan layak untuk diusahakan. Namun usaha pengomposan ini sensitif terhadap perubahan harga input variabel, harga output dan kapasitas produksi. Pada kenaikan harga input variabel, penurunana harga output dan penurunan kapasitas produksi masing-masing 1 persen, usaha ini layak pada tingkat diskonto 12 persen, akan tetapi tidak layak pada tingkat 18 persen.


(38)

115 Manalu (2006) dalam penelitiannya mengenai kelayakan finansial usaha kompos limbah ternak sapi perah di CV Cisarua Integrated Farming 2006 menyimpulkan bahwa usaha tersebut dikatakan layak untuk dijalankan dengan pertimbangan NPV positif dalam keadaan normal dengan DR (14 % − 20 %) dan BCR (Benefit Cost Ratio) lebih besar dari satu. Dalam usaha ini, komposisi limbah ternak sebesar 60 persen dari total bahan baku, harga limbah ternak Rp 2500 per karung dan harga jual pupuk sebesar Rp 750 per kilogram dalam skala kecil dan Rp 400 per kilogram dalam skala besar.

Widiastuti (2008) dalam penelitiannya mengenai studi kelayakan usaha pupuk organik cair di PT Mulyo Tani Tani, menyimpulkan bahwa usaha tersebut layak dijalankan dengan pertimbangan NPV bernilai positif (Rp 2.159.141) dan IRR 15 persen dengan tingkat DR sebesar 12 persen. Berdasarkan analisis sensitifitas yang dilakukan dalam penelitian tersebut, usaha pupuk organik cair sangat sensitif terhadap perubahan harga bahan baku, dan jika terjadi kenaikan bahan baku 10 persen menyebabkan usaha tersebut tidak layak untuk dijalankan.

Khaddafy (2009) dalam penelitiannya mengenai kelayakan usaha pupuk organik di CV Saung Wira di Kabupaten Bogor didapat kesimpulan bahwa usaha tersebut layak dijalankan pada kondisi normal dengan nilai NPV > 0 (121.292.526), Net B/C >1 (3,22), IRR 47,88 persen dan PP 2,28. Dalam usaha tersebut, asumsi yang digunakan adalah harga jual Rp 2000 per kilogram.

Dalam penelitian ini, usaha pupuk organik yang diteliti merupakan usaha kecil yang dikelola oleh kelompok tani di Kabupaten Subang. Usaha ini didirikan dengan bantuan pemerintah Kabupaten Subang. Analisis yang dilakukan meliputi analisis aspek finansial dan non finansial. Analisis aspek non finansial dijelaskan secara deskriptif mengenai: (1) Aspek Teknis dan teknologi, (2) Aspek Pemasaran, (3) Aspek Manajemen, (5) Aspek Hukum, dan (4) Aspek Sosial dan Lingkungan. Analisis aspek finansial dalam penelitian ini menggunakan laporan laba rugi dan arus kas dalam menentukan NPV, IRR, Net B/C dan PP. Dalam aspek finansial juga dilakukan analisis sensitivitas menggunakan switching value.


(39)

116 III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Studi Kelayakan Proyek

Menurut Gray et al (1985), proyek adalah kegiatan-kegiatan yang dapat direncanakan dan dilaksanakan dalam satu bentuk kesatuan dengan mempergunakan sumber-sumber untuk mendapatkan benefit. Menurut Gittinger (1986) proyek yang bergerak dalam bidang pertanian adalah suatu kegiatan investasi yang mengubah sumber-sumber finansial menjadi barang-barang modal yang dapat menghasilkan keuntungan atau manfaat setelah beberapa periode waktu. Sumber-sumber yang dimaksud dapat berupa barang-barang modal, tanah, bahan setengah jadi, bahan mentah, tenaga kerja dan waktu.

