34
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Penelitian eksperimental murni bertujuan
untuk menyelidiki kemungkinan hubungan sebab-akibat dengan cara memberi perlakuan pada satu atau lebih kelompok eksperimen dan membandingkan
hasilnya dengan satu atau lebih kelompok kontrol yang tidak diberi perlakuan. Dalam penelitian eksperimental murni dilakukan randominasi yaitu penunjukan
subyek penelitian yang dilakukukan secara acak. Acak lengkap merupakan rancangan penelitian dimana semua subyek uji yang digunakan memiliki kriteria
yang sama sehingga memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih ke dalam kelompok kontrol maupun perlakuan, sedangkan pola searah merupakan
rancangan penelitian yang memiliki satu variabel bebas yang digunakan Wasis, 2008. Pada penelitian ini variabel bebas yang digunakan adalah dosis fraksi
etanol heksan ekstrak metanol air daun Macaranga tanarius L.
B. Variabel dan Definisi Operasional Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah :
1. Variabel utama a. Variabel bebas, adalah dosis fraksi etanol-heksan ekstrak metanol-air daun
Macaranga tanarius L.
b. Variabel tergantung, adalah jumlah geliat yang selanjutnya diolah sebagai
persen proteksi geliat. 2. Variabel pengacau
a. Variabel pengacau terkendali: 1 Galur, berat badan, dan umur dari hewan uji. Hewan uji yang
digunakan adalah mencit betina galur Swiss dengan berat badan 20-30
gram, dan berumur 2-3 bulan.
2 Bahan uji yang digunakan berupa daun Macaranga tanarius L., berasal dari lingkungan Kampus Universitas Sanata Dharma, Paingan,
Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta.
3 Waktu pemanenan daun Macaranga tanarius L. dilakukan pada bulan April 2015 di pagi hari antara pukul 07.00-10.00 WIB.
b. Variabel pengacau tak terkendali:
1 Keadaan patologi mencit, yaitu kondisi anatomi dan fisiologi mencit yang abnormal.
2 Ketahanan mencit, yaitu kemampuan individu mencit dalam menahan rasa sakit.
2. Definisi operasional
a. Daun Macaranga tanarius L. yang digunakan adalah daun yang berwarna hijau segar, tidak berlubang, serta tidak terdapat kotoran dari binatang
kecil. Daun diambil pada pukul 07.00-10.00 WIB di daerah Paingan,
Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta.
b. Ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. adalah ekstrak kental yang pembuatannya didasarkan pada metode ekstraksi padat cair
Matsunami et al, 2006 dengan cara mengekstraksi serbuk daun Macaranga tanarius L. melalui proses maserasi menggunakan campuran
pelarut metanol-air.
c. Fraksi etanol-heksan ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. merupakan fraksi kental daun Macaranga tanarius L. yang diperoleh
melalui proses ekstraksi bertingkat dari ekstrak kental metanol-air daun Macaranga tanarius L., kemudian dimaserasi kembali dengan campuran
pelarut etanol-heksan. Metode fraksinasi ini didasarkan pada penelitian Puteri dan Kawabata 2010 yang dimodifikasi melalui proses maserasi
bertingkat menggunakan pelarut dengan tingkat kepolaran yang berbeda. d. Sediaan fraksi daun Macaranga tanarius L. yaitu fraksi etanol-heksan
ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. yang dilarutkan dengan
CMC-Na 1 dalam labu takar 25 mL dan diberikan secara per oral.
e. Dosis pemberian fraksi etanol-heksan ekstrak metanol-air daun Macaranga tanariius L. merupakan jumlah fraksi etanol-heksan ekstrak
metanol-air daun Macaranga tanarius L. yang diperoleh dari penetapan konsentrasi terpekat fraksi sebesar 0,6 gram25 mL atau 2,4 dan hasil
konversi penggunaan pada tikus dengan dosis tertinggi 137 mgkg BB.
