yang menikah dengan orang Batak, namun kemudian dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya. Situasi kehidupan kemasyarakatan yang sangat
kental dengan etnis Jawa memudahkan mereka untuk bersosialiasi satu terhadap yang lain. Solidaritas menjadi satu ciri masyarakat yang homogen. Orang bisa
dengan mudah solider dengan sesamanya karena ada kesamaan budaya, bahasa bahkan agama. Poin ini akan muncul pada uraian-uraian selanjutnya mengenai
spirit pelayanan kasih. Hal yang lebi khas nampak dalam keseharian masyarakat di Ngrendeng adalah semangat gotong-royong. Sense of homogenity menjadi motor
yang mampu menggerakan orang untuk bisa saling membantu. Hemat penulis, ini menjadi salah satu poin kunci yang akan mendasari fondasi pelayanan kasih umat
di Stasi Maria Assumpta Ngrendeng. Kebiasaan lain yang masih kental dengan kebudayaan Jawa yakni ritual
kelahiran dan kematian. Berdasarkan adat Jawa, proses kehidupan selalu beriringan dengan tradisi. Nguri-nguri kebudayaan Jawa, melestarikan kebudayaan Jawa.
Ritual ini dilakukan dengan doa-doa berbahasa Jawa. Masih banyak ritual inkulturatif lainnya yang sangat diminati oleh umat Stasi Ngrendeng. Salah satu
alasan mendasar kenapa orang Jawa gampang menerima ajaran Katolik karena mengakomodasi
kepercayaan-kepercayaan asali
masyarakat Jawa
dan menginkulturasikan dalam perayaan-perayaan sakramen.
4. Visi dan Misi Stasi
Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, penulis mendapatkan sebuah jawaban yang pasti bahwa pioner Stasi Maria Assumpta Ngrendeng adalah
Romo Katini, CM. Beliau membangun Stasi ini dengan sebuah visi utama yakni mempertangguh iman umat Ngrendeng agar semakin militan dalam bersaksi
tentang Kristus dalam kehidupan bermasyarakat. Visi ini terlihat jelas dalam berbagai kegiatan misioner yang dilakukan Romo Katini seperti: a membaptis
sebanyak mungkin orang yang hendak beriman pada Kristus, b rutin mengunjungi umat Katolik dari rumah ke rumah, c rajin mengadakan doa dan merayakan
ekaristi bersama, d mangajari anak-anak berdoa dan memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengambil bagian dalam ibadat dan perayaan sakramen, e
mengaktifkan kaum muda dan orang dewasa dalam berbagai kegiatan rohani di stasi, dan f giat mendorong para Katekis untuk “turun ke bawah” untuk
memperkenalkan Kristus kepada umat. Visi dan misi tersebut - menurut para responden sangat efektif menggerakan
hati umat untuk berpartisipasi dalam kegiatan menggereja. Namun lamban-laun,
visi dan misi tersebut mulai diabaikan oleh para penerus Romo Katini.
Contoh konkret misalnya, romo sudah tidak rutin lagi mengadakan kunjungan di stasi. Secara tidak langsung tentu akan berpengaruh terhadap
semangat umat. Umat di sini, suka membanding-bandingkan. Menurut mereka, romo sekarang malas - tidak seperti pendahulunya. Mereka lebih
banyak berkunjung ke tempat-tempat yang dekat dengan paroki. Sedangkan kami yang jauh dari gereja paroki biasanya hanya sekali dalam
sebulan. Nah umat akan rajin ikut ibadat atau misa kalau ada romo. Jangan harap mereka ikut ibadat sabda kalau pemimpinnya adalah seorang pro-
diakon yang nota bene adalah awam seperti mereka. [Lampiran 5, 2].
Ungkapan di atas secara jelas memperlihatkan bahwa ada dinamika hidup rohani yang menarik untuk dikaji. Sebab pengalaman semacam itu ternyata tidak
hanya disampaikan oleh satu atau dua orang melainkan oleh hampir sebagian besar
umat yang penulis jumpai. Bahkan penulis sendiri mengamati secara langsung selama masa penelitian, bahwa kondisi tersebut benar-benar terjadi di Stasi
Ngrendeng. Meski demikian terdapat beberapa kesan positif yang penulis dapat baik dari hasil observasi maupun wawancara tentang praktik hidup rohani umat di
Stasi Ngrendeng.