Menurut Subagyo (2007), Objek studi kelayakan terbagi dalam 3 jenis yang berbeda, yaitu :

1. Pendirian, berarti objek yang dipelajari dan diteliti merupakan usaha baru yang akan didirikan

2. Pengembangan, berarti objek yang dikaji usahanya sudah berdiri dan mempunyai rencana untuk dikembangkan terutama pada aspek-aspek tertentu, misalnya pembelian teknologi baru karena adanya permintaan pasar yang meningkat.

3. Merger atau akuisisi, berarti objek merupakan usaha yang sudah berdiri kemudian digabungkan dan diambil alih oleh perusahaan lain.

Studi kelayakan proyek adalah penelitian tentang kemampuan suatu proyek dilaksanakan dengan berhasil (Husnan dan Suwarsono, 2000). Suatu proyek dapat dikatakan berhasil apabila memenuhi kriteria manfaat investasi sebagai berikut :

1. Manfaat ekonomis proyek terhadap proyek itu sendiri (umumnya disebut sebagai manfaat finansial).

2. Manfaat proyek bagi negara tempat proyek itu dilaksanakan (disebut juga manfaat ekonomi nasional).

3. Manfaat sosial proyek tersebut bagi masyarakat di sekitar proyek.

Tujuan dilakukan analisis proyek adalah (1) untuk mengetahui tingkat keuntungan yang dicapai melalui investasi dalam suatu proyek, (2) menghindari pemborosan


(40)

117 sumber-sumber, yaitu dengan menghindari pelaksanaan proyek yang tidak menguntungkan, (3) mengadakan penilaian terhadap peluang investasi yang ada sehingga kita dapat memilih alternatif proyek yang paling menguntungkan, dan (4) menentukan prioritas investasi (Gray, et al, 1992).

Dalam penelitian ini, ada enam aspek yang dipertimbangkan dalam mengambil keputusan yaitu :

1. Aspek Pasar

Untuk mencapai hasil pemasaran yang diinginkan, suatu perusahaan harus menggunakan alat-alat pemasaran yang membentuk suatu bauran pemasaran. Adapun yang dimaksud dengan bauran pemasaran menurut Kottler (2002) yaitu seperangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan terus menerus untuk mencapai tujuan pemasarannya di pasar sasaran. Analisis aspek pasar mencakup permintaan, penawaran, harga, program pemasaran yang akan digunakan, serta perkiraan penjualan.

2. Aspek Teknis

Aspek teknis mencakup masalah penyediaan sumber-sumber dan pemasaran hasil-hasil produksi, seperti lokasi proyek, besaran skala operasional untuk mencapai kondisi yang ekonomis, kriteria pemilihan mesin dan equipment, layout, proses produksi, serta ketepatan penggunaan teknologi.

3. Aspek Manajemen

Tujuan analisis kelayakan usaha dari aspek manajemen adalah untuk mengetahui apakah pembangunan dan implementasi usaha dapat direncanakan, dilaksanakan dan dikendalikan, sehingga pada akhirnya rencana usaha dapat dikatakan layak atau tidak layak. Aspek-aspek yang diperhatikan pada studi kelayakan terdiri dari manajemen pada masa pembangunan yaitu pelaksana proyek, jadwal penyelesaian proyek, dan pelaksana studi masing-masing aspek, dan manajemen pada saat operasi yaitu bentuk organisasi, struktur organisasi, deskripsi jabatan, personil kunci, dan jumlah tenaga kerja yang digunakan

4. Aspek Hukum

Aspek hukum terdiri dari bentuk usaha yang akan digunakan, jaminan-jaminan yang dapat diberikan apabila hendak meminjam dana seperti akta, sertifikat dan izin yang diperlukan dalam menjalankan usaha.


(41)

118 5. Aspek Sosial Lingkungan

Aspek sosial lingkungan terdiri dari pengaruh proyek terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat, peluang kerja, dan pengembangan wilayah dimana proyek dilaksanakan.