f. Pemberian fraksi etanol-heksan ekstrak metanol-air secara peroral merupakan pemberian tingkatan dosis fraksi etanol-heksan ekstrak
metanol-air daun Macaranga tanarius L. sebesar 47,95; 95,9; dan 191,8
mgkgBB dengan menggunakan spuit injeksi oral setelah injeksi asam
asetat 1 secara intraperitoneal dengan selang waktu pemberian 10 menit.
g. Metode induksi rangsang kimia. Metode yang digunakan untuk mengukur efek analgesik zat uji terhadap subyek uji dengan cara memberi rangsang
nyeri berupa asam asetat 1 yang diberikan secara intraperitoneal sehingga menimbulkan respon positif berupa geliat yang diamati setiap 5
menit selama 1 jam.
h. Penetapan kriteria geliat mencit. Kriteria geliat mencit yang diamati dan dihitung adalah gerakan menggeliat dengan menarik kedua pasang kaki ke
depan dan ke belakang serta menempelkan perut pada alas tempat berpijak
mencit tersebut kotak kaca pengamatan geliat.
i. Jumlah kumulatif geliat adalah banyaknya geliat yang terjadi akibat pemberian rangsang kimia asam asetat 1 selama 1 jam.
j. Persen proteksi adalah seratus dikurangi jumlah kumulatif geliat kelompok perlakuan dibagi rata-rata jumlah kumulatif geliat kelompok kontrol
negatif dikali 100 persen. k. Perubahan persen proteksi adalah jumlah rata-rata persen proteksi
kelompok kontrol positif dikurangi persen proteksi kelompok perlakuan, kemudian dibagi rata-rata persen proteksi kelompok kontrol positif dan
dikali 100 persen.
l. Efek analgesik adalah persen proteksi geliat oleh senyawa uji terhadap rangsang nyeri dari asam asetat yang memenuhi kriteria ≥ 50 Kelompok
Kerja Ilmiah Phyto Medica, 1991.
C. Bahan Penelitian 1. Bahan utama
a. Hewan uji yang digunakan berupa mencit betina galur Swiss dengan umur 2-3 bulan, berat badan 20-30 g dan diperoleh dari Laboratorium
Imono Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. b. Daun Macaranga tanarius L. diperoleh dari daerah Paingan,
Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta.
2. Bahan kimia
a. Asetosal diproduksi oleh Merck dan diperoleh dari Laboratorium Farmakologi-Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
b. Zat penginduksi nyeri, Asam asetat glasial diproduksi oleh Merck dan diperoleh dari Laboratorium Kimia Analisis Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma.
c. Carboxymethylcellulose-natrrium atau CMC-Na Dai-Ichi Seiyaku Co., Ltd, sebagai pensuspensi asetosal dan fraksi etanol-heksan ekstrak
metanol-air daun Macaranga tanarius L. diperoleh dari Laboratorium
Farmakologi dan Toksikologi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. d. Aquadest diperoleh dari PT Brataco Chemika Yogyakarta.
e. Metanol diperoleh dari PT Brataco Chemika Yogyakarta. f. Etanol diperoleh dari PT Brataco Chemika Yogyakarta.
g. Heksan diperoleh dari PT Brataco Chemika Yogyakarta.
h. Ketamin 0,5 ml diperoleh dari Laboratorium Farmakologi dan
Toksikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
D. Alat Penelitian 1. Alat pembuatan serbuk kering daun Macaranga tanarius L.
Alat-alat yang digunakan antara lain adalah oven Memmert, mesin penyerbuk Retsch, dan ayakan.
2. Pembuatan fraksi etanol-heksan ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L.
Seperangkat alat gelas berupa gelas beaker, erlenmeyer, gelas ukur, labu alas bulat, pipet ukur, glass firn, pipet tetes, cawan porselin, corong, corong
Buchner, batang pengaduk Pyrek Iwaki Glass®, timbangan elektrik, pompa vakum, shaker, vacuum rotary evaporator, waterbath dan oven.
3. Alat uji analgesik
Seperangkat alat gelas berupa gelas beaker, gelas ukur, labu ukur, pipet ukur, glass firn, pipet tetes, batang pengaduk Pyrex Iwaki Glass®, timbangan
analitik Mettler Toledo®, spuit Terumo®, needle, stopwatch, dan kotak kaca tempat pengamatan geliat.
E. Tata Cara Penelitian 1. Determinasi tanaman
Determinasi tanaman Macaranga tanarius L. dilakukan secara benar menggunakan buku acuan Flora untuk Sekolah di Indonesia Steenis, 1975
dengan membandingkan bagian tanaman berupa batang, daun, dan buah.
Selanjutnya determinasi dilakukan dengan membandingkan simplisia tanaman yang digunakan dengan herbarium tanaman Macaranga tanarius L. koleksi
Laboratorium Botani Farmasi. Determinasi dilakukan di Laboratorium Botani Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.
2. Pengumpulan bahan uji
Bahan uji yang digunakan adalah daun Macaranga tanarius L. yang diperoleh dari tanaman Macaranga tanarius L. yang tumbuh di daerah Paingan,
Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta. Daun dipanen pada bulan April 2015 dengan kriteria daun yang masih segar, berwarna hijau, tidak terlalu tua atau
muda, dan tidak berlubang.
3. Pembuatan serbuk daun Macaranga tanarius L.
Daun Macaranga tanarius L. yang telah dikumpulkan, dicuci dengan air mengalir, kemudian ditiriskan untuk meniadakan air pada daun. Selanjutnya daun
dikeringkan di bawah sinar matahari dengan bantuan kain, selanjutnya dikeringkan kembali dalam oven pada suhu 45˚C-50
o
C. Setelah daun benar-benar kering, daun diserbuk dan diayak dengan menggunakan ayakan nomor 40.
Penyerbukan daun dilakukan di LPPT Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
4. Penetapan kadar air pada serbuk kering daun Macaranga tanarius L.
Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Gravimetri dengan menggunakan alat moisture balance. Sebanyak 5 gram serbuk Macaranga
tanarius L. dimasukkan ke dalam alat dan diratakan kemudian bobot serbuk ditimbang sebagai bobot sebelum pemanasan. Serbuk dipanaskan pada suhu 105º
C selama 3 jam hingga berat konstan dan ditimbang bobot serbuk setelah
pemanasan. Selisih bobot serbuk sebelum dan setelah pemanasan merupakan kadar air dar serbuk yang diselidiki. Persyarataan serbuk yang baik yaitu kurang
dari 10 Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, 1995.
5. Pembuatan fraksi etanol-heksan ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L.
a. Pembuatan ekstrak kental daun Macaranga tanarius L.
Gambar 4. Flowchart langkah pembuatan ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L.
Oven suhu 40
C ± 24 jam
Didapatkan bobot tetap
ekstrak kental daun
Macaranga tanarius L.
Ekstrak cair
Ekstrak Kental
Uapkan pada water bath untuk
menghilangkan aquadest
40 gram serbuk M.tanarius
Maserasi 140 rpm selama 72 jam
Remaserasi 2x Maserat
- Saring dengan corong buchner - Dipekatkan dengan Rotary evaporator 3 rpm
pada suhu 65 C
100 mL metanol 70 dan 100 mL aquadest
b. Fraksi etanol-heksan ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L.
Gambar 5. Flowchart langkah pembuatan fraksi etanol-heksan dari hasil ekstrak kental metanol-air daun Macaranga tanarius L.
6. Penetapan konsentrasi terpekat
Konsentrasi yang digunakan adalah konsentrasi terpekat yang dapat dibuat dan dapat dimasukkan serta dikeluarkan dari sepuit oral 1 mL. Menurut
Purwiyanto 2013, konsentrasi terpekat merupakan jumlah maksimum zat terlarut Fraksi cair M.tanarius
Uapkan pada water bath untuk
menghilangkan pelarut yang belum
dapat ikut menguap seleuruhnya melalui
vaccum rotary evaporator
Fraksi Kental Hingga
Didapatkan bobot tetap
Fraksi kental daun
Macaranga tanarius L.