B. Temuan Khusus
Pada bagian ini penulis akan melaporkan beberapa temuan khusus yang diperoleh pada saat wawancara. Setidaknya terdapat empat hal penting yang hendak
dicapai dalam penelitian ini, yakni: 1 jenis-jenis pelayanan kasih yang sudah dilaksanakan umat Ngrendeng; 2 tujuan dari pelayanan kasih yang sudah
dilaksanakan umat Ngrendeng; 3 sasaran pelayanan kasih; dan 4 pihak-pihak yang terlibat dalam mengemban tugas pelayanan kasih. Namun penulis mengawali
keseluruhan proses wawancara dengan bertanya tentang arti pelayanan kasih yang mereka pahami, terutama yang sudah mereka hayati selama ini.
1. Arti Pelayanan Kasih
Penulis bertanya kepada semua responden tentang apa yang mereka ketahui tentang pelayanan. Jawaban dari masing-masing responden beragam. Berikut
adalah ragam arti pelayanan menurut para responden.
a. Responden 1:
Sederhana saja – pelayanan itu berarti menolong siapa saja yang pantas
mendapat pertolongan. Dalam konteks ajaran Katolik, yang saya pahami sejak kecil, melayani berarti memberi bantuan kepada orang
yang berkekurangan – entah kurang perhatian; kurang kasih sayang; dan
kurang pendampingan iman. Saya alami sendiri ketika bertugas sebagai fungsionaris stasi, ketika banyak umat datang dan meminta bantuan dari
saya. Mulai dari kelompok umat – yang sekadar menyaringkan
pengalaman hidupnya sampai pada mereka yang memang betul-betul memerlukan pertolongan material dan batiniah. Saya ladeni semuanya
itu dengan sabar dan menjalaninya dengan tulus. Karena saya sadar bahwa ketika saya menerima tanggung jawab sebagai pelayan umat
maka saya mesti jalani baik-baik. [Lampiran R1, 8]
b. Responden 2:
Jujur, sebenarnya saya tahu tindakan melayani jauh sebelum saya mengenal ajaran Gereja Katolik tentang cinta kasih. Karena saya dididik
dalam keluarga yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Namun ketika saya mulai dibaptis dan mengenal lebih dekat ajaran-
ajaran Katolik, saya makin sadar bahwa ternyata kultur yang dihidupi oleh keluarga selama ini cocok dengan ajaran Katolik. Dan menurut
saya pelayanan itu adalah tindakan berbelas kasih kepada sesama dan memberi pertolongan kepada yang membutuhkan. [Lampiran R2, 11]
c. Responden 3:
Pelayanan itu adalah peduli terhadap sesama yang mengalami kekurangan. Maksud saya, pelayanan itu haruslah melampaui batas
agama dan keyakinan. Saya bilang begini karena orang-orang dewasa ini lebih peduli pada diri sendiri. Kalau pun dia peduli pada orang lain,
itu hanya khusus buat orang-orang di sekitarnya saja. Seperti keluarga, teman akrab, dan sebagainya. Sangat jarang kita jumpai orang yang
peduli pada orang lain. Coba lihat saja sekarang, banyak rumah yang punya pagar yang tinggi-tinggi. Itu tandanya orang menutup diri.
[Lampiran R3, 13].
d. Responden 4:
Kalau saya lihat pelayanan itu merupakan kegiatan sosial dalam kehidupan bersama yang membutuhkan kepedulian. Kita ini hidup
dalam satu komunitas, maka perlu ada rasa peduli satu terhadap yang
lain. Peduli di sini macam-macam. Misalnya peduli terhadap orang yang berkekurangan secara material, peduli terhadap yang orang menderita
sakit, peduli terhadap orang yang sedang kesepian dan sebagainya. Tanpa rasa peduli, tindakan pelayanan tidak bisa berjalan. Karena orang
baru bisa melayani karena ada rasa peduli. [Lampiran R4, 15].
e. Responden 5:
Pelayanan itu merupakan suatu tindakan kasih yang dilakukan tanpa pamrih oleh orang-orang yang berjiwa sosial dan memiliki ketulusan
hati. Sekarang ini agak susah mencari orang yang bekerja tanpa pamrih, mbak. Dulu kita sering dengar, guru itu - pahlawan tanpa tanda jasa.