6. Aspek Finansial

Aspek finansial terdiri dari uraian mengenai modal kerja, modal investasi, menganalisis laporan keuangan dan arus kas usaha dan memutuskan apakah usaha ini layak berdasarkan indikator-indikator finansial.

3.1.2 Teori Biaya dan Manfaat

Dalam menganalisa suatu proyek tujuan analisa harus disertai dengan definisi biaya dan manfaat. Biaya diartikan sebagai salah satu yang mengurangi suatu tujuan, sedangkan manfaat adalah segala sesuatu yang membantu terlaksananya suatu tujuan (Gittinger, 1986). Biaya dapat juga didefinisikan sebagai pengeluaran atau korbanan yang dapat menimbulkan pengurangan terhadap manfaat yang diterima. Biaya dapat dibedakan sebagai berikut :

1. Biaya modal merupakan dana untuk investasi yang penggunaannya bersifat jangka panjang, seperti tanah , bangunan, pabrik, dan mesin. 2. Biaya operasional atau modal kerja merupakan kebutuhan dana yang

diperlukan pada saat proyek mulai dilaksanakan, seperti biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja.

3. Biaya lainnya, seperti pajak, bunga, dan pinjaman.

Manfaat dapat diartikan sebagai suatu yang dapat menimbulkan kontribusi terhadap suatu proyek. Manfaat proyek dapat dibedakan menjadi :

1. Manfaat langsung yaitu manfaat yang secara langsung dapat diukur dan dirasakan sebagai akibat dari investasi seperti peningkatan pendapatan dan kesempatan kerja.

2. Manfaat tidak langsung yaitu manfaat yang secara nyata diperoleh dengan tidak langsung dari proyek dan bukan merupakan tujuan utama proyek. Kriteria yang biasa digunakan sebagai dasar persetujuan atau penolakan suatu proyek yang dilaksanakan adalah kriteria investasi. Dasar penilaian investasi adalah perbandingan antara jumlah nilai yang diterima sebagai manfaat dari investasi tersebut dengan manfaat dalam situasi tanpa proyek. Nilai perbedaannya


(42)

119 adalah berupa tambahan manfaat bersih yang akan muncul dari investasi dengan adanya proyek (Gittinger, 1986).

3.1.3 Analisis Kelayakan Investasi

Kriteria investasi digunakan untuk mengukur manfaat yang diperoleh dan biaya yang dikeluarkan dari suatu proyek. Dalam mengukur manfaat suatu proyek dapat digunakan dua cara. Pertama, menggunakan perhitungan berdiskonto, yaitu suatu teknik yang dapat “menurunkan” manfaat yang diperoleh pada masa yang akan datang dan arus biaya menjadi nilai biaya pada masa sekarang. Kedua, menggunakan perhitungan tidak berdiskonto. Perbedaan dua cara ini terletak pada konsep Time Value of Money yang digunakan pada model perhitungan berdiskonto. Model perhitungan tidak berdiskonto memiliki kelemahan umum dibandingkan perhitungan berdiskonto yaitu ukuran tersebut belum mempertimbangkan secara lengkap mengenai lamanya arus manfaat yang diterima (Gittinger, 1986).

Konsep Time Value of Money menyatakan bahwa nilai sekarang (present value) adalah lebih baik daripada nilai yang sama pada masa yang akan datang (future value) yang disebabkan dua hal, yaitu: (1) time preference (sejumlah sumber yang tersedia untuk dinikmati pada saat ini lebih disenangi dibandingkan jumlah yang sama yang tersedia di masa yang akan datang), (2) Produktifitas atau efisiensi modal (modal yang dimiliki saat ini memiliki peluang untuk mendapatkan keuntungan di masa yang akan datang melalui kegiatan yang produktif) yang berlaku baik secara perorangan maupun bagi masyarakat secara keseluruhan (Kadariah, 2001).

