Industri, dan Perdagangan sehingga dapat mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi terhadap perkembangan Penanaman Modal Asing sektoral
Industri, Perdagangan, dan Pertanian, Tingkat Suku Bunga Internasional , Kurs Dollar , dan Neraca Perdagangan.
4.2.1. Perkembangan Penanaman Modal Asing Sektoral Pertanian,
Industri, dan Perdagangan
Perkembangan Penanaman Modal Asing sektoral Pertanian, Industri, dan Perdagangan dari tahun ke tahun mengalami fluktuatif. Hal
ini dapat dilihat pada tabel 1 yang menjelaskan bahwa pada tahun 1999 sampai 2008, Penanaman Modal Asing sektoral Industri terbesar pada
tahun 2005 sebesar 973,9 juta US dollar dan Penanaman Modal Asing
sektoral Industri yang terendah yaitu pada tahun 2001 sebesar 10,2 juta US
Dollar, Perkembangan sektor Industri terbesar terjadi pada tahun 2008 sebesar 415,49
dan terendah sebesar -97,53 terjadi pada tahun 2006,
Penanaman Modal Asing sektoral Perdagangan terbesar pada tahun 1999 sebesar 2791,9
juta US dollar dan Penanaman Modal Asing sektoral Perdagangan yang terendah yaitu pada tahun 2001 sebesar 43,1
juta US Dollar. Perkembangan sektor Perdagangan terbesar terjadi pada tahun
2002 sebesar 928,07 dan terendah sebesar -98,09
terjadi pada tahun 2001, Penanaman Modal Asing Sektoral Pertanian terbesar pada tahun
2005 sebesar 462,0 juta US Dollar dan Penanaman Modal Asing Sektoral
Pertanian yang terendah yaitu pada tahun 2003 sebesar 61,1 juta US
Dollar.
Tabel.1. Perkembangan Penanaman Modal Asing Sektoral Pertanian, Industri, dan Perdagangan Tahun 1999-2008
Tahun Pertanian
Perkembangan Industri
Perkembangan Perdagangan Perkembangan
1999 412,7
- 10,2
- 2791,9
- 2000
388,8 -5,79
36,5 257,84
2259,4 -19,07
2001 384,2
-1,18 42,4
16,16 43,1
-98,09 2002
446,3 16,16
91,2 115,09
443,1 928,07
2003 357,2 -19,96
321,4 252,41
1106,7 149,76
2004 196,9 -44,87
657,4 104,54
1079,7 -2,43
2005 462,0
134,63 973,9
48,14 901,0
-16,55 2006
175,6 -61,99
24,0 -97,53
287,7 -68,06
2007 85,0
-51,59 96,8
303,33 471,1
63,74 2008
61,1 -28,11
499,0 415,49
667,9 41,77
Sumber : Badan Pusat Statistik Jawa Timur diolah .
4.2.2. Perkembangan Tingkat Suku Bunga Internasional
Berdasarkan tabel 2 dapat dijelaskan bahwa perkembangan Tingkat Suku Bunga Internasional setiap tahunnya mengalami fluktuatif yang tidak
tentu besarnya. Perkembangan Tingkat Suku Bunga Internasional, yang tertinggi terjadi pada tahun 2004 sebesar 1,75 dan terendah sebesar -
4,52 terjadi pada tahun 2001, hal ini disebabkan karena pada tahun 2001 mulainya stabilnya ekonomi dunia karena pata tahun 2000 terjadi kenaikan
minyak dunia dan tingkat suku bunga internasional juga mengalami kenaikan sehingga harga minyak di Indonesia juga mangalami kenaikan
sehingga banyak Penanaman Modal yang masih tarik ulur untuk menanamkan modalnya khususnya di Indonesia. Tingkat Suku Bunga
Internasional terbesar pada tahun 2000 sebesar 9,27 . dan Tingkat Suku Bunga Internasional yang terendah yaitu pada tahun 2003 sebesar 4,00 .
Tabel.2. Perkembangan Suku Bunga Internasional Tahun 1999-2008 Tahun
Tingkat Suku Bunga Internasional Perkembangan
1999 8,02 -
2000 9,27 1,25
2001 4,75
- 4,52 2002
4,25 - 0,50
2003 4,00
- 0,25 2004 5,25
1,25 2005 6,23
0,98 2006 7,98
1,75 2007
7,50 - 0,48
2008 7,25
- 0,25 Sumber : Badan Pusat Statistik Jawa Timur diolah .
