G. Refleksi Teologis
1. Pelayanan Kasih
Pelayanan merupakan bagian dari hakikat kodrat Gereja, karena itu selalu punya kaitan antara sabda dan sakramen. Bagaimana pun kasih mengajak semua
umat kristiani untuk peka terhadap kebutuhan orang lain; agape membangkitkan pelayanan. Paus Benediktus telah mempersembahkan satu doktrin sosial yang
setidaknya mengajak semua umat manusia secara khusus umat Katolik di seluruh dunia untuk terlibat dalam tindakan karitas yang berdasar pada kasih Allah. Secara
ringkas ensiklik tersebut mendorong umat Katolik untuk turut ambil bagian dalam hidup publik mulai dari iman mereka, dan pada semua lapisan masyarakat, baik
secara politis, ekonomis, sosial, legislatif, administratif, budaya, dan sebagainya. Pertanyaannya sekarang ialah bagaimana kita dapat melihat pelayanan
secara konkret sebagai suatu terjemahan dari kasih Allah. Ensiklik DCE memberikan sedikit pokok perhatian yang sangat khusus.
Pertama, pelayanan harus bersifat profesional. Pelayanan dan keahlian tidaklah bertentangan satu sama lainnya, namun berada pada garis yang sama. Kita
dapat merujuk dengan aman kepada mereka sebagai keahlian yang terilham. Diperlukan pembinaan, namun juga pembinaan hati, pembinaan rohani
dan momen-momen dimana ilham hadir secara jelas. Sasarannya haruslah agar para rekan sekerja dibawa pada perjumpaan dengan Tuhan, yang membangkitkan
kasih mereka dan membuka hati mereka terhadap sesama, sehingga kasih sesama tak lagi menjadi perintah yang dijalankan bagi pihak luar sebagaimana terjadi pada
masa lalu, namun sebagai buah iman mereka, yang menunjukkan dirinya dalam kasih.
Kedua, kita tak pernah ingin menggunakan kasih kristiani terhadap sesama untuk mengkristenkan orang lain atau untuk tujuan penyebaran agama. Di negara-
negara tertentu ini merupakan suatu masalah yang sangat sulit. Karitas itu ditujukan setiap orang, bahkan bagi kaum beriman dari agama-agama lain pula. Namun
Tuhan masih perlu dibawa ke dalam visi dengan cara yang tak terbatas. Dan kadang-kadang Tuhan bahkan diungkapkan secara diam-diam melalui
karitas. “Seorang kristiani tahu kapan waktunya untuk bicara tentang Tuhan dan
kapan sebaiknya tidak berkata apapun dan membiarkan kasih sendiri yang berbicara.”
Ketiga, Gereja selalu memiliki struktur-struktur untuk mengembangkan pelayanan, yaitu keuskupan-keuskupan, kongregasi-kongregasi, juga kaum awam
harus terus mengambil tanggung jawab mereka dalam hal ini. Adalah suatu keprihatinan yang berlangsung terus, khususnya di regio-regio kita, tentang
bagaimana struktur-struktur ini dapat diteruskan saat kongregasi-kongregasi tak lagi mengandaikan tanggung jawab mereka. Apa yang masih akan tetap menjadi
identitas kritiani sesudah beberapa saat kemudian? Dalam surat ensiklik ini, suatu himbauan diajukan demi terwujudnya bentuk-bentuk kerjasama yang lebih besar.
Keempat, ada
perbedaan yang
jelas antara
pelayanan dan
kedermawanan. Bidang kegiatannya bisa saja sama, namun sumber karya dan motivasinya berbeda. Dalam kedermawanan, targetnya ialah meningkatkan situasi
manusiawi dan kegiatan-kegiatan itu berhenti bila targetnya telah tercapai. Dalam
pelayanan, penyempurnaan kehidupan ini dipupuk dan dirangsang oleh kasih Tuhan dan setiap layanan menjadi suatu perjumpaan dengan Kristus yang
hidup. Menjumpai dan mengasihi Kristus dalam diri orang-orang sakit bersifat hakiki dalam pelayanan.
Kelima, akhirnya, kita harus selalu memandang karya kita sebagai karya layanan dalam kerendahan hati. Kita hanyalah alat-alat di tangan Tuhan, namun kita
harus menjadi alat-alat yang baik. Layanan dalam kerendahan hati ini menghilangkan khayalan dan ambisi kita untuk membantu setiap orang dan
memenuhi setiap kebutuhan. “Dengan segala kerendahan hati kita akan melaksanakan apa yang dapat kita laksanakan, dan dengan segala kerendahan hati
kita akan mempercayakan sisanya kepada Tuhan.” Pokok-pokok penting dalam DCE setidaknya menjelaskan bahwa kasih
harus ditampakkan melalui tindakan nyata. Tanpa tindakan apapun, kasih akan kehilangan makna. Menarik untuk melihat jawaban Yesus terhadap pertanyaan
tentang perintah yang terpenting dengan jalan merujuk kepada perintah kasih dan melukiskan jawaban-Nya dengan mengisahkan perumpamaan tentang orang
Samaria yang baik hati. Pelayanan merupakan penjelmaan dari kasih, dan kasih itu mengunggulinya. Namun kita hanya dapat menyatakan misericordia kerahiman
yang secara harafiah artinya “mengasihi kaum malang, miskin dan yang membutuhkan pertolongan,” bila kita menghubungkannya dengan compassio
belas kasih. Kerahiman berkaitan dengan kasih melalui belas kasihan. Pelayanan semestinya larut dalam kerahiman melalui belas kasih. Dalam surat ensikliknya
yang berjudul “Dives in misericordia” 1980 Paus Yohanes Paulus II berkata: