48
digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi. Sedangkan Education Association
NEA mendefinisikan media sebagai benda yang dapat dimanipulasikan, dilihat, didengar, dibaca atau dibicarakan beserta instrumen
yang dipergunakan dengan baik dalam kegiatan belajar mengajar, dapat mempengaruhi efektifitas program instruksioanal. Dari definisi tersebut, Asnawir
dan Basyiruddin menyimpulkan bahwa media merupakan sesuatu yang bersifat menyalurkan pesan dan dapat merangsang pikiran, perasaan dan kemampuan
audien siswa sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada dirinya. Media yang digunakan secara kreatif akan memungkinkan audien siswa untuk
belajar lebih baik dan meningkatkan performa mereka sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
41
Dalam media pembelajaran, media berfungsi sebagai alat bantu dalam kegiatan belajar mengajar yakni berupa sarana yang dapat memberikan
pengalaman visual kepada siswa dalam mendorong motivasi belajar, memperjelas, dan mempermudah konsep yang kompleks dan abstrak menjadi lebih sederhana,
konkrit serta mudah dipahami.Dengan begitu, media dapat juga berfungsi untuk mempertinggi daya serap dan retensi audien terhadap materi pembelajaran.
42
Menurut Oemar Hamalik yang dikutip oleh Asnawir dan Basyiruddin, terdapat empat klasifikasi dalam media pembelajan, yaitu :
43
1. Alat-alat visual yang dapat dilihat, misalnya filmstrip, transparansi, micro projection, papan tulis, buletin board, gambar-gambar, ilustrasi,
chart, grafik, poster, peta dan globe.
41
Prof. Dr. H. Asnawir dan Drs. M. Basyiruddin Usman, M.Pd, Media Pembelajaran Jakarta: Ciputat Pers, 2010, h. 11.
42
Asnawir dan Usman, Media Pembelajaran, h. 21.
43
Asnawir dan Usman, Media Pembelajaran, h. 29.
49
2. Alat-alat yang bersifat auditif atau hanya dapat didengar misalnya; phonograph record, transkripsi electris, radio, rekaman pada tape
recorder. 3. Alat-alat dan benda-benda yang bisa dilihat dan didengar, misalnya
film dan televisi, benda-benda tiga dimensi yang biasanya dipertunjukkan misalnya; model, spicemens, bak pasir, peta electris,
koleksi diorama.
4. Dramatisasi, bermain peran, sosiodrama, sandiwara boneka, dan sebagainya.
Kegiatan pembinaan rohani Islam di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Salemba Jakarta Pusat, juga termasuk dalam proses belajar mengajar yaitu
pembina sebagai seseorang yang memberikan pengajaran kepada audien anak didik pemasyarakatan yang harus bisa memanfaatkan media dalam proses
kegiatan pembinaan rohani Islam.
50
BAB III GAMBARAN UMUM LEMBAGA PEMASYARAKATAN
KLAS IIA SALEMBA
A. Hakikat KriminalitasKejahatan
Sejak tahun 1971, kejahatan sangat menyita perhatian bagi Indonesia. Pada tahun tersebut sangat banyak kriminalitas yang terjadi bahkan sangat serius
sehingga dikeluarkanlah Intruksi Presiden no. 6 Tahun 1971 yang berlanjut dengan dibentuknya Badan Komisi Pelaksana BAKOLAK INPRES 1971 yang
dibentuk di tingkat pusat dan di daerah-daerah, dengan sasaran tugas penanggulangan masalah-masalah nasional seperti :
a. Kenakalan remaja b. Penyalahgunaan narkotika
c. Uang palsu d. Penyelundupan
e. Subversi f.
Pengawasan orang asing untuk mengawasi dalam lintas orang-orang asing di Indonesia.
