B. Pelayanan Kasih
Pelayanan merupakan buah tindakan perbuatan yang bersumber pada kasih. Sedangkan kasih sendiri sering dimaknai sebagai upaya untuk memberi
dengan perasaan sayang. Tentang kasih Sujoko 2009:441 berpendapat bahwa masyarakat Yunani cenderung mengartikan kasih dengan tiga istilah yakni eros
cinta birahi, philia kasih persaudaraan, dan agape kasih ilahi. Model kasih yang menjadi fokus perhatian penulis yakni, agape kasih tanpa pamrih dan bersifat
altruistik. Sebuah model kasih yang bercermin pada kasih Allah. Gereja Katolik menegaskan adanya dua aspek dasariah pelayanan yakni
solidaritas dan penatalayanan. Pertama, aspek solidaritas yang menekankan kepekaan dan kepedulian terhadap sesama. Solider berarti menjadi sesama bagi
yang lain the others, diantaranya fakir miskin, janda, pengamen, tunawiswa, kelompok LGBT, dan sebagainya. Solidaritas harus memiliki visi dan orientasi
yang jelas, jika tidak maka orang akan mudah terjebak dalam aktivisme pelayanan semu. Misal saja, orang melayani sesungguhnya bukan terdorong oleh kasih
melainkan karena ada kepentingan politik tertentu; dan atau bisa juga orang melayani bukan karena kebajikan iman tetapi karena sebuah kewajiban semata.
Oleh karena itu visi dan orientasi semestinya bersumber pada kasih Allah, sehingga pelayanan kita bisa terarah terciptanya suasana bahagia dan damai.
Kedua, aspek penatalayanan merupakan prinsip yang mengakui bahwa Allah adalah pemilik segala sesuatu, sedangkan manusia hanya pelayan bagi Allah
termasuk sesama. Allah telah menciptakan bumi dengan segala sesuatu yang ada di dalamnya, lalu mempercayakan kepada manusia untuk dikerjakan dan dipelihara,
supaya semua orang memperoleh bagian dari kebaikan bumi ini. Allah juga memberikan bermacam-macam karunia kepada manusia: kesehatan, akal budi,
perasaan estetis, keterampilan, kekayaan, dan kekuatan untuk melengkapi manusia, agar manusia dapat menjalankan tugas sebagai pelayan yang setia dan bijaksana.
Segala karunia tersebut harus bermanfaat untuk kesejahteraan sosial. Kiprah pelayanan Gereja dalam pemberdayaan umat digolongkan menjadi
tiga model pendekatan pelayanan, yakni: karitatif, reformatif, dan transformatif. 1
Pelayanan karitatif merupakan model tertua dari pelayanan Gereja yang sampai
saat ini masih dilakukan. Jenis pelayanan ini sangat tepat dalam situasi darurat dan sangat membutuhkan pertolongan yang bersifat segera. Misalnya bencana
alam, bantuan kepada janda atau fakir miskin melalui pemberian beras, uang, dan sebagainya Oentoro 2010:109
2 Pelayanan reformatif lebih menekankan aspek pembangunan, daripada sekadar
tindakan karitas amal kasih semata. Pola pendekatannya adalah pengembangan masyarakat empowering communities seperti pembangunan
kesehatan dan penyuluhannya, kelompok usaha bersama dengan kelompok simpan pinjam, pemberian beasiswa untuk pendidikan. Akibatnya, muncul
kesadaran Gereja untuk berpartisipasi aktif dalam pembangunan dan memikirkan persoalan-persoalan sosial-kemasyarakatan. Gereja dituntut untuk
turun dari menara gading yang selama ia dirikan dan terlibat mengatasi persoalan diskriminasi, penindasan hak asasi, pengungsi domestik dan
internasional, ketimpangan ekonomi, korupsi, dan sebagainya Oentoro 2010:79