Oven suhu 40
C Saring dengan corong Buchner.
Dipekatkan dengan Rotary evaporator 3 rpm pada suhu didih campuran etanol – heksan 58,60 ~ 60°C
Agoes,2009. 1 gram Ekstrak kental M.tanarius
Maserasi 140 rpm selama 24 jam
Filtrat Remaserasi 1x
Alkohol 95 atau etanol dan heksan ml
dalam setiap satuan larutan pada temperatur tertentu. Berdasarkan penelitian hepatoprotektif yang sedang dijalankan, telah didapatkan konsentrasi terpekat
dengan melarutkan sebanyak 0,6 gram fraksi larut ke dalam CMC-Na 1 pada labu ukur 25 mL, sehingga didapatkan konsentrasi fraksi etanol-heksan ekstrak
metanol-air sebesar 0,6 gram25 mL atau 2,4 .
7. Pembuatan larutan uji
a. Larutan Asam asetat Larutan asam asetat 1 dibuat dari larutan asam asetat glasial 100 vv
dengan menggunakan rumus V
1
.C
1
= V
2
.C
2
. V
1
. 100 = 25 mL . 1 V
1
= 0,25 mL Asam asetat glasial 100 diambil sebanyak 0,250 mL dimasukkan ke
dalam labu ukur 25 mL kemudian ditambahkan aquadest hingga batas tanda.
b. Larutan CMC-Na 1 Ditimbang sebanyak 1,0 gram CMC-Na, kemudian ditaburkan di atas
aquadest yang telah dipanaskan, diaduk hingga larutan mengembang dan homogen. Larutan CMC-Na dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan
ditambahkan aquadest hingga batas tanda kemudian digojog. c. Suspensi asetosal
Suspensi asetosal 1 dibuat dengan mensuspensikan 250,0 mg asetosal dalam CMC-Na 1 dengan menggunakan labu ukur 25,0 mL.
d. Sediaan fraksi daun Macaranga tanarius L. Fraksi etanol-heksan ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L.
sebanyak 0,6 gram dilarutkan ke dalam larutan CMC-Na 1 kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 25 mL, ditambahkan dengan larutan
CMC-Na hingga batas tanda dan digojog hingga terbentuk larutan homogen.
8. Penetapan dosis a. Dosis asam asetat
Dosis optimum asam asetat untuk menginduksi nyeri adalah 50 mgkg BB
Andini, 2010; Wulandari, 2010; dan Tabalubun, 2013. b. Dosis asetosal
Dosis asetosal yang digunakan adalah dosis lazim yaitu 0,5 g atau 500 mg untuk berat badan manusia Indonesia 50 kg Andini, 2010 dan Wulandari,
2010. Faktor konversi dengan pedoman manusia Eropa 70 kg ke mencit 20 g adalah 0,0026. Dosis asetosal untuk manusia 70 kg adalah 70 kg : 50
kg x 500 mg = 700 mg. Konversi dosis untuk mencit 20 g adalah 0,0026 x 700 mg = 1,82 mg, maka dosis asetosal adalah 1,82 mg : 20 g = 0,091
mgg BB atau 91 mgkg BB. c. Dosis fraksi etanol-heksan ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius
L.
Ditentukan berdasarkan konsentrasi terpekat fraksi etanol-heksan ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. yaitu 0,6 gram25 mL.
