setengah dari kelompok dibagi menjadi 3 bagian dan diberi petidin dengan dosis berturut-turut 2, 4, dan 8 mgkg. Setengah kelompok yang lain diberi
petidin dengan senyawa uji dengan dosis 25 dari LD
50
. Persen analgesik dihitung dengan bantuan metode rangsang panas. Pengujian ini
memanfaatkan seperangkat alat laboratorium yang berupa lempeng panas dengan suhu yang telah ditentukan. Hewan uji diletakkan pada lempeng
panas dan jarak waktu sebelum hewan uji menunjukkan tanda ketidaknyamanan dicatat. Prosedur uji ini diulang dengan menggunakan
hewan uji yang telah diberi dosis agen analgesik, kemudian diamati jarak waktu selama hewan uji masih dapat tinggal pada lempeng panas sebelum
menunjukkan tanda ketidaknyamanan. Kurva antara dosis dan respon dibuat dan dilakukan analisis secara statistik Cannon, 2007.
2. Golongan Analgesik Non-narkotik
a. Metode rangsang kimia. Metode ini sering digunakan sebagai protokol pada penapisan aktivitas analgesik perifer suatu bahan obat. Prinsip dalam
metode ini adalah senyawa uji dinilai kemampuannya dalam menekan atau menghilangkan rasa nyeri yang diinduksi secara kimia. Rasa nyeri ini pada
hewan uji diperlihatkan dalam bentuk respon gerakan geliatan. Frekuensi gerakan ini dalam waktu tertentu menyatakan derajat nyeri yang
dirasakannya. Pada metode ini hewan uji diberikan senyawa kimia yang dapat menginduksi nyeri berupa fenilkuinon, benzokuinon atau asam
asetat, secara intraperitoneal i.p. Selanjutnya dilakukan pengamatan pada hewan uji selama 1 jam. Geliat didefinisikan sebagai gerakan
meregangkan, gerakan pinggang yang memuntir, menarik kaki belakang, dan penarikan abdomen sehingga bagian perut menyentuh lantai. Setiap
geliat yang terjadi dicatat sebagai respon positif. Pemberian analgesik akan mengurangi jumlah geliat dalam jangka waktu tertentu. Penghambatan
geliat yang merupakan persen proteksi senyawa analgesik diukur dengan persamaan Handerson- Forsaith yaitu:
= 100 − × 100 Keterangan :
O = Jumlah kumulatif geliat hewan uji kelompok perlakuan K = jumlah kumulatif geliat hewan uji kelompok kontrol
Turner, 1965. b. Metode rektodolorimeter. Metode ini menggunakan tegangan listrik yang
dihubungkan dari voltmeter ke kandang tikus. Pada metode ini tikus diletakkan dalam sebuah kandang yang dibuat khusus dengan lantai berupa
tembaga yang dihubungkan dengan sebuah penginduksi yang berupa gulungan. Ujung gulungan tersebut dihubungkan dengan silinder elektroda
tembaga, sedangkan ujung yang lainnya lagi dihubungkan pada ekor hewan uji. Sebuah voltmeter yang peka terhadap adanya perubahan
tegangan sebesar 0,1 volt selanjutnya dihubungkan dengan konduktor yang berada di gulungan bagian atas. Tegangan yang dibutuhkan untuk
menimbulkan teriakan pada tikus adalah 1-2 volt. Respon teriakan hewan uji dihitung setiap 10 menit selama 1 jam Turner, 1965.
J.Asam asetat
Asam asetat atau asam cuka CH
3
COOH adalah golongan asam karboksilat yang sering digunakan sebagai pemberi rasa asam pada makanan,
penurun pH pada industri makanan dan sebagai zat pengawet. Asam asetat murni dikenal sebagai asam asetat glasial yang merupakan senyawa berbentuk cairan,
tak berwarna, berbau menyengat, memiliki rasa asam yang tajam dan larut dalam air, alkohol, gliserol, dan eter, dan memiliki titik leleh 16,6
o
C Sutresna, 2007. Pada pengujian efek analgesik asam asetat glasial digunakan sebagai
senyawa kimia yang menginduksi nyeri. Asam asetat glasial dapat merusak membran sel dan fosfolipid yang akan merangsang munculnya mediator nyeri
Katzung, 2002. Pada pengujian efek analgesik, asam asetat bekerja sebagai iritan yang
merusak jaringan secara lokal. Setelah pemberian secara intraperitoneal, asam asetat mengubah pH di dalam rongga perut akibat pelepasan ion H
+
dari asam asetat yang menyebabkan luka pada membran sel. Fosfolipid dari membran sel
akan melepaskan asam arakidonat yang akan membentuk prostaglandin dan menimbulkan nyeri Wilmana dan Gan, 2007.
Prostaglandin yang dihasilkan pada cairan intraperitoneal terutama prostaglandin E
2
PGE
2
dan prostaglandin F
α2
PGF
α2
. Prostaglandin ini akan menyebabkan nyeri dan meningkatkan permeabilitas kapiler. Oleh karena itu,
senyawa yang dapat menghambat geliat pada mencit merupakan analgesik yang bekerja dengan menghambat sintesis prostaglandin Muhammad, Saeed, dan
Khan, 2012.
K. Landasan Teori
Nyeri merupakan perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman akibat adanya rangsangan baik berupa mekanis, kimiawi atau fisis kalor dan
listrik yang menyebabkan kerusakan jaringan sehingga terjadi pelepasan mediator nyeri antara lain histamin, bradikinin, leukotrien, dan prostaglandin yang
akan mensensitisasi reseptor-reseptor nyeri. Untuk mengatasi nyeri diperlukan analgesik yaitu senyawa yang dalam dosis terapeutik dapat menekan rasa nyeri.
Berdasarkan penelitian oleh Puteri dan Kawabata 2010, daun Macaranga tanarius L. memiliki empat kandungan senyawa ellagitannin berupa mallotinic
acid, corilagin, chebulagic acid, dan macatannins B yang berperan sebagai antidiabetes dan memiliki aktivitas terhadap penangkapan radikal bebas DPPH.
Adanya aktivitas penangkapan radikal DPPH oleh senyawa ellagitannin yang terkandung dalam daun Macaranga tanarius L. memungkinkan kemampuan
senyawa tersebut dalam menangkap radikal bebas dalam tubuh yang dilepaskan pada proses pembentukan mediator-mediator nyeri dan peradangan. Radikal bebas
merupakan molekul yang tidak stabil sehingga akan mengambil elektron dari molekul atau sel lain di dalam tubuh untuk mestabilkan diri. Proses pengambilan
elektron ini akan menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan dan pelepasan mediator-mediator nyeri. Apabila radikal bebas tersebut dapat dihambat, maka
terjadinya nyeri dapat terhambat. Penyarian senyawa ellagitannin dalam daun Macaranga tanarius L.
dilakukan secara spesifik melalui proses ekstraksi secara bertingkat dengan menggunakan beberapa cairan penyari dengan kepolaran berbeda. Pelarut