4.2.3 Perkembangan Kurs Valas
Perkembangan Kurs Valuta Asing dari tahun ke tahun mengalami fluktuatif. Hal ini dapat dilihat pada tabel 3 yang menjelaskan bahwa pada
tahun 1999 sampai 2008, Perkembangan terbesar Kurs Valuta Asing pada tahun 2000 sebesar 35,14 dan terendah sebesar – 14,03 terjadi pada
tahun 2002, Kurs Valuta Asing terbesar pada tahun 2008 sebesar Rp.10.950 dan Kurs Valuta Asing yang terendah yaitu pada tahun 1999 sebesar
Rp.7100.
Tabel.3. Perkembangan Kurs Valas Tahun 1999-2008 Tahun
Kurs Valas Rupiah
Perkembangan
1999 7.100 -
2000 9.595
35,14 2001
10.400 8,38
2002 8.940
- 14,03 2003
8.465 - 5,31
2004 9.290 9,74
2005 9.830 5,81
2006 9.020
- 8,24 2007 9.419
4,42 2008
10.950 16,25
Sumber : Badan Pusat Statistik Jawa Timur diolah .
4.2.4. Perkembangan Neraca Perdagangan
Perkembangan Neraca Perdagangan dapat disajikan dalam tabel di bawah ini :
Tabel.4. Perkembangan Neraca Perdagangan Tahun 1999-2008
Tahun Neraca Perdagangan
juta Rupiah Perkembangan
1999 29.579,70 -
2000 37.626,35 27,20
2001 34.587,45
- 8,07 2002 34.904,60
0,91 2003 36.173,20
3,63 2004 45.365,90
25,41 2005 53.335,90
17,56 2006 60.845,85
14,08 2007 72.276,45
18,78 2008 77.085,40
6,65 Sumber : Badan Pusat Statistik Jawa Timur diolah
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa perkembangan Neraca Perdagangan selama 15 tahun 19949-2008 cenderung mengalami
fluktuasi. Perkembangan tertinggi Neraca Perdagangan adalah pada tahun 2000 sebesar 27,20 dan perkembangan terendah adalah pada tahun 2001
sebesar -8,07 . Neraca Perdagangan tertinggi terjadi pada tahun 2008 sebesar Rp.77.085,40 dan Neraca Perdagangan terendah pada tahun 1998
sebesar Rp.29.579,70.
4.3. Hasil Analisis Asumsi Regresi Klasik BLUE Best Linier Unbiased
Estimator.
Agar dapat diperoleh hasil estimasi yang BLUE Best Linier Unbiased Estimator atau perkiraan linier tidak bias yang terbaik maka
estimasi tersebut harus memenuhi beberapa asumsi yang berkaitan. Apabila salah satu asumsi tersebut dilanggar, maka persamaan regresi
yang diperoleh tidak lagi bersifat BLUE, sehingga pengambilan keputusan melalui uji F dan uji t menjadi bias. Dalam hal ini harus dihindarkan
terjadinya kasus-kasus sebagai berikut :
1. Autokorelasi
Autokorelasi dapat didefinisikan sebagai “korelasi antara data observasi yang diurutkan berdasarkan urut waktu data time series
atau data yang diambil pada waktu tertentu data cross-sectional” Gujarati, 1995:201. Untuk mengujji variabel-variabel yang diteliti
apakah terjadi autokorelasi atau tidak dapat digunakan uji Durbin Watson, yaitu dengan cara membandingkan nilai Durbin Watson yang
dihitung dengan nilai Durbin Watson dL dan du dalam tabel. Distribusi penetuan keputusan dimulai dari 0 nol sampai 4 empat.
Kaidah keputusan dapat dijelaskan sebagai berikut : 1.
Jika d lebih kecil daripada d
L
atau lebih besar daripada 4-d
L
, maka hipotesis nol ditolak yang berarti terdapat autokorelasi.
2. Jika d teletak antara d
U
dan 4-d
U
, maka hipotesis nol diterima yang berarti tidak ada autokorelasi.
3. Jika nilai d terletak antara d
L
dan d
U
atau antara 4-d
L
dan 4-d
U
maka uji Durbin-Watson tidak menghasilkan kesimpulan yang pasti, untuk nilai-nilai ini tidak dapat disimpulkan ada tidaknya
autokorelasi di antara faktor-faktor penganggu. Untuk mengetahui ada tidaknya gejala autokorelasi dalam model
penelitian maka perlu dilihat nilai DW tabel. Diketahui jumlah variabel bebas adalah 3 k=3 dan banyaknya data adalah n=10
sehingga diperoleh nilai DW tabel adalah sebesar d
L
= 0,525 dan d
U
= 2,026