Selanjutnya diperoleh dosis tertinggi untuk hewan uji tikus adalah 137 mgkg BB melalui perhitungan sebagai berikut:
Dosis x BB tikus g = Konsentrasi terpekat fraksi × Volume pemberian Dosis x 350 g BB = 0,6 gram25mL x 2mL volume maksimal tikus
Dosis x 0,350 kg BB = 600 mg 25 mL x 2 mL Dosis fraksi = 137,1 mgkg BB ≈ 137 mgkg BB
Faktor konversi dosis untuk tikus 200 g ke mencit 20 g adalah 0,14. 1 Dosis tertinggi fraksi etanol-heksan ekstrak metanol-air daun
Macaranga tanarius L. pada tikus adalah 137 mgkgBB, maka dosis untuk tikus dengan BB = 200 g adalah 137 mgkg BB x 0,2 kg = 27,4
mgkg BB ≈ 27,4 mg 200 g BB. 2 Dosis tertinggi untuk mencit 20 gram ditentukan dari nilai konversi
dosis dari tikus 200 gram ke mencit 20 gram yaitu 0,14; maka dosis tertinggi untuk mencit 20 gram adalah 27,4 mg200 gram x 0,14 =
3,836 mg20 gram BB mencit ≈ 191,8 mgkg BB. 3 Dosis terendah dan dosis menengah ditentukan dengan menurunkan
dua kelipatan dari dosis tertinggi sehingga diperoleh dosis untuk mencit 20 gram sebagai berikut:
Dosis menengah = 1,918 mg20 gram BB ≈ 95,9 mgkg BB Dosis terendah = 0,959 mg20 gram BB ≈ 47,95 mgkg BB
9. Pengujian kandungan senyawa metabolit sekunder
a. Pemeriksaan Alkaloid. Larutan ekstrak sebanyak 3 mL ditambah dengan 1ml HCl 2N dan 6 mL aquadest. Kemudian dipanaskan di atas penangas
air selama 2 menit, didinginkan dan disaring. Sebanyak 3 tetes filtrat dipindahkan pada kaca arloji, kemudian ditambahkan pereaksi Mayer dan
Dragendorff, masing-masing sebanyak 2 tetes. Adanya alkaloid ditandai dengan terbentuknya endapan putih dengan pereaksi Mayer dan endapan
merah dengan pereaksi Dragendorff Departemen Kesehatan RI, 2000. b. Pemeriksaan Flavonoid. Larutan ekstrak sebanyak 2 mL ditambah dengan
sedikit serbuk seng atau magnesium dan 2 mL HCl 2N. Senyawa flavonoid akan menimbulkan warna jingga sampai merah Departemen
Kesehatan RI, 2000. c. Pemeriksaan Saponin. Larutan ekstrak sebanyak 1 mL ditambahkan 10 mL
aquadest dan dikocok kuat selama 10 menit. Hasil dinyatakan positif apabila buih yang terbentuk stabil selama tidak kurang dari 10 menit,
setinggi 1cm sampai 10 cm. Pada penambahan 1 tetes HCl 2N, buih tidak hilang Departemen Kesehatan RI, 2000.
d. Pemeriksaan TriterpenoidSteroid. Sebanyak 1 mL larutan ekstrak kental diuapkan sampai kering, kemudian ditambah dengan pereaksi Lieberman-
Burchad. Jika warna berubah menjadi biru atau ungu, menandakan adanya senyawa steroid. Jika warna berubah menjadi merah, menunjukkan adanya
senyawa terpenoid Departemen Kesehatan RI, 2000. e. Pemeriksaan Fenolik. Sebanyak 2 mL ekstrak ditambahkan dengan 10 mL
aquadest lalu didihkan selama 10 menit dalam tangas air mendidih. Larutan kemudian disaring dan filtratnya ditambahkan dengan 3 tetes
FeCl
3
1. Terjadinya warna hijau-biru menunjukkan adanya fenolik Departemen Kesehatan RI, 2000.
f. Pemeriksaan Tanin. Fraksi etanol-heksan ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. sebanyak 1 mL dan dipindahkan ke atas plat tetes
lalu ditambah beberapa tetes FeCl
3
. Hasil positif dibuktikan dengan perubahan warna larutan menjadi hijau sampai biru kehitaman Azizah,
Suarsini, dan Prabaningtyas, 2014. g. Pemeriksaan Glikosida. Sebanyak 0,1 mL fraksi daun Macranga tanarius
L. dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu ditambahkan 2 mL aquadest, 5 tetes Molisch, dan 2 mL H
2
SO
4
pekat secara hati-hati melalui dinding tabung reaksi. Hasil positif ditunjukkan dengan adanya cincin ungu pada
batas cairan Azizah, Suarsini, dan Prabaningtyas, 2014.