Kedua unsur tersebut berhubungan secara timbal balik di dalam pasar modal untuk menentukan tingkat harga modal yaitu tingkat suku bunga, sehingga dengan tingkat suku bunga dapat dimungkinkan untuk membandingkan arus biaya dan manfaat yang penyebarannya dalam waktu yang tidak merata. Untuk tujuan itu, tingkat suku bunga ditentukan melalui proses “discounting” (Kadariah,2001).


(43)

120 3.1.4 Analisis Finansial

Analisis finansial adalah analisis yang digunakan untuk membandingkan antara biaya dan manfaat untuk menentukan apakah suatu proyek akan menguntungkan selama umur proyek (Husnan dan Suwarsono, 2000). Analisis Finansial terdiri dari:

3.1.4.1 Laporan Laba Rugi

Laporan laba rugi melaporkan pendapatan dan beban selama periode waktu tertentu berdasarkan konsep penandingan atau pengaitan. Menurut Warren, et al (2005) laporan laba rugi melaporkan kelebihan pendapatan yang dihasilkan selama periode terjadinya beban tersebut. Kelebihan ini disebut laba bersih atau keuntungan bersih. Jika beban melebihi pendapatan, maka disebut kerugian. Adanya laporan laba rugi akan memudahkan untuk menentukan besarnya aliran kas tahunan yang diperoleh suatu perusahan (Nurmalina, Sarianti dan Karyadi, 2009).

3.1.4.2 Net Present Value (NPV)

Net Present Value (NPV) dapat diartikan sebagai nilai sekarang dari arus kas yang ditimbulkan oleh investasi. Menurut Keown (2004), NPV diartikan sebagai nilai bersih sekarang dari arus kas tahunan setelah pajak dikurangi dengan pengeluaran awal. Dalam menghitung NPV perlu ditentukan tingkat suku bunga yang relevan. Kriteria investasi berdasarkan NPV yaitu:

a. NPV = 0, artinya proyek tersebut mampu memberikan tingkat pengembalian sebesar modal sosial Opportunity Cost faktor produksi normal. Dengan kata lain, proyek tersebut tidak untung maupun rugi. b. NPV > 0, artinya suatu proyek dinyatakan menguntungkan dan dapat

dilaksanakan.

c. NPV < 0, artinya proyek tersebut tidak menghasilkan nilai biaya yang dipergunakan, atau dengan kata lain proyek tersebut merugikan dan sebaiknya tidak dilaksanakan.

3.1.4.3 Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Rasio)

Net Benefit and Cost Ratio (Net B/C Rasio) merupakan angka perbandingan antara present value dari net benefit yang positif dengan present


(44)

121 value dari net benefit yang negatif. Kriteria investasi berdasarkan Net B/C Rasio adalah:

a. Net B/C = 1, maka NPV = 0, artinya proyek tidak untung ataupun rugi b. Net B/C > 0, maka NPV > 0, artinya proyek tersebut menguntungkan c. Net B/C < 0, maka NPV < 0, proyek tersebut merugikan

3.1.4.4 Internal Rate Return (IRR)

Internal Rate Return adalah tingkat bunga yang menyebabkan present value kas keluar yang diharapkan dengan present value aliran kas masuk yang diharapkan, atau didefinisikan juga sebagai tingkat bunga yang menyebabkan Net Present value (NPV) sama dengan nol.

Menurut Gittinger (1986) IRR adalah tingkat rata-rata keuntungan intern tahunan bagi perusahaan yang melakukan investasi dan dinyatakan dalam satuan persen. Tingkat IRR mencerminkan tingkat suku bunga yang dapat dibayar oleh proyek untuk sumberdaya yang digunakan. Suatu investasi dianggap layak apabila memiliki nilai IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku dan suatu investasi dianggap tidak layak apabila memiliki nilai IRR yang lebih kecil dari tingkat suku bunga yang berlaku.

