mendapatkan pelayanan ini. Pada 7 provinsi kawasan timur, satu dari setiap tiga persalinan berlangsung tanpa mendapatkan pertolongan dari tenaga kesehatan
apapun, hanya ditolong oleh dukun bayi atau anggota keluarga.
5.1.4 Pengaruh Persepsi tentang Kualitas Pelayanan Nifas terhadap Kepuasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi ibu bersalin peserta Jampersal tentang kualitas pelayanan nifas yang diberikan oleh bidan desa sebanyak 59,6 pada
kategori tidak baik. Hal ini terkait dengan jawaban responden tentang persepsi kualitas pelayanan nifas melaksanakan penanganan pada 2 jam setelah persalinan
dengan melakukan pemantauan terhadap ibu dan bayi apakah ada terjadi komplikasi pada 2 jam pertama, melaksanakan pelayanan bagi ibu dan bayi pada masa nifas
dengan melakukan kunjungan rumah pada hari ketiga, minggu ke 2 dan minggu ke 6 setelah persalinan, dan melaksanakan pelayanan bagi ibu dan bayi mencakup : tali
pusat, komplikasi yang terjadi pada masa nifas,.gizi, dan kebersihan yang diberikan oleh bidan desa atas 5 dimensi kualitas pelayanan, yaitu keandalan reliability, daya
tanggap responsiveness jaminan assurance, empati emphaty dan penampilan tangibles lebih banyak menyatakan kurang setuju dan tidak setuju. Hal ini
memberikan gambaran bahwa kualitas pelayanan yang diterima ibu bersalin peserta Jampersal dari bidan desa sewaktu pelayanan nifas belum sepenuhnya sesuai dengan
yang diharapkan. Seharusnya seorang bidan merupakan salah satu tenaga profesional yang berperan sebagai ; a pelaksana, b pendidik, c pengelola, dan d peneliti
yang mempunyai wewenang memberikan pertolongan persalinan dalam program Kesejahteraan Ibu dan Anak KIA, namun tidak berjalan dengan optimal.
Universitas Sumatera Utara
Hasil wawancara dengan ibu bersalin bahwa selama masa nifas ibu bersalin mengeluhkan keberadaan bidan desa. Pada masa nifas bidan desa jarang melakukan
kunjungan rumah pada hari ketiga, minggu ke 2 dan minggu ke 6 setelah persalinan dan belum sepenuhnya memberikan pelayanan nifas sesuai dengan yang diharapkan,
seperti melakukan penanganan pada 2 jam setelah persalinan dengan melakukan pemantauan terhadap ibu dan bayi apakah ada terjadi komplikasi pada 2 jam
pertama, sehingga ibu bersalin memiliki persepsi pelayanan nifas yang diberikan bidan desa belum sepenuhnya sesuai dengan harapan.
Menurut Thoha 2008, persepsi adalah proses kognitif yang kompleks dan menghasilkan suatu gambaran yang unik tentang kenyataan yang barangkali jauh dari
kebenarannya. Hal ini berarti bahwa hasil dari persepsi setiap orang akan berbeda- beda dan tidak menjamin bahwa apa yang mereka tafsirkan, rasakan, alami dan
sebagainya sesuai dengan kenyataan atau kebenaran. Sesuai dengan SOP kebidanan bahwa pelayanan bagi ibu dan bayi pada masa
nifas maka bidan desa melakukan kunjungan rumah pada hari ketiga, minggu ke 2 dan minggu ke 6 setelah persalinan dan bidan desa melaksanakan perawatan bayi
baru lahir serta memeriksa dan menilai BBL untuk memastikan pernafasan dan mencegah terjadinya Hipotermi Depkes RI, 2003.
Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan Tjiptono 2004 yang menyatakan bahwa kesadaran untuk menjaga kualitas perlu diupayakan guna
memberikan kepuasan pada pelanggan serta karyawan. Perusahaan jasa khususnya kesehatan dituntut untuk meningkatkan kualitas pelayanan yang berorientasi pada
Universitas Sumatera Utara
tingkat kepuasan pasien serta mengubah pandangan negatif masyarakat terhadap pelayanan kesehatan khususnya milik pemerintah.
Hasil uji statistik secara multivariat persepsi tentang pelayanan nifas berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan ibu bersalin peserta Jampersal,
dengan nilai probabilitas 0,004p=0,05. Hal ini berarti semakin baik persepsi ibu bersalin terhadap kualitas pelayanan nifas, maka ibu bersalin peserta Jampersal
semakin puas. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Sulikah 2011 mengungkapkan bahwa terdapat pengaruh persepsi kualitas layanan ANC terhadap
minat pemanfaatan ulang layanan ANC dan terdapat pengaruh bersama-sama persepsi emphaty, tangibles layanan ANC terhadap minat pemanfaatan ulang layanan ANC di
Puskesmas Sukomoro, Kabupaten Magetan. Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Rasyid dkk. 2011, yang
mengungkapkan bahwa mayoritas responden bersikap negatif terhadap Jampersal. Hal ini yang mungkin berkaitan dengan kecilnya angka pemanfaatan Jampersal di
wilayah kerja Puskesmas Kendal Kerep Kota Malang. Beberapa hal yang menimbulkan sikap negatif karena responden berkeyakinan bahwa walaupun sudah
menggunakan Jampersal masih diharuskan membayar, prosedural yang rumit, dan rasa cemas tidak mendapat pelayanan yang sama dengan yang tidak menggunakan
Jampersal. Hasil penelitian ini juga didukung kajian Unicef-Indonesia 2012 yang
mengungkapkan bahwa kira-kira 31 ibu nifas mendapatkan pelayanan antenatal “tepat waktu.” Ini berarti pelayanan dalam waktu 6 sampai 48 jam setelah
Universitas Sumatera Utara
melahirkan, seperti yang ditentukan oleh Kementerian Kesehatan. Pelayanan pasca persalinan yang baik sangat penting, karena sebagian besar kematian ibu dan bayi
baru lahir terjadi pada 2 hari pertama dan pelayanan pasca persalinan diperlukan untuk menangani komplikasi setelah persalinan. Kepulauan Riau, Nusa Tenggara
Timur dan Papua menunjukkan kinerja terburuk dalam hal ini, cakupan pelayanan pasca persalinan tepat waktu hanya 18 di Kepulauan Riau. Sekitar 26 dari semua
ibu nifas pernah mendapatkan pelayanan pascapersalinan.
5.1.5 Pengaruh Persepsi tentang Kualitas Pelayanan Kegawatan Obstetri dan