kerja, mekanisme kerja dan efek samping, analgesik dibedakan dalam dua kelompok:
1. Analgesik Nonopioid
Senyawa ini mengobati nyeri ringan sampai sedang dengan mempengaruhi sintesis prostaglandin. Pada perifer, prostaglandin diproduksi oleh sel-sel
inflamasi yang mensensitisasi reseptor prostaglandin pada saraf perifer sehingga membentuk stimulus nyeri. Pada nyeri sentral sitokin dilepaskan sebagai respon
inflamasi sehingga menginduksi produksi prostaglandin pada sumsum tulang belakang. Prostaglandin ini mensensitisasi saraf nosiseptif sekunder sehingga
meningkatkan persepsi nyeri. Antiinflamasi nonsteroid NSAIDs menghambat prostaglandin untuk sensitisasi saraf perifer dan sentral ketika terjadi proses
inflamasi Goland, 2011. Agen antiinflamasi nonsteroid menghambat aktivitas enzim
siklooksigenasi COX-1 dan COX-2 yang dibutuhkan untuk produksi prostaglandin. Penghambatan sistem siklooksigenase menyebabkan asam
arakhidonat dan asam-asam C
20
tak jenuh lain tidak diubah menjadi endoperoksida siklik. Endoperoksida siklik merupakan prazat dari prostaglandin
serta prazat dari tromboksan A
2
dan prostasiklin Goland, 2011. NSAIDs mempengaruhi mekanisme nyeri melalui 3 cara. Pertama,
NSAIDs mengurangi aktifasi ambang pintu perifer pada saraf nosiseptor afferent primer. dengan mengurangi pembentukan prostaglandin, NSAIDs dapat
menurunkan inflamasi hyperalgesia dan allodynia. Kedua, NSAIDs menurunkan pengerahan leukosit sebagai mediator inflamasi. Ketiga, NSAIDs melewati blood-
brain barrier dan mencegah prostaglandin yang bekerja untuk memproduksi neuromodulator di sumsum tulang belakang Goland, 2011.
2. Analgesik Opioid
Menurut Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya 2008, analgesik opioid adalah golongan obat penghilang
nyeri alamiah, semisintetis, dan sintetis yang sebagian sifat-sifatnya sama atau hampir sama dengan opium atau morfin. Penggunaan utama opioid ini adalah
untuk mengatasi rasa nyeri yang tidak hilang dengan analgesik biasa. Analgesik opioid bekerja dengan berikatan dengan reseptor stereospesifik di sistem saraf
pusat, dengan mengubah persepsi dan respons emosi terhadap nyeri. Analgesik opioid menyerupai peptide opioid endogen terutama dinorfin
yang dilepaskan pada batang otak maupun medulla spinalis bersama input inhibisi lainnya yaitu serabut enkefalinergik, noradrenergik, dan serotonergik desendens
sehingga dapat menurunkan aktivitas neuron relay kornu posterior yang berperan menyampaikan informasi nyeri ke korteks sensoris melalui neuron dalam
thalamus sehingga dapat menyebabkan analgesia Neal, 2006. Efek peptide opioid diperantarai oleh reseptor opioid spesifik yang
terdistribusi luas dalam sistem saraf pusat dan sudah diklasifikasikan menjadi tiga tipe utama. Reseptor µ mempunyai konsentrasi yang paling tinggi dalam daerah
otak yang terlibat dalam nosisepsi dan merupakan reseptor yang berinteraksi dengan sebagian besar analgesik opioid untuk menghasilkan analgesia. Reseptor
δ dan κ masing-masing menunjukkan selektivitas untuk enkefalin dan dimorfin. Aktivasi reseptor κ juga menghasilkan analgesia, tetapi berlawanan dengan agonis
µ misalnya morfin yang menyebabkan euphoria, agonis κ misalnya pentazosin, nalbufin berhubungan dengan disforia Neal, 2006.
Morfin dan alkaloid opium alamiah diperoleh dari opium candu yang merupakan getah kering tanaman
golongan zat kimia penting, yaitu golongan golongan Benzyl-isokinolin
diturunkan morfin, kodein, dan berbagai analgesik semisintesis morfin, seperti heroin, hodrokodon, oksikodon, dan antagonis opioid Staf Pengajar Departemen
Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, 2008.
Gambar 1 Asam asetilsalisilat atau lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin
gambar 1 merupakan ester salisilat dari asam, berbentuk kristal batang atau jarum dan berbau. A
dalam alkohol. Asetosal termasuk dalam golongan analgesik non indikasi sebagai pereda nyeri, sakit kepala, nyeri ringan yang berhubungan dengan