3.1.4.5 Payback Period (PP)

Payback Period atau tingkat pengembalian investasi merupakan suatu metode dalam menilai kelayakan suatu usaha yang digunakan untuk mengukur periode jangka waktu pengembalian modal. Semakin cepat modal kembali, maka akan semakin baik suatu proyek untuk diusahakan karena modal yang kembali dapat dipergunakan untuk membiayai kegiatan lain (Husnan dan Suwarsono, 1999).

3.1.5 Analisis Sensitivitas

Analisis senstivitas dilakukan untuk meneliti kembali analisa kelayakan proyek yang telah dilakukan. Tujuannya yaitu untuk melihat pengaruh yang akan terjadi apabila keadaan berubah. Hal ini merupakan suatu cara untuk menarik perhatian pada masalah utama proyek yaitu proyek selalu menghadapi ketidakpastian yang dapat terjadi pada suatu keadaan yang telah diramalkan (Gittinger, 1986).


(45)

122 Pada proyek di bidang pertanian terdapat empat masalah utama yang mengakibatkan proyek sensitif terhadap perubahan, yaitu:

a. Perubahan harga jual

b. Keterlambatan pelaksanaan proyek c. Kenaikan biaya

d. Perubahan volume produksi

Untuk menentukan ukuran sensitivitas, digunakan formula switching value. Menurut Gittinger (1986), analisis switching value adalah suatu analisa untuk dapat melihat pengaruh-pengaruh yang akan terjadi akibat keadaan yang berubah-ubah. Pendekatan switching value (nilai ganti), mencari beberapa perubahan maksimum yang dapat ditolerir agar proyek masih bisa dilaksanakan. Perubahan-perubahan yang terjadi misalnya Perubahan-perubahan pada tingkat produksi, harga jual output maupun kenaikan harga input. Analisis ini dilakukan dengan teknik trial-error terhadap perubahan yang terjadi sehingga dapat diketahui tingkat kenaikan dan penurunan maksimum yang boleh terjadi dalam suatu usaha. Switching value menggambarkan tingkat perubahan tertentu yang menyebabkan NPV mendekati atau sama dengan nol, IRR sama dengan tingkat suku bunga dan Net B/C sama dengan satu. Parameter yang diambil adalah perubahan yang sangat mempengaruhi kelayakan usaha. Dalam penelitian ini, parameter yang diambil yaitu perubahan harga, harga bahan baku dan upah tenaga kerja.

3. 2 Kerangka Pemikiran Operasional

Program pengembangan pertanian organik (Go Organik 2010) adalah salah satu pilihan program untuk mempercepat terwujudnya pembangunan agribisnis berwawasan lingkungan (eco-agribisnis) guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya petani. Langkah awal Go Organik 2010 yang dilakukan Pemkab Subang yaitu menumbuh-kembangkan industri kecil pupuk organik. Tujuannya yaitu meningkatkan ketersediaan pupuk organik sehingga petani beralih dari pupuk kimia ke organik secara bertahap. Untuk mensukseskan program tersebut, maka pada tahun 2007 Pemkab Subang memberikan bantuan dana dengan total sekitar satu milyar rupiah kepada 32 kelompok tani yang mengembangkan usaha pembuatan pupuk organik yang tersebar di beberapa desa


(46)

123 di Kabupaten Subang. Kelompok tani tersebut kemudian tergabung dalam APPOS (Asosiasi Produsen Pupuk Organik Subang).