Tapi tetap saja, minta gajinya dinaikan sana-sini sehingga ora ngurusin ngajar. Tapi syukurlah untuk urusan gereja, masih ada satu-dua orang
yang bersedia berkorban. [Lampiran R5, 17]
2. Jenis Pelayanan Kasih
Penulis bertanya kepada semua responden tentang jenis-jenis pelayanan kasih yang mereka ketahui dan mereka amati selama ini di Stasi Maria Assumpta
Ngrendeng. Tanggapan dari masing-masing responden beragam. Berikut adalah hasil tanggapan para responden.
a. Responden 1:
Biasanya kalau ada tetangga yang meninggal - dan itu sesama Katolik, maka langsung ada doa bersama di rumah duka sampai menghantar ke
pemakaman. Lalu ada kunjungan ke rumah sesama yang sakit, dan termasuk memberi penghiburan kepada sesama yang sudah janda. Saya
juga lihat peran aktif ibu-ibu dalam membersihkan dan menghias gereja pada saat hari minggu atau hari raya. Ada juga kelompok legio maria
yang pernah aktif di sini tapi akhir-akhir ini sedikit menurun kegiatan mereka. Saya tidak tahu kenapa. Ketika saya bertugas sebagai ketua
stasi, ada satu tugas pelayanan yang saya buat yakni mendoakan sesama yang sakit. Awalnya memang saya tidak berani karena merasa tidak
pantas untuk mendoakan orang tapi lama kelamaan saya terbiasa dan ternyata itu sangat memengaruhi hidup saya. [Lampiran R1, 8]
b. Responden 2:
Kalau ada sesama yang sakit biasanya langsung direspons, dan tanggapannya macam-macam. Ada yang misalnya
– datang menjenguk sambil beri penghiburan, ada yang bantu biaya pengobatan, ada yang
membawa makanan, dan sebagainya. Hal lain misalnya – membantu
sesama yang janda dan yang sudah tua. Selain itu juga, kalau ada sesama yang mengalami musibah kematian, langsung mendapat respons cepat
dari sesama. Khusus untuk umat Stasi Ngrendeng, ada kesepakatan agar bahu-membahu menolong keluarga yang berduka. Mulai dari
mendoakan arwah yang meninggal sampai mengurus pemakamannya. Termasuk menghadiri doa atau ibadat peringatan kematian. [Lampiran
R2, 11]
c. Responden 3:
Kalau saya melihat, sebenarnya ada banyak jenis pelayanan yang sudah dilakukan di stasi ini. Pelayanan untuk orang sakit, pelayanan untuk para
janda, pelayanan untuk anak-anak PIA, pelayanan untuk orang muda, dan lain-lain. Namun yang berjalan baik selama ini baru pelayanan
untuk anak-anak dan pelayanan sakramen orang sakit. Dua kegiatan itu yang selalu rutin kita lakukan. Selain itu kita juga masih rutin
melaksanakan doa atau ibadat bersama, meski tidak semua orang di stasi ini terlibat aktif. Misalnya doa rosario, novena pentekosta, doa lelayu.
[Lampiran R3, 13]
d. Responden 4:
Berdasarkan cerita orang tua dulu – katanya mereka sering berkumpul
untuk berdoa bersama. Kesempatan untuk berdoa itu selalu mereka pakai untuk bercerita dan berbagi pengalaman hidup. Lama-kelamaan
hubungan persaudaraan itu tumbuh dan semakin kuat terjalin. Tentu rasa solider satu terhadap yang lain dengan sendiri muncul saat ada yang
mengalami masalah atau musibah. Misalnya saat ada tetangga yang mengalami musibah kecelakaan atau lelayu biasanya langsung
mendapat respons yang baik dari sesama yang beragama Katolik. [Lampiran R4, 15]
e. Responden 5:
Kalau ada butuh yang bantuan biasanya langsung mendapat respons dari sesama umat. Bentuk bantuannya macam-macam. Kadang ada yang
butuh bantuan material misalnya makanan, pinjaman uang, tumpangan
rumah, dan sebagainya. Namun ada pula yang kerap membutuhkan bantuan dalam hal-hal rohani seperti doa mohon kesembuhan dari
sesama, doa lelayu, doa mohon keberhasilan, dan sebagainya. [Lampiran R5, 17]
3. Tujuan Pelayanan Kasih
Penulis bertanya kepada semua responden tentang tujuan pelayanan kasih yang mereka ketahui. Tanggapan dari masing-masing responden beragam. Berikut
adalah hasil tanggapan para responden.