10. Uji pendahuluan : Penetapan selang waktu pemberian asam asetat 1 vv
Selang waktu pemberian asam asetat merupakan jeda antara pemberian zat uji secara peroral dengan pemberian injeksi asam asetat secara intraperitoneal ip.
Dalam saat selang waktu tersebut, zat uji diharapkan telah diabsorpsi sehingga dapat memberikan efek analgesik secara optimal. Pada penentuan selang waktu
digunakan asetosal dosis 91 mgkg BB. Selang waktu yang diujikan adalah 10 dan 15 menit. Selanjutnya dihitung rata-rata jumlah geliat pada berbagai selang waktu
tersebut. Selang waktu dengan jumlah geliat yang paling sedikit dipilih sebagai selang waktu pemberian fraksi etanol-heksan ekstrak metanol-air daun
Macaranga tanarius L.
11. Perlakuan hewan uji
Hewan uji sebanyak 25 ekor mencit betina galur Swiss berumur 2-3 bulan dan memiliki berat badan 20-30 gram diberi perlakuan yang sama sebelum
digunakan yaitu diadaptasikan di lingkungan tempat penelitian selama 18-24 jam dan dipuasakan selama 18-24 jam dengan hanya diberikan air minum saja.
Selanjutnya hewan uji dibagi menjadi 5 kelompok secara acak dimana masing- masing kelompok uji menggunakan 5 ekor mencit dengan rincian sebagai berikut:
a. Kelompok I sebagai kontrol negatif diberikan CMC-Na dosis 191,8 mgkg BB b. Kelompok II sebagai kontrol positif diberikan Asetosal dosis 91 mgkg BB
c. Kelompok III sebagai perlakuan diberikan fraksi etanol-heksan ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. dosis 47,95 mgkg BB
d. Kelompok IV sebagai perlakuan diberikan fraksi etanol-heksan ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. dosis 95,9 mgkg BB
e. Kelompok V sebagai perlakuan diberikan fraksi etil asetat ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. dosis 191,8 mgkg BB
Setelah diberi perlakuan, setiap hewan uji dari masing- masing kelompok diberi asam asetat 1 dengan dosis 50 mgkg BB secara intraperitoneal dengan selang
waktu 10 menit. Respon geliat diamati dan dicatat setiap 5 menit selama 1 jam.
12. Perhitungan persen proteksi
Besarnya proteksi geliat dihitung dengan persamaan yaitu: proteksi = 100-[PK x 100]
Keterangan : P = jumlah kumulatif geliat hewan uji setelah pemberian senyawa uji
K = jumlah rata-rata kumulatif geliat hewan uji kontrol negatif
Data persen proteksi geliat tersebut kemudian dianalisis menggunakan analisa variansi satu arah dengan taraf kepercayaan 95.
13. Perhitungan perubahan persen proteksi
Perubahan persen proteksi geliat terhadap kontrol positif dihitung menggunakan rumus:
Perubahan proteksi = [A-BB] x 100 Keterangan:
A = proteksi geliat pada tiap kelompok perlakuan B = rata-rata proteksi geliat pada kontrol positif
Pudjiastuti, Dzulkarnain, dan Nuratmi, 2000.
Gambar 6. Skema perlakuan hewan uji Dua puluh lima ekor mencit dikelompokkan secara acak ke dalam 5 kelompok
Kelompok I
CMC-Na Kelompok
II Asetosal
91mgkg BB
Kelompok III
FDM dosis 47,95
mgkg BB Kelompok
IV FDM
dosis 95,9 mgkg BB
Kelompok V
FDM dosis 191,8
mgkg BB
Pemberian asam asetat 1 dosis 50 mgkg BB setelah 10 menit secara i.p
Pengamatan geliat setiap selang waktu 5 menit selama 1 jam
Perhitungan proteksi dan perubahan proteksi
F. Analisis Hasil 1. Uji pendahuluan untuk penentuan selang waktu pemberian senyawa uji
dan asam asetat
Hasil rata-rata jumlah geliat masing-masing kelompok uji yaitu kelompok kontrol negatif CMC-Na dengan selang waktu pemberian 10 menit,
kelompok selang waktu pemberian 10 menit, dan kelompok selang waktu 15 menit diuji secara statistik untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan yang
bermakna antar kelompok. Analisis menggunakan Shapiro-Wilk dipilih untuk mengetahui distribusi data masing-masing kelompok. Uji Shapiro-Wilk dipilih
karena sampel yang digunakan kurang dari 50. Nilai probabilitas p 0,05 menunjukkan data berdistribusi normal, sedangkan nilai p 0,05
menunjukkan data berdistribusi tidak normal. Selanjutnya dilakukan analisis varian data antar kelompok dengan uji Levene. Nilai probabilitas p 0,05
menunjukkan data antar kelompok bervariansi homogen, sedangkan nilai p 0,05 menunjukkan variansi berbeda.
Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan yang bermakna antar kelompok maka dilakukan uji T tidak berpasangan. Uji ini dipilih untuk
membandingkan rata-rata jumlah geliat dari 1 kali pengukuran pada dua kelompok perlakuan yaitu kelompok kontrol negatif CMC-Na dengan selang
waktu 10 menit terhadap kelompok selang waktu 10 menit dan antara kelompok selang waktu 10 menit terhadap kelompok selang waktu 15 menit
yang memiliki distribusi normal dan variansi homogen. Nilai probabilitas p 0,05 menunjukkan tidak terdapat perbedaan rerata antardua kelompok,
sedangkan nilai p 0,05 menunjukkan terdapat perbedaan rerata antardua kelompok Dahlan, 2014.
2. Uji analgesik fraksi etanol heksan ekstrak metanol air daun Macaranga tanarius l.
Hasil rata-rata jumlah kumulatif geliat dan perhitungan persen proteksi dianalisis secara statistik untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan yang
bermakna antar kelompok. Analisis statistik diawali dengan uji Shapiro-Wilk untuk mengetahui distribusi data masing-masing kelompok. Uji Shapiro-Wilk
dipilih karena sampel yang digunakan kurang dari 50, apabila nilai probabilitas p 0,05 menunjukkan data berdistribusi normal, sedangkan
nilai p 0,05 menunjukkan data berdistribusi tidak normal. Selanjutnya dilakukan analisis varian data antar kelompok dengan uji Levene. Nilai
probabilitas p 0,05 menunjukkan data antar kelompok bervariansi homogen, sedangkan nilai p 0,05 menunjukkan variansi berbeda.
Karena data dari 5 kelompok uji memiliki distribusi normal dan variansi homogen, maka dilanjutkan uji ANOVA satu arah dengan taraf
kepercayaan 95. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan rerata antardua kelompok tidak berpasangan. Nilai probabilitas p 0,05
menunjukkan paling tidak terdapat dua kelompok data yang mempunyai perbedaan rerata yang bermakna, sedangkan nilai p 0,05 menunjukkan tidak
terdapat perbedaan rerata yang bermakna antardua kelompok. Apabila nilai p dari hasil uji ANOVA satu arah 0,05 maka analisis statistik dilanjutkan
dengan analisis Post-Hoc untuk mengetahui kelompok mana yang berbeda
Fraksi etanol-heksan ekstrak metanol dosis 137; 68,5 dan 34,25 mgkg BB tikus
secara bermakna. Analisis Scheffe dipilih karena alternatif uji
yang relatif sama. yang bermakna antara dua kelompok data, sedangkan nilai p 0,05
menunjukkan perbedaan tersebut tidak bermakna Dahlan, 2014.