Kelompok tani Bineka I adalah salah satu produsen pupuk organik yang ada di Subang. Usaha ini berdiri sejak awal tahun 2008. Poktan Bhineka I dapat menghasilkan 25 ton pupuk organik per bulannya atau 300 ton per bulannya. Akan tetapi permintaan tersebut diperkirakan akan meningkat mengingat terjadinya peningkatan permintaan 54 persen dari tahun 2008 ke tahun 2009. Bahkan menurut pengelola, pernah terjadinya penolakan permintaan pupuk sebesar 20 ton karena tidak mampu dipenuhi. Menurut Ketua APPOS, potensi pasar pupuk organik yang baru terserap baru sekitar satu persen sehingga diharapkan UKM pupuk organik memanfaatkannya dengan meningkatkan skala produksi. Oleh karena itu, pengelola berencana meningkatkan kapasitas produksi dengan meningkatkan luas bangunan pengomposan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan pengembangan usaha pupuk organik Poktan Bhineka I. Analisis kelayakan dilakukan dengan menganalisis aspek non finansial dan finansial. Aspek non finansial yang menjadi kriteria kelayakan suatu investasi, yaitu aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum dan aspek sosial. Analisis finansial mancakup kajian mengenai NPV, IRR, Net B/C Rasio, Payback Period dan kemudian dilakukan analisis sensitivitas usaha dengan switching value. Adapun kerangka operasional penelitian ini adalah sebagai berikut.


(47)

124 Gambar 2: Kerangka Pemikiran

Analisis Sensitivitas Studi Kelayakan

Tidak Layak 1. Relokasi sumberdaya

2. Reevaluasi aspek-aspek Usaha Pupuk organik Layak

dikembangkan Aspek Non Finansial

1. Aspek Teknis 2. Aspek Pasar 3. Aspek Manajemen 4. Aspek Hukum 5. Aspek Sosial

Lingkungan

Aspek Finansial 1. Laba Rugi 2. NPV 3. Net B/C

4. Payback Period Program Go Organik 2010

Pemkab Subang

 Usaha Pupuk Organik Poktan Bhineka I didirikan pada tahun 2008

 Permintaan meningkat Kapasitas terbatas

Peningkatan Kapasitas Produksi : 25 ton per bulan 50 ton per bulan


(1)

100

Lampiran 16. Cashflow Usaha Pupuk Organik (Skenario II)

Uraian Tahun

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

INFLOW

1. Penjualan 78,000,000 195,000,000 390,000,000 390,000,000 390,000,000 390,000,000 390,000,000 390,000,000 390,000,000 390,000,000

2. Nilai Sisa 51,080,000

Total Inflow 78,000,000 195,000,000 390,000,000 390,000,000 390,000,000 390,000,000 390,000,000 390,000,000 390,000,000 441,080,000

OUTFLOW

1. Biaya Investasi

Tanah 22,500,000

Bangunan 38,000,000 70,000,000

Alas bambu 500,000 500,000 1,000,000 1,000,000 1,000,000 1,000,000 1,000,000 1,000,000 1,000,000 1,000,000

Mesin giling 3,000,000 3,000,000

Mesin kemas 650,000 650,000 650,000 650,000

Timbangan gantung 100 kg 300,000 300,000 300,000 300,000

Timbangan duduk 500 kg 500,000 500,000

Terpal 500,000 1,000,000 1,000,000 1,000,000 1,000,000

Cangkul 120,000 240,000 240,000 240,000 240,000

Sekop 120,000 120,000 120,000 120,000 120,000


(2)

101

Uraian Tahun

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Ember+ gayung 40,000 80,000 80,000 80,000 80,000

Garu 15,000 30,000 30,000 30,000 30,000

Gembrot/penyiram 20,000 40,000 40,000 40,000 40,000

Sepatu Boot 100,000 100,000 100,000 100,000 100,000

Drum 200,000 400,000 400,000 400,000 400,000

2. Biaya Operasional

a. Biaya Variabel

Bahan baku 44,136,000 129,840,000 259,680,000 259,680,000 259,680,000 259,680,000 259,680,000 259,680,000 259,680,000 259,680,000 Karung 2,400,000 9000000 18000000 18000000 18000000 18000000 18000000 18000000 18000000 18000000 Benang 240,000 600,000 1,200,000 1,200,000 1,200,000 1,200,000 1,200,000 1,200,000 1,200,000 1,200,000 Tenaga kerja produksi 4,500,000 13,500,000 27,000,000 27,000,000 27,000,000 27,000,000 27,000,000 27,000,000 27,000,000 27,000,000 Upah kemas 2,400,000 9,000,000 18,000,000 18,000,000 18,000,000 18,000,000 18,000,000 18,000,000 18,000,000 18,000,000

