c. ketahanan pangan, dan d. ketahanan nasional berupa stabilitas ekonomi dan politik.
Dalam sistem ketahanan pangan nasional, ketahanan pangan dimulai pada tingkat rumah tangga, wilayah, dan terakhir nasional. Ada
tiga komponen utama pembentukan ketahanan pangan rumah tangga, yaitu produksi sendiri
production , cadangan pangan
stock , dan
pendapatan income
. Apabila pendapatan rumah tangga cukup besar sehingga seluruh kebutuhan pangannya dapat secara leluasa dipenuhi
dari pasar, maka rumah tangga tersebut termasuk ke dalam rumah tangga tahan pangan, walaupun mereka tidak memproduksi pangan.
B. Pola Konsumsi Pangan. Konsumsi pangan merupakan subsistem ketahanan pangan yang
komprehensip berfungsi dalam pemanfaatan pangan yang memenuhi kecukupan gizi, keamanan dan halal dalam upaya untuk menjaga
kesehatan dan produktifitas. Subsistem ini memperhatikan baik aspek informasi kandungan gizi bahan makanan kecukupan energi dan protein
dan kuantitas bahan pangan yang dikonsumsi.
Walaupun upaya-upaya sudah dirintis sejak dasa warsa 60an,
namun sampai saat ini masih belum berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Pola pangan lokal seperti ditinggalkan, berubah ke pola beras
dan pola mie. Kualitas pangan juga masih rendah, kurang beragam, masih didominasi pangan sumber karbohidrat terutama dari padi-padian.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
Konsumsi pangan pokok masyarakat Indonesia sangat tergantung pada beras dengan tingkat partisipasi rata-rata hampir mencapai 100 kecuali
untuk Maluku dan Papua yang dikenal wilayah dengan ekologi sagu berkisar 80 Ariani dan Ashari, 2003. Data Susenas menunjukkan
bahwa pada tahun 2005 konsumsi beras di Indonesia sangat tinggi yakni 105,2 kgkapitatahun.
Keragaman konsumsi pangan di tingkat rumah tangga sangat erat hubungannya dengan ciri-ciri demografis, aspek sosial, ekonomi serta
potensi sumberdaya alam setempat. Akibat perbedaan tersebut ditambah dengan kendala dalam distribusi pangan antar daerah, menyebabkan pola
konsumsi pangan antar daerah akan bervariasi dari suatu daerah ke daerah lain. Seperti diketahui bahwa Indonesia terbagi kedalam wilayah-
wilayah yang secara historis mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok, dan wilayah yang mengkonsumsi biji-bijian lain atau umbi-umbian
sebagai makanan pokok. Dalam hal ini selain faktor-faktor tersebut diatas, maka faktor kebiasaan
habit yang berkaitan dengan unsur sosial
budaya, lingkungan ekonomi dan kebutuhan biologis yang mempengaruhi seseorang melakukan pemilihan jenis makanan yang mereka konsumsi.
Pentingnya kebiasaan makan dapat dilihat dari kondisi dimana makin beragam jenis makanan yang dikonsumsi oleh rumah tangga, maka makin
baiklah kondisi ini mendukung kebijakan diversifikasi pangan yang merupakan faktor penting dalam pemecahan masalah beras yang
merupakan barometer ketahanan pangan nasional.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber
Terdapat dugaan bahwa pola konsumsi sangat berkaitan erat dengan pola produksi setempat, maka menyebabkan munculnya
penelitian-penelitian yang membandingkan tingkat partisipasi konsumsi pangan dengan misalnya tipe agroekosistem daerah Sudaryanto dan
Sayuti, 1999, karena variasi daerah menurut tipe agroekosistem menunjukkan perbedaan sistem usahataninya. Ali 2002, membedakan
wilayah historis konsumsi makanan pokok beras dan non beras untuk menganalisa pola konsumsi beras di Indonesia. Dengan perbedaan
wilayah-wilayah tersebut ingin diketahui apakah juga ada perbedaan dalam pola konsumsi pangannya. Hasil penelitian menunjukkan adanya
perbedaan pola konsumsi pangan pada wilayah dan strata pendapatan yang berbeda untuk beberapa kelompok pangan.
C. Perilaku Konsumen.