Penelitian ini merupakan penelitian payung yang meneliti pengaruh pemberian fraksi etanol
terhadap efek hepatoprotektif, anti digunakan dalam penelitian ini
Peneliti hanya fokus pada pengaruh pemberian fraksi etanol metanol-air daun Macaranga tanarius
galur Swiss gambar 7 uji mencit menjadi 47,95; 95,9 dan 191,8 mgkg BB mencit.
Gambar 7. Fokus penelitian heksan ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius
dosis 137; 68,5 dan 34,25 mgkg BB tikus Efek hepatoprotektif
Efek anti-inflamasi Efek analgesik
secara bermakna. Analisis Post-Hoc yang digunakan adalah uji dipilih karena alternatif uji Post-Hoc manapun akan memberikan hasil
relatif sama. Jika diperoleh nilai p 0,05 menunjukkan perbedaan rerata yang bermakna antara dua kelompok data, sedangkan nilai p 0,05
menunjukkan perbedaan tersebut tidak bermakna Dahlan, 2014.
G. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian payung yang meneliti pengaruh pemberian fraksi etanol-heksan ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius
terhadap efek hepatoprotektif, anti-inflamasi dan analgesik. Peringkat dosis yang digunakan dalam penelitian ini adalah 137; 68,5 dan 34,25 mgkg BB tikus.
Peneliti hanya fokus pada pengaruh pemberian fraksi etanol Macaranga tanarius L. terhadap efek analgesik pada mencit
gambar 7. Oleh karena itu, dilakukan konversi dos uji mencit menjadi 47,95; 95,9 dan 191,8 mgkg BB mencit.
Gambar 7. Fokus penelitian Keterangan:
Fokus penelitian oleh peneliti
Macaranga tanarius L. yang digunakan adalah uji Scheffe. Uji
manapun akan memberikan hasil diperoleh nilai p 0,05 menunjukkan perbedaan rerata
yang bermakna antara dua kelompok data, sedangkan nilai p 0,05 menunjukkan perbedaan tersebut tidak bermakna Dahlan, 2014.
Penelitian ini merupakan penelitian payung yang meneliti pengaruh Macaranga tanarius L.
inflamasi dan analgesik. Peringkat dosis yang adalah 137; 68,5 dan 34,25 mgkg BB tikus.
Peneliti hanya fokus pada pengaruh pemberian fraksi etanol-heksan ekstrak L. terhadap efek analgesik pada mencit
. Oleh karena itu, dilakukan konversi dosis untuk hewan
Keterangan: Fokus penelitian
oleh peneliti
53
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Determinasi Tanaman Macaranga tanarius L.
Determinasi merupakan proses mengidentifikasi tanaman sehingga diketahui ciri-ciri tumbuhan tersebut secara spesifik, kemudian data yang
diperoleh dibandingkan dengan acuan determinasi Steenis, 1975 untuk mengetahui klasifikasi tanaman. Tujuan determinasi adalah untuk memastikan
sampel tanaman yang digunakan dalam penelitian benar yaitu berasal dari spesies Macaranga tanarius L.
Tanaman Macaranga tanarius L. yang digunakan sebagai bahan simplisia merupakan tanaman liar, yaitu tumbuhan yang tumbuh sendiri di pekarangan atau
pagar-pagar, sehingga identifikasi harus dilakukan untuk menjamin bahwa bagian tanaman yang diambil berasal dari spesies tanaman yang diinginkan.
Hasil determinasi yang dilakukan di Laboratorium Botani Farmasi membuktikan bahwa yang dideterminasi adalah benar tanaman Macaranga
tanarius L. Lampiran 1 melalui determinasi yang dilakukan secara benar hingga kategori jenis spesies.
B. Pengumpulan dan Penyerbukan Daun Macaranga tanarius L.
Bagian tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Macaranga tanarius L. Daun dipilih untuk diuji pada penelitian efek analgesik
karena berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kumazawa, Murase, Momose, dan Fukumoto 2014 terbukti bahwa daun Macaranga tanarius L. mengandung