b. Biaya Tetap

Administrasi 360,000 360,000 360,000 360,000 360,000 360,000 360,000 360,000 360,000 360,000 Listrik, Air, Telepon 1,020,000 1,020,000 1,020,000 1,020,000 1,020,000 1,020,000 1,020,000 1,020,000 1,020,000 1,020,000 Pajak 860,004 1,296,804 2,537,304 2,537,304 2,537,304 2,537,304 2,537,304 2,537,304 2,537,304 2,537,304

Total Outflow 122,491,004 165,116,804 401,767,304 328,797,304 330,817,304 332,747,304 330,817,304 330,247,304 330,817,304 328,797,304

Net Benefit (44,491,004) 29,883,196 (11,767,304) 61,202,696 59,182,696 57,252,696 59,182,696 59,752,696 59,182,696 112,282,696

DF 16% 1.0000 0.8621 0.7432 0.6407 0.5523 0.4761 0.4104 0.3538 0.3050 0.2630

PV DF 16% (44,491,004) 25,761,376 (8,745,023) 39,209,977 32,686,076 27,258,754 24,291,079 21,142,268 18,052,229 29,525,070 PV Negatif (53,236,027)

PV Positif 217,926,830

NPV 164,690,803

Net B/C 4.0936


(3)

102

Uraian Tahun

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Payback Period 3.1822

Lampiran 17. Analisis Sensitivitas terhadap Penurunan Harga Skenario II (11,25 %)

Uraian

Tahun ke-

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Net Benefit

(44,491,004)

29,883,196

(55,642,304)

17,327,696

15,307,696

13,377,696

15,307,696

15,877,696

15,307,696

68,407,696

DF 16%

1.0000

0.8621

0.7432

0.6407

0.5523

0.4761

0.4104

0.3538

0.3050

0.2630

PV DF 16%

(44,491,004)

25,761,376

(41,351,296)

11,101,122

8,454,304

6,369,295

6,282,925

5,617,998

4,669,237

17,988,008

PV Negatif

(85,842,299)

PV Positif

86,244,266

NPV

401,966

Net B/C

1.0047

IRR

16%


(4)

103

Lampiran 18. Analisis Sensitivitas terhadap Kenaikan Biaya Bahan Baku Skenario II (4,16 %)

Uraian

Tahun ke-

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Net Benefit

(44,491,004)

29,883,196

(55,642,304)

17,327,696

15,307,696

13,377,696

15,307,696

15,877,696

15,307,696

68,407,696

DF 16%

1.0000

0.8621

0.7432

0.6407

0.5523

0.4761

0.4104

0.3538

0.3050

0.2630

PV DF 16%

(44,491,004)

25,761,376

(41,351,296)

11,101,122

8,454,304

6,369,295

6,282,925

5,617,998

4,669,237

17,988,008

PV Negatif

(61,264,184)

PV Positif

61,227,067

NPV

(37,117)

Net B/C

0.9994

IRR

16%

Payback


(5)

104

Lampiran 19. Analisis Sensitivitas terhadap Kenaikan Upah Skenario II (17,85 %)

Uraian

Tahun ke-

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Net Benefit

(44,491,004)

29,883,196

(19,799,804)

43,703,895

30,527,859 15,450,471

1,886,273

(15,803,638)

(37,892,944)

(10,153,446)

DF 16%

1.0000

0.8621

0.7432

0.6407

0.5523

0.4761

0.4104

0.3538

0.3050

0.2630

PV DF 16%

(44,491,004)

25,761,376

(14,714,479)

27,999,236

16,860,265 7,356,170

774,206

(5,591,794)

(11,558,312)

(2,669,879)

PV Negatif

(59,205,483)

PV Positif

58,931,268

NPV

(274,215)

Net B/C

0.9954

IRR

16%


(6)