a. Responden 1:
Sederhana sekali kalau ngomong soal tujuan pelayanan, yakni membantu sesama yang berkekurangan. Kalau saya lihatnya sih seperti
itu. Tapi setiap pelayanan tentu punya tujuan yang berbeda-beda. Misalnya, melayani sesama yang sakit - tujuannya biar dia sembuh;
menghibur sesama yang menderita - tujuannya biar dia tidak cepat putus asa dan punya semangat untuk berjuang; serta menolong sesama yang
galau dengan imannya tentu akan sangat membantu mereka untuk lebih setia dan tetap percaya pada Yesus. [Lampiran R1, 9]
b. Responden 2:
Tujuannya bisa macam-macam. Pelayanan untuk anak-anak bertujuan meningkatkan iman mereka dan mendekatkan mereka pada Tuhan.
Kalau pelayanan untuk orang sakit tentu bertujuan untuk memberi penghiburan kepada mereka, biar tidak cepat putus asa dan tetap
bertekun dalam doa. Sedangkan pelayanan untuk orang muda bertujuan mendekatkan mereka dengan gereja. Namun dalam prakteknya, orang
muda susah diberi pendampingan. Ini jadi tantangan buat gereja. [Lampiran R2, 11-12]
c. Responden 3:
Sederhana sekali, mbak. Kan sudah saya bilang bahwa pelayanan itu artinya peduli. Nah karena itu menurut saya tujuan dari orang peduli itu
hanya agar orang lain merasa diperhatikan. Itu saja. Saat ini kita mengalami krisis perhatian yang besar. Masing-masing sibuk dengan
dirinya sampai lupa bahwa di samping kiri dan kanannya ada orang lain. Nah kalau orang sadar akan hal ini maka saya jamin deh pelayanan apa
pun bentuknya bisa sukses. [Lampiran R3, 13-14]
d. Responden 4:
Tujuannya agar makin banyak orang Katolik peduli pada sesamanya. Ingat, tidak semua orang punya nasib sama. Ada yang hidupnya serba
berkecukupan; ada yang hidupnya pas-pasan; namun ada juga yang memang serba berkekurangan. Kondisi macam ini menurut saya butuh
tindakan saling berbela rasah, agar tidak ada gap antara yang kaya dan miskin. Orang mesti peduli sehingga hidup terasa lebih harmonis.
[Lampiran R4, 15-16]
e. Responden 5:
Sebagai anak muda di stasi ini, terus terang saya prihatin dengan corak hidup kaum muda Katolik saat ini. Jarang terlibat dalam urusan-urusan
rohani. Ketika diajak ikut doa lingkungan atau menghadiri misa, selalu saja ada alasan sana-sini. Tapi anehnya selalu ada waktu buat jalan-jalan
ke mall atau nonton di bioskop. Karena itu ketika ditanya apa sih tujuan dari pelayanan - menurut saya, agar memberi kesadaran kepada anak-
anak muda sehingga lebih giat ke gereja dan sebagainya. Menegnai cara menarik mereka untuk terlibat, saya kira ini yang masih jadi persoalan.
Saya sendiri binggu bagaiman cara yang efektif. [Lampiran R5, 17-18]
4. Sasaran Pelayanan Kasih
Penulis bertanya kepada semua responden tentang apa saja yang mereka ketahui tentang sasaran pelayanan kasih dalam gereja khusus yang dilakukan di
Stasi Maria Assumpta Ngrendeng. Tanggapan dari masing-masing responden beragam. Berikut adalah hasil tanggapan para responden terkait hal ini.
a. Responden 1:
Pelayanan ini ditujukan kepada orang sakit, para janda, dan umat Katolik seluruhnya di stasi Ngrendeng. Sasaran utamanya adalah
kelompok orang yang berkekurangan, dan yang mengalami penderitaan.