1
Sementara secara yuridis formal definisi kejahatan itu sendiri menurut Kartini Kartono adalah bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan moral
kemanusiaan immoral, merupakan masyarakat, asosiasi sifatnya dan melanggar sera undang-undang pidana. Kemudian secara sosiologis
Kartono juga
1
Nanik Widiyanti, Perkembangan Kejahatan dan Masalahnya Jakarta: Pradya Paramita, 1987, h. 1.
51
menjelaskan bahwa kejahatan adalah semua ucapan, perbuatan dan tingkah laku yang secara ekonomis, politis dan sosial psikologis sangat merugikan masyarakat,
melanggar norma-norma susila dan menyerang keselamatan masyarakat baik yang telah tercakup dalam undang-undang, maupun yang belum tercantum dalam
undang-undang pidana. Kemudian Abdussalam juga membagi kejahatan secara yuridis dan
sosiologis, yaitu : a. Kejahatan menurut hukum yuridis : Kejahatan sebagai perbuatan yang
telah ditetapkan oleh negara sebagai kejahatan dalam hukum pidananya dan diancam dengan suatu sanksi. Dalam buku refrensi Anglo Saxon,
kejahatan menurut hukum dikelompokkan dalam istilah Conventional Crime yaitu kejahatan tindak pidana yang dicantumkan dalam Kitab-
kitab Undang-undang Hukum Pidana KUHP, istilah Victimless Crime kejahatan tanpa korban, meliputi pelacuran, perjudian, pornografi,
pemabukan dan penyalahgunaan narkoba yang diatur dalam peraturan perundang-undangan tersendiri, istilah White Collar Crime kejahatan
kerah meliputi tindak pidana korupsi, pelanggaran pajak, penyalahgunaan wewenang, istilah
Coorporate Crime kejahatan badan-badan usaha, kemudian istilah New Dimention Crime dan Mass Crime Kejahatan
massa. b. Kejahatan menurut non hukum kejahatan menurut sosiologis : Kejahatan
merupakan suatu perilaku manusia yang diciptakan masyarakat. Walaupun masyarakat memiliki berbagai macam perilaku berbeda-beda akan tetapi
52
memiliki pola yang sama. Gejala kejahatan terjadi dalam proses interaksi antara bagian-bagian dalam masyarakat yang mempunyai kewenangan
untuk melakukan perumusan tentang kejahatan dengan kelompok masyarkat mana yang memang melakukan kejahatan. Kejahatan tindak
pidana tidak semata-mata dipengaruhi oleh besar kecilnya kerugian yang ditimbulkan atau karena bersifat amoral, melainkan lebih dipengaruhi oleh
kepentingan-kepentingan pribadi kelompoknya, sehingga perbuatan- perbuatan tersebut merugikan kepentingan masyarakat luas, baik kerugian
materi maupun kerugianbahaya terhadap jiwa dan kesehatan manusia, walaupun tidak diatur dalam undang-undang pidana.
2
Maka dapat disimpulkan bahwa ketika seseorang melakukan kejahatan dan melanggar hukum yang telah dicantumkan di KUHP berarti perbuatan yang
dilakukan seseorang tersebut adalah perbuatan kriminal dan seseorang tersebut akan dijatuhkan pidanahukuman atau akan mendapatkan sanksi.
B. Lembaga Pemasyarakatan Sebagai Tempat Membina Pelaku Tindak KriminalKejahatan
Dalam buku Herbert L. Packer yang berjudul The Limits of The Criminal Sanction yang dikutip oleh Barda Nawawi Arief membicarakan masalah saksi
pidana dalam penanggulangan kejahatan, menyebutkan bahwa :
3
a. Sanksi pidana sangat diperlukan, tidak dapat hidup sekarang maupun di masa yang akan datang.
2
Abdussalam, Krimonologi Jakarta : Restu Agung , 2007, h. 15.
3
Barda Nawawi Arief, Kebijaksanaan Samksi Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan Semarang: Universitas Diponogoro, 